Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN PENYAKIT HIDROPNEUMOTHORAX DI RUANG KEMUNING 3

RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Di susun Oleh :

Nama : Diah Nor Yunita A

Nim : 1720151008

Prodi : D3 Keperawatan 3A

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARN 2015/2017


Laporan Pendahuluan

Hidropneumothorax

A. Pengertian
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dancairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.Cairan ini bisa
juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini dinamakan dengan
piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatukeadaan, di mana
hanya terdapat udara di dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps
jaringan paru. (Alsagaff & Hood, 2010).
Hidropneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed
pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup,
maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang
tersebut dibanding traktusrespiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi,
tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke
kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru
ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara
dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai
open pneumothorax(British thoracic society,2003)
Menurut Hudak & Gallo, (2006) hidropneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas
beberapa hal, yaitu :

a. Berdasarkan kejadian
1. Pneumotoraks spontan primer Pneumotoraks yang ditemukan pada
penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.
Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu bleb sub pleura yang biasanya
terdapat di daerah apeks paru. Factor resiko utama adalah merokok. Pada
beberapa kasus faktor herediter juga memegang peranan, umumnya
penderita berpostur tinggi dan kurus.
2. Pneumotoraks spontan sekunder Pneumotoraks yang ditemukan pada
penderita yang sebelumnya telah menderita penyakit, mungkin merupakan
komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma
kistafibrosis dan karsinoma bronkus. Terjadi sebagai komplikasi penyakit
paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa penyakit yang sering
menjadi penyebab pneumothoraks antara lain PPOK tipe emfisema dan
tuberkulosis paru.
3. Pneumotoraks traumatika Pneumotoraks yang timbul disebabkan
robeknya pleura viseralis maupunpleura parietalis sebagai akibat dari
trauma.
4. Pneumotoraks artifisialis Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan
memasukkan udara ke dalamrongga pleura, dengan demikian jaringan
paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat. Pada zaman dulu
pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru.
b. Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru
1) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks
mengalami kolaps.
2) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya
sebagian. Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan
dalam persen
c. Berdasarkan jenis fistel
1. Pneumotoraks ventil. Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventilasi
sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke
luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin
lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum kearah kontra
lateral.
2. Pneumotoraks terbuka. Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura
mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar;
tekanan di dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
3. Pneumotoraks tertutup. Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga
pleura, terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan.Pembagian
pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat
berubah.Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi
pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi pneumotoraks
ventil.
B. Etiologi
Hidropneumothoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang
diameternya lebih dari 1-2 cmyang berada dibawah permukaan pleura viseralis, dan
sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan interior. Terbentuknya bleb ini
oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui
jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis.
Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada
dua faktor sebagai penyebabnya yaitu :
a. Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan
membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
b. Tekananan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. mekanisme ini
tidak dapat menerangkan kenapa hidropneumothoraks spontan sering terjadi pada
waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat dibawah
pleura viseralis, maka udara akan masuk kedalam rongga pleura dan terbentuklah
fisula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat
berfungi sebagai ventil.
c. Robeknya pleura viceralis sehingga saat inspirasi udara yang bersal dari alveolus
akan memasukikavum pleura. Hodropneumoyhorax jenis ini disebut sebagai
closed hidropneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension hidropneumothorax.
d. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2-3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan ,menyebabkan kolabs pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga
dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut. Kondisisi ini disebut sebagai open hidropneumotorax(Darmanto,
Djojodibroto, 2009)
C. Manifestasi Klinis
1. Pasien mengeluh mendadak nyeri dada pluritik akut yang terlokalisasi pada
paru yang sakit.
2. Nyeri pada plurutik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja
pernapasan dan dispnea.
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat.
4. Suara napas jauh atau tidak ada.
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan.
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumothorax.
7. Tension pneumpthorax
- Hipoksemia (tanda awal)
- Ketakutan
- Takipnea berat
- Peningkatan tekanan jalan napas puncak.
- Sianosis
(Morton, 2012)
D. Patofisiologi
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura
visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralisyang lemah ini pecah, maka
ada akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
pleura.mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, diserati
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisab. Pengembangan paru menyebabkan tekan
intraveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorax sponta,
paru-paru kolpasm udara inspirasi bocor masuk ke kavum pleura akibat menekan
mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspresi mediastinal kembali lagi ke posisi
semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal fluter.
Pneumotorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya
masih bisa menerima udara sevara maksimal dan berkerja dengan sempuran. Terjadi
hiperekspai cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock dikenal dengan simple
pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya
hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada saat
ekspirasi, udara juga tidak dipompakan secara baik secara maksimal karena elastic
recoil dari kerja alveoli tidak berkerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini
semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan
mediastinal ke sisi yang sehat dan pada saat ekpirasi udara terjebak pada paru dan
cavum pleura kerean aluka yang bersifat katub tertutup terjadilah penekan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat
timbunya gejala pre-shock atau shock oleh karena penekan vena cava. Kejadian ini
dikenal dengan tension pneumothorax.(Huda, C.M ,2010)
E. Pathway

F. Penatalaksanan
Tindakan keperawatan untuk hidropneumotorax tergantung dari luasnya permukaan
hidropneumotorax. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Tatalaksana dari
kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura dan menutup kebocoran yang
terjadi. Pada keadaan dimana udara yang terjebabk melaui volume yang cukup besar
dan pasien mengalami kesulitasn bernafas dibutuhkan penusukan tulang trakeostomi
dan memberikan tekanan negatif dengan menggunakan suction. Selang trakeostomi
ditusukkan pada garis mid aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami ekspansi secara
lamabang karena ekspasi secara cepat akibat evakuasi udara yang terjebak, dapat
menimbulkan komplikasi baru yaitu edema paru. Pada keadaan pneumotorax yang
cukup luas, akan lebih baik untuk tidak memberikan penekanan negatif secara
terburu-buru namun sebaliknya membiarkan udara yang terjebabk untuk keluar secara
perlahan-lahan dan kemudian membaik secar spontan sebelum suction digunakan.
Suction dapat bertahan sampai tidak didapatkannya udara pada rongga thorax, jika
pemantauan selama 24 jam tidak ditemukan adanya udara lagi, maka selang dapat
dilepas. Bila udara masih dapat, maka hal tersebut merupakan tanda adanya kerusakan
permukaan lapisa pleura, parenkim paru atau fistula bronkopleura yang membutuhkan
tidakan oparasi(Nuarif, 2015).
G. Pengkajian
1. Airway
a. Assessment :
Perhatikan patensi airway dengan, Kaji dan pertahankan jalannafas, lakukan head tilt,
chin lift jika perlu, gunaka alat bantu jalan nafas jika perlu,
pertimbangkan untuk merujuk ke ahlianastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak
mampumempertahankan jalan nafas, dengar suara napas, perhatikanadanya retraksi otot
pernapasan dan gerakan dinding dada.
b. Management :
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalannapas, observasi dan Pemberian
O2 apabila fistula yangmenghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup,maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akandiresorbsi,
laju resorbsi tersebut akan meningkat apabiladiberikan tambahan O2, Observasi
dilakukan dalam beberapahari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama
selama 2hari, tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotorakstertutup dan
terbuka re-posisi kepala, pasang collar-necklakukan cricothyroidotomy atau
traheostomi atau intubasi (oral/ nasal).
2. Breathing
a. AssesmentPeriksa frekwensi napas, perhatikan gerakan respirasi, palpasitoraks,
auskultasi dan dengarkan bunyi napas, Kaji saturasioksigen dengan menggunakan
pulse oximeter, pertahankansaturasi > 92%, berikan oksigen dengan aliran tinggin
melaluinon re-breath mask, pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask
ventilation, periksakan gas darah arteri untukmengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji
respiratoryrate,periksasistem pernafasan, cari tanda deviasi trachea, deviasi trache
amerupakan tanda tension pneumothorak
b. Management:Lakukan bantuan ventilasi bila perlu, lakukan tindakan
bedahemergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks,
hemotoraks, flail chest.
3. Circulation
a. AssesmentPeriksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksatekanan
darah, pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leherdan warna kulit (adanya
sianosis), kaji heart rate dan rhytem,catat tekanan darah, lakukan pemeriksaan
EKG, lakukan pemasangan IV akses, lakukan pemerikasaan darah
vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
b. ManagementResusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines, torakotomiemergency
bila diperlukan, operasi eksplorasi vaskularemergency.
4. DisabilityLakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan
GCS, adanya nyeri.Tingkat Kesadaran secara kualitatif :
a. Composmentis : Reaksi segera dengan orientasi sempurna,sadar akan sekeliling,
orientasi baik terhadap orang tempat danwaktu.
b. Apatis : Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuhtidak acuh terhadap
lingkungannya.
c. Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agaklambat.
d. Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukupkuat, bila rangsangan
hilang, klien tidur lagi.
e. Soporous Coma : Keadaan tidak sadar menyerupai koma,respon terhadap nyeri
masih ada, biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna.
f. Koma : Keadaan tidak sadar, tidak berespon denganrangsangan.Tingkt kesadaran
menurut kuantitas dengan GCS.
(Afif Muttaqin, 2008)

H. Diagnosa Keperawatan
Diagnose nanda 2012-2014 (Herdman. T. Heather 2012)
a) Ketidak efektifan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungandengan penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah.
b) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnyaekspansi paru
skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuanekspansi
paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring / imobilitas,nyeri
kronis, kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dankebutuhan oksigen.
I. Intervensi keperawatan
a) Diagnosa1 : Ketidak efektifan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
Tujuan
Setelalah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama…x24jam diharapakan perfusi
jaringan kardiopulmonal kembali efektifdengan kriteria hasil :
1. Tekanan darah dalam batas normal (Systole 90-120 mmHg,Diastole 60-100 mmHg
2. Nadi dalam batas normal (60-100 x/ mnt)
3. Nadi perifer kuat dan simetris
4. Tidak ada edema perifer dan asites
5. Tidak ada bunyi jantung yang tidak normal yaitu bunyi jantungS3 dan S4
6. Tidak ada angina
7. Tidak ada bunyi napas tambahan, distensi vena leher, edema pulmoner atrau bising
pada pembuluh darah besar
Intervensi
1. Pantau nyeri dada (mis: intensitas, durasi dan faktor predisposisi
2. Observasi adanya perubahan segmen ST pada EKG
3. Pantau frekuensi nadi dan irama jantung
4. Auskultasi bunyi jantung dan paru
5. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi (mis: prothombin time(PT), partial
thromboplasti time (PTT) dan hitung trombosit)
b) Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnyaekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam
rongga pleura.
Tujuan
Setelalah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama…x24jam diharapakan
pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1. Ekspansi paru optimal dan simetris kanan kiri
2. Tidak ada sesak napas.
3. RR dalam batas nomal (16-20x/mnt)
4. Irama teratur
5. Bunyi nafas terdengar jelas
6. Pergerakan dada simetris
7. Pada foto torax ada pengembangan paru.
Intervensi
1. Kaji frekuensi napas klien, irama, kedalaman dan usaha bernapas.
2. Observasi asdanya pola napas abnormal.
3. Monitor hasil rontgen
4. Catat pergerakan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
5. Berikan posisi semi fowler
6. Ajarkan cara napas dalam yang efektif
7. Kolaborasi dengan pemberian oksigen
c) Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuanekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan
Setelalah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama…x24jam diharapakan
pertukaran gas adekuat dengan kriteria hasil :
1. Tidak sianosis
2. Kesadaran komposmentis
3. Hasil AGD dalam batas normal
4. RR normal
5. Tidak ada nyeri dada
Intervensi
1. Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan pernapasam
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Monitor status hemodiamik
4. Observasi warna kulit
5. Auskultasi bunyi napas abnormal
6. Berikan posisi semi fowler
7. Alih baring sesuai indikasi
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring / imobilitas,nyeri
kronis, kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dankebutuhan
oksigen.
Tujuan
Setelalah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama…x24jam diharapakan
toleransi aktivitas efektif dengan kriteria hasil :
1. Klien mampu melakukan perawatan diri dengan mandiri
2. Klien mampu menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
3. Tingkat daya adekuat untuk beraktivitas
4. TTV dalam batas normal
5. Tidak ada sesak napas
Intervensi
1. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
2. Evaluasi movitasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
3. Pantau respon oksigen pasien.
4. Pantau asupan nutrisi pasien untuk memastikan keadekuatan sumber
energi
5. Pantau dan dokumentasikan pola istirahat pasien.

Anda mungkin juga menyukai