Anda di halaman 1dari 23

TIM BANTUAN MEDIS 110

FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 08 Oktober 2021

BASIC TRAUMA CARDIAC LIFE SUPPORT


TENSION PNEUMOHORAX

OLEH :

1. NURUL WAHIDAH YASID TBM-110.719.XX.03


2. SARINA ADELIA TBM-110.729.XX.13
3. MULYA BUDIMAN TBM-110.730.XX.14
4. IKA ALFINA SARI B. TBM-110.742.XX.26
5. ANDI NIRWANA WIDYA N. TBM-110.746.XX.30

PEMBIMBING :
DWI NAWALUDDIN NAPRISAL, S.Ked NRA : TBM-110.534.XV.16

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ANGGOTA LANJUTAN
TIM BANTUAN MEDIS 110 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
BERITA ACARA UJIAN BTLS .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2
2.1 Definisi .................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 2
2.3 Etiologi .................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi............................................................................................. 3
2.5 Diagnosis ................................................................................................. 4
2.6 Diagnosis Banding................................................................................... 12
2.7 Tatalaksana .............................................................................................. 13
2.8 Prognosis ................................................................................................. 18
BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20
BAB 1
PENDAHULUAN

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh


akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau
cedera. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/
rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk
dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada
rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4
cm H2O.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan non-tension
pneumotoraks. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum
secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-
tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara
semakin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga dada juga
semakin meningkat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumotoraks diklasifikasikan sebagai sederhana (tidak ada pergeseran
struktur mediastinum), ketegangan (ada pergeseran struktur mediastinum), atau
terbuka (udara melewati luka dada terbuka). Tension pneumotoraks adalah
kondisi parah yang terjadi ketika udara terperangkap di ruang pleura di bawah
tekanan positif, menggeser struktur mediastinum, dan mengganggu fungsi
kardiopulmoner. Pengenalan dini kondisi ini menyelamatkan nyawa baik di luar
rumah sakit maupun di ICU modern. Pengetahuan tentang prosedur dekompresi
dada darurat yang diperlukan sangat penting untuk semua profesional kesehatan.
Pneumotoraks traumatis dan ketegangan mengancam jiwa dan memerlukan
perawatan segera.1
Tension pneumothorax adalah keadaan yang mengancam nyawa. Tension
pneumothorax terjadi melalui mekanisme kebocoran udara “katup satu arah” dari
paru-paru atau melalui dinding dada. Udara terperangkap dalam kavum pleura dan
dengan cepat membuat paru-paru kolaps. Mediastinum terdorong ke sisi yang
berlawanan dari sisi pneumothorax. Gejala dan tanda tension pneumothorax
diantaranya adalah: nyeri dada, ingin makan udara (air hunger), takipnea, distres
respirasi, takikardi, hipotensi, deviasi trakhea menjauhi sisi pneumotoraks,
distensi vena leher, tidak adanya suara nafas di sisi pneumotoraks, perkusi
didapatkan hiperresonan/hipersonor, dan sianosis (manifestasi terlambat), serta
saturasi arteri dengan pulse oxymeter hasilnya menurun.Hipoksemia dan
hiperkapnia terjadi pada kasus berat.2

2.2 Epidemiologi
Tension pneumotoraks dapat berkembang pada 1 hingga 2% kasus yang
awalnya muncul dengan pneumotoraks spontan idiopatik. Sulit untuk menentukan
kejadian sebenarnya dari tension pneumotoraks karena pada saat pasien trauma
diangkut ke pusat trauma, mereka telah menerima torakotomi jarum dekompresi.
Pasien dengan trauma cenderung memiliki pneumotoraks terkait atau
pneumotoraks ketegangan 20% dari waktu. Dalam kasus trauma dada yang parah,
ada pneumotoraks terkait 50% dari waktu. Insiden pneumotoraks traumatis
tergantung pada ukuran dan mekanisme cedera trauma toraks menunjukkan
bahwa hingga 5% dari korban pertempuran dengan trauma toraks memiliki
tension pneumothorax pada saat kematian.1

2.3 Etiologi
Etiologi Tension Pneumothorax yang sering terjadi, yaitu : 3,4,5
2.3.1 Iatrogenik (Diinduksi oleh prosedur medis) :
1. Kateterisasi vena sentral di subklavia atau vena jugularis interna
2. Biopsi paru-paru
3. Barotrauma karena ventilasi tekanan positif
4. Trakeostomi perkutan
5. Torasentesis
6. Pemasangan alat pacu jantung
7. Bronkoskopi
8. Resusitasi jantung paru
9. Blok saraf interkostal

2.3.2 Non-Iatrogenik: (Karena trauma eksternal)


1. Trauma tembus atau tumpul
2. Patah tulang rusuk
3. Menyelam atau terbang

2.4 Patofisiologi
Sebelum memahami patofisiologi dari tension pneumotoraks, penting untuk
memahami fisiologi paru-paru normal. Tekanan di rongga pleura (atau
intrapleural) lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di paru-paru dan tekanan
atmosfer. Paru-paru cenderung mengalami recoil yaitu paru-paru kembali pada
posisi semula ke arah dalam dan dinding dada kembali mengembang kearah luar.
Gradien tekanan antara paru-paru dan rongga pleura mencegah paru-paru kolaps.
Pada kejadian pneumotoraks, interaksi antara rongga pleura dan paru-paru
meningkat sehingga udara berpindah dari paru-paru ke dalam rongga pleura. Hal
ini menyebabkan peningkatan tekanan intrapleural secara progresif. Peningkatan
tekanan ini semakin menekan paru-paru dan menurunkan volumenya. Paru-paru
ipsilateral tidak dapat berfungsi pada kapasitas normalnya, dan ventilasinya pun
berkurang sehingga mengakibatkan hipoksemia.6
Tension pneumothorax sering terjadi pada pasien dengan ventilasi ICU.
Tension pneumothorax terjadi ketika udara masuk ke dalam rongga pleura tetapi
tidak dapat keluar sepenuhnya,. Selama inspirasi, kumpulan udara bertekanan
tinggi yang cukup besar terakumulasi di ruang intrapleural dan tidak dapat keluar
sepenuhnya selama ekspirasi. Hal ini akan menyebabkan paru-paru kolaps pada
sisi ipsilateral. Saat tekanan meningkat akan menyebabkan mediastinum bergeser
ke sisi kontralateral, dan secara perlahan mengakibatkan hipoksemia. Pada kasus
yang parah, peningkatan tekanan juga dapat menekan jantung yakni disebabkan
karena paru-paru kontralateral, dan pembuluh darah yang menyebabkan
ketidakstabilan hemodinamik. Hal ini disebabkan oleh gangguan pengisian
jantung dan penurunan aliran balik vena. Hipoksemia juga memicu vasokonstriksi
paru dan meningkatkan resistensi pembuluh darah paru. Akibatnya, hipoksemia,
asidosis, dan penurunan curah jantung dapat menyebabkan henti jantung dan,
pada akhirnya, kematian jika tension pneumotoraks tidak ditangani dengan tepat
waktu.6
Pneumotoraks traumatis sekunder terjadi akibat penetrasi (misalnya, luka
tembak, luka tusuk) atau trauma dada tumpul. Tergantung pada kedalaman luka
tembus dada, udara akan mengalir ke rongga pleura baik melalui dinding dada
atau dari pleura visceral traktus trakeobronkial. Dengan trauma benda tumpul,
pneumotoraks dapat terjadi jika tulang rusuk patah atau dislokasi sehingga
merobek pleura visceral. Mekanisme alternatifnya adalah melalui trauma tumpul
toraks, dimana peningkatan tekanan alveolus dapat menyebabkan alveolus ruptur
yang mengakibatkan udara masuk ke rongga pleura.6

2.5 Diagnosis
2.5.1 Manifestasi Klinis
Gejala pneumotoraks akan tergantung pada jenis dan batas . Biasanya ,
pasien mengalami sakit parah. seringkali, pneumotoraks kecil asimtomatik.
Tension pneumothoraks ditandai dengan adanya sesak progresif dengan rasa sakit
dan sesak di sisi dada yang terkena.6
Untuk mengidentifikasi gejala pneumotoraks, terlebih dahulu kita harus
mengetahui manifestasi klinis dan kriteria diagnosis dari pneumotoraks. Pertama
kita melihat penyebab dari terjadinya pneumotoraks untuk mengetahui tipe-tipe
pneumotoraks apa yang kemungkinan terjadi ada penderita.6
Keluhan yang sering di temukan : 6,7,8
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut.
Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat.7

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis, bukan
dari radiologi. Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks adalah adanya
distress nafas, takikardi, hiporensi, adanya deviasi trakea, hilangnya suara nafas
unilateral, distensi vena leher, dan bisa menjadi sianosis pada manifestasi
lanjutnya. Gelaja klinis dari tension pneumothorax ini mungkin mirip dengan
gejala klinis dari cardiac tamponade, tetapi angka kejadian tension pneumotorax
ini lebih besar dari cardiac tamponade. Selain itu untuk membedakannya juga bisa
dilakukan dengan mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan adanya
hiperresonansi pada bagian dada ipsilateral,7
Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan :7
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan pada: 6,7
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks
antara lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah


merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal
napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
4. USG
Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga pleura
ditampilkan pantulan gelombang yang sangat tajam. Tidak seperti udara
intrapulmoner, pantulan gelombang tidak bergerak saat respirasi.
Bagaimanapun juga, luas pneumotoraks ditentukan dengan radiologis dada
Menggunakan Linear array transducer (Small parts/high frequency probe)
dengan pasien dalam posisi supinasi, scan dipermukaan anterior dinding dada
menarik garis sagital (longitudinal). Scan mulai dari anterior axillary line ke
para sternal line
Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan sendirinya,
terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini bisa segera terjadi
atau dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi hipotensi, dijelaskan dan
peningkatan tekanan udara sangat progresif dari tekanan yang semakin meningkat.

• Deviasi trakhea menjauh dari sisi dada yang terkena tension.


• Pergeseran mediastinum.
• Depresi dari diafragma-hemiselulosa.

Dengan derajat tension pneumotoraks, tidak sulit untuk menilai bagaimana


fungsi kardiovaskuler dapat terganggu akibat tension, karena terdapat adanya
obstruksi pada vena yang kembali ke jantung. Masif tension pneumotoraks
memang seharusnya sudah dapat dideteksi secara klinis dan, dalam menghadapi
kolaps hemodinamik, telah tatalaksana dengan cara emergency thoracostomy -
needle atau sebaliknya.
Tension pneumotoraks kiri
Sebuah tension pneumotoraks mungkin berkembang saat pasien menjalani
pemeriksaan lanjutan, seperti CT scan (gambar di bawah) atau operasi. kalaupun
ada penurunan oksigenasi pasien atau status ventilasi, dada harus kembali
diperiksa.

CT dari tension pneumotoraks


Adanya (chest tube) bukan berarti pasien tidak bisa berkembang menjadi
tension pneumotoraks. Pasien di bawah ini memiliki ketegangan sisi kanan
meskipun adanya sebuah chest tube. Sangat mudah untuk menilai bagaimana hal
ini dapat terjadi pada gambar CT yang menunjukkan chest tube dalam fisura
oblique. Chest tube disini akan ditempatkan bagian belakang dada, sehingga akan
di pertahankan tetap disana ketika paru-paru didepannya menekan ke arah atas-
belakang. Chest tube pada pasien trauma terlentang harus ditempatkan secara
posterior untuk menghindari komplikasi ini. Komplikasi lain dari tension
pneumothorax lainnya seperti haemothoraks masih akan di-drainase asalkan paru-
paru telah mengembang sepenuhnya.
CT scan juga menunjukkan mengapa tension pneumotoraks tidak terlihat
pada X-ray dada polos paru yang dikompresi belakang tetapi meluas keluar ke
tepi dinding dada, sehingga tanda-tanda paru-paru terlihat di seluruh bidang paru-
paru. Namun ada pergeseran garis tengah dibandingkan dengan film sebelumnya.

Foto dada awal

Setelah insersi chest tube dalam ruang mediastinum


Dada bagian atas menunjukkan posisi chest tube

Tension pneumotoraks kanan


Tension pneumotoraks juga dapat bertahan jika ada cedera pada jalan napas
besar, mengakibatkan fistula bronkhopleura. Dalam hal ini sebuah tabung dada
tidak dapat mengatasi kebocoran udara utama. Dalam kasus ini thorakotomi
biasanya ditunjukkan untuk memperbaiki saluran udara dan paru-paru yang rusak.
Hati-hati juga pasien dengan tension pneumotoraks bilateral. Trakea
merupakan central, ketika perkusi dan suara nafas yang sama di kedua sisi.
Pasien-pasien ini biasanya secara haemodinamika terancam atau dalam traumatik
arrest. Gawat darurat dekompresi dada bilateral dapat menjadi bagian dari
prosedur untuk traumatik arrest dimana hal ini dimungkinkan.
ketegangan Bilateral pneumothoraces

2.6 Diagnosis Banding


2.6.1 Infark miokard
Nyeri dada pada infark miokard biasanya khas seperti nyeri tertekan,
terbakar, atau nyeri tajam. Nyeri tersebut merupakan nyeri retrosternal dan
menjalar ke leher, pundak, lengan atas, atau rahang dan dicetuskan oleh suatu
stress, baik stress fisik maupun emosional. Takipnea dapat timbul karena ada
kongesti paru. Batuk dengan dahak berbuih bisa terjadi.8

2.6.2 Emboli paru


Emboli paru biasanya timbul dari thrombus yang berasal dari system vena
ekstremitas bawah, tapi dapat juga berasal dari pelvis, ekstremitas atas atau ruang
jantung kanan (jarang terjadi). Setelah melalui paru, thrombus tersebut dapat
menyumbat bifurcation arteri pulmonal atau cabang lobularnya yang
menyebabkan hemodynamic compromise. Selain itu, nyeri dada pleuritik dan
hipoksia juga dapat ditemukan. Beberapa faktor risiko yang dapat menjadi
penyebab emboli paru antara lain keadaan hiperkoagulasi, imobilisasi, trauma,
kehamilan, dll.8,9

2.6.3 Pneumonia
Pada pneumonia, pasien juga akan merasa sesak napas. Hipotensi dapat
ditemukan pada pneumonia yang parah. Batuknya biasanya mempunyai dahak
yang purulent. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada pneumonia dapat ditemukan
fremitus tektil yang menurun, tetapi suara perkusi akan redup.8

2.6.4 Pneumomediastinum
Pneumothorax dapat dibedakan dengan pneumomediastinum bila dilihat
dengan foto posisi lateral decubitus. Pada pneumothorax, posisi lateral decubitus
membuat udara akan berpindah ke bagian atas, sedangkan pada
pneumomediastinum, udara akan tetap berada di posisinya dan tidak berpindah.
Selain itu, terdapat gambaran garis yang jelas (clear delineation) pada struktur
intramediastinal (Arteri pulmonary, aorta, esophagus, dan airway) pada
pneumomediastinum yang tidak ditemukan pada pneumothorax.9

2.7 Tatalaksana
Bantuan hidup dasar merupakan suatu tindakan atau penatalaksanaan awal
yang dapat dilakukan pada saat kita menemukan korban diluar rumah sakit.
Penanganan bantuan hidup dasar ini bertujuan untuk dapat mengembalikan atau
mempertahankan oksigenasi pada korban. Bantuan hidup dasar ini digunakan
untuk mempertahankan aliran napas (airway), memberikan bantuan pernapasan
(breathing), dan evaluasi dari sistem sirkulasi darah (circulation) apakah sudah
cukup untuk memberikan perfusi oksigen yang adequat keseluruh jaringan.
Tahapan-tahapan dari pemberian bantuan hidup dasar kepada korban, jika kita
menemukan seorang korban dijalan atau dimanapun, pertama jika sendiri mintalah
pertolongan dari orang-orang sekitar, serta menghubungi pelayanan kesehatan
terdekat. Sebelum kita menolong korban pastikan diri kita sendiri aman dari
lingkungan sekitar, agar kita tidak menjadi korban selanjutnya. Kemudian setelah
meminta pertolongan kepada orang disekitar barulah kita mendekati korban.10
Penilaian awal yang dilakukan, mengevaluasi kesadaran korban dengan
memberikan rangsangan suara, seperti memanggil sambil menepuk-nepuk bahu
korban, jika tidak berespon kita berikan rangsangan nyeri seperti cubitan. Jika
berespon segera pindahkan pasien ketempat yang lebih aman. Setelah
memberikan rangsangan suara dan nyeri pasien tidak berespon, pertama kita lihat
aliran napasnya (airway) dengan menggunakan manuver head tilt, menaruh tangan
didahi korban kemudian mendorongnya kebelakang, dan chin lift, mengangkat
dagu korban kedua gerakan ini dilakukan secara simultan dan gentle. Setelah itu
kita evaluasi hembusan napas dan apakah terdengar suara napas tambahan seperti
mengorok. Dilihat apa terdapat benda asing pada jalan napas yang menghambat
jalan napas seperti, sisa makanan, lidah yang terjatuh kebelakang, cairan atau
darah, jika terdapat sumbatan kita bersihkan atau hilang benda asing itu dari jalan
napas. Jika korban dicurigai adanya trauma pada leher (cervical) kita gunakan
manuver jaw thrus, yaitu menempatkan dua atau tiga jari pada sudut kedua
mandibular kemudian mengangkatnya keatas dan kedepan.10
Setelah (airway) jalan napas sudah lapang, kemudian kita menilai
pernapasan (breathing), disini kita mengevaluasi dari pergerakan dada korban
yang naik turun, adakah pergerakan dada yang tertingal (asimetris), pergerakan
dada yang cepat dan terdapat retraksi dari otot-otot pernapasan, atau pergerakan
dada yang tidak ada. Jika tidak ada pergerakan dada, kita lakukan pemberian
napas bantuan sebanyak dua kali kepada korban, secara mulut kemulut, 1 kali
napas bantuan dalan satu detik. Pada saat memberi napas bantuan tutup hidung
pasien dengan mempertahankan maneuver head tilt dan chin lift.10
Tujuan dari pemberian napas bantuan ini untuk memberikan napas
pancingan kepada korban yang henti napas, karena penyebab utama terjadinya
kesulitan bernapas adalah kurang lapangnya jalan napas.10 Pada pemberian dua
kali napas bantuan, juga tidak berhasil, kita lanjutkan pada evaluasi dari sirkulasi
korban (circulation). Disini kita evaluasi sirkulasi dengan meraba nadi karotis,
brakialis, atau femoralis, dievalusi selama 10 detik. Jika denyut nadi teraba
spontan kita lanjutkan pemberian napas bantuan, satu napas batuan diberikan
setiap 5-6 detik, jadi pada satu menit deberikan 10 sampai 12 kali napas buatan.10
jika pada perabaan tidak teraba denyut nadi dari korban kita langsung melakukan
kompresi (cardiopulmonary resuscitation). Kompresi dilakukan pada sternum,
tepatnya dua atau tiga jari diatas taju pedang (proccesus cipoideus). Kita taruh
telapak tangan kita yang lebih kuat pada titik kompresi dengan tangan yang lain
diletakkan diatas tangan yang menjadi tumpuan, tujannya agar sebagai pengunci,
supaya tidak bergeser pada saat melakukan kompresi. Kompresi dilakukan
sebanyak 30 : 2 yaitu, 30 kali kompresi diselingi dengan pemberian napas bantuan
sebanyak 2 kali. Kompresi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi ke
jaringan dan mengeluarkan CO2 . Kompresi Ini dilakukan sampai adanya tanda-
tanda kehidupan, dating pengganti untuk melakukan kompresi, ponolong
kelelahan, datang petugas medis yang telah dihubungi.10
Fokus utama untuk menilai bagaimana tanda dan gejala klinis dari
pneumotoraks serta untuk memberikan bantuan hidup dasar pada korban di tempat
korban tersebut ditemukan, sebelum membawa korban ke pusat pelayanan medis
terdekat. Pemberian bantuan hidup dasar pada korban yang menderita
pneumotoraks secara garis besar termasuk dalam pemberian bantuan hidup dasar
pada penderita trauma dada. Pada trauma dada ada 3 faktor penyebab yang
menyebabkan nyawa korban terancam yaitu, perdarahan, penurunan cardiac
output, dan distress pernapasan. Pada perdarahan sangat sulit untuk diidentifikasi,
akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang mengenai pembuluh darah pada
rongga toraks. Penurunan cardiac output mungkin diakibatkan penekananan yang
disebabkan oleh udara yang menumpuk pada rongga pleura dan mendesak
mediastinum sehingga menekan dari cabang vena cava, penurunan dari aliran
darah balik vena sehingga cardiac output menurun.11
Distress respirasi disebabkan oleh desakan dari penumpukan udara pada
rongga pleura sehingga paru-paru yang terdesak akan menjadi kolaps. Penderita
dengan dengan trauma dada, fokus utama yang kita perhatikan pada breathing,
gejala harus dapat ditangani pada awal penilaian. Bantuan hidup dasar yang
diberikan, pertama, melihat lapang tidaknya jalan napas (airway), dengan
melakukan manuver head tilt, chin lift, dan jaw thrus jika korban dicurigai
mengalami cedera cervical. Disini dilihat apakah ada sumbatan jalan napas, yang
diakibatkan oleh trauma, dilihat pergerakan napas korban ada atau tidak, terdapat
sumbatan atau tidak dari jalan napas korban seperti benda asing atau cairan,
sehingga sumbatan jalan napas dari benda asing dapat dihilangkan 3,11 Setelah itu
kita berlanjut pada breathing, disini kita evaluasi dari pergerakan dada korban
apakah simetris atau tidak, kita lihat juga distensi dari pembuluh darah vena pada
leher, luka yang terbuka, penderita biasanya akan terlihat gelisah akibat kesulitan
bernapas. Dari gejala – gejalanya kemungkinan mengarah ke pneumotoraks
terdesak (tension pneumothorax) yang merupakan suatu kegawat daruratan pada
trauma dada. Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadaan ini, karena
pemberian terapi oksigen 100% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura,
oksigen terapi 100% diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap
nitrogen, sehingga nitrogen dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui
sistem vaskular, terjadi perbedaan tekanan antara pembuluh kapiler jaringan
dengan udara pada rongga pleura, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dari
udara pada rongga pleura.11
Prinsip Penatalaksanaan Tension Pneumothorax10,11
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
toraks serial tiap 12- 24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan ini
terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka
2. Tindakan dekompresi
Tindakan yang sangat seirng dilakukan yaitu dekompresi dengan tujuan
mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara udara
luar dengan rongga pleura;
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut
b. Melalui kontra vetil ;
• Infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan
tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infus set yang berada di dalam botol
• Abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di
dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung
infuse set yang berada di dalam botol.
• Pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui
sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka
toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian
troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih
tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang
ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih
dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum
bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal.
3. Torakospkopi
Menggunakan alat bantu torakoskop untuk melihat langsung dalam rongga
toraks
4. Torakotomi
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

2.8 Prognosis
Kasus ini harus segera diobati untuk menghindari morbiditas dan mortalitas
terkait lebih lanjut. Keterlambatan dalam diagnosis dan manajemen dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. Tension pneumothorax timbul dari banyak
penyebab dan dengan cepat berkembang menjadi insufisiensi pernapasan, kolaps
kardiovaskular, dan akhirnya kematian jika tidak dikenali dan diobati. Pada
pneumotoraks tanpa komplikasi, kekambuhan dapat terjadi dalam waktu enam
bulan hingga tiga tahun. Kekambuhan lebih sering terjadi pada perokok, PPOK,
dan pasien dengan AIDS.1
BAB 3
KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura tersisi oleh


udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang
menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat
proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak
napas dan nyeri dada.
Dalam menentukan diagnosa, seringkali didasarkan pada hasil foto rontgen
berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskular pada lapang
paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps
line). Dari hasil rontgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi
melalui luas area paru yang terkena perndesakan serta kondisi jantung dan trakea
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian
O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat
dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan
dengan penyakit yang mendasari. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar
pneumotoraks tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. POTTER SE, RASMUSSEN JA. Tension pneumothorax. Nebr State Med J.

1956;41(5):167–9.

2. Malik RH. Penanganan Gawat Darurat Tension Pneumothorax Dengan Needle

Thoracocentesis ICS ke-5 & Pemasangan Mini-WSD: A Case Report. J Penelit

Kesehat “SUARA FORIKES” (Journal Heal Res “Forikes Voice”).

2020;11(2):113.

3. Sharma A, Jindal P. Principles of diagnosis and management of traumatic

pneumothorax. J Emerg Trauma Shock. 2008 Jan;1(1):34-41. [PMC free article]

[PubMed]

4. Melton LJ, Hepper NG, Offord KP. Incidence of spontaneous pneumothorax in

Olmsted County, Minnesota: 1950 to 1974. Am Rev Respir Dis. 1979

Dec;120(6):1379-82. [PubMed]

5. Gupta D, Hansell A, Nichols T, Duong T, Ayres JG, Strachan D. Epidemiology of

pneumothorax in England. Thorax. 2000 Aug;55(8):666-71. [PMC free article]

[PubMed]

6. Ruchi Jalota, Edouard Sayad. Tension Pneumothorax. Updated : 2021 August 11;

cited 2021 October 02. From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559090/

7. Daley, Brian James, Et.All. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated :

2020 April 28; cited 2021 October 02. From Pneumothorax Clinical Presentation:

History, Physical Examination (medscape.com)

8. Sudoyo, Aru W, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, Jilid 2.

Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.


9. A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta : EGC

10. Punarwarba I.W.A, Suarjaya, P.P. 2016. Identifikasi awal dan bantuan hidup

dasar pada pneumothorax. Bagian /SMF Ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

FK- Unud, RSU Pusat Sanglah Denpasar. Denpasar

11. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2020

April 28; cited 2021 oktober 08. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/827551

Anda mungkin juga menyukai