Anda di halaman 1dari 24

Pendahuluan

Abses peritonsil dapat

terjadi pada umur 10-60 tahun, namun

paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang
terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem imunnya, tapi infeksi
bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak.
Infeksi

ini

memiliki

proporsi

yang sama antara laki-laki dan

perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau


multipel
merupakan

penggunaan
predisposisi

antibiotik
pada

orang

oral

untuk

untuk

percobaan

tonsilitis

akut

berkembangnya

abses

peritonsil. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus


per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus
setiap tahun.1
Abses peritonsil termasuk salah satu abses leher bagian dalam.
Selain abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring, dan angina
ludavici (Ludwigs angina), atau abses submandibula juga termasuk abses
leher bagian dalam. Abses leher dalam terbentuk di antara fascia leher
dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,
mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran
infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil.
Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya
unilateral.

Gejala

dan

tanda

klinik

setempat

berupa

nyeri

dan

pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.2


Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi
pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerob dan anaerob
di daerah peritonsilar. Tempat yang biasa terjadi abses adalah di bagian
pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum superior. 3
Abses peritonsil terbentuk karena penyebaran organisme bakteri
yang menginfeksi tenggorokan pada satu ruangan areolar yang longgar
disekitar faring yang biasa menyebabkan pembentukan abses, dimana
1

infeksi telah menembus bagian kapsul tonsil, tetapi tetap dalam batas
otot konstriktor faring.4
Peritonsillar

abscess

(PTA)

merupakan

kumpulan/timbunan

(accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada


jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative
tonsillitis.

Pembahasan
Anatomi Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya Terdapat tiga macam tonsil
yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang
ketiga- tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.

Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar
anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.

Tonsil

tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya
dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring.
Dibatasi oleh:

Lateral
Anterior
Posterior
Superior
Inferior

:
:
:
:

: Muskulus konstriktor faring superior


Muskulus palatoglosus
Muskulus palatofaringeus
Palatum mole
Tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga


melapisi invaginasi atau kripti tonsila.

Banyak limfanodulus terletak di

bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus.


terbenam di dalam
difus.

Limfonoduli

stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik

Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan

tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.


Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat
germinal.2

Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil
palatina, dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
muskulus

palatoglosus

atau disebut pilar posterior, batas lateral atau

dinding luarnya adalah muskulus konstriktor faring superior.


Pilar

anterior

mempunyai

bentuk

seperti

kipas pada rongga

mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar
posterior

adalah

otot

vertikal yang ke atas mencapai palatum mole,

tuba eustachius dan dasar


hingga dinding

lateral

tengkorak

esofagus,

dan

sehingga

ke

arah

pada

bawah

meluas

tonsilektomi harus

hati-hati agar pilar posterior tidak terluka.7 Pilar anterior dan pilar
posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah
terpisah

dan

masuk

ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral

faring.6,7
Kapsul Tonsil
5

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran


jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi
menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa
kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.
Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke

dalam parenkim.

Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf-saraf dan pembuluh


eferen.7
Kriptus Tonsil
Kriptus tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan
masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya terdiri dari 8-20 buah
dan kebanyakan terjadi penyatuan beberapa kriptus. Permukaan kriptus
ditutupi oleh

epitel

yang

sama

dengan

epitel

permukaan

medial

tonsil. Saluran kriptus ke arah luar, biasanya bertambah luas. Pada fosa
supratonsil, kriptus meluas kearah bawah dan

luar,

dianggap

Hal

adanya

pula

sebagai

kriptus yang

besar.

maka
ini

fosa

ini

membuktikan

sisa perkembangan berasal dari kantong brakial ke II. Secara

klinik terlihat bahwa kriptus merupakan sumber infeksi, baik


maupun

sistemik

karena

dapat

terisi

lokal

sisa makanan, epitel yang

terlepas dan kuman.7


Plika Triangularis
Di antara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil
terdapat
yang

plika

telah

triangularis

ada

sejak masa

penyebab kesukaran
Komplikasi

yang merupakan

saat

yang sering

embrio.

Serabut

pengangkatan

terjadi

suatu
ini

tonsil

adalah terdapatnya

struktur

normal

dapat

menjadi

dengan

jerat.

sisa tonsil atau

terpotongnya pangkal lidah.6,7


Kadang-kadang plika triangularis membentuk suatu kantong atau
saluran buntu. Keadaan ini dapat merupakan sumber infeksi lokal
maupun umum karena kantong tersebut terisi sisa makanan atau
kumpulan debris.6,7
6

Perdarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu
1. Arteri

maksilaris

eksterna

(arteri

fasialis)

dengan

arteritonsilaris dan arteri palatina asenden.


2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya

cabangnya

arteri

palatina

desenden.
3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.
4. Arteri faringeal asenden .
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis
dorsal

dan

bagian

arteri

palatina

posterior

asenden,

oleh

diantara

kedua daerah tersebut diperdarahi


oleh

arteri tonsilaris.

tonsil

diperdarahi

Kutub atas

oleh

arteri

faringeal asenden dan arteri palatina


desenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas
pada

bagian

superior

dan

untuk tonsil
Arteri

palatina

asenden, mengirimkan

luar

m.konstriktor

memberikan
dan

palatum

cabang-cabang

cabang
mole.
melalui

m.konstriktor superior melalui tonsil. Arteri faringeal asenden juga


memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.konstriktor
superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirimkan
cabangnya ke tonsil, pilar anterior, dan pilar posterior. Arteri palatina
desenden atau arteri palatina minor atau arteri palatina posterior
memperdarahi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk
anastomosis dengan arteri palatina asenden.7,8

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan


pleksus dari faring.

Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul

tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.8


Perdarahan

adenoid

berasal

dari

cabang-cabangarteri maksila

interna. Disamping memperdarahi adenoid pembuluh darah ini juga


memperdarahi sinus sphenoid.
Aliran Getah Bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil
akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior
di bawah muskulus sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya
menuju

duktus

torasikus.

Tonsil

hanya

mempunyai pembuluh getah bening eferan


sedangkan pembuluh getah bening aferen
tidak ada.

Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi
dari

cabang

serabut

saraf

ke IX

(nervus

glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden


lesser palatine nerves.

Ruang Peritonsil

Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring walaupun


secara anatomi terletak di antara fasia leher dalam. Ruang peritonsil
merupakan salah satu dari ruang leher dalam, pembagian ruang peritonsil
antara lain menjadi :
1. Ruang yang mencakup seluruh panjang leher.
a. Ruang retrofaring
b. Ruang bahaya
c. Ruang vaskular viseral
2. Ruang yang terbatas pada sebelah atas os hyoid.
a. Ruang faringomaksila
b. Ruang submandibula
c. Ruang parotis
d. Ruang masticator
e. Ruang peritonsil
f. Ruang temporal
3. Ruang yang terbatas pada sebelah bawah os hyoid.
a. Ruang visceral anterior
Dinding

medial

ruang

peritonsil

dibentuk

oleh kapsul

tonsil,

yang terbentuk dari fasia faringo-basilar dan menutupi bagian lateral


tonsil. Dinding lateral ruang peritonsil dibentuk oleh serabut horizontal
otot konstriktor superior dan serabut vertikal otot palatofaringeal.8
Pada sepertiga bawah permukaan bagian dalam tonsil, serabutserabut otot palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas
secara horizontal menyeberangi ruang peritonsil kemudian menyatu
dengan kapsul tonsil. Hubungan ini disebut ligamen triangular atau
ikatan tonsilofaring.8
Batas-batas superior, inferior, anterior dan posterior ruang peritonsil
ini juga dibentuk oleh pilar-pilar anterior dan posterior tonsil.7,8

Abses Peritonsil
Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi
pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan
9

anaerobic di daerah peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya


abses adalah adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform
inferior, dan palatum superior.1
Abses

Peritonsil

(PTA)

merupakan

kumpulan/timbunan

(accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada


jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative
tonsillitis.

Abses peritonsil merupakan infeksi akut atau abses yang berlokasi


di spatium peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat di antara tonsil dengan
m. kontriktor superior, biasanya unilateral dan didahului oleh infekrsi
tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya.1

Epidemiologi
Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling
sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi
kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa
menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak.
Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel
penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi
pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di Amerika insiden
tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun,
dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun.

Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat dari komplikasi tonsilitis akut
atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas
tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab
tonsilitis.5

10

Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob


maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering
menyebabkan abses peritonsil adalah Streptococcus pyogenes (Group A
Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus
influenzae.

Sedangkan

organisme

anaerob

yang

berperan

adalah

Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan Peptostreptococcus sp.


Untuk kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi
antara organisme aerobik dan anaerobik. 5 Sedangkan virus yang dapat
menyebabkan abses peritonsil antara lain Epstein-Barr, adenovirus,
influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.

Patofisiologi
Patologi abses peritonsil belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori
yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode
tonsilitis eksudatif pertama menjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi
pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat
longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil
tersering

menempati

daerah

ini,

sehingga

tampak

palatum

mole

membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior,


namun

jarang.

Pada

stadium

permulaan

(stadium

infiltrat),

selain

pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses


berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Pembengkakan peritonsil akan mendorong
tonsil ke tengah, depan, bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisi
kontra lateral.5
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul trismus.
Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru. 5
Selain itu, abses peritonsil terbukti dapat timbul de novo tanpa ada
riwayat tonsilitis kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya. Abses
11

peritonsil dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari


infeksi virus Epstein-Barr (mononucleosis).9

Manifestasi Klinis
Beberapa

gejala

klinis

abses

peritonsil

antara lain berupa

pembengkakan awal hampir selalu berlokasi pada daerah palatum mole


di sebelah atas tonsil yang menyebabkan tonsil membesar ke arah
medial.

Onset

gejala

abses

peritonsil biasanya dimulai sekitar 3


sampai 5 hari sebelum pemeriksaan
dan diagnosis.10
Gejala klinis berupa rasa sakit
di tenggorok yang terus
hingga

keadaan

yang

menerus
memburuk

secara progresif walaupun telah diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam


tinggi, (sampai

40C),

lemah dan mual.

Odinofagi dapat merupakan

gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk


makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi
ludah sehingga

terjadi

hipersalivasi

dan

ludah

seringkali menetes

keluar. Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foetor ex ore), muntah


(regurgitasi) sampai nyeri alih ke telinga (otalgi). Trismus akan muncul bila
infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid.10
Penderita mengalami kesulitan berbicara, suara menjadi
suara

hidung,

membesar

seperti mengulum

kentang

seperti

panas

(hot

potatos voice) karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat


membuka mulut.10 Seperti
mendefinisikan

hot

potato

dikutip
voice

dari

merupakan

Finkelstein9,

Ferguson

suatu penebalan pada

suara.
12

Pada pemeriksaan tonsil, ada


pembengkakan

unilateral,

karena

jarang kedua tonsil terinfeksi pada


waktu

bersamaan.

terinfeksi

maka

membengkak
satu

Bila

yang kedua

setelah

membaik.

pembengkakan
gejala

sleep

keduanya

tonsil

Bila
secara

apnea

akan
yang
terjadi

bersamaan,

dan

obstruksi

jalan nafas akan lebih berat. Pada pemeriksaan fisik penderita dapat
menunjukkan

tanda-tanda

dehidrasi

dan

pembengkakan serta nyeri

kelenjar servikal / servikal adenopati. Di saat abses

sudah

timbul,

biasanya akan tampak pembengkakan pada daerah peritonsilar yang


terlibat disertai pembesaran pilar-pilar tonsil atau palatum mole yang
terkena.10
Tonsil sendiri pada umumnya tertutup oleh jaringan sekitarnya
yang membengkak atau tertutup oleh mukopus. Timbul pembengkakan
pada uvula yang mengakibatkan terdorongnya uvula pada sisi yang
berlawanan. Paling sering abses peritonsil pada bagian supratonsil
atau

di

belakang

menimbulkan

tonsil,

penyebaran

pembengkakan supraglotis

pus

ke arah

dan

inferior

obstruksi

jalan

dapat
nafas.

Pada keadaan ini penderita akan tampak cemas dan sangat ketakutan. 10
Abses
menunjukkan

peritonsil
gejala

yang
yang

terjadi
sama

pada

kutub inferior

dengan pada

kutub

tidak

superior.

Umumnya uvula tampak normal dan tidak bergeser, tonsil dan daerah
peritonsil superior tampak berukuran normal hanya ditandai dengan
kemerahan.10

Diagnosis
Menegakkan diagnosis penderita dengan abses peritonsil dapat
dilakukan

berdasarkan

anamnesis tentang

riwayat

penyakit,

gejala
13

klinis

dan

pemeriksaan fisik penderita. Aspirasi dengan jarum

daerah yang paling


diagnosis
dikutip

yang
dari

fluktuatif,

akurat
Hanna3,

atau

untuk

punksi

memastikan

Similarly

merupakan

tindakan

abses peritonsil.

Snow dkk

pada
Seperti

berpendapat

untuk

mengetahui jenis kuman pada abses peritonsil tidak dapat dilakukan


dengan cara usap tenggorok. Pemeriksaan
membantu

selain

untuk

diagnosis

penunjang
juga

akan

sangat

untuk perencanaan

penatalaksanaan.11
Pemeriksaan
adanya

trismus.

teraba

fluktuasi.

secara

klinis

Palatum mole

seringkali

sukar dilakukan karena

tampak menonjol

ke

depan,

dapat

Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus,

terdorong ke arah tengah, depan dan bawah. Uvula terdorong ke


arah kontra lateral. Gejala lain untuk diagnosis sesuai dengan gejala
klinisnya.10,11
Pemeriksaan
terutama

laboratorium

adanya

Pemeriksaan

radiologi

darah

leukositosis
berupa

berupa

sangat

faal hemostasis,

membantu

diagnosis.

foto rontgen polos, ultrasonografi dan

tomografi komputer.10
Saat ini ultrasonografi telah dikenal dapat mendiagnosis abses
peritonsil

secara

spesifik

dan mungkin

dapat

digunakan

sebagai

alternatif pemeriksaan. Mayoritas kasus yang diperiksa menampakkan


gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral hypoechoic.

(Gambar Intraoral Ultrasonografi)

14

Gambaran tersebut

kurang

dapat

dideteksi bila volume

relatif

pus dalam seluruh abses adalah kurang dari 10% pada penampakan
tomografi komputer. Penentuan lokasi abses yang akurat, membedakan
antara selulitis

dan

abses

penyebaran

sekunder

penggunaan

tomografi

peritonsil

dari

serta

infeksi

menunjukkan gambaran

ini merupakan

kelebihan

komputer. Khusus untuk diagnosis abses

peritonsil di daerah kutub bawah tonsil akan sangat terbantu dengan


tomografi komputer.10

(Computed

Tomography

Abses

Peritonsil)
Fasano mengatakan
foto

rontgen

polos

Bagaimanapun
membantu

bahwa

dalam

pemeriksaan

dengan menggunakan

mengevaluasi abses

tomografi komputer

untuk membedakan

dan

antara

peritonsil

ultrasonografi

abses

peritonsil

terbatas.
dapat
dengan

selulitis tonsil. Dikutip dari Fasano, Lyon dkk melaporkan kasus diagnosis
abses

peritonsil

bilateral

di

ruang

gawat darurat

dengan

menggunakan intraoral sonografi.10


Ultrasonografi

juga

dapat

digunakan

di

ruang pemeriksaan

gawat darurat untuk membantu mengidentifikasi ruang abses sebelum


dilakukan aspirasi dengan jarum.12

Diagnosis Banding

Abses retrofaring
15

Abses parafaring
Abses submandibula
Angina ludovici
Abses peritonsil dapat di diagnosis banding dengan penyakit-

penyakit abses leher dalam lainnya yang disebutkan diatas. Hal ini karena
pada semua penyakit abses leher dalam, nyeri tenggorok, demam, serta
terbatasnya gerakan membuka mulut merupakan keluhan yang paling
umum. Untuk membedakan abses peritonsil dengan penyakit leher dalam
lainnya, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.5

Komplikasi
Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena
masukan
dengan
atau

makanan
aspirasi

yang

darah atau

abses paru.

penyebaran

kurang. Pecahnya

infeksi

pus

dapat

abses

menyebabkan

Pecahnya

abses

juga

ke

leher

dalam,

ruang

secara

dapat

spontan

pneumonitis
menyebabkan

dengan kemungkinan

sampai ke mediastinum dan dasar tengkorak.13,14


Komplikasi

abses

peritonsil

yang

sangat

serius pernah

dilaporkan sekitar tahun 1930, sebelum masa penggunaan antibiotika.


Infeksi abses peritonsil menyebar ke arah parafaring menyusuri selubung
karotis kemudian membentuk ruang infeksi yang luas. Perluasan Infeksi
ke daerah parafaring dapat menyebabkan terjadinya abses parafaring,
penjalaran selanjutnya dapat masuk ke mediastinum sehingga dapat
terjadi mediastinitis.

13

Pembengkakan

yang

timbul

menyebabkan

obstruksi

jalan

trakeostomi.

Keterlibatan

di

nafas

daerah

supra glotis

yang memerlukan

ruangruang

dapat

tindakan

faringomaksilaris

dalam

komplikasi abses peritonsil mungkin memerlukan drainase dari luar


melalui segitiga submandibular.14
16

Bila

terjadi

mengakibatkan
otak.

Pada

penjalaran

thrombus

keadaan

ini,

sinus
bila

ke

daerah

intrakranial dapat

kavernosus, meningitis
tidak ditangani

dan

dengan

baik

abses
akan

menghasilkan gejala sisa neurologis yang fatal. Komplikasi lain yang


mungkin timbul akibat penyebaran abses adalah endokarditis, nefritis,
dan peritonitis juga pernah ditemukan.13
Bila tidak dilakukan pengobatan abses peritonsil dengan segera
maka dapat menyebabkan komplikasi antara lain limfadenitis servikal,
infeksi parafaring dan perdarahan, edema laring, abses

leher

dalam,

dan jarang terjadi seperti fascitis nekrotik servikal, dan mediastinitis.10

Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penislin atau
klindamisin, dan obat simptomatik. Obat kumur-kumur jiga diperlukan,
dengan menggunakan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.
Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6 jam selama
12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses,
kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah.5,9
Teknik Insisi dan Drainase
Abses peritonsil merupakan suatu indikasi tindakan yang juga
disebut intraoral drainase.
Tujuan utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase abses
yang adekuat dan terlokalisir secara cepat. Lokasi insisi biasanya
17

dapat diidentifikasi pada pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil


atau dipalpasi pada daerah paling berfluktuasi.16
Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada :

15

Pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada

daerah yang paling fluktuatif .


Pada titik yang terletak dua pertiga dari garis khayal yang

dibuat antara dasar uvula dengan molar terakhir.


Pada pertengahan garis horizontal antara pertengahan basis

uvula dan M3 atas.


Pada pertemuan garis
medial

pilar

anterior

vertikal

melalui

dengan lidah

titik potong

dengan

garis

pinggir

horizontal

melalui basis uvula.


Pada pertemuan garis vertikal melalui pinggir medial M3 bawah
dengan garis horizontal melalui basis uvula.

(Gambar lokasi insisi)

Tindakan

ini

(menghisap

pus)

penting dilakukan

untuk

mencegah aspirasi yang dapat mengakibatkan timbulnya pneumonitis.


Biasanya

bila insisi yang dibuat tidak cukup dalam, harus lebih dibuka

lagi

diperbesar.

dan

lubang

insisi

yang

Setelah

cukup

cukup

besar,

banyak

pus

yang keluar

penderita kemudian

dan

disuruh

berkumur dengan antiseptik dan diberi terapi antibiotika.15,16


Umumnya

setelah

drainase

terjadi,

rasa

nyeri akan

segera

berkurang. Pus yang keluar juga sebaiknya diperiksakan untuk tes


kultur dan sensitifitas, biasanya diambil saat aspirasi (diagnosis).16
Tonsilektomi
18

Tonsilektomi

merupakan

indikasi

absolut

pada

orang

yang

menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada


ruang jaringan sekitarnya.
Pada umunya tonsilektomi dilakukan sesuadah infeksi tenang, yaitu
sekitar 2-3 minggu sesudah drainase abses. Tetapi setelah 2-3 minggu,
menimbulkan bekas luka yang terdapat pada kapsul tonsil, sehingga
tindakan operasi sulit dan menimbulkan perdarahan serta sisa tonsil.
Sampai saat ini belum ada kesepakatn, kapan tonsilektomi harus
dilakukan pada kasus abses peritonsil.
Beberapa macam jenis waktu pelaksanaan tonsilektomi pada abses
peritonsil, yaitu :

Tonsilektomi a chaud :

drainase abses.
Tonsilektomi a tiede

: dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan

drainase.
Tonsilektomi a froid

dilakukan

segera/bersamaan dengan

dilakukan

4-6

minggu setelah

drainase.

Gambar
Tonsilektomi)

Faktor Penyulit

19

Beberapa

penyulit

dilakukannya

tindakan/penangana

pada

abses

peritonsil, yaitu :

Trismus
Diabetes mellitus

Kesimpulan
Abses peritonsil merupakan infeksi akut atau abses yang berlokasi
di spatium peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat di antara tonsil dengan
m. kontriktor superior, biasanya unilateral dan didahului oleh infeksi
tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya. Abses peritonsil dapat terjadi
pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40
tahun.
Organisme

aerob

yang

paling

sering

menyebabkan

abses

peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik


streptoccus),

Staphylococcus

aureus,

dan

Haemophilus

influenzae.
20

Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium.


Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium,dan Peptostreptococcus spp.
Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi
antara organisme aerobik dan anaerobik.
Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yang terus
hingga

keadaan

yang

memburuk

menerus

secara progresif walaupun telah

diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam tinggi, (sampai 40C), lemah dan
mual.

Odinofagi dapat

merupakan

gejala

menonjol

dan

pasien

mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah.


Akibat

tidak

dapat

mengatasi

sekresi

ludah sehingga

terjadi

hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar. hot potato voice


merupakan suatu penebalan pada suara . Penderita mengalami kesulitan
berbicara, suara menjadi
mengulum

kentang

seperti

panas

suara

(hot

hidung,

potatos

membesar

voice)

seperti

karena penderita

berusaha mengurangi rasa nyeri saat membuka mulut.10


Menegakkan diagnosis penderita dengan abses peritonsil dapat
dilakukan
klinis

dan

berdasarkan

anamnesis tentang

riwayat

penyakit,

pemeriksaan fisik penderita. Aspirasi dengan jarum

daerah yang paling

fluktuatif,

atau

punksi

merupakan

gejala
pada

tindakan

diagnosis yang akurat untuk memastikan abses peritonsil.


Penatalaksanaan pada abses peritonsil secara medika dan non
mediak mentosa. Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan
penislin atau klindamisin, dan obat simptomatik. Obat kumur-kumur jiga
diperlukan, dengan menggunakan cairan hangat dan kompres dingin pada
leher. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6 jam
selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam. Bila telah
terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi
untuk mengeluarkan nanah. Tindakan tonsilektomi juga dilakukan pada
orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang
meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

21

Daftar Pustaka
1. Tan AJ.Peritonsillar abscess in emergency medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/764188-overview.Diunduh
pada tanggal 19 Januari 2015.
2. Anggraini, D., Sikumbang, T. Atlas Histologi Di Fiore Dengan Korelasi
Fungsional. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
22

3. Wanri, A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung


Dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2007.
4. Wiatrak, B.J., Woolley, A.L. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease
dalam Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th
Edition. Elsevier Mosby Inc.; 2005.
5. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan:
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007.
6. Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of The
Neck. In: Bayle BJ. editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology.3rd
ed. Philadelphia;2001.701-15.
7. Weed H.G, Forest LA. Deep Neck Infection. In: Cummings CW.
editors. Otolaryngology Head and Neck Surgery.4th ed.
Philadelphia: Pennsylvania;2005.2515-24.
8. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In:
Bayle BJ

, Johnson JT. editors. Head and Neck Surgery

Otolaryngology.4th ed.Philadelphia: Lippincott Company 2006.66681.


9. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
10. Ming CF. Effycacy of Three Theraupetic Methods for Peritonsillar
Abscess. Journal of Chinese Clinical Medicine 2006;2:108-11.
11. Badran KH, Karkos PD. Aspiration of Peritonsillar Abscess in
Severe Trismus. Journal of Laryngol & Otol 2006;120:492-94.
12. Lyon M, Blaivas M. Intraoral Ultrasound In the Diagnosis and
Treatment of Suspected Peritonsillar Abscess In The Emergency
Department. ACAD Emerg Med 2005;12:85-8.

23

13. Losanoff JE, Missavage AE. Neglected Peritonsillar Abscess


Resulting In Necrotizing Soft Tissue Infection of The Neck and
Chest Wall. Int J Clin Pract 2005;59:1476-78.
14. Beriault M, Green J. Innovative Airway Management for
Peritonsillar Abscess. Cardiothoracic J Anesth 2006;53:92-5.
15. Kieff, Bhattacharyya. Selection of Antibiotic After Incision and
Drainage of Peritonsillar Abscesses. Otolaryngol Head Neck
Surg.1999:120 (1):57-61.
16. Braude DA, Shalit M. A Novel Approach to Enchance

Visualization During Drainage of Peritonsillar Abscess. The


Journal of Emergency Medicine 2007;35:297-98.

24

Anda mungkin juga menyukai