Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TONSILITIS KRONIS

Disusun oleh :
Putri Santri (H1AP14041)

Muhammad Imam Nur (H1AP14040)

Pembimbing:

Dr. Afif Rahmawan, Sp. THT- KL, M.Kes

KKS ILMU PENYAKIT THT-KL


RSUD Dr. M.YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang selalu memberi petunjuk
dan kemudahan melalui rahmat dan kasih sayang-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Tonsilitis Kronis” dengan baik
sebagai salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Dr.Afif Rahmawan, Sp.THT-KL, M.Kes selaku pembimbing yang telah
bersedia membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan referat ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan baik moral maupun material
kepada penulis dalam menyusun referat ini.
Semoga seluruh kebaikan dibalas oleh Allah SWT. Akhir kata penulis
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat, sumbangan pemikiran, dan ide
baru bagi pembaca.

Bengkulu, Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4

1.1 Latar Belakang...............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................5

2.1. Definisi Tonsilitis kronis................................................................................5

2.2. Anatomi dan Fisiologi tonsil..........................................................................5

2.3. Etiologi dan Faktor resiko Tonsilitis kronis...................................................8

2.4. Patofisiologi Tonsilitis kronis........................................................................8

2.5. Tanda dan Gejala Tonsilitis kronis................................................................9

2.6. Komplikasi Tonsilitis kronis..........................................................................9

2.7. Diagnosis......................................................................................................10

2.8. Pemeriksaan lab Tonsilitis kronis................................................................11

2.9. Penatalaksanaan Tonsilitis kronis................................................................12

2.10. Pencegahan.....................................................................................................14

2.11. Prognosis........................................................................................................15

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari
cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatina biasanya meluas ke
adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara,
lingkungan,dan makanan. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari


seluruh penyakit THT. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronis 3,8% tertinggi setelah
nasofaringitis akut 4,6%. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di
tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda diantaranya pada usia
6-15 tahun.2

Data morbiditas pada anak yang menderita tonsilitis kronis menurut


survey kesehatan rumah tangga (SKRT) pada umur 5-14 tahun menempati
urutan kelima (10,5% laki-laki dan 13,7% perempuan). Hasil pemeriksaan pada
anak-anak dan dewasa menunjukan total penyakit pada telinga, hidung dan
tenggorokan berjumlah 190-230 per 1000 penduduk dan di dapati 38,4%
diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.2

Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini dapat diebabkan oleh cuaca
yang buruk, beberapa jenis makanan, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis
akut yang tidak adekuat. Tonsilitis kronis apabila dibiarkan atau tidak diterapi
dengan adekuat maka dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi kedaerah
sekitarnya atau kedaerah organ lain.1.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1. Definisi Tonsilitis kronis
Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan
ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen
pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun
untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika
daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan.2

2.2. Anatomi dan Fisiologi tonsil


Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi:
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae
2. Tonsilla palatina, terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingeus
3. Tonsilla pharingea (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva
5. Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla
pharingea, tonsilla tubaria dan ditambah lateral pharyngeal band membentuk
cincin yang dikenal dengan cincin waldeyer.5

Tonsilla palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak


di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar
anterior (musculus palatoglosus) dan tonsil
Gambar 1.1 Anatomi pilar posterior (musculus

5
palatofaringeus). Tonsilla palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,
masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan
tonsil.6
Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu: 1.3
1. A. Maksilaris eksterna (A. Fasialis) dengan cabangnya A. Tonsilaris dan
A. Palatina asenden
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. Palatina desenden
3. A. Lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsal
4. A. Faringeal asenden

Gambar 1.2 Perdarahan tonsil

Aliran getah bening


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M.
Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.7

Persarafan

6
Tonsil bagian atas mendapat sensais dari serabut saraf ke V (trigeminus)
melalui ganglion spenophalatina dan pada bagian bawah mendapat sensasi dari
cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeus).7

Fisiologi dan imunologi tonsil

Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting


sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk
ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat
bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel
maka sel – sel fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal dan
mengeliminasi antigen.

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan


mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang


terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil
membantu mencegah terjadinya infeksi dan bertindak seperti filter untuk
mencegah bakteri dan virus masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil
juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan
patogen. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan
patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu
melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi
yaitu tonsilitis.7
Tonsil mengandung sel limfosit B dan limfosit T. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar sedangkan limfosit T pada tonsil adalah
40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), interferon, lisozim dan
sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang
sudah disensitisasi.7
2.3. Etiologi dan Faktor resiko Tonsilitis kronis

7
Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut
yaitu kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus,
streptokokus viridian,streptokokus piogens,stafilokokus, dan hemophilus
influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif.6
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis yaitu rangsangan yang
menahun dari asap rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat.1.6

2.4. Patofisiologi Tonsilitis kronis


Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat. Proses peradangan dimulai pada satu
atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa
dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga
kripte akan melebar.1.2

Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel


yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa
eksudat yang berwarna kekuning-kuningan). Proses ini terus meluas hingga
menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa
tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran
kelenjar submandibula.1.8

Gambar 1.3 Patofisiologi tonsilitis


2.5. Tanda dan Gejala Tonsilitis kronis

5
Tanda - tanda dari tonsilitis kronis yaitu adanya kriptus melebar dan
beberapa kriptus terisi oleh detritus, kadang disertai pembesaran tonsil serta
permukaan tonsil tidak rata, warna kemerahan pada plika anterior dan apa bila
dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material seperti
keju.2
Gejala klinisnya yaitu sangkut menelan, bau mulut (halitosis) yang disebabkan
adanya pus pada kripta tonsil, sengau atau sering tersedak pada malam hari
(bila tonsil membesar dan menyumbat jalan nafas), nafsu makan menurun,
badan terasa lesu, kadang disertai demam, serta sakit kepala.2

2.6. Komplikasi Tonsilitis kronis


a) Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan
otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada
penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang
bermakna, odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan
melakukan aspirasi abses.8
b) Abses parafaring
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar
angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring
sehingga menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi
servikal.8
c) Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.
Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut.
Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar
dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan
drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi.8

d) Tonsilolith (kalkulus tonsil)

9
Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta
diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan
magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu
tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi
ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan
menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini
didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.8

2.7. Diagnosis
Diagnosis dapat di tegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan peunjang.
Pada anamnesis dapat di temukan gejala-gejala seperti sangkut menelan, bau
mulut (halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta tonsil, sengau atau
sering tersedak pada malam hari (bila tonsil membesar dan menyumbat jalan
nafas), nafsu makan menurun, malaise, kadang disertai demam, serta sakit
kepala.1.2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil tampak membesar, dapat terlihat
butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil, bila dilakukan
penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju,
warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring.6

Pada umumnya pembesaran tonsil dapat dibagi dalam ukuran T1 – T4 : 4.6


 T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior – uvula
 T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½
jarak anterior – uvula
 T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾
jarak pilar anterior – uvula
 T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula
atau lebih

10
Gambar 1.4 Pembesaran tonsil

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis.2

2.8. Pemeriksaan lab Tonsilitis kronis

Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk menghilangkan
kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan
menghilangkan organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat. Gold standard
pemeriksaan lab pada tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan
penelitian di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan
tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan
swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora
bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak
yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus di ikuti Staflokokus
aureus.5.10

Histopatologi

11
Penelitian yang dilakukan di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil,
menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan
ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Abses dan infitrasi limfosit yang
difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya
dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.5

2.9. Penatalaksanaan Tonsilitis kronis


Medikamentosa
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10
hari.Jika anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk
suntikan.
- Penisilin 500 mg 3 x sehari.
- Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg
3 x sehari yang diberikan selama 5 hari.
Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 – 50
mg/kgBB/hari.2
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak
meningkatkan komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotik
hanya sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam
rematik. Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan
untuk banyak minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri
menelan. Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih
efektif daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan
dapat diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri,
penderita harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala
sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah sakit.4
Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan edukasi agar menjauhi
rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok,
minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau
penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan.9
Operatif

12
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil
palatina dengan eksisi surgikal tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis
rekuren. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman,
namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap
memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya.1.3
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat
ini.Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan
berulang.Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan
hipertrofi tonsil. Indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti
berikut:9

a. Indikasi Absolut 9
a. Tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal
b. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
c. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
d. Difteri career
e. Upper Respiratory Obstruction and Swallowing disorders (OSAS)
f. Kecurigaan pada keganasan

b. Indikasi Relatif 9
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
d. Rhinitis kronis
e. Infeksi saluran pernapasan atas yang berulang
f. Otalgia yang berulang

13
g. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:
1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

Komplikasi Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi
umum maupun lokal, sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan
gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Sekitar 1:15.000 pasien
yang menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun
komplikasi anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.

2.10. Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari
satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan
mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit
menelan.Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak
dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang
bersabun sebelum digunakan kembali.Sikat gigi yang telah lama sebaiknya
diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan
karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah
penyebaran infeksi pada orang lain.

14
2.11. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif.Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala – gejala yang tetap ada dapat
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada
kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius
seperti demam rematik atau pneumonia.

15
BAB III

KESIMPULAN

Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronis yang mengenai seluruh


jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu peradangan dibangian
tubuh lain. Adapun penyebab dari tonsilitis kronis antara lain steptokokus β
hemolitikus Grup A, Haemofilus influenza, Streptokokus peneumonia,
Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika), dan Tuberkulosis (pada
immunocompromise).2

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena
proses peradangan beulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga kripta akan melebar dan tampak diisi
oleh detriktus. Proses ini akan meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsil. Pada anak, proses ini
dapat disertai dengan pembesaran klenjar submandibula.6.8

Diagnosa tonsilitis kronis dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Pada anamnesis ditemukan gejala seperti rasa sakit pada
tenggorokan yang terus menerus, sakit saat menelan, nafas bau busuk, malaise,
sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher. Pada
pemeriksaan fisik didapat tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan
jaringan parut.1.2

Terapi yang tidak adekuat dapat menimbulkan komplikasi baik disekitar


tonsil atau pada organ lain yang tersebar secara hematogen atau limfogen.
Terapi pada tonsilitis kronis ini dapat berupa terapi lokal yaitu higine mulut
dengan berkumur atau obat hisap. Terapi definitif dari tonsilitis kronis adalah
tonsilektomi.1

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono & Kartosoediro, S. Odinofagi, dalam buku Ajar Ilmu


Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta; 2007.
2. Zamzam A.M. Referat Tonsilitis Kronis, Fakultas Kedokteran,
Universitas Yarsi. Cilegon; 2016.
3. Boies L.R, Adams G.L & Higler P.A. Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6,
penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta; 1997.
4. Bailey BJ et al. Head and Neck Surgery – Otolangology 2nd Edition
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 1998.
5. Wirawan, S. & Putra, I.G.A.G. Arti fungsi dari elemen histologi tonsil,
dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla palatina dan permasalahannya, FK
UNUD, Denpasar. 2006
6. Brody L. Poje C. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adenoidectomy. In: Bailey
BJ. Johnson JT. Head and Neck surgery. Otolaryngology. 4rd Edition.
Philadelphia: Lippinscott Williams Wilkins Publishers. 2008. p1183-1208
7. Snell, R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian 3, edisi
9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2011.
8. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan kepala dan leher.
Balai penerbit FKUI, Jakarta; 2012.
9. Snow, Wackym. Otolaryngology – head and neck surgery. McGraw-Hill
Education. 2009.
10. Hammouda, Mostafa. Chronic Tonsillitis Bacteriology in Egyptian
Children Including Antimicrobial Susceptibility, Department of ENT,
Department of Medical Microbiology and Immunology,Faculty of
Medicine, Cairo University and Department of Pediatrics, Research
Institute of Ophthalmology, Giza, Egypt, Australian Journal of Basic and
Applied Sciences. 2009.

17

Anda mungkin juga menyukai