Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

PERDARAHAN INTRAKRANIAL

DISUSUN OLEH

Iin Sakinah Dewi Mulyadi 030.14.091

Karina Maharati Wibowo 030.14.106

Meylan Fitriyani 030.14.122

Nauvalina Wiramukti 030.15.134

Nita Irawan Anugerah Pratama 030.15. 142

PEMBIMBING

dr. Gupita Nareswari, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI

PERIODE 23 SEPTEMBER – 19 OKTOBER 2019


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Perdarahan Intrakranial”. Penyusunan referat ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Penyusun mengucapkan
terima kasih kepada dr. Gupita Nareswari, Sp.Rad selaku pembimbing dalam
penyusunan referat.

Penyusun menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna, oleh sebab
itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan
untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari, terlepas dari segala
kekurangan yang ada, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan.

Jakarta, 2 Oktober 2019

Penyusun

1
PENGESAHAN REFERAT

Judul:

Perdarahan Intrakranial

Disusun untuk memenuhi syarat dalam pembelajaran


Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Pada Hari Rabu, 2 Oktober 2019

Pembimbing,

dr. Gupita Nareswari, Sp.Rad

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1
PENGESAHAN REFERAT ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................. 5
2.1 Definisi ..................................................................................................................... 5
2.2 Anatomi Kepala ...................................................................................................... 5
2.2.1 Kulit Kepala.......................................................................................................... 5
2.2.2 Tulang Tengkorak (Cranium) ............................................................................ 5
2.2.3 Meningens ............................................................................................................. 6
2.3 Epidemiologi ............................................................................................................ 7
2.4 Etiologi ..................................................................................................................... 8
2.5 Klasifikasi Perdarahan Intrakranial ............................................................. 10
2.5.1 Perdarahan Intraserebral (non-traumatik) ..................................................... 10
2.5.2 Perdarahan Intraserebral (non-hipertensif)................................................. 11
2.5.3 Perdarahan Serebelar ..................................................................................... 12
2.5.4 Perdarahan Subarakhnoid ............................................................................. 12
2.5.5 Hematoma Subdural ....................................................................................... 13
2.5.6 Hematoma Epidural ....................................................................................... 14
2.6 Patofisiologi ..................................................................................................... 14
2.7 Manifestasi Klinis............................................................................................ 15
2.8 CT- Scan .......................................................................................................... 16
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................. 19
2.10 Prognosis .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan intrakranial atau Intracranial Hemorrhage (ICH) adalah


akumulasi darah yang bersifat patologis di dalam rongga kepala yang dapat terjadi
di parenkim otak atau ruang meningens di sekitarnya. Perdarahan (patologis) yang
terjadi di dalam kranium, yang mungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau
serebral (parenkimatosa).
8-13% ICH menjadi penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan
spectrum yang luas bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan
subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat
mayor. Perdarahan spontan, yaitu non traumatik, pada parenkim otak (perdarahan
intraserebral) atau pada kompartemen meningeal di sekitarnya (perdarahan
subarachnoid, subdural, dan epidural) berkisar antara 15-20 % dari stroke klinis.
Perdarahan intraserebral yang disertai dengan edema dapat mengganggu atau
menekan jaringan otak sehingga menyebabkan disfungsi neurologis. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial dan berpotensial untuk
menyebabkan herniasi fatal. Meskipun sakit kepala dan gangguan kesadaran yang
terjadi pada perdarahan intracranial lebih sering daripada infark serebri, kriteria
klinis saja tidak dapat benar - benar membedakan stroke perdarahan dengan stroke
iskemik secara akurat. Prosedur diagnostik pilihannya adalah CT - Scan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan intracranial merujuk pada perdarahan di dalam rongga
kepala, termasuk pada parenkim otak dan kompartemen meningens di
sekitarnya. Perdarahan intraserebral umumnya mempengaruhi lobus serebri,
basal ganglia, thalamus, dan batang otak (terutama pons), dan serebelum
sebagai akibat dari rupture pembuluh darah yang disebabkan oleh
perubahan degenerative yang berkaitan dengan hipertensi, atau serebral
amyloid angiopathy. Kebanyakan perdarahan intraserebral yang terjadi
karena hipertensi terjadi di, atau dekat percabangan arteriol yang berasal
dari arteri basiler atau arteri serebral anterior, medial, dan posterior.

2.2 Anatomi Kepala


2.2.1 Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin
atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar
dan pericranium.

Gambar 1.

2.2.2 Tulang Tengkorak (Cranium)


Cranium terdiri dari dua bagian, yaitu : Viscerocranium dan
Neurocranium. Rogga tengkorak memiliki permukaan dibagian atas yang

5
disebut sebagai Calvaria (terdiri dari menjadi os frontalis, os parietal, os
temporal dan os occipitalis) dan bagian bawah sebagai Basis cranii.

Gambar 2.

2.2.3 Meningens
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan, yaitu:

1. Duramater
Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat
fibrosa yang melekat erat pada pada permukaan dalam kranium.
Duramater terdiri dari dua lapisan, yaitu:

6
a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar, dibentuk oleh
periosteum yang membungkus dalam calvaria.
b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput
fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen
mágnum dengan duramater spinalis yang membungkus
medulla spinalis.
2. Arakhnoid
Arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan
tembus pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal
sebagai subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.
3. Piamater
Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada
permukaan korteks cerebri, memiliki sangat banyak pembuluh darah
halus, dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke
dalam semua sulkus dan mem-bungkus semua girus.

Gambar 3.

2.3 Epidemiologi
Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk
350/100.000 kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa. 8-13%
ICH menjadi penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum
yang luas bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan
subaraknoid. Perdarahan spontan, yaitu non traumatik, pada parenkim otak
(perdarahan intraserebral) atau pada kompartemen meningeal di sekitarnya

7
(perdarahan subarachnoid, subdural, dan epidural) berkisar antara 15-20 %
dari stroke klinis.

2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan spontan pada otak umumnya
multifaktorial. Berbagai bentuk kelainan kongenital dan yang diperoleh
pada penyakit kardiovaskuler merupakan mekanisme penyebab yang paling
sering, tapi struktur yang mirip dapat juga terjadi akibat komplikasi tumor
otak primer dan sekunder, peradangan dan penyakit autoimmune, trauma,
atau manifestasi penyakit sistemik yang menyebabkan hipertensi atau
koagulopathy. Perdarahan otak juga dapat terjadi karena terapi trombolitik
pada miokard infark dan cerebral infark. Oleh karena faktor-faktor
penyebabnya heterogen, pengobatannya khusus dan intervensi
penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu.
Penyebab yang paling sering dari perdarahan non-trauma adalah
hipertensi, dimana terjadi perubahan-perubahan patologi, seperti micro-
aneurysma, lipohyalinosis, terutama pada arteri-arteri kecil, lemahnya
dinding pembuluh darah dan cenderung pecah.
Perokok, peminum alkohol, kadar serum kolesterol juga
mempengaruhi terjadinya perdarahan otak. Resiko perdarahan 2,5 kali lebih
tinggi pada perokok. Resiko perdarahan bertambah pada peminum alkohol.
Serum kolesterol yang rendah dibawah 160mg/dl, berhubungan dengan
meningkatnya resiko perdarahan pada laki-laki Jepang. Sedangkan
pemakaian Aspirin dengan terjadinya perdarahan dalam otak masih
kontroversi. Dalam penelitian dimana penggunaan Aspirin dosis rendah
(325mg/hari) terhadap plasebo pada pencegahan primer penyakit jantung,
diperoleh hasil signifikan bertambah resiko perdarahan pada group aspirin.
Penyebab perdarahan dalam otak yang non hipertensi antara lain:
- Kelainan pembuluh darah yang kecil seperti angioma, biasanya lokasi
perdarahannya lobar. Umumnya terjadi pada usia muda. Lokasi perdarahan
biasanya superfisial.
- Obat-obat symptomatik. Perdarahan dalam otak berhubungan dengan
penggunaan amphetamine. Penggunaan obat ini kebanyakan secara intra

8
vena, juga dilaporkan dengan intra nasal atau oral. Lokasi perdarahan
kebanyakan luas. Efeknya karena tekanan darah meninggi (50% dari kasus)
atau perubahan histologis pembuluh darah seperti arteritis, mirip,
periarteritis nodosa. Ini oleh karena efek toksik dari obat tersebut. Pada
angiography dijumpai multiple area dari fokal arteri stenosis atau konstriksi
dengan ukuran sedang pada arteri besar intra kranial. Ini bersifat reversible
dan akan hilang dengan berhentinya penyalah gunaan obat ini.
- Cerebral amyloid angiopathy atau congophilic angiopathy merupakan
bentuk yang unik dan pada angiography khas adanya penumpukan/deposit
amyloid pada bagian media dan adventitia dengan ukuran sedang dan kecil
dari arteri cortical dan leptomeningeal. Deposit pada dinding arteri
cenderung menyebabkan penyumbatan pada lumen arteri karena penebalan
dasar membran, fragmentasi dari lamina interna elastik dan hilangnya sel-
sel endothel. Juga terjadi nekrosis fibrinoid pada pembuluh darah. Keadaan
ini tidak berhubungan dengan amyloidosis vascular sistemik. Cerebral
amyloid angiopathy berhubungan dengan dementia senilis yang
progressive. Biasanya terjadi pada usia yang lebih lanjut dan jarang
berhubungan dengan hipertensi.
- Tumor intrakranial (jarang terjadi perdarahan pada tumor otak; dijumpai
sekitar 6-10%). Yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor
ganas, baik primer ataupun metastase; jarang pada meningioma atau
oligodendroma. Tumor ganas primer pada otak yang paling sering
menimbulkan perdarahan yaitu glioblastoma multiform, lokasi perdarahan
umumnya deep cortical seperti basal ganglia, corpus callosum. Tumor
metastase yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor sel
germinal, sekitar 60% dan lokasi perdarahan umumnya sucortical.
- Anti koagulan. Pemakaian obat oral antikoagulan yang lama dengan
warfarin sering menyebabkan perdarahan otak; dijumpai sekitar 9% dari
kasus. Resiko terjadinya perdarahan dengan pemakaian antikoagulan oral
dalam jangka panjang, 8-11 kali dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan obat tersebut pada usia yang sama. Lokasi perdarahan paling

9
sering pada serebellum. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum
diketahui.
- Agen fibrinolitik. Ini termasuk Streptokinase, Urokinase dan tissue type
plasminogen aktivator (tPA) yang digunakan dalam pengobatan coronary,
arteri dan venous trombosis. Kemampuan obat-obat ini yaitu
menghancurkan klot dan relatif menurunkan tingkatan sistemik
hipofibrinogenemia, sehingga sangat ideal dalam pengobatan trombosis
akut. Komplikasi utama, walaupun jarang, adalah perdarahan intraserebral.
Dijumpai 0,4%-1,3% penderita dengan miokard infark yang diobati dengan
tPA. Perdarahan yang cenderung terjadi setelah pemberian tPA 40%
sewaktu dalam pemberian infus, 25% terjadai dalam 24 jam setelah
pemberian. 70-90% lokasi perdarahan lobar, 30% perdarahannya multiple
dan mortality 40-65%. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum
diketahui.
- Vaskulitis. Vaskulitis serebri dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan
infark serebri, serta jarang menimbulkan perdarahan intraserebral. Proses
radang umumnya terjadi dalam lapisan media dan adventitia, serta pada
pembuluh darah arteri dan vena dengan ukuran kecil dan sedang. Biasanya
berhubungan dengan pembentukan mikroaneurysma. Gejalanya sakit
kepala kronis, penurunan kesadaran atau kognitif yang progresif, kejang-
kejang, infark serebri yang recurrent. Diagnosanya berupa limpositik CSF
pleocytosis dengan protein yang tinggi. Lokasi perdarahan umumnya lobar.

2.5 Klasifikasi Perdarahan Intrakranial


2.5.1 Perdarahan Intraserebral (non-traumatik)
Penyebab tersering perdarahan intraserebral adalah hipertensi arteri.
Peningkatan tekanan darah arteri yang kecil, menciptakan mikroaneurisma
(aneurisma Charcot) yang dapat ruptur secara spontan. Lokasi predileksi
untuk perdarahan hipertensif intraserebral adalah ganglia basalis, thalamus,
nuclei serebeli, dan pons.

10
Gambar 4. Perdarahan pada ganglia basalis kiri.

2.5.2 Perdarahan Intraserebral (non-hipertensif)


Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab
lain selain hipertensi arteri. Penyebab yang paling penting adalah
malformasi arteriovenosus tumor, aneurisma, penyakit vaskular yang
meliputi vasculitis dan angiopati amyloid, kavernoma, dan obstruksi aliran
vena. Kemungkinan didapatkan apabila lokasi perdarahan tidak berada di
salah satu lokasi predileksi untuk perdarahan hipertensi, atau bila pasien
tidak menderita hipertensi arteri yang bermakna.

