Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIDROPNEUMOTORAX
DI RUANG ICU RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

DI SUSUN OLEH :
Nidya Elma Viany
(220300902)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIDROPNEUMOTORAX
DI RUANG ICU RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Diajukan oleh

Nidya Elma Viany


(220300902)

Telah Memenuhi Syarat dan Disetujui oleh :

Pembimbing Klinik :
Wiwik Ikayanti, S.Kep., Ns ............................
Tanggal :

Pembimbing Akademik :
Sofyan Indrayana, S.Kep., Ns., M.Kep ............................
Tanggal :
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIDROPNEUMOTORAX
DI RUANG ICU RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

A. KONSEP PENYAKIT / GANGGUAN / TRAUMA


1. Pengertian
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dancairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.Cairan ini bisa juga
disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini dinamakan dengan piopneumotoraks.
Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatukeadaan, di mana hanya terdapat udara
di dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru. (Alsagaff &
Hood, 2010).
Hidropneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkanoleh :
1) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup,
maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada
saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga
mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
pneumothorax.
2) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktusrespiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.
Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax (British Thoracic Society, 2003).
Menurut Hudak & Gallo, (2006) hidropneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas
beberapa hal, yaitu:
a. Berdasarkan kejadian
1) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya
tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. Umumnya disebabkan oleh pecahnya
suatu bleb sub pleura yang biasanya terdapat di daerah apeks paru. Factor resiko
utama adalah merokok. Pada beberapa kasus faktor herediter juga
memegang peranan, umumnya penderita berpostur tinggi dan kurus
2) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah
menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses
paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus. Terjadi
sebagai komplikasi penyakit paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa
penyakit yang sering menjadi penyebab pneumothoraks antara lain PPOK tipe
emfisema dan tuberkulosis paru
3) Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupunpleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.
4) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalamrongga
pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat
beristirahat. Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk
terapi tuberkulosis paru.

b. Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru


1) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks
mengalami kolaps.
2) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian.
Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen
dengan rumus sebagai berikut
Rumus mengukur volumenya : (A x B) – (a x b) X 100%
(A x B)
c. Berdasarkan jenis fistel
1) Pneumotoraks ventil. Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventilasi sehingga
udara dapat masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali.
Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
dapat mendorong mediastinum kearah kontra lateral.
2) Pneumotoraks terbuka. Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura
mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan
di dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
3) Pneumotoraks tertutup. Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga
pleura, terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan.Pembagian
pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapatberubah.
Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks
terbuka, dan dapat pula berubah menjadi pneumotoraks ventil.

2. Etiologi
Hidropneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil
yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura
viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior.
Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang
dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di
bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan
pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.
a. Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan
membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
b. Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini tidak
dapat menerangkan kenapa hidropneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu
penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura
viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula
bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi
sebagai ventil
c. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Hidropneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed hidropneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension hidropneumothorax.
d. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.
Kondisi ini disebut sebagai open hidropneumothorax (Darmanto, Djojodibroto,
2009)
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada Pneumotoraks tergantung pada besarnya
kerusakan yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru.
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba - tiba bersifat unilateral diikuti
sesak napas. Gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat.
Tapi pada sebagian kasus gejala – gejala masih dapat ditemukan pada aktivitas biasa
atau waktu istirahat. Selain itu terdapat gejala klinis yang lain yaitu suara melemah,
nyeri menusuk pada dada waktu inspirasi, kelemahan fisik. Pada tahap yang lebih berat
gejala semakin lama akan semakin memberat, penderita gelisah sekali, trakea dan
mediastinum dapat mendorong kesisi kontralateral. Gerakan pernafasan tertinggi pada
sisi yang sakit fungsi respirasi menurun, sianosis disertai syok oleh karena aliran darah
yang terganggu akibat penekanan oleh udara, dan curah jantung menurun
a. Biasanya akan ditemukan adanya nyeri dada yang terjadi secara tiba-tiba, nyerinya
tajam dan dapat menimbulkan rasa kencang di dada.
b. Nafas yang pendek
c. Nafas yang cepat
d. Batuk
e. Lemas
f. Pada kulit bisa ada keluhan sianosis
Manifestasi Klinis (Barbara Engram, 1997)
1. Pneumotoraks tertutup :
- Nyeri tajam pada sisi yang sakit sewaktu bernafas
- Disnea dan takipnea
- Penggunaan otot asesori pernafasan
- Takikardi
- Diaforesis
- Gelisah dan agitasi
- Bunyi hipertimpani diatas daerah yang sakit
- Luka memar pada dada
- Tidakadanya bunyi nafas seirama dengan gerakan dinding dada
2. Pneumotoraks tension :
- Distensi vena leher
- Kemungkinan emfisesma subkutan
- Manifestasi lain seperti pada pneumotoraks tertutup
3. Pneumotoraks terbuka
- Observasi luka dada terbuka terhadap bunyi seperti hisapan
- Manifestasi lain seperti pada pneumotoraks tertutup
4. Hemotoraks
- Pekak dengan perkusi di atas sisi yang sakit
- Manifestasi lain seperti pada pneumotoraks tertutup

4. Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit
cairan serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan
negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari
2 tahap : Fase inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura :- 9 s/d
- 12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: - 3 s/d - 6 cmH2O.
Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum
pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan
mengganggu pada proses respirasi. Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan
penyebabnya.
a. Pneumotorak spontan oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,
keganasan), neonatal.
b. Pneumotorak yang di dapat oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma.
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:
a. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock.
b. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar menjadi :
a. Open pneumotorak.
b. Closed pneumotorak Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai
dasar patofisiologi yang hampir sama.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis
yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam
cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan
intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,
paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan
intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal
flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiper ekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock
dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan
tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak.
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic
recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin
berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi
yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka
yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru
yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak. (Hudak, C.M. 2010)
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) ataukomplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan
intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang
menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser
kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak
komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiper ekspansi cavum pleura mendesak
mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura
dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan
vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya
dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan venacava. Kejadian
inidikenal dengan tension pneumotorak (Hudak, C.M. 2010)
5. Pathway

Idiopatik : Penyakit Dasar : Trauma


Predesposisi PPOK, TB. Millier,
Fibrosis, ARDs, Asma
Familial Bronkiale,Bronkitis Terbuka Tertutup
Kronis, Emfisema

Sucking Ventil :
Wound Emergency
Alveoli, Bleb/Bulla/Blister berisi Udara
Pada Paru Ruptur

Inspirasi : Udara masuk ke Ekspirasi : Udara Tidak


dalam Cavum Pleura Bisa Keluar

Udara terakumulasi
pada Kavum Pleura
sampai Terjadi

Pneumothoraks/hematothoraks

Perdarahan Nyeri dada perdarahan Tekanan intra


jar.interstisiil/perdarahan abdomen
intra alveolar Nafas pendek Suplai darah Suplai darah
otak ↓ ginjal ↓ Mual/mntah
Tek.pembuluh
darah paru ↑
Pola nafas tdk Pe ↓ Filtrasi ↓ Ggn nutrisi
kesadaran
efektif
Aliran darah ↓
oliguri
Risiko cedera
Hb ↓
Ggn
eliminasi uri
Ggn. Pertukaran gas
Cardiac
Output turun
Kurang Pengetahuan Ketidakefektifan
Pertukaran Gas
Takikardi
Cemas

Penurunan
Risiko Injury Perfusi Jaringan

Diagnosa Keperawatan
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
hidropneumotoraks antara lain:
1) Bagian hidropneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radioopaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
hidropneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
b) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara
yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
c) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rontegen
hidropneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panahmerupakan bagian paru yang kolaps
b. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
c. CT-scan thorax. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan
sekunder. Komplikasi dapat berupa hemopneumotorak, pneumomediastinum dan
emfisemakutis, fistel bronkopleural dan empiema (Sjahriar Rasad, 2009).

7. Penatalaksanaan Medik
Tindakan pengobatan hidropneumotoraks tergantung dari luasnya permukaan
hidropneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada
hidropneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak
menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan
diserap. British Thoracic Society dan American College of Chest Physicians telah
memberikan rekomendasi penanganan hidropneumotoraks adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen.
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks.
Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga
pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari
sisi pneumotoraks perhari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan
tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan foto
dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus
dirawat dirumah sakit. Jika pasien dirawat dirumah sakit dianjurkan untuk
memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil unilateral
dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dandalam 2-3 hari pasien harus
control lagi
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis..
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang
luasnya>15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara drongga pleura
(dekompresi).Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara :
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura,
sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu
dengan :
a) Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastik dipangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan
timbul gelembung-gelembung udara didalam botol.
b) Jarum abbakoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin di
cabut, dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya.
c) Water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan kerongga pleura
dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan
ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar sela
iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada
ruang antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi
kulit, daerah tersebut harus dibersihkan cairan disinfektan dan dilakukan
injeksi anastesi local dengan lidokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup
dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura, pipa
khusus (kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian
trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus itu yang masih tinggal di ruang
pleura.
Pemasukan pipa khusus tersebutdiarahkan ke bawah jika lubang insisi
kulitnya ada diruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut
kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjangdan terakhir dengan
pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa
kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung
udara mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh dantekanan
rongga pleura sudah negative, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba
dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam.
Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada,
apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga
pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan rongga pleura menjadi positif
lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Bilaparu sudah mengembang
maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saatpasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal
3) Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb/bulla4.
4) Torakotomi

B. KONSEP CKD
2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada
suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. (Suwitra, 2014) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
spektrum proses-proses patofiologik yang berbeda-beda serta berkaitan dengan
kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif laju filtrasi glomerolus (LFG).
(Jameson dan Loscalz, 2013) Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal
tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017) Dari definisi diatas dapat
penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, pada suatu
derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
2.2 Etiologi
Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness).
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada
beberapa penyebab lainnya, yaitu:
1) Glomerulonefritis
2) Pyelonefritis kronis, tuberkulosis
3) Polikistik ginjal
4) Renal nephrosclerosis
5) Neprolithisis
6) Sysctemic lupus erythematosus
7) Aminoglikosida
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu,
atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/mnt/1,73m²) = (140 − umur)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
72x kreatinin plasma (mg/dl)
∗) pada perempuan dikalikan 0,85
2.4 Patofisiologi
1) Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat.
2) Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens (subtansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3) Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsetrasi atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi
4) Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di
dalam tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.
6) Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi)
Terjadi perubahan kompleks kalsium fosfat dan keseimbangan
parathormon.

2.5 Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak. Sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal
akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini
adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis:
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami
kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan
asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah penurunan urine output dengan
sedimentasi yang tinggi .
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis,
effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratori sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan
sesak nafas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi
pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder
biasanya mengikuti seperti anoreksi, nause, dan vomitting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae,
dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas,
pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan
metabolik encephalopathy.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan seksresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hepatopoiteic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya
pendarahan ( purpura, ekimosis, dan petechiae).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). (Prabowo dan Pranata, 2014)
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu:
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada daerah
jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal (Muttaqin, 2011)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
dan rasio urine/serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
b. Hb: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
c. SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH
kurang dari 7, 2.
d. Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
3. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
7) Pengkajian Emergency dan Kritis
a. Primary Survey (Afif Muttaqin, 2008)
1) Airway
a) Assessment :
Perhatikan patensi airway dengan, Kaji dan pertahankan jalan nafas,
lakukan head tilt, chin lift jika perlu, gunakan alat bantu jalan nafas jika
perlu, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan
intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan nafas, dengar suara napas,
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b) Management :
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas, observasi dan
Pemberian O2 apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga
pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura
tersebut akan diresorbsi, laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2, Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan
foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari, tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka re-posisi kepala, pasang
collar-neck lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral
/ nasal)
2) Breathing
a) Assesment
Periksa frekwensi napas, perhatikan gerakan respirasi, palpasi toraks,
auskultasi dan dengarkan bunyi napas, Kaji saturasi oksigen dengan
menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi > 92%, berikan oksigen
dengan aliran tinggin melalui non re-breath mask, pertimbangkan untuk
menggunakan bag-valve-mask ventilation, periksakan gas darah arteri untuk
mengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji respiratory rate, periksa sistem pernafasan,
cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension
pneumothorak
b) Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu, lakukan tindakan bedah emergency
untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail
chest.
3) Circulation
c) Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa tekanan darah,
pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leher dan warna kulit (adanya
sianosis), kaji heart rate dan rhytem, catat tekanan darah, lakukan
pemeriksaan EKG, lakukan pemasangan IV akses, lakukan pemerikasaan
darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
d) Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines, torakotomi emergency bila
diperlukan, operasi eksplorasi vaskular emergency
4) Disability
Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan GCS,
adanya nyeri.
Tingkat Kesadaran secara kualitatif :
a) Composmentis : Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan
sekeliling, orientasi baik terhadap orang tempat dan waktu.
b) Apatis : Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh
terhadap lingkungannya.
c) Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.
d) Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila
rangsangan hilang, klien tidur lagi.
e) Soporous Coma : Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap
nyeri masih ada, biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik
sempurna.
f) Koma : Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan.
Tingkt kesadaran menurut kuantitas dengan GCS:
a) Mata (eye)
- Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
- Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
- Membuka mata dengan perintah 3
- Membuka mata spontan 4
b) Motorik (M)
- Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
- Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2
- Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3
- Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
- Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
- Bergerak sesuai perintah 6
c) Verbal (V)
- Tidak ada suara 1
- Merintih/mengerang 2
- Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3
- bicara atau jawaban kacau 4
- Dapat berbicara, orientasi baik 5
Penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan
membutuhkan pertolongan di ICU
5) Exposure
Pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan
pemeriksaan fisik lainnya
b. Secondary Survey
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama semakin berat,
nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat dan tertekan, terasa lebih
nyeri pada gerakan pernafasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma
yang mengenai rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan
paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi
tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit TB paru, PPOM,
kanker dan tumor metastase ke pleura.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah menderita
penyakit yang sama.
4) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya,
serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
5) Pemeriksaan Fisik (Doengoes, M.E. 2000)
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas? Nyeri, batuk-batuk.? Terdapat retraksi klavikula/dada?
Pengambangan paru tidak simetris? Fremitus menurun dibandingkan
dengan sisi yang lain? Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor /
hipersonor / timpani, hematotraks (redup)? Pada asukultasi suara nafas
menurun, bising napas yang berkurang / menghilang? Pekak dengan batas
seperti garis miring / tidak jelas? Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat?
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk? Takhikardia, lemah,
Pucat, Hb turun / normal, Hipotensi atau hipertensi.
c. Sistem Persyarafan :
Kaji 12 saraf cranial klien
a) Nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya
penciuman dan anosmia bilateral.
b) Nervus II (Optikus): memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala
penglihatan.
c) Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI
(Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang
pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata
tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d) Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah
dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron
motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya
lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya
rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
e) Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa
menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh.
f) Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI
(Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal
apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan)
karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah
kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya
kesulitan menelan. .
d. Sistem Perkemihan.
Kaji ada dan tidak adanya nya oliguri merupakan tanda pre shock dan kaji
ada tidaknya kelainan pada system perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
Akibat sesak napas klien mungkin akan mengalami mual muntah dan
penurunan nafsu makan dan berat badan.
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas? Ada luka bekas tusukan benda tajam atau
tidak? Terdapat kelemahan atau tidak ada? Kulit pucat, sianosis,
berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme? Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
i. Spiritual
Kaji adanya ansietas, gelisah, bingung, pingsan

c. Tertiyeri Survey
1. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
hidropneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan
lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah
ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai
ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto
Rontegen pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panah merupakan bagian paru yang kolaps.

2. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal
napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-Scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
8) Diagnosa Keperawatan Emergency dan Kritis
Diagnose nanda 2012-2014 (Herdman. T. Heather 2012)
a. Ketidak efektifan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah
b. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang
berlebihan pada jalan nafas dan penurunan reflek batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi
paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring / imobilitas, nyeri kronis,
kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
9) Tujuan dan Rencana Tindakan Asuhan keperawatan Emergency dan Kritis
(Wilkinson. M. Judhit, 2006).
1) Diagnosa 1 : Ketidak efektifan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan
dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
a. Tujuan
Setelalah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …x24 jam
diharapakan perfusi jaringan kardiopulmonal kembali efektif dengan kriteria
hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal (Systole 90-120 mmHg, Diastole 60-100
mmHg)
2) Nadi dalam batas normal (60-100 x/ mnt)
3) Nadi perifer kuat dan simetris
4) Tidak ada edema perifer dan asites
5) Tidak ada bunyi jantung yang tidak normal yaitu bunyi jantung S3 dan S4
6) Tidak ada angina
7) Tidak ada bunyi napas tambahan, distensi vena leher, edema pulmoner atrau
bising pada pembuluh darah besar
8) Tidak ada keletihan dan hipotensi ortostatik
b. Intervensi
1) Pantau nyeri dada (mis: intensitas, durasi dan faktor predisposisi
2) Observasi adanya perubahan segmen ST pada EKG
3) Pantau frekuensi nadi dan irama jantung
4) Auskultasi bunyi jantung dan paru
5) Pantau hasil pemeriksaan koagulasi (mis: prothombin time (PT), partial
thromboplasti time (PTT) dan hitung trombosit)
6) Pantau nilai elektrolit yang dihubungkan dengan disritmia (kalium dan
magnesium serum)
7) Lakukan penilaian sirkulasi perifer yang komperhensif (mis: cek nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu ekstremitas )
8) Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran
9) Evaluasi edema dan nadi perifer
10) Pantau adanya peningkatan kegelisahan, ansietas dan terengah-engah
11) Catat perubahan SaO2, SvO2, dan perubahan nilai GDA jika diperlukan
12) Tingkatkan istirahat (mis: natasi pengujung dan kendalikan stimulus
lingkungan)
13) Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari maneuver valsalva (mis:
jangan mengedan saat defekasi)
14) Jelaskan tentang pembatasan asupan kafein, natrium, kolestrol,dan lemak
15) Jelaskan alasan makan sedikit tapi sering
16) Kolaborasi pemberian pengobatan berddasarkan permintaan atau protocol
yang berlaku (mis: obat-obatan analgesic, antikoagulan, nitrogliserin,
vasodilator, deuretik dan kontraktilitas / inotropik positif)
2) Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapakan pola
napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1) Ekspansi paru optimal dan simetris kanan kiri
2) Tidak ada sesak napas
3) RR dalam batas normal (16-20x/mnt)
4) Irama teratur
5) Bunyi nafas terdengar jelas
6) Pergerakan dada simetris
7) Pada foto torak adanya pengembangan paru.
b. Intervensi :
1) Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman dan usaha berb=napas klie
2) Observasi adanya pola napas abnormal seperti bradipnea,takipnea dan
hiperventilasi
3) Monitor hasil rongent
4) Catat pergerakan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
5) Auskultasi suara napas dan catat adanya suara napas tambahn
6) Berikan pasien posisi semi fowler/fowler
7) Ajarkan cara napas dalam yang efektif
8) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang indikasi pemberian oksigen dan
tujuannya
9) Kolaborasi : Pemberian terapi oksigen sesuai indikasi dan obat
bronkodilator
10) Monitor aliran oksigen, keefektifan terapi oksigen, dan monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigen.
3) Diagnosa 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret yang berlebihan pada jalan nafas dan penurunan reflek batuk sekunder akibat
nyeri dan keletihan.
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapakan
bersihan jalan napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1) Tidak sesak napas
2) Suara napas bronkovesikuler
3) RR dalam batas normal (16-20x/mnt)
4) Dahak dapat keluar
5) Batuk efektif

b. Intervensi
Manajemen jalan napas
1) Kaji kepatenan jalan napas dengan melihat pengembangan dada, merasakan
hembusan napas dan dengarkan adanya suara napas tambahan (gurgling,
snoring, stridor)
2) Monitor status hemodinamik dan status oksigenasi
3) Kaji perlunya dilakukan suction
4) Lakukan pengisapan/suction dengan prinsip 3A (aseptic, asionotik,
atraumatik)
5) Auskultasi bunyi napas sebelum dan sesudah dilakuknnya suction
6) Bersihakan secret dengan menganjurkan batuk efektif atau pengisapan
7) Alih baring sesuai indikasi
8) Ajarkan cara mengeluarkan sputum dengan batuk efektif
9) Edukasi pentingnya dilakukan suction
10) Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dari tindakan dan pengobatan serta
alat bantu yang digunakan (missal ventilator, oksigen, pengisapan)
Kolaborasi
1) Berikan nabulasi ultrasonic sesuai indikasi
2) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal bunyi
napas, sputum, efek dari pengobatan)
3) Lakukan pemeriksaan laboratorium sputum
4) Diagnosa 4 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapakan
pertukaran gas adekuat dengan kriteria hasil :

1) Tidak sianosis
2) Kesadaran komposmentis
3) Hasil AGD dalam batas normal
4) RR normal (16-20x/mnt)
5) Tidak ada nyeti dada, pusing maupun malaise
b. Intervensi
Manajemen asam basa
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan
2) Pertahankan kepatenan jalan napas dan terapi IV
3) Monitor status hemodinamik (Tanda vital dan saturasi O2 secara continue)
dan tingkat kesadaran
4) Monitor gambaran seri AGD dan elektroklit
5) Observasi warna kulit, membran mukosa, kuku dan adanya dispnea
6) Auskultasi bunyi napas abnormal, suara napas tambahan dan adanya
sianosis perifer
7) Catat adanya cianosis perifer
8) Berikan posisi yang nyaman untuk memaksimalkan potensial ventilasi
9) Berikan posisi semiforler atau posisi yang mengurangi dispnea
10) Bersihakan secret dengan menganjurkan batuk efektif atau pengisapan
11) Alih baring sesuai indikasi
12) Ajarkan cara mengeluarkan sputum dengan batuk efektif
13) Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dari tindakan dan pengobatan serta
alat bantu yang digunakan (missal ventikator, oksigen, pengisapan)
Kolaborasi
1) Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
2) Berikan bronkodilator sesuai dengan keperluan
3) Berikan nabulasi ultrasonic sesuai indikasi
4) Pasang ventilasi mekanik bila diperlukan
5) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas
darah srteri dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan
adanya perubahan kondisi pasien
6) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal bunyi
napas, pola napas, analisa gas darah arteri, sputum, efek dari pengobatan)
5) Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring / imobilitas,
nyeri kronis, kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapakan
toleransi aktivitas epektif dengan kriteria hasil :
1) Klien mampu melakukan perawatan diri dengan mandiri
2) Kliem mampu menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
3) Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
4) TTV dalam batas normal (TD: 90-120 mmHg 60-100 mmHg, Nadi: 60-100
x/ mnt, RR: 12-20 x/ mnt)
5) Tidak ada sesak nafas
b. Intervensi
1) Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas
2) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
3) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (mis: takikardia, disritmia
lain, dispnea, diaforisis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi
respirasi)
4) Pantau respon oksigen pasien (mis: nadi, irama jantung dan rekuensi
respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri
5) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber
energy
6) Pantau dan / dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya waktu tidur
7) Tentukan penyebab keletihan (mis: karena penyebab pengobatan, nyeri dan
perawatan)
8) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandarduduk,
berdiri dan ambulasi yang dapat di toleransi
9) Hindari menjadual aktivitas perawatan selama periode istirahat
10) Hindari lingkuangan yang mempunyai konsentrasi oksigen rendah (misal:
pada daerah dataran tinggi, dan pada cuaca yang panas)
11) Minimalkan stres dan ansietas
12) Cegah hipotermi dan hipertermia serta infeksi
13) Berikan istirahata yang adekuat
14) Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk
memfasilitasi relaksasi
15) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang tekhenik perawatan diri yang
akan menimbulkan konsumsi oksigen (memantau diri dan tekhenik berjalan
untuk melakukan AKS)
16) Ajarkan pengaturan aktivitas dan tekhenik menejmen waktu untuk
mencegah kelelahan
17) Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam penggunaan peralatan
seperti oksigen selama aktivitas, penggunaan tekhenik relaksasi (missal:
tekhenik distraksi, visualisasi selama aktivitas)
18) Kolaborasi dalam pemberian anti nyeri sebelum latihan aktivitas
19) Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi fisik dan / rekriasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas sesuai dengan kebutuhan
20) Rujuk pada hali gizi untuk merencanakan makanan untuk meningkatkan
asupan makanan yang tinggi energi
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Barat Daya No. 1, Tamantirto, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tlp. (0274) 434 2288, 434 2277. Fax. (0274)4342269. Web: www.almaata.ac.id

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN


GADAR
Nama Mahasiswa Nidya Elma Viany Tanggal Pengkajian 16 Januari 2023
Tempat Praktek RSUD Panembahan Ruangan ICU
Senopati

I. BIODATA
Identitas Pasien
1. Nama : Ny. SA
2. Umur : 39 tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMP
5. Pekerjaan : Swasta
6. Alamat : Piyungan, Bantul
7. Tanggal Masuk RS : 03 Januari 2023
8. Diagnosa Medis : Post Hidropneumothorax, CKD
9. No. CM : 70.07.xxx
Identitas Penanggung Jawab
1. Nama : Tn. J
2. Umur : 44 tahun
3. Pendidikan : SMP
4. Pekerjaan : Swasta
5. Alamat : Piyungan, Bantul
6. Hubungan dengan Klien: Suami Pasien
II. HASIL TRIASE
Tidak ada

III. KELUHAN UTAMA


Pada bulan agustus 2021 lalu pasien mengatakan mengeluh sesak, lalu dibawa ke RS Nur
Hidayah selama 2 hari, kemudian dirujuk ke RS Bethesda dan di rawat di ruang ICU serta
menjalani cek darah lengkap dan rongten. Pasien didiagnosa gagal ginjal kronis kemudian
di anjurkan untuk cuci darah 2x seminggu. Lalu pasien pindah ke RSUD Panembahan
Senopati untuk menjalani cuci darah.
IV. PRIMARY SURVEY
1. Airway : Jalan nafas paten dengan oksigenasi 3 lpm
2. Breathing : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, ronki (-), Wheezing (-)
3. Circulation : Nadi teraba kuat, Akral hangat
TD : 150/80 mmHg
N : 90x/menit
RR : 20x/Menit
S : 36,3̊ C
SPO2 : 99% dengan binasal 3 lpm
4. Disability : Kesadaran composmentis, dapat berespon dengan tepat terhadap
stimulus yang diberikan melalui suara, taktil dan visual
GCS : E 4, V 5, M 6
ADL dibatasi
5. Exposure : Terpasang infus Ns 20 tpm
Bed side monitor
Terpasang DC
V. SECONDARY SURVEY
A. Riwayat Keluhan Saat ini
Pasien mengatakan nyeri pada bagian avesan
B. Riwayat Keluarga
Keluarga mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus
C. Pemeliharaan dan Persepsi Kesehatan
Keluarga pasien megatakan jika ada keluarga yang sakit, akan dibawa ke layanan
kesehatan terdekat. Keluarga menganggap sakit yang dialami adalah ujian dari Allah.
D. Nutrisi
Sebelum Masuk Rumah Sakit :
Pasien makan 3x sehari, nasi, lauk dan sayur
Nafsu makan pasien baik, pasien tidak memiliki alergi makanan
Setelah Masuk Rumah Sakit :
Diit makanan di rumah sakit diberikan 2x sehari dengan bubur dan lauk
E. Aktivitas dan latihan
Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAB/BAK √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
Keterangan : 0 → mandiri
1 → dengan alat
2 → dengan bantuan
3 → dengan bantuan dan alat
F. Pola Eliminasi, Tidur, dan Personal Hygene
NO AKTIVITAS SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
1 Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3 x/hari porsi kecil 3x/hari porsi kecil
Nafsu makan Baik, 1 porsi habis kurang, 1 porsi habis

Jenis Nasi,lauk pauk, sayuran


bubur sumsum, lauk dan
b. Minum buur kacang hijau
Jenis Air putih
Jumlah 6 -7 gelas/hari Air putih, dan teh
5 - 6 gelas /hari
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 x/hari 1 x/hari
Konsistensi Lembek Lembek
Warna Kuning Kuning
b. BAK
Frekuensi 3-4 x/hari Terpasang DC (Dower
Catheter)
Warna Kuning jernih Kuning jernih dan kadang
tidak ada urine
3 Istirahat tidur
a. Siang Tidak/jarang tidur siang Dapat tidur
b. Malam 21.00-05.00 20.00-05.00
c. Kualitas Nyenyak Kurang Nyenyak
4 Personal hygine
a. Mandi 2 x/ hari diseka tanpa sabun
b. Keramas 2x / minggu Belum
c. Gosok gigi 2 x / hari Setiap bangun tidur pagi
d. Gunting kuku Kalau panjang Belum
5 Aktivitas Sehari-hari klien bekerja Klien mengatakan lemah,
menjadi seorang buruh semua aktifitas klien
tani. dibantu oleh keluarga dan
perawat
G. Koping Keluarga
Dalam menghadapi masalah biasanya klien selalu berdoa dan bercerita kepada
suaminya dan berusaha untuk menghadapinya secara bersama-sama
H. Pola kognitif dan persepsi
Keluarga mengatakan pasien saat dirumah selalu berdoa
Keluarga selalu mendukung dan membantu pasien
I. Pola hubungan dan komunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal ataupun nonverbal, Pada
waktu diajak berkomunikasi Klien menceritakan semua yang dirasakannya kepada
perawat dengan terbuka
J. Konsep Diri
Klien optimis dengan kesembuhannya walaupun belum tahu apa yang akan terjadi
nanti. Klien juga bertanya pada perawat mungkinkah penyakitnya akan sembuh.
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak malu dengan penyakit yang dideritanya saat
karena itu merupakan suatu ujian dari Tuhan kepada hamba-Nya
K. Seksual
Saat ini klien memiliki 2 orang anak, dan tidak ingin memiliki anak lagi karena faktor
usia
L. Nilai dan Kepercayaan
Pasien mengatakan berdoa dan berikhtiar demi kesembuhannya

VI. Pemeriksaan Fisik


1. Full Set of Vital Sign
Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah: 150/ 80 mmHg
b. Nadi
- Frekuensi : 90x/ menit
- Irama : teratur
- Kekuatan/isi : Kuat
c. Respirasi
- Frekuensi : 18x/menit
- Irama : teratur
d. Suhu : 36,6
Kesadaran : composmentis
e. SpO2 : 99%
2. Five Intervention:
Pemasangan EKG/Bed Side Monitor : terpasang EKG
Pemasangan NGT : tidak terpasang EKG
Pemasangan Folley Chateter : terpasang folly chateter
Pengambilan darah untuk cek lab : ada pengambilan darah
Pemasangan pulse oximetry : terpasang pulse oximetry
3. Head to Toe
a. Keadaan Umum : sedang
b. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala simetris, ukuran kepala 50cm, tidak ada paralisis pasialis
Palpasi : tidak ada lesi dan pembengkakan
c. Mata
Inspeksi : ukuran pipil kecil, reaksi cahaya ada, akomodasi tidak ada, sklera
putih, konjungtiva anemis

d. Hidung

Inspeksi : tidak ada penafasan cuping hidung, tidak ada sekret di hidung

Palpasi : tidak ada polip atau benjolan di hidung


e. Mulut

Inspeksi : tidak ada bibir sumbing terlihat normal, tidak ada stomatitis
f. Telinga

Inspeksi : bentuk telingan simetris, telinga tampak bersih


g. Leher

Inspeksi : tidak tampak adanya edema, nodul ataupun JVP

Palpasi : tidak ada pembesaran tiroid dan deviasi trakhea

h. Dada
1) Paru-paru
Inpeksi : Tidak terdapat retraksi dinding dada, terpasang WSD
Palpasi : gerakan dada kanan dan kiri sama
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara nafas kadang sedikit melemah

2) Jantung
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk jantung, pulsasi ictus cordis tampak
normal
Palpasi : ictus cordis teraba pada garis midclavicula sinistra intercosta V
Perkusi : Bunyi pekak, batas jantung kanan dan kiri normal
Auskultasi : terdengar bunyi lup dup
i. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada kelainan bentuk
Auskultasi : bising usus 9x/ menit
Perkusi : bunyi timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
j. Genetalia : terpasang DC, tampak bersih, tidak ada tanda infeksi
k. Rektum : tampak bersih tidak ada nyeri, tidak ada luka
l. Ekstremitas :

5 1
5 5

Keterangan nilai kekuatan otot :

0 : Ketidakmampuan sama sekali dalam melakukan kontraksi

1 : Mengindikasi kekuatan minimal

2 : Kemampuan untuk menggerakkan dapat mengatasi kontraksi

3 : Kekuatan hanya cukup untuk mengatasi kekuatan gravitasi

4 : Kekuatan sedang

5 : Indikasi terhadap kekuatan kontraksi maksimal

1) Atas
Kekuatan otot ka/ki : ekstremitras kiri tidak bisa digerakkan,
ekstremitas atas kanan terpasang IV
ROM ka/ki : hanya jari – jari kiri yang dapat digerakan
minimal karena terdapat luka bekas tindakan invasif (AV Shunt)
Capilary Refill Time ka/ki : < 3 detik
Perubahan bentuk tulang : tidak ada
2) Bawah
Kekuatan otot ka/ki : normal, ekstremitas bawah memiliki kekuatan
otot maksimal
ROM ka/ki : dapat digerakkan secara maksimal
Capilarry Refill Time ka/ki : CRT < 3 detik
Perubahan bentuk tulang : tidak ada perubahan tulang
VII. Data Laboratorium
Hari/Tanggal : 17 Januari 2023
Jenis Pemeriksaan : Darah Lengkap
No Jenis Pemeriksaan Nilai Lab Nilai Normal Interpretasi
1. Hematologi
Hemoglobin 7,4 12.0 – 16.0 Rendah
Leukosit 11.32 4.00 – 11.00 Tinggi
Eritrosit 2.42 4.00 – 5.00 Rendah
Trombosit 140 150 – 450 Rendah
Hematokrit 22.0 36.0 - 46.0 Rendah

2. Hitung Jenis
Eosinofil 0 2–4 Rendah
Basofil 1 0–4 Rendah
Batang 0 2–5 Rendah
Segmen 93 51 – 67 Rendah
Limfosit 5 20 – 35 Rendah
Monosit 1 4-8 Rendah
3. Kimia Klinik
Glukosa darah sewaktu 106 80 – 200 Normal
Elektrolit 132.4 137.0 – 145.0 Rendah
Natrium 5.33 3.50 – 5.10 Tinggi

VIII. Hasil Pemeriksaan diagnostik lain :


Hasil Thorax
Dibanding foto tanggal 12 – 01 – 2023 jam 07.52 pneumothorax sinistra berkurang
Ujung WSD di proyeksi SIC 5 – 6 sinistra aspek posterior.
IX. Pengobatan :
Terapi yg diberikan:
No. Nama Obat Dosis Kegunaan
Per IV
1. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam Cefriaxone merupakan obat
antibiotik golongan sefalosporin. Obat ini
bekerja dengan cara membunuh dan
menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab infeksi di dalam tubuh
2. Pantoprazole 40 mg/ 24 jam obat untuk meredakan gejala akibat
peningkatan asam lambung, seperti rasa
panas di dada, asam lambung naik, atau
sulit menelan
3. Furosemid 20 mg/ 12 jam Furosemide adalah obat untuk mengatasi
penumpukan cairan di dalam tubuh atau
edema. Obat yang termasuk ke dalam
kelompok diuretik ini juga bisa
digunakan untuk mengatasi tekanan darah
tinggi atau hipertensi.
4. Paracetamol 500 mg/ 6 jam menghambat pembentukan prostaglandin,
yaitu senyawa yang memicu nyeri dan
bengkak ketika terjadi kerusakan atau
cedera pada jaringan tubuh
5. Ondansentron 4 mg/ 8 jam obat yang digunakan untuk mencegah
serta mengobati mual dan muntah
yang bisa disebabkan oleh efek
samping kemoterapi, radioterapi, atau
operasi
6. Kalnex 250 mg/ 8 jam obat yang digunakan untuk menghentikan
proses pendarahan pada sejumlah kondisi
seperti mimisan, cedera, pendarahan
akibat menstruasi berlebihan, dan
pendarahan pada penderita angio-edema
turunan
Siringe pum
7. Fentanyl 500/ 50 3 cc/ jam Fentanyl adalah obat pereda rasa nyeri
yang dapat digunakan untuk meredakan
rasa sakit. Obat ini merupakan obat bius
yang digunakan untuk pasien yang akan
melalukan operasi. Fentanyl bekerja
dengan mengubah respon otak dan sistem
syaraf pusat terhadap rasa sakit
Oral
8. Amlodipin 1 x 10 mg merupakan obat antihipertensi Calcium
Channel Blockers (CCB)
9. Candisartan 1 x 8 mg Candesartan adalah obat untuk
menurunkan tekanan darah pada
hipertensi. Obat ini juga digunakan dalam
pengobatan gagal jantung
10. Betaloc 25 mg/ 24 jam obat yang digunakan untuk mengobati
tekanan darah tinggi
A. ANALISA DATA

Nama Klien : Ny. S Ruang : ICU


No. RM : 70.07. xxx Mahasiswa : Nidya
No HARI/TGL/JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI TTD

1 Senin 16-01-2023 DS: pasien mengeluh nyeri pada sayatan jalan AV Nyeri akut Trauma langsung Nidya
09.00 WIB shunt
- P: Jika lengan kiri digerakkan
- Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum Tindakan Pembedahan ( AV
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan shunt
AV shunt
- S: Skala nyeri 5 Pelepasan histamin
- T: Nyeri terasa secara terus menerus
DO:
- Pasien terlihat meringis kesakitan Merangsang nosiseptori
- Kesadaran : compos mentis (reseptor nyeri)
- TD : 150/80 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- Nadi : 90 x/menit Nyeri Akut
- Suhu : 36,6 °C
- SPO2 : 99%
- Deformitas (-), luka (-)

2 Senin 16-01-2023 DS : Resiko Infeksi Adanya luka pemasangan Nidya


09.00 WIB
- WSD
DO :
- Pasien tampak cemas saat bergerak
- Klien terpasang WSD selama 7 hari. Port de entry of
- Leukosit 11.32 10^3/UL (17-01-23) mikroorganisme
- Terdapat jahitan pada area pemasangan
drain.
- Kesadaran : compos mentis Media yang baik untuk
- TD : 150/80 mmHg
berkembangnya
- RR : 20 x/mnt
- Nadi : 90 x/menit mikroorganisme
- Suhu : 36,6 °C
- SPO2 : 99%

Resiko Infeksi
B. PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik d.d px mengeluh nyeri, dan gelisah (D.0077)
2. Resiko Infeksi d.d adanya luka insersi pemasangan WSD . (D.0142)
C. RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. S Ruang : ICU
No. RM : 70.07.xxxx Mahasiswa : Nidya
No. HARI/TGL DX KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERNEVENSI (SIKI) TTD
Dx (SLKI)
1 Senin,16-01 - Nyeri akut b/d Agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri I. 08238 Nidya
2023 selama 3 x 24 jam tingkat nyeri menurun
09.00 pencedera fisik d.d px dengan Observasi
mengeluh nyeri, dan gelisah Kriteria Hasil: Tingkat nyeri L.08066 - Identifikasi lokasi,
- Kemampuan menuntaskan aktivitas karakteristik, durasi,
(D.0077) meningkat frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi respons nyeri
- Gelisah menurun non verbal
- Frekuensi nadi membaik - Identifikasi faktor yang
- Pola napas membaik memperberat dan
- Tekanan darah membaik memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang
-
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Senin 16-01- Resiko Infeksi d.d adanya luka Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka (I.14564) Nidya
2023 selama 3 x 24 maka tingkat infeksi menurun,
09.00 insersi pemasangan WSD dengan kriteria hasil: Observasi
(D.0142) Tingkat infeksi (I.14137), • Monitor Karaktristik luka
- Demam menurun
- Kemerahan menurun • Monitor tanda dan gejala
- Bengkak menurun infeksi lokal dan sistemik
- Nyeri menurun
- Kadar sel darah putih menurun Terapeutik
• Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
• Bersihkan dengan Cairan NaCl
atau pembersih nontoxic, sesuai
kebutuhan
• Berikan salep yang sesuai ke
kulit/ lesi jika perlu
• Pasang balutan sesuai dengan
jenis luka
• Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
• Anjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
antibiotik , jika perlu
D. IMPLEMENTASI

Nama Klien : Ny. S Ruang : ICU


No. RM : 70.07.xxx Mahasiswa : Nidya
No. HARI/TGL JAM IMPLEMENTASI RESPON KLIEN TTD
Dx
1 Senin 16-01- 09.00 - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: pasien mengeluh nyeri pada sayatan jalan AV Nidya
2023 shunt
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- P: Jika lengan kiri digerakkan
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal - Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat
09.10 AV shunt
dan memperingan nyeri - S: Skala nyeri 5
- Mengidentifikasi pengetahuan dan - T: Nyeri terasa secara terus menerus
O:
keyakinan tentang nyeri - Kesadaran composmentis
- Mengidentifikasi pengaruh budaya - Pasien terpasang infuse Ns 20 tpm di
09.20
tangan kanan
terhadap respon nyeri
- TD : 150/80 mmHg
- Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada - RR : 20 x/mnt
- Nadi : 90 x/menit
10.00 kualitas hidup - Suhu : 36,6 °C
- Memonitor keberhasilan terapi - SPO2 : 99%

komplementer yang sudah diberikan


- Memonitor efek samping penggunaan
analgetik
- Memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
10.30
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Menjelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri
- Menganjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Menganjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Berkolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Selasa,17-01- 09.00 - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: pasien masih mengeluh nyeri pada sayatan Nidya
2023 jalan AV shunt
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- P: Jika lengan kiri digerakkan
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal - Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat
AV shunt
dan memperingan nyeri - S: Skala nyeri 4
- Mengidentifikasi pengaruh budaya - T: Nyeri terasa secara terus menerus
O:
09.20 terhadap respon nyeri - Kesadaran composmentis
10.10 - Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada - Pasien terpasang infuse Ns 20 tpm di
tangan kanan
11.00 kualitas hidup - TD : 153/94 mmHg
- Memonitor keberhasilan terapi - RR : 17 x/mnt
- Nadi : 88 x/menit
komplementer yang sudah diberikan - Suhu : 36,3 °C
- Memonitor efek samping penggunaan - SPO2 : 99%

analgetik
- Memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
3. Rabu,18-01- 15.00 - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: pasien mengeluh nyeri pada sayatan jalan AV Nidya
2023 shunt sedikit berkurang
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- P: Jika lengan kiri digerakkan
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal - Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat
AV shunt
dan memperingan nyeri - S: Skala nyeri 3
15.30 - Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada - T: Nyeri terasa secara terus menerus
O:
kualitas hidup - Kesadaran composmentis
- Memonitor keberhasilan terapi - Pasien terpasang infuse Ns 20 tpm di
tangan kanan
komplementer yang sudah diberikan
- TD : 149/86 mmHg
- Memonitor efek samping penggunaan - RR : 16 x/mnt
16.10 - Nadi : 89 x/menit
analgetik - Suhu : 36,4 °C
16.20 - Memberikan teknik nonfarmakologis - SPO2 : 99%

untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,


hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
Implementasi 2 :
Diagnosa Resiko Infeksi
NO. HARI/ TGL JAM IMPLEMENTASI RESPON KLIEN TTD
1. Senin 16-01- 09.00 - Memonitor Karaktristik luka DS : Nidya
2023 -
- Memonitor tanda dan gejala infeksi
DO :
lokal dan sistemik - Pasien tampak cemas saat bergerak
- Klien terpasang WSD selama 7 hari.
- Melepaskan balutan dan plester secara
09.10
- Leukosit 11.32 10^3/UL (17-01-23)
perlahan
- Terdapat jahitan pada area pemasangan
- Membersihkan dengan Cairan NaCl
drain.
09.20 atau memberbersih nontoxic, sesuai - Kesadaran : compos mentis
- TD : 150/80 mmHg
kebutuhan
- RR : 20 x/mnt
- Memberikan salep yang sesuai ke - Nadi : 90 x/menit
- Suhu : 36,6 °C
kulit/ lesi jika perlu
- SPO2 : 99%
- memasang balutan sesuai dengan jenis
luka
10.00 - Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein
- Menganjurkan prosedur perawatan
10.30
luka secara mandiri
- Berkolaborasi pemberian antibiotik ,
jika perlu
-
2. Selasa,17-01- 09.00 - Memonitor Karaktristik luka DS : Nidya
2023 -
- Memonitor tanda dan gejala infeksi
DO :
lokal dan sistemik - Pasien tampak cemas saat bergerak
- Klien terpasang WSD selama 7 hari.
- Melepaskan balutan dan plester secara
09.10
- Terdapat jahitan pada area pemasangan
perlahan
drain.
- Membersihkan dengan Cairan NaCl - Kesadaran : compos mentis
- TD : 153/94 mmHg
09.20 atau memberbersih nontoxic, sesuai - RR : 17 x/mnt
kebutuhan - Nadi : 88 x/menit
- Suhu : 36,3 °C
- Memberikan salep yang sesuai ke - SPO2 : 99%
kulit/ lesi jika perlu
- memasang balutan sesuai dengan jenis
luka
10.00 - Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein
- Menganjurkan prosedur perawatan
10.30
luka secara mandiri
- Berkolaborasi pemberian antibiotik ,
jika perlu

3. Rabu, 18-01- 15.00 - Memonitor Karaktristik luka DS : Nidya


2023 -
- Memonitor tanda dan gejala infeksi
DO :
lokal dan sistemik - Pasien tampak cemas saat bergerak
- Klien terpasang WSD selama 7 hari.
15.10
- Melepaskan balutan dan plester secara - Terdapat jahitan pada area pemasangan
drain.
perlahan
- Kesadaran : compos mentis
15.20 - Membersihkan dengan Cairan NaCl - TD : 149/86 mmHg
- RR : 16 x/mnt
atau memberbersih nontoxic, sesuai - Nadi : 89 x/menit
kebutuhan - Suhu : 36,4 °C
- SPO2 : 99%
- Memberikan salep yang sesuai ke
kulit/ lesi jika perlu
- memasang balutan sesuai dengan jenis
16.00 luka
- Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein
10.30
- Menganjurkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
- Berkolaborasi pemberian antibiotik ,
jika perlu
E. EVALUASI

Nama Klien : Ny.S Ruang : ICU


No. RM : 70.07.xxxx Mahasiswa : Nidya
No. HARI/TGL JAM CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) TTD
DP
1. Senin 16-01-2023 10.30 S: Pasien mengeluh nyeri pada tangan kiri bekas sayatan AV Shunt Nidya
- P: Jika lengan kiri digerakkan
- Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan AV shunt
- S: Skala nyeri 5
- T: Nyeri terasa secara terus menerus
O:
- Kesadaran composmentis
- Pasien terpasang infuse Ns 20 tpm di tangan kanan
- TD : 150/80 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- Nadi: 90 x/menit
- Suhu: 36,6 °C
- SPO2: 99%
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Memonitor efek samping penggunaan analgetik
- Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

2. Selasa, 17-01- 11.00 S: Pasien masih mengeluh nyeri pada tangan kiri bekas sayatan AV Shunt Nidya
2023 - P: Jika lengan kiri digerakkan
- Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan AV shunt
- S: Skala nyeri 4
- T: Nyeri terasa secara terus menerus
O:
- Kesadaran composmentis
- Pasien terpasang infuse Ns 20 tpm di tangan kanan
- TD : 153/94 mmHg
- RR : 17 x/mnt
- Nadi: 90 x/menit
- Suhu: 36,4 °C
- SPO2: 99%
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Memonitor efek samping penggunaan analgetik
- Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

3. Rabu, 18-01- 11.00 S: pasien mengeluh nyeri pada sayatan jalan AV shunt sedikit berkurang Nidya
2023 - P: Jika lengan kiri digerakkan
- Q: Nyeri seperti ditusuk – tusuk jarum
- R: Nyeri terasa pada area sayatan jalan AV shunt
- S: Skala nyeri 3
- T: Nyeri terasa secara terus menerus
O:
- Kesadaran composmentis
- Pasien terpasang infuse Ns 20 tpm di tangan kanan
- TD : 149/86 mmHg
- RR : 16 x/mnt
- Nadi: 89 x/menit
- Suhu: 36,4 °C
- SPO2: 99%
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Memonitor efek samping penggunaan analgetik
No. HARI/TGL JAM CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) TTD
DP
1. Senin 16-01-2023 10.30 S: - Nidya
O:
- Pasien terlihat lemas
- Pasien tampak cemas saat bergerak
- Klien terpasang WSD selama 7 hari.
- Leukosit 11.32 10^3/UL (17-01-23)
- Kesadaran : compos mentis
- TD : 150/80 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- Nadi : 90 x/menit
- Suhu : 36,6 °C
- SPO2 : 99%
A: Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor Karaktristik luka
- Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Membersihkan dengan Cairan NaCl atau memberbersih nontoxic, sesuai kebutuhan
- Memberikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi jika perlu
- memasang balutan sesuai dengan jenis luka
- Mempertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
- Berkolaborasi pemberian antibiotik , jika perlu
2. Selasa 17-01-2023 10.30 S: - Nidya
O:
- Pasien terlihat lemas
- Pasien masih tampak cemas
- Klien terpasang WSD selama 7 hari.
- Kesadaran : compos mentis
- TD : 150/80 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- Nadi : 90 x/menit
- Suhu : 36,6 °C
- SPO2 : 99%
A: Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor Karaktristik luka
- Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Membersihkan dengan Cairan NaCl atau memberbersih nontoxic, sesuai kebutuhan
- Memberikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi jika perlu
- memasang balutan sesuai dengan jenis luka
- Mempertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
- Berkolaborasi pemberian antibiotik , jika perlu
2. Rabu,18-01-2023 17.00 S: - Nidya
O:
- Pasien masih terlihat lemas
- Klien terpasang WSD selama 7 hari.
- Kesadaran : compos mentis
- TD : 149/86 mmHg
- RR : 16 x/mnt
- Nadi : 89 x/menit
- Suhu : 36,4 °C
- SPO2 : 99%
A: Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor Karaktristik luka
- Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Membersihkan dengan Cairan NaCl atau memberbersih nontoxic, sesuai kebutuhan
- Memberikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi jika perlu
- memasang balutan sesuai dengan jenis luka
- Mempertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
- Berkolaborasi pemberian antibiotik , jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mukti dkk (2009) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru RSUD Dr
Soetomo Surabaya. Surabaya

Afif Muttaqin, (2008). Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, (2002). Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik
Paru. Surabaya: Airlangga.

Alsagaff Hood, (2010), Dasar Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: EGC

Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks di Dalam Praktek. http://www.

Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Nafas. Jakarta: FK UI.

Carpenito,L.J (2008) Buku Saku Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC

Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, Jakarta: EGC

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Herdman. T. Heather (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Kahar Kusumawidjaja, (2008), Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik,


kalbe.co.id. [diakses tanggal 01 Oktober 2012]

Mansjoer dkk, (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi-3 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Sjahriar rasad, (2009), Radiologi Diagnostik, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Wilkinson. M. Judhit, (2006).Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kreteria Hasil NOC. Edisi-7. Jakarta: EGC

Hudak, C.M. (2010) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai