Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN OPEN PNEUMOTHORAK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Pneumotoraks yang terjadi akibat terdapatnya hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan menjadi negative dan
pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding dada dimana
udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak dari
pada defek dinding dada. Jika dinding dada cukup lebar udara dapat masuk dan keluar
dari ruang pleura pada setiap pernafasan sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
2. Epidemiologi

Traumatik pneumothorax muncul lebih sering dari pada pneumothorax spontan,


dan meningkat oleh karena meningkatnya jumlah fasilitas perawatan intensif yang
semakin menambah jumlah penggunaan modalitas ventilator tekanan positif dan
penempatan kateter vena sentral yang meningkatkan potensial terjadinya pneumothorax
iatrogenic. 
Insidensi pneumothorax iatrogenic adalah antara 5-7:10.000 pasien rawat inap,
dengan pasien bedah thorax dieksklusikan karena merupakan outcome yang sering
terjadi. 
Pneumothorax muncul pada 1-2% dari semua neonatus, dengan insidensi lebih tinggi
pada bayi dengan neonatal respiratory distres syndrome. Terdapat penelitian yang
melaporkan insidensi setinggi 19%.
Peningkatan angka kejadian kasus pneumotoraks berdasarkan penelitian setiap
tahunnya, belum dapat dijelaskan dengan pasti. Habitus seseorang mempengaruhi
kecenderungan dirinya untuk menderita pneumotoraks spontan. Seseorang dengan
habitus tinggi dan kurus cenderung lebih mudah menderita pneumotorak spontan, lebih
tepatnya pneumotoraks spontan primer. Selain itu, peningkatan angka kejadian ini
mungkin berhubungan dengan polusi udara perubahan tekanan atmosfir, rokok,
peningkatan luas tubuh yang cepat, terutama pada keadaan ketidakseimbangan antara

1
penambahan berat dengan tinggi tubuh, dan belakangan ini dikatakan juga dipengaruhi
oleh genetik. (Andrew K Chang, MD, Tahun 1999. Arief Nirwan, Elisna Syahruddin).

3. Etiologi
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada. Berdasarkan
kecepatannya, trauma tembus dada dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan
kecepatannya, yaitu:
a.    Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang menusuk atau
mengenai dada) menghancurkan area kecil di sekitar luka. Kebanyakan luka tusuk
disebabkan oleh tusukan pisau. Namun, selain itu pada kasus kecelakaan yang
mengakibatkan perlukaan dada, dapat juga terjadi ujung iga yang patah (fraktur iga)
mengarah ke dalam sehingga merobek pleura parietalis dan viseralis sehingga dapat
mengakibatkan open pneumotoraks.
b.    Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai kecepatan rendah, sedang, atau
tinggi. Faktor yang menentukan kecepatan dan mengakibatkan keluasan kerusakan
termasuk jarak darimana senjata ditembakkan, kaliber senjata, dan konstruksi serta
ukuran peluru. Peluru yang mengenai dada dapat menembus dada sehingga
memungkinkan udara mengalir bebas keluar dan masuk rongga toraks.
4. Patofisiologi
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan
negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding
dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang
udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun,
maka udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan
tekanan atau hubungan tersebut tertutup.
Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar
dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara akan masuk ke rongga pleura sampai
perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :

2
a.    Kegagalan ventilasi
b.    Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
c.    Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan
dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult
respiratory distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).
5. Pathway
Terlampir
6. Klasifikasi
a. Pneumothorak spontan
Pneumhothorak yang terjadi tiba-tibaadanya suatu penyebab.
b. Pneumothorak spontan primer
Pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya
c. Pneumothorak spontan sekunder.
Pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru yang mendasari (tuberculosis paru,
PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru).
d. Pneumothorak traumatic
Pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan
yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
e. Pneumothorak traumatic bukan latrogenik
Pneumothorak yang terjadi karena jejas kecelakaan.
f. Pneumothorak traumatic latrogenik
Pneumothorak yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
g. Pnemothorak tertutup
Pneumothorak dengan tekanan udara dirongga pleura yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontra lateral tetapi tekanannya
masih lebih rendah dari tekanan atmosfer.
h. Pneumothorak terbuka
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga [ada saat inspirasi udara
dapat keluar melalui luka tersebut.

3
i. Tension pneumothorak
Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk kedalam
rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.
7. Gejala klinis
Gejala-gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).
Gejalanya bisa berupa:
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan:
a. Hidung tampak kemerahan
b. Cemas, stres, tegang
c. Tekanan darah rendah (hipotensi).
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pasien disini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa:
a) Pada Inspeksi: akan terlihat terjadinya pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada)pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal,
trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal
melebar.
b) Pada Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat, fremitus suara melemah atau menghilang
pada sisi yang sakit. Jika ada Tension pneumothorax maka akan teraba adanya detensi
dari vena jugularis di sekitar leher.

4
c) Perkusi: Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar,
batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi,
pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/sianosis dan gangguan
vaskuler/syok.
d) Auskultasi : Pada bagian yang sakit suara napas melemah sampai menghilang, suara
vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative
Selain pemeriksaan diatas kita juga melakukan pemeriksaan persistem yaitu sebagai
berikut:
a) Sistem Pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri
 Batuk-batuk
 Terdapat retraksi klavikula/dada
 Pengambangan paru tidak simetris
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b) Sistem Kardiovaskuler
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
 Takikardi, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi
c) Sistem Persarafan
 Tidak ada kelainan
d) Sistem Perkemihan
 Tidak ada kelainan
e) Sistem Pencernaan
 Tidak ada kelainan

5
f) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
      Kemampuan sendi terbatas
      Ada luka bekas tusukan benda tajam
      Terdapat kelemahan
      Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan
g) Sistem Endokrin
      Terjadi peningkatan metabolisme
      Kelemahan

9. Pemeriksaan diagnostik
a. Ro. Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau gangguan mekanik
pernafasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2
mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
c. Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
d. Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
10. Terapy
 Pemberian antibiotic per-oral/ melalui infus.
 Pemberian oksigen tambahan
 Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik
 Antibiotic sesuai dengan program
 Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotic
 Cairan , kalori dan elektrolit glukosa 10% : NaCL 0,9% = 3: 1 ditambah larutan KCL
10 mEq/500 ml cairan infus.
 Obat-obatan

6
- Antibiotika berdasarkan etiologi
- Kortikosteroid bila banyak leder

11. Komplikasi
a. Pneumothoraks tension
Mengakibatkan kegagalan respirasu akut.
b. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo pneumothoraks
Henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
c. Emfisema subkutan dan pneumomediastinum
Sebagai akibat komplikasi pneumothorak spontan
d. Fistel bronkopleural
e. Empisema
f. Pneumothoraks simultan bilateral

7
B.  KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Data Fokus
a.    Aktivitas dan Istirahat
-       Dispnea dengn aktivitas maupun istirahat
b.    Sirkulasi
-       S3 / S4 / irama jantung, Gallop (gagal jantung sekunder tanpa efusi)
-       Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal dengan ketegangan
pneumotoraks.
-       Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan denyutan jantung menunjukkan udara
dalam mediastrum)
-       Tekanan darah : hipotensi
-       DJV
c.    Integritas ego
-       Ketakutan
-       Cemas
-       Gelisah
d.   Nyeri atau kenyamanan
-       Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk
-       Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk/ regangan
-       Mengerutkan wajah
e.    Pernafasan
-       Kesulitan bernafas
-       Peningkatan frekuensi/ takipnea dan kedalaman pernafasan
-       Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, leher; retraksi
interkostal, ekspirasi abdomen kuat

8
-       Bunyi nafas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat)
-       Fremitus menurun (sisi yang terlibat)
-       Palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma/ kemps; penurunan pada
jaringan dengan palpasi)
-       Inspeksi : kulit pucat, sianosis, berkeringat
f.     Pemeriksaan Diagnostik

Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat


1. A: Airway (jalur nafas):
Pada airway yang perlu diperhatikan adalah mempertahankan jalan nafas,
memperhatikan apakah ada obstruksi pada jalan nafas( benda asing,secret,darah). Pada
kasus open pneumotoraks terdapat masalah pada jalan napasnya  yang disebabkan oleh
penumpukan darah dan udara.
Diagnose :
            Bersihan jalan napas tidak efektif  b/d penumpukan darah dan udara.
Intervensi :
a. Kaji kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan memanggil namanya.
R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien, apakah masih dalam tahap unrespon, pain,
voice, dan alert.
b. Lakukan panggilan untuk pertolongan darurat
R/ bantuan segera dapat membantu mempercepat pertolongan.
c. Beri posisi terlentang pada permukaan rata yang tidak keras, kedua lengan pasien
disamping tubuhnya.
R/ mengantisipasi trauma servikal, posisi yang tepat dan lingkungan yang nyaman dapat
penolong dan korban dalam melakukan tindakan.
d. Berikan posisi nyaman pada klien seperti semifowler/fowler
R/meningkatkan inspirasi maksimal,meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi
yang tak sakit.
e. Buka jalan nafas dengan mengunakan tekhnik gabungan head tilt-chin lift atau
dengan tekhnik jaw thrust apabila klien dicurigai mengalami trauma cervical.

9
R/membuka jalan nafas dengan mengangkat epiglottis.
f. Beri O2 atau pasang ventilator
R/alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan penghilangan distress respirasi dan
sianosis sehubungan dengan hipoksemia.
R/mengurangi tekanan intrapleura.
g. Berikan obat jenis analgetik R/mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri
h. Lakukan pemasangan WSD
R/untuk mengeluarkan darah yang menumpuk pada rongga pleura.
Evaluasi :
1.      Kebutuhan oksigen pasien adekuat
2.      Jalan nafas pasien kembali efektif

2. B:Breathing (pernapasan)
Pada auskultasi suara napas menghilang yang mengindikasikan bahwa paru tidak
mengembang dalam rongga pleura.perkusi dinding dada hipersonor,semakin lama
tekanan udara didalam rongga pleura didalam rongga pleura akan meningkat dan
melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan
paru sehingga dapat terjadi sesak nafas tiba-tiba,nafas pendek bahkan sering
menimbulkan gagal nafas.
Diagonose:
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kemampuan oksigenase
karena akumulasi udara.
Intervensi:
a. Kaji pernapasan klien dengan mendekatkan telinga di atas hidung atu mulut sambil
mempertahankan pembukaan jalan nafas.
R/mengetahui ada tidaknya pernapasan.
b. Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya dada pasien.
R/mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru.
c. Auskultasi yang keluar waktu ekspirasi,merasakan adanya aliran udara.
R/mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak.
d. Berikan posisi nyaman pada klien seperti semifowler/fowler.

10
R/Meningkatkan ekspansi paru.
e. Observasi kembali naik turunnya dada,mendengar dan merasakan udara yang keluar
pada ekshalasi.
R/mengetahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
f. Berikan O2 atau pasang ventilator
R/memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
Evaluasi
1. Pola napas pasien menjadi 16-24 x/ menit.
2. Tampak pergerakan dada pasien simetris pada saat bernapas

3. C:Circulation (sirkulasi)
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan tergesernya organ mediastinum
secara massif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Pergeseran
mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera ini dapat menyebabkan penyumbatan
aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan
menurunkan cardiac output.
Diagnosa :
Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan aliran balik vena,penurunan
curah jantung.
Intervensi :
a. Tentukan ada tidaknya denyut nadi.
R/perabaan dilakukan untuk mengetahui apakah jantung masih berkontrasi atau tidak.
b. Hubungi system darurat dengan memberikan informasi tentang hal-hal yang terjadi
dan peralatan yang diutuhkan.
R/informasi yang diperoleh akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya
sehingga pertolongannya akan lebih mudah.
c. Kolaborasi dalam pemasangan dan pemberian cairan infuse
R/memenuhi kebutuhan cairan dan elektorlit. Pantau pemberian cairan yang
dilakukan, jangan sampai terjadi oedem.
Evaluasi
1. Tekanan darah kembali pada nilai 120/80.

11
2. Tampak tidak adanya sianosis
4. D:Disability (kesadaran)
Pada pasien open pneumotoraks memang mungkin akan mengalami penurunan
kesadaran tapi GCS nya sekitar 12-14
5. E:Exposure
Adanya luka tembus menyebabkan luka terbuka dan bunyi aliran udara terdengar
pada area luka tembus,yang selanjutnya disebut “sucking” chest wound (luka dada
menghisap).
Diagnosa:
Resiko terjadinya infeksi b/d adanya luka tusuk
Intervensi:
a. Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat
kedap udara dengan petroleum jelly.
R/ memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan dan bagian yang terbuka
sebagai katup dimana udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Pemberian antobiotik
R/mengurangi terjadi proses infeksi
c. Pertahankan kebersihan daerah sekitar luka.
R/mencegah terjadinya iritasi
Evaluasi
1. Tidak terjadinya infeksi pada daerah sekitar luka
2. Paru-paru dapat berkembang dengan baik

12
ANALISA DATA

DATA PENYEBAB/ ETIOLOGI MASALAH/ PROBLEM


Ds: Pasien mengatakan, sakit Proses peradangan pada Bersihan jalan nafas tidak
pada bagian dada , terdapat rongga pleura efektif
luka tusuk dan , sesak
Do: Pasien tampak adanya Hipersekresi mucus
pernafasan cuping hidung,
retraksi otot bantu nafas, Secret tertahan di aluran
perkusi sonor, suara nafas nafas
ronchi tampak adanya sputum
Ronchi (+)

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
Ds : Pasien mengeluh sesak p. terbuka Pola nafas tidak efektif
napas,  bernapas terasa berat,
susah untuk melakukan trauma dada penetrasi
pernapasan dan nyeri saat
bernafas membuka ruang intra preural

Do :- Pasien tampak sesak udara terisap kedalam ruang


nafas ,keringat dingin , intra pleural
nyeri dada saat bernafas
dan gelisah peningkatan tekanan
- Penggunaan otot intrapleural
bantu nafas tambahan

13
paru jadi kolaps

penurunan ekspansi paru

Pola nafas tidak efektif

Ds : - Penurunan ekspansi paru Resiko infeksi


Do : -adanya nyeri pada luka
- Adanya rasa panas di Insersi WSD
sekitar area luka
- Didaerah sekitar luka Resiko infeksi
tampak bengkak
- Luka tampak
kemerahan
- Daerah yang terkena
luka tampak
mengalami perubahan
fungsi dari
sebelumnya

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif, sputum
berlebih, dispnea, pola nafas berubah, gelisah
2. Pola nafas tidak efektif b.d deformitas dinding dada d.d ortopnea, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan cuping hidung
3. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif

Intervensi Keperawatan

N0 Diagnose Noc Nic


keperawatan

14
1. Bersihan jalan Setelah diberikan asuhan 1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal
nafas tidak keperawatan selama 1 x 30 suctioning
efektif menit diharapkan pasien 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
menunjukkan keefektifan sesudah suctioning
bersihan jalan napas dengan 3. Informasikan pada klien dan
kriteria hasil: keluarga tentang suctioning
1. Mendemonstrasikan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
batuk efektif dan suara suctioning dilakukan
napas yang bersih, tidak 5. Berikan O2 dengan menggunakan
ada sianosis dan dyspnea nasal untuk memfasilitasi suksion
(mampu mengeluarkan nasotrakeal
sputum, mampu 6. Gunakan alat yang steril setiap
bernapas dengan mudah, melakukaan tindakan
tidak ada pursed lips) 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
2. Menunjukkan jalan nafas dalam setelah kateter
napas yang paten ( klien dikeluarkan dari nasotrakeal
tidak merasa tercekik, 8. Monitor status oksigen pasien
irama nafas, frekuensi 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
pernafas dalam rentang melakukan suksion
normal, tidak ada suara 10. Hentikan suksion dan berikan
nafas abnormal) oksigen apabila pasien menunjukkan
3. Mampu bradikardi, peningkatan saturasi O2,
mengidentifikasi dan dll
mencegah factor yang 11. Buka jalan nanfas, gunakan teknik
dapat menghambat jalan chin lift / jaw thrust bila perlu
nafas 12. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
13. Indentifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas bantuan
14. Pasang mayo bila perlu
15. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

15
16. Keluarkan secret dengan batuk atau
suction
17. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
18. Lakukan suction pada mayo
19. Berikan bronkodilator bila perlu
20. Berikan pelembab udara kassa basah
NaCl lembab
21. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
22. Monitor respirasi dan status O2
2 Pola nafas Setelah diberikan asuhan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
tidak efektif keperawatan selama 1 x 30 chin lift atau jaw thrust bila perlu
menit diharapkan pasien 2. Posisikan pasien untuk
menunjukkan keefektifan memaksimalkan ventilasi
pola napas dengan kriteria 3. Identifikasi pasien perlunya
hasil: pemasangan alat jalan nafas bantuan
1. Mendemonstrasikan 4. Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
napas yang bersih, tidak 6. Keluarkan secret dengan batuk atau
ada sianosis dan dyspnea suction
(mampu mengeluarkan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
sputum, mampu suara tambahan
bernapas dengan mudah, 8. Lakukan suction pada mayo
tidak ada pursed lips) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Menunjukkan jalan 10. Berikan pelembab udara kassa basah
napas yang paten ( klien NaCl lembab
tidak merasa tercekik, 11. Atur intake untuk cairan
irama nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan
pernafas dalam rentang 12. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada suara 13. Bersihkan mulut, hidung dan secret

16
nafas abnormal) trakea
3. Tanda – tanda vital 14. Pertahankan jalan nafas yang paten
dalam rentang normal 15. Atur peralatan oksigenasi
( tekanan darah, nadi, 16. Monitor aliran oksigen
pernafasan) 17. Pertahankan posisi pasien
18. Observasi adanya tanda – tanda
hipovenntilasi
19. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
20. Monitor TD, nadi, suhu, RR
21. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
22. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
23. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan banndingkan
24. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama dan setelah aktivitas
25. Monitor kualitas dari nadi
26. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
27. Monitor suara paru
28. Monitor pola pernafasan abnormal
29. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
30. Monitor sianosis perifer
31. Monitor adanya cushing triad
( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
32. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
3 Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai

17
keperawatan selama 1 x 30 pasien lain
menit diharapkan pasien 2. Pertahankan teknik isolasi
bebas dari adanya tanda – 3. Batasi pengunjunng bila perlu
tanda infeksi dengan kriteria 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
hasil: mencuci tangan saat berkunjung dan
1. Klien bebas dari tanda setelaah berkunjung meninggalkan
dan gejala infeksi pasien
2. Mendeskiripsikan proses 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
penularan penyakit factor cuci tangan
yang mempengaruhi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
penularan serta sesudah tindakan keperawatan
penatalaksanaannya 7. Gunakan baju, sarung tangan
3. Menunjukkan sebaagai alat pelindung
kemampuan untuk 8. Pertahankan lingkungan aseptic
mencegah timbulnya selama pemasangan alat
infeksi 9. Ganti letak IV perifer dan line central
4. Jumlah leukosit dalam dan dressing sesuai dengan petunjuk
batas normal umum
5. Menunjukkan perilaku 10. Gunakan kateter intermiten untuk
hidup sehat menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotic bila perlu
13. Monitor tanda dan gejala infeksi
sitemik dan local
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Sering pengunjung terhadap penyakit
menular
18. Pertahankan teknik asepsis pada
pasien yang beresiko

18
19. Pertahankan teknik isolasi k/p
20. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
21. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
22. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
23. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan cairan
25. Dorong istirahat
26. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
27. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
28. Ajarkan cara menghindari infeksi
29. Laporkan kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur positif

Implementasi:

Dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah dibuat, untuk mengetahui
bagaimana status atau perkembangan kesehatan klien

Evaluasi:

Evaluasi dan penangan pasien dengan open pneumothorax memerlukan konsep terpisah namun
saling berhubungan mengenai diagnosis, derajat keparahan penyakit, komplikasi penyakit dari
open pneumothorax, dan evaluasi ini dibuat berdasrkan dari status perkembangan pasien yang
bisa dilihat dari tindakan keperawatan yang sudah diberikan kepada pasien .

19
 
DAFTAR PUSTAKA

Kristanty, Paula, dkk.2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:TIM


http///G.Keperawatan Gadar Trauma Dada.akses tanggal 28 maret 2010.
Nirwan
Pradjoko, Pneumotoraks, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Fk Unair Surabaya, 2004 Arief ,
Wibowo Suryatenggara: Pneumotoraks. Dlam Symposium Penatalaksanna Gawat  Paru Masa
Kini. Achmad Husain AS, Dkk. Yogykarta,1984.
Eddy Yapri, Thomas Kardjito, Mohammad Amin. Pneumotorax: Symposium Ilmu Kedokteran
Darurat. Surabaya 1998.
Hood Alsegaf, Isnu

20

Anda mungkin juga menyukai