Gambar 5. Malformasi arteriovenosus intracranial

11
2.5.3 Perdarahan Serebelar
Nuklei serebeli terletak di dalam distribusi arteri serebeli superior.
Salah satu cabang arteri ini, yang menyerupai nucleus dentatus, terutama
rentan mengalami rupture. Pada pasien yang mengalami hipertensi,
perdarahan dari pembuluh darah ini lebih sering terjadi daripada iskemia
pada teritorinya.

Gambar 6. Perdarahan serebelli yang terlihat di region nuclei serebelli

2.5.4 Perdarahan Subarakhnoid

Penyebab tersering perdarahan subarachnoid spontan adalah rupture


aneurisma salah satu arteri di dasar otak. SAH memiliki derajat perdarahan
yang dikategorikan menurut Hunt & Hess, adapun sebagai berikut:

12
Gambar 7. Perdarahan Subarakhnoid

2.5.5 Hematoma Subdural

Pada hematom subdural (SDH), kumpulan darah terdapat di ruangan


yang normalnya hanya imajiner diantara duramater dan arachnoid.
Penyebabnya biasanya adalah trauma pada SDH akut terjadi pada trauma
kepala berat, kejadian ini dapat berkaitan dengan cedera parenkim di
sekitarnya. Pada SDH kronik penyebabnya belum diketahui dan umumnya
ditemukan riwayat cedera kepala ringan sebelumnya. Kumpulan cairan
terletak di antaea membran dura intern dan arachnoid dan kemungkinan
berasal dari perdarahan bridging vein sebelumnya. Pada fase kronik,
jaringan granulasi ditemukan di dinding hematoma.

Gambar 8. CT Scan SDH Akut dan kronik

13
2.5.6 Hematoma Epidural
Pada hematom epidural, kumpulan darah terletak di antara
duramater dan periosteum. Hematoma ini umumnya disebabkan oleh
laserasi traumatic pada arteri meningealis. Penyebabnya hampir selalu
akibat fraktur tulang tengkorak dengan robekan arteri meningea media,
pembuluh darah terbesar.

Gambar 9. CT Scan Extradural hemoragik.

2.6 Patofisiologi
Perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak. Massa
perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan
otak sekitarnya. Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak
meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage
pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah
perdarahan karena efek mekanik langsung menyebabkan iskhemik dan
buruknya perfusi sehingga terjadi kerusakan sel-sel otak.
Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil
akhirnya. Hal lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume
darah didalam ventrikel. Volume darah lebih dari 60 ml, mortalitasnya 93% bila
lokasinya deep subcortical dan 71 % bila lokasinya lobarsuperfisial. Untuk
perdarahan cerebellum, bila volumenya 30-60 ml, 75% fatal; pada perdarahan
didaerah pons lebih dari 5ml, fatal. Bagaimanapun kerusakan jaringan otak dan
perubahan-perubahan karena perdarahan didalam otak tidak statis. Volume
hematome selalu progressive. Dalam satu jam setelah kejadian, volume darah

14
akan bertambah pada 25% penderita; sekitar 10% dari semua penderita
volumenya bertambah setelah 20 jam. Pada CT Scan tampak daerah hipodense
disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum dari hematome
tersebut.

Staging of Intracerebral Hemorrhage

Gambar 10.

2.7 Manifestasi Klinis


 Sakit kepala
 Mual
 Muntah
 Kebingungan
 Lesu/mengantuk berlebihan
 Penurunan kesadaran
 Kejang

15
2.8 CT- Scan

Gambar 11. CT Scan normal (A) orbita (B) sinus sphenoidalis (C) lobus
temporal (D) meatus akustikus eksterna (E) mastoid air cells (F) hemisfer
serebelum.8

Gambar 12. CT Scan normal (A) lobus frontalis (B) os frontalis (C)
Dorsum Sellea (D) arteri basilaris (E) lobus temporal (F) Mastoid Air Cells
(G) hemisfer serebelum.8

16
Gambar 13. CT Scan normal (A) lobus frontalis (B) fisura sylvian (C)
lobus temporal (D) Suprasellar Cistern (E) Midbrain (F) ventrikel empat
(G) hemisfer serebelum.8

Gambar 14. CT Scan normal (A) Falx cerebri (B) lobus frontalis (C)
Anterior Horn of Lateral Ventricle (D) ventrikel tiga (E) Quadrigeminal
Plate Cistern (F) serebelum.8

17
Gambar 15. CT Scan normal (A) Anterior Horn of Lateral Ventricle (B)
Caudate Nucleus (C) Anterior Limb of The Internal Capsule (D) Putamen
dan Globus Pallidus (E) Anterior Limb of The Internal Capsule (F)
ventrikel tiga (G) Quadrigeminal Plate Cistern (H) vermis serebelum (I)
lobus oksipitalis.8
3

Gambar 16. CT Scan normal (A) Genu of The Corpus Callosum (B)
Anterior Horn of Lateral Ventricle (C) kapsul interna (D) talamus (E) Pineal
Gland (F) pleksus koroid (G) Sthraight Sinus.8

18
Gambar 17. CT Scan normal (A) Falx Cerebri (B) lobus frontalis (C) Body of
Lateral Ventricle (D) Splenium of Corpus Collosum (E) lobus parietalis (F) lobus
oksipitalis (G) sinus sagital superior.8

Gambar 18. CT Scan normal (A) Falx Cerebri (B) sulkus (C) girus (D)
sinus sagital superior.8

2.9 Penatalaksanaan
Penanganan awal yang tepat pada pasien yang mengalami perdarahan
intraserebral adalah pada penilaian jalan napas pasien, kemampuan bernapas,
tekanan darah dan tanda-tanda peningkatan intracranial. Intubasi dilakukan
berdasarkan pada risiko aspirasi, kegagalan ventilasi yang akan datang (PaO2
<60 mmHg atau pCO2> 50 mmHg), dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.

19
Tindakan darurat untuk kontrol ICP sesuai untuk pasien yang
pingsan atau koma, atau mereka yang menunjukkan tanda-tanda klinis
herniasi batang otak secara akut. Kepala harus ditinggikan hingga 30 derajat,
1,0-1,5 g / kg 20% manitol harus diberikan melalui infus cepat, dan pasien
harus diberikan hiperventilasi ke pCO2 30–35 mmHg. Langkah-langkah ini
dirancang untuk menurunkan ICP secepat mungkin sebelum prosedur bedah
saraf definitif (kraniotomi, ventrikulostomi, atau penempatan monitor ICP)
dapat dilakukan.

Untuk penanganan kejang setelah mengalami perdarahan


intracranial dapat dengan diberikan lorazepam intravena (0,05-0,10 mg / kg)
diikuti dengan dosis pemuatan fenitoin atau fosfenytoin intravena (15-20
mg / kg), asam valproat (15–45 mg / kg), atau fenobarbital (15) –20 mg /
kg).

2.10 Prognosis
Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus
perdarahan intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan
dan status kesadaran dari penderita. Ekspansi perdarahan juga
mengindikasikan prognosis yang buruk dengan hematoma ukuran yang luas.
Ukuran dan lokasi lesi pada gambaran imaging sangat bermanfaat sebagai
informasi prognosis.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Chen W, Zhu W, Kovanlikaya I, et al. Intracranial calcifications and


hemorrhages: characterization with quantitative susceptibility
mapping. Radiology. 2014;270(2):496–505.
doi:10.1148/radiol.13122640
2. Perry JJ, Stiell IG, Sivilotti ML, et al. Sensitivity of computed
tomography performed within six hours of onset of headache for
diagnosis of subarachnoid haemorrhage: prospective cohort study.
BMJ 2011; 343:d4277.
3. Connolly ES Jr, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, et al. Guidelines for
the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a guideline
for healthcare professionals from the American Heart
Association/american Stroke Association. Stroke 2012; 43:1711.
4. Qureshi AI, Mendelow AD, Hanley DF. Intracerebral
haemorrhage. Lancet. 2009;373(9675):1632–1644.
doi:10.1016/S0140-6736(09)60371-8
5. Caceres JA, Goldstein JN. Intracranial hemorrhage. Emerg Med
Clin North Am. 2012;30(3):771–794.
doi:10.1016/j.emc.2012.06.003
6. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi
Umum dan Sistem Muskuloskeletal. 23rd ed. Jakarta: EGC;
2014(a):133.
7. Steiner T, Rosand J, et al. Intracerebral hemorrhage associated with
oral anticoagulant therapy. Stroke. 2006;37:256–
62. [PubMed] [Google Scholar]

21

Anda mungkin juga menyukai