Anda di halaman 1dari 18

PNEUMOTHORAKS

Oleh :
drg. Ken Ayu Miranthy

Pembimbing :
dr. Darmawan Ismail, SpBTKV

STASE BEDAH DASAR


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
PNEUMOTHORAKS

Suatu keadaan dimana terdapatnya udara dalam cavum pleura, akibat :

 Robeknya pleura viseralis, udara masuk, tekanan cavum pleura negatif 

Pneumothoraks sederhana tertutup


 Robeknya dinding dada dan pleura parietalis, udara masuk kedalam cavum pleura “
sucking wound”  Pneumothoraks Terbuka
 Bila kebocoran pleura bersifat ventil, udara masuk saat inspirasi dan tidak dapat keluar
saat ekspirasi  Tension Pneumothoraks  menyebabkan kolaps paru dan
terdorongnya isi rongga dada kasisi sehat, mengganggu aliran darah  shock non
hemorrhagi
 Udara bisa masuk ke bawah kulit  Emfisema cutis
 Udara masuk ke mediastinum  Emfisema mediastinal

Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang antar pleura dan
merupakan suatu keadaan gawat darurat dalam dunia kedokteran serta harus memperoleh
pertolongan secepatnya. Adanya udara bebas dalam rongga antar pleura menyebabkan kollapsnya
paru (Rusmiati dkk, 1999).

Klasifikasi pneumothoraks

1. Berdasarkan terjadinya maka pneumothoraks dibagi menjadi

 Pneumothoraks Artifisial
 Pneumothoraks Traumatika
Pneumothoraks iatrogenik merupakan bagian dari pneumothoraks taumatika yang terjadi akibat
komplikasi dari suatu tindakan diagnostik seperti pemasangan kateter vena sentral atau tekanan
positif ventilasi mekanik. (Rusmiati dkk, 1999).

a. Pneumothoraks Spontan

 Pneumothoraks spontan primer (PSP)


 Pneumothoraks spontan sekunder (PSS)

2. Berdasarkan fistulanya

 Pneumothoraks terbuka
 Pneumothoraks tertutup
 Tension pneumothoraks

3. Berdasarkan derajat kolaps

 Pneumotoraks total
 Pneumothoraks partial (Azis,2001)

Pneumothoraks katamenial (monthly pneumothoraks) merupakan bagian dari pneumothoraks


spontan yang terjadi sehubungan dengan siklus mentruasi terjadi pada wanita yang berumur
antara 30-40 tahun dan terjadi dalam 72 jam pertama dari mentruasi. Secara khusus disebutkan
tentang pneumothoraks spontan sekunder yang berhubungan dengan AIDS, pneumothoraks
spontan sekunder ini mempunyai prognosis jelek karena sering ditemukan pada stadium akhir
infeksi HIV. Banyak pasien ini yang meninggal dalam tiga hingga enam bulan setelah terjadinya
pneumothoraks (Sahn, 2000).
Menurut asalnya terjadinya :

 Pneumotoraks Spontan

Adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru
yang mendasarinya.

Dibagi 2 jenis :

 Primer

Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari. Keadaan ini terjadi karena robeknya
kantong udara dekat pleura viseralis. Sering pada usia 20-40, pria > wanita, kadang ditemukan
blep atau bulla dilobus superior

Pneumothoraks yang terjadi pada individu tanpa adanya riwayat penyakit paru yang
mendasarinya. Umumnya terjadi pada dewasa muda, tidak ada riwayat menderita penyakit paru
sebelumnya, tidak berhungan dengan aktivitas fisik tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan
penyebabnya tidak diketahui (Azizman, 1995). Menurut Fraser, dkk (1991) hal ini terjadi karena
robeknya suara kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara patologi membuktikan
pada reseksi jaringan paru tampak satu atau dua ruang yang berisi udara dalam bentuk bleb atau
bulla.

Sampai sekarang mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan primer masih belum jelas.
Penjelasan yang dapat diterima adalah pneumothoraks itu sendiri oleh karena rupturnya bleb kecil
didaerah apeks paru walaupun kemungkinan besar bleb tersebut merupakan variabel yang tidak
dapat ditemukan. Bleb kemungkinan mempunyai hubungan dengan dasar dari emphisema

Mekanisme lainnya adalah terjadi degradasinya jaringan elastis paru yang diinduksi oleh rokok.
Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan antara protease – anti protese dan sistem oksidan –
antioksidan. Setelah terbentuknya bulla yang diikuti oleh inflamasi yang menginduksi terjadinya
obstruksi pada pada saluran nafas kecil dan terjadinya kenaikan tekanan alveolar yang
menyebabkan masuknya udara ke jaringan interstisial parum. Udara selanjutnya masuk ke hilum,
naiknya tekanan dalam ruang mediastinum yang diikuti oleh rupturnya pleura parietalis
mediastinalis menyebabkan terjadinya pneumothoraks. Hasil analisis histopatologi dan
pemeriksaan dengan mikroskop elektron terhadap jaringan yang didapat dari hasil operasi tidak
menunjukkan adanya defek pada pleura viseralis

Walaupun secara klinis pneumothoraks spontan primer tidak didapatkan adanya kelainan paru
tapi Lesur dan Co dalam Light (1993) melaporkan bahwa dengan pemeriksaan CT-Scan dada
pada 20 pasien dengan pneumothoraks spontan

primer didapatkan 16 pasien (80%) adanya emfisema subpleura di apeks. Sahn dkk (2000)
mendapatkan adanya bulla subpleura 76-100% pada pasien pneumothoraks saat dilakukan video-
assisted thoracoscopic surgery dan dengan CT-Scan dada didapatkan adanya bulla ipsilateral
pada 89% pasien dengan pneumothoraks primer.

 Sekunder

Terjadi dengan penyakit paru yang mendasarinya. misal :

 COPD
 Focus TB kaseosa
 Ashma bronchiale
 Blep emfisema
 Ca primer /metastase
 Pneumoni

Pneumothoraks spontan sekunder merupakan bagian dari pneumothoraks yang terjadi karena
adanya penyakit parenkim paru atau saluran pernafasan yang mendasari terjadinya
pneumothoraks. (Thurlbeck dkk, 1995). Pneumothoraks ini terjadi karena pecahnya bleb
viseralis atau bulla subpleura yang sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya
dan yang paling sering adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Johnston, 1980).
Penyakit lainnya adalan kistik fibrosis dimana terjadi ruptur dari kistik subpleura di apeks paru.
Asma bronchiali dapat menyebabkan PSS karena adanya udara yang terperangkap sehingga
tekanan intra alveolar meningkat kemudian terjadi robekan alveoli yang diikuti dengan
mengalirnya iudara menyusuri jaringan interstisial sampai ke pleura viseralis dan mediastinum
(Bahar, 1990). Pneumothoraks spontan sekunder terjadi karena adanya kelemahan pada stuktur
parenkim paru dan pleura.

Konsep dasat terjadinya pneumothoraks dibagi atas :

1. Penyakit-penyakit yang menghasilkan kenaikan tekanan intrapulmoner

2. Penyakit-penyakit yang menyebabkan menebal atau menipisnya dinding kista

3. Penyakit-penyakit yang menyebabkab rusaknya parenkim paru

Tuberkulosis paru dapat menyebabkan pnemothoraks dengan mekanisme rupturnya lesi cavitasi
atau nekrosis keruang pleura. (Thurlbeck,dkk.1995). Sedangkan menurut Sahn (2000) ketika
tekanan alveolar melebihi tekanan interstisial paru sebagaimana yang terjadi pada PPOK dan
inflamasi saluran nafas setelah batuk, udara yaqng berasal dari ruptur alveolus bergerak ke
interstisial dan belakang paru sepanjang berkas bronkvaskuler kearah hillus ipsilateral dari paru,
menghasilkan pneumomediastinum; jika terjadi ruptur pada hillus dan udara bergerak melalui
pleura parietalis mediastinalis ke cavum pleura dan menghasilkan pneumothoraks.

Mekanisme lainnya yang bisa menyebabkab terjadinya pneumothoraks spontan sekunder adalah
udara yang berasal dari alveolus secara langsung masuk kedalam cavum pleura sebagai akibat
dari nekrosis jaringan paru, disebabkan oleh P.carinii pneumonia.
Gambaran klinis dari pneumothoraks adalah : sesak nafas, suara nafas menurun pada sisi yang
terkena dan perkusi hipersonor. Sedangkan gambaran radiologis dari pneumotoraks adalah
adanya bayangan udara yang cembung tanpa ada gambaran struktur paru, yang memisahkan
pleura parietalis dan pleura viseralis yang cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral dan
tampak gambaran paru yang kolaps berkumpul didaerah hillus (Bahar,1990: Staufer, 1998)

Terapi utama pada pneumothoraks adalah evakuasi udara yang terdapat didalam cavum pleura
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pilihan terapi untuk pneumothoraks mencakup observasi,
aspirasi sederhana dengan kateter, WSD, pleurodesis,thoracoscopi melalui insersi port tunggal
kedalam dada, video – asisted bedah thoracoscopi dan thoracotomi (Sahn dkk, 2000; Fry dkk,
2000). Indikasi thoracotomi meliputi fistel yang persisten, pneumothoraks berulang,
pneumothoraks inisial pada pasien pneumonectomy ( hidup dengan satu paru) dan pneumothoraks
yang terjadi pada pasien dengan faktor resiko pekerjaan seperti : pilot pesawat dan penyelam
(Fry., W.A., dkk, 2000).

Patogenesis

Sampai sat ini belum jelas, dimana bisa terjai tiba2.Dioerkirakan karena ruptur blep / billa
85%. Tekanan negatif cavum pleura (terisi cairan 10-20 cc berfungsi sebagai pelemas) dan
gerakan respirasi serta adanya ball valve efek dari jaringan yang kolaps saat ekspirasi
memudahkan terjadinya pneumotoraks.

Bulla

Suatu kantong udara dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal dan sebagian oleh
jaringan fibrotik pari serta oleh jaringan paru yang emfisematous
Blep : Terbentuk oleh alveoli yang pecah melalui jaringan interstitial ke dalam lapisan fibrous
tipis dari pleura viseralis yang berkumpul dalam bentuk kista dan biasanya di apex.

Bulla / Blep menurut terjadinya dibagi :

Konenital

Aquisita  - Bullous emfisema

- Sub pleura blep / Pneumatocele

Klinis :

 Pasien nampak sehat, biasnya dewasa kurus


 Pasien tua dengan bronkhitis kronis dan emfisema
 Nyeri dada pada paru yang terkena
 Sesak nafas

Pemeriksan Fisik :

 Palpasi  fremitus melemah sampai menghilang


 Perkusi  Sonor atau hipersonor
 Auskultasi  suara nafas melemah sampai menghilang

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium  AGD : hipoksia


 EKG  perubahan axis QRS dan gelombang T prekordial
 Radiologi  Posisi erect PA saat inspirasi dan Ekspirasi 15% blep/bulla (+)
Komplikasi

 Tension Pneumotoraks 3-5 %


 Piopneumotoraks
 Hematopneumotor

Penatalaksanaan

1) Observasi  tiap 6-8 jam


2) Suplemen O2
3) Simple Aspirasi
4) Tube Torakostomi atau Drainase intercostal

Bila klinis baik, paru mengembang penuh  tunggu 1-2 hari agar kebocoran menutup kembali
 klem  baik dicabut. Bila 1 minggu dengan fisioterapi nafas  tetap  pasang drain kembali

1. Tube Torakostomi + Instilasi Sclerosant (Pleurodesis)

 Premedikasi :
 gol Benzodiazepam + lidocain 4 mg/kgBB dalam 50 cc aquabidest
 Sclerosant
 Tetracyclin  550 mg + 20 cc aquabidest

Alternatif :

 Mynocyclin 300 mg dalam 50 cc aquabidest  efektif untuk fistel bronchopleural post


reseksi pulmo
 Doxyciclin  efusi pleura karena malignitas
 Talc  5 gram dalam 250 cc N-salin atau langsung
 Bleomycin tidak dianjurkan  tidak efektif

2. Torakoskopi

Indikasi :

 Paru tidak mengembang selama 7 hari suctioning


 Broncopleural fistel persisten > 7 hari
 Pneumotoraks rekurens post chemical pleurodesis
 Pasien penyelam dan penerbang

3. Open Torakotomi

 Pneumotoraks Traumatic
 Pneumothoraks Induced

Menurut bentuknya dibagi :

 Closed Pneumotoraks
 Open Pneumotoraks
 Valvular Pneumotoraks

Secara Kinis dibagi :

 Tertututp : a. Sederhana (Simple pneumothoraks)


b. Desakan (Tension pneumothoraks)

 Terbuka : Suctkin chest Wound / luka dada menghisap

Pneumothoraks Tertutup

Penyebab :

 Biasanya akibat patah tulang iga pada suatu trauma tumpul dimana tulang menusuk paru-paru
 Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra alveolar secara mendadak
saait inspirasi dengan glottis tertutup, alveoli akan pecah  pneumothoraks. Keadaan ini
cenderung sembuh sendiri dengan adanya kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan
menutup.
 Robekan esofagus atau Tracheobronchial

Apabila lubang tidak menutup waktu paru menguncup, saat inspirasi udara akan keluar, sedang
waktu ekspirasi udara tidak dapat kembali  Tension pneumothoraks.

Berdasarkan volume rongga pleura dan Derajat penguncupan paru,p pneumothoraks Sederhