Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

PNEUMOTHORAKX

Di susun oleh

Kelompok 5:

Kelas E Non regular

NUR AMINA (21806153)


NUR FITRALAUDIRA (218061)
AHMAD ALMAIDAR (218061)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia_Nya  saya diberikan kesehatan dan
kesempatan sehingga bisa meyelesaikan makalah  yang membahas
tentang “Asuhan keperawatan Pneumothorakx”.
Kami menyadari bahwa yang diungkapkan dalam makalah ini
masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
kemampuan yang dimiliki oleh penulis, sehingga akan menjadi suatu
kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan dan saran
yang membangun makalah ini sehingga selanjutnya akan lebih baik dan
sempurna.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai media pembelajaran
antropologi khususnya kebudayaan masyarakat yang sangat beragam
dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu pengetahuan
serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan


yang telah diberikan oleh berbagai pihak sampai tersusunnya makalah ini.

Makassar, 17 Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I............................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. Latar belakang....................................................................................1

B. Tujuan................................................................................................1

C. Rumusan Masalah.............................................................................1

BAB II...........................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2

A. Tinjauan Teori....................................................................................2

B. Asuhan Keperawatan teori...............................................................11

BAB III........................................................................................................18

PENUTUP..................................................................................................18

A. Kasimpulan.......................................................................................18

B. Saran................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam


kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat
selalu negatif untuk mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang (imflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat
menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Paling
sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax dan karena
berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.
Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian
pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17, 8/100.000/tahun. Beberapa
karateristik pada pneumothorax antara lain : laki – laki lebih sering
dari pada wanita (4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun.
Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun
seringkali disebabkan oleh adanya bronchitis kronik dan empisema.
Lebih sering pada orang – orang dengan bentuk tubuh kurus dan
tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai
kebiasaan merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari
pada kiri.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian pneumothorakx.


2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pneumothorakx.
C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian pneumothorakx ?


2. Apa yang dimaksud dengan asuhan keperawatan
pneumothorakx ?

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura,
yang dapat terjadi secara spontan (spontaneous pleura),
sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara
atau gas di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga
yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru dan
rongga dada.
a. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan
terbuka antara rongga pleura dan bronchus dengan
lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra pleura
sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura
disekitar nao (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada
waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanannya positif.
b. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan
lingkungan luar. Udara yg dulunya ada di rongga pleura
(tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di
rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bias
berkembang penuh, sehingga masih ada rongga pleura yang
tampak meskipun tekanannya sudah normal.

2
c. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan
positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus
kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka.
Pada waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang
pada permulaannya masih negatif.

2. Etiologi
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian
paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura.
Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran /alveoli
dan pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu
bula yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis
adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothorax,
karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empisema.
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan terjadinya yaitu:
1) Artificial 
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura
melalui luka tusuk atau pneumothoraks disengaja
(artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak
dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya
ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-
penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan
pengeluaran cairan rongga pleura.

3
2) Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya
disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat
tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau
benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam
mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam
rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas
proksimal dengan rongga pleura.
Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax
dan non-tension pneumathorax. Tension. Pneumothorax
merupakan medical emergency dimana akumulasi udara
dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali
bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks
mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara
masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat
Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak
makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ
didalam rongga dada juga tidak meningkat. Akumulasi
darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat
menimbulkan masalah yang mengakibatkan terjadinya
hemopneumotoraks.
3)  Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan
atau trauma. Timbul sobekan subpleura dari bulla
sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu
lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi
berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis.
Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap

4
dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau
inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan
menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan
Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks
Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya
bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi
kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan
Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
b. Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis,
mediastinalis dan basalis
c. Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan
partialis.
d. Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada
hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang
merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra
pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan
intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan
pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan
pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak
ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada
di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi
dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru
belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif  (-4
ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang
mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura

5
viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus
ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang
terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura
dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi
udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara
ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk
ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus
bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan
pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan
berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada
waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai
tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau
penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat
lagi dari ekspirasi biasa.
4. Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative dari pada
tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang
mengikuti dinding thoraks dan udara dari luaryang tekanannya
nol akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli. Saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga
tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan dialveolus
ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui
bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan
napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada
waktu batuk, bersin atau mengejan, karena pada keadaan ini
glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau
alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu
akan pecah atau robek.

6
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah
sebagai berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek
dan udara masuk kea rah jaringan peribronkhovaskuler.
Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan
meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi
endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan
terjadinya robekan.
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat
menggoyahkan jaringan fibrosis di peribronkovaskular
kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan
pneumothoraks.
5. Tanda dan gejala

Pneumo Tanda dan gejala Intervensi


Toraks
Tertutup Pneumotoraks yang kecil atau terjadi Observasi, rawat
lambat, tidak menimbulkan gejala jalan

Pneumotoraks yang luas dan cepat Kolaborasi dengan


menimbulkan: tim medis:
Nyeri tajam saat ekspirasi Pemberian oksigen
Peningkatan frekuensi napas Tindakan kontraventil
dengan aspirasi
Produksi keringat berlebihan
udara dari rongga
Penurunan tekanan darah pleura
Takikardi Pemasangan WSD
Inspeksi dan palpasi: penurunan
sampai hilangnya pergerakan dada
pada sisi yang sakit
Perkusi: hiperresonan pada sisi yang
sakit
Auskultasi: penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
Spontan Napas pendek dan timbul secara tiba- Apabila
tiba tanpa ada trauma dari luar paru penatalaksanaan
dengan WSD gagal,
dipertimbangkan

7
untuk dilakukan
reseksi paru
Tension Inspeksi: sesak napas berat, penurunan Tindakan kontraventil
sampai hilangnya pergerakan dada Penutupan luka yang
pada sisi yang sakit terbuka
Palpasi: pendorongan trakea dari garis Pemasangan WSD
tengah menjauhi sisi yang sakit dan
distensi vena jugularis
Auskultasi: penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
Terbuka Inspeksi: sesak napas berat, terlihat Tindakan kontraventil
adanya luka terbuka dan suara Penutupan luka yang
mengisap ditempat luka saat ekspirasi terbuka
Palpasi: pendorongan trakea dari garis Pemasangan WSD
tengah menjauhi sisi yang sakit
Perkusi: hiperresonan pada sisi yang
sakit
Auskultasi: penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit

6. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam,
rata, dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan
tepi paru. Kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya
tampak seperti massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besarnya kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakhea ke arah paru
yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks
ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.

8
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis
pneumotoraks yang dialami, derajat kolaps, berat ringannya
gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat
pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
a. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan
lingkungan luar dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk
ke rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang
positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif.
Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum
tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan
jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui
kontraventil :
 Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
 Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantara trokar atau dengan
bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic
(kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah
yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela
iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial
belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2
dari garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang
plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.

9
 Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan
dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20
cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat
mengembang dan segera terjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parietalis.
 Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekana intrapleura sudah negatif kembali, drain dapat
dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara
dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, drain dapat dicabut.
3) Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka
dapat dicari lubang yang menyebabkan terjadinya
pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit, Pada
pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura
yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang,
maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang
mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang
rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak
dapat dipertahankan kembali.

b. Penatalaksanaan Tambahan
1) Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan
tambahan ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu:
 Terhadap proses TB paru, diberi OAT
 Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar
dekekasi, penderita dibei obat laksatif ringan, dengan

10
tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.

2) Istirahat total
 Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat
barang), batuk, bersin terlalu keras dan mengejan.

B. Asuhan Keperawatan teori

1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Identitas klien
2) Keluhan utama
Sesak napas, nyeri disisi dada yang sakit
b. RPS
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan
semakin lama semakin berat. Nyeri da dirasakan pada sisi
yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan.
Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang
mengenai rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda
tajam, KLL, dll)
c. RPD
Apakah klien pernah menderita TB paru dimana sering
terjadi pada pneumotoraks spontan.
d. RPK
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
mungkin menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru,
asma, TB paru, dll.

11
e. Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana prilaku klien pada
tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Pemeriksaan Fisik

a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal
pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih
cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong
ke sisi yang sehat.

Palpasi

Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada


palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar –iga bisa saja normal atau melebar.

Perkusi

Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani.


Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila
tekanan intrapleura tinggi.

Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.

12
b. B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status


kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti
nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.

c. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu,
diperlukan juga pemeriksaan GCS, apakah compos mentis,
samnolen atau koma.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguri yang
merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)

Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan


muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.

f. B6 (Bone)

Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya


kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan
risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak
napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

Diagnose keperawatan

a. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan


menurunya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan
tekanan dalam rongga pleura.
b.  Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan
pemasangan WSB.
c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan
pada informasi.

13
Dx Keperawatan I: Ketidak efektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru skunder terhadap
peningkatan tekanan dalam rongga pleura.

Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 3x24 jam diharapkan pola pernapassan klien kembali
efektif.

INTERVENSI RASIONAL

1. Identifikasi factor penyebab kolaps 1. Memahami penyebab dari kolaps


spontan, trauma keganasan, infeksi paru sangat penting untuk
komplikasi mekanik pernapasan. mempersiapkan WSD pada
pneumothoraks dan menentukan
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman
untuk interfensi lainnya.
pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi 2. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi, dan kedalaman
3. Baringkan klien dalam posisi yang
pernapasan, kita dapat mengetahui
nyaman, atau dalam posisi duduk.
sejauh mana perubahan kondisi

4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR) klien.

5.Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 3.Penurunan diafragma memperluas


jam. daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.

4.Peningkatan RR dan takikardi


merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru

5. Auskultasi dapat menentukan


kelainan suara napas pada bagian
paru. Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak
berfungsinya lobus, segmen, dan
salah satu dari paru. Pada daereah

14
kolaps paru suara pernapasan tidak
terdengar tetapi bila hanya sebagian
yang kolaps suara pernapasan tidak
terdengar dengan jelas. Hal tersebut
dapat menentukan fungsi paru yang
baik dan ada tidaknya atelektasis
paru.

6. Menekan daerah yang nyeri ketika


batuk atau napas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan
napas dalam yang efektif. 7. Dengan WSD memungkinkan
udara keluar dari rongga pleura dan
mempertahankan agar paru tetap
mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negative
7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi
pada intrapleura.
dengan pemasangan WSD.

Dx Keperawatan II: Resiko tinggi trauma pernapasan yang


berhubungan dengan pemasangan WSD.

Tujuan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan


intervensi resiko trauma pernapasan tidak terjadi.

Intervensi Rasional

1. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman 1. Dengan mengkaji kualitas,


pernapasan,laporkan setiap perubahan frekuensi dan kedalaman
yang terjadi. pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan klien.
2. Observasi tanda-tanda vital (nadi, rr).
2. Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.

3. Posisi setengah duduk atau duduk

15
3.Baringkan klien dalam posisi yang dapat mengurangi resiko pipa/selang
nyaman, dalam posisi duduk. WSD terjepit.

4. Perhatikan undulasi pada selang WSD 4. Undulasi (pergerakan cairan


diselang dan adanya gelembung
udara yang keluar dari air dalam
botol WSD) merupakan indicator
bahwa drainase selang dalam
keadaan optimal. Bila undulasi tidak
ada, ini mempunyai makna yang
sangat penting Karena beberapa
kondisi dapat terjadi, antara lain:

         Motor suction tidak berjalan

         Selang terlipat atau tersumbat

         Paru telah mengembang

Oleh karena itu, perawat harus yakin


apa yang menjadi penyebab, segera
periksa kondisi system drainase, dan
amati tanda-tanda kesulitan
bernapas.

5. Menghindari tarikan spontan pada


selang yang mempunyai resiko
tercabutnya selang dari rongga dada.

6. Tanda atau batas pada botol dapat


menjadi indicator dan bahan monitor
terhadap keadaan draidase WSD.

7. Gravitasi. Udara dan cairan


mengalir dari takanan yang tinggi ke
tekanan yang rendah.

8. Meningkatkan sikap kooperatif


klien dan mengurangi resiko trauma
pernapasan.

16
9. Menekan daerah yang nyeri ketika
batuk atau napas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen

5. Anjurkan klien untuk memegang selang membuat batuk lebih efektif.

apabila akan mengubah posisi.

6. Beri tanda pada batas cairan setiap


hari, catat tanggal dan waktu.

7. Botol WSD harus selalu lebih rendah


dari tubuh.

8. Beri penjelasan pada klien tentang


perawatan WSD.

9. Bantu dan ajarkan klien unuk


melakukan napas dalam yang efektif.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Yang Di Harapkan Dari Hasil Tindakan
Keperawatan Adalah Pola Pernafasan Klien Kembali Efektif, Tidak
Terjadi Resiko Trauma Pernafasan, Dan Klien Dapat Beraktifitas
Kembali.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kasimpulan

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga


pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan
terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam
pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi.
Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak
napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu
sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks
dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali
didasarkan pada hasil foto röntgen berupa gambaran translusen
tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang
terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru
(colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat
proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa
observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.
Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan

18
pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan
dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu
diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih


meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada
pneumotorakuntuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan
secara berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya


dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya
pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka
penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu
perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami


dan menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien
dengan pneumonia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.2008.Asuhankeperawatan Pada Klien Dangan


Gangguan System Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.


IV.Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.2006

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan Dan


Dokumentasian Keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan;


Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai