1
menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini
memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. (2) Angka kejadian
abses peritonsil juga tidak dipengaruhi oleh ras.(1)
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
2
Tonsil terletak di lateral orofaring(1,2,3). Dibatasi oleh:
Pilar anterior dan posterior membentuk batas depan dan belakang ruang
peritonsillar. Pada bagian Superior, ruang potensial ini berhubungan dengan torus
tubarius, sementara bagian inferior dibatasi oleh sinus pyriform. Daerah ini hanya
terdiri dari jaringan ikat longgar, sehingga infeksi yang parah dengan cepat dapat
menyebabkan pembentukan nanah.(1)
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
3
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.(3,4)
Etiologi
4
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
5
rasa ingin muntah. Diagnosis sering hamper pasti dapat ditegakkan bila pemeriksa
melihat pembengkakan peritonsil yang luas, mendorong uvula melewati garis
tengah, dengan edema dari palatum mole. Tonsil sendiri dapat terlihat bengkak,
hiperemis, dan mungkin banyak detritus. Tonsil juga dapat terdorong ke arah
medial, depan, ataupun bawah,(6)
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen jaringan lunak lateral nasofaring dan orofaring juga dapat
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal. Selain itu di
beberapa negara maju digunakan ultrasonografi oral sebagai pemeriksaan
penunjang pasien yang dicurigai mengalami abses peritonsil. Gambaran yang
diharapkan muncul adalah gambaran kompleks massa bercampur dengan
gambaran ecoic.(8)
Diagnosis Banding
6
mulut merupakan keluhan yang paling umum. Untuk mebedakan abses peritonsil
dengan penyakit abses leher dalam lainnya, diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat.(2)
Penatalaksanaan
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan
dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera
gejala-gejala pasien.(5)
7
a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi
Prognosis
8
Abses peritonsil merupakan penyakit yang jarang menyebabkan kematian
kecuali jika terjadi komplikasi berupa abses pecah spontan dan menyebabkan
aspirasi ke paru. Selain itu komplikasi ke intrakranial juga dapat membahayakan
nyawa pasien.(5) Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan
tonsilektomi., maka perlu dilakukan tonsilektomi pada pasien abses peritonsil.
Tonsilektomi sebaiknya dilakukan pada saat peradangan telah mereda, biasanya
terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi.(1,2)
Daftar Pustaka
9
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 6th edition. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2008;214.
4. Adam G, Boeis LR, Highler PA. Penyakit-pemyakit nasofaring dan
orofaring. In : Buku Ajar Penyakit THT. Editor : Effendi H, Santoso RAK.
6th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000;322
5. Rusmarjono, Hermani B. Abses Leher Dalam. In : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Editor : Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 6th edition. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2008;226-7.
6. Adam G, Boeis LR, Highler PA. Selulitis Peritonsilaris dan Abses
(Quincy). In : Buku Ajar Penyakit THT. Editor : Effendi H, Santoso RAK.
6th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000;333
7. Vorvick LJ. Peritonsillar Abscess. November, 23 2010. Available at :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000986.htm. Acessed
on : May 3, 2017.
8. Adhikari SR. ENT Ultrasoound. 2008. Available at :
http://www.sonoguide.com/smparts_ent.html. Acessed on : May 3, 2017.
9. Adam G, Boeis LR, Highler PA. Tonsilektomi. In : Buku Ajar Penyakit
THT. Editor : Effendi H, Santoso RAK. 6th edition. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2000; 339
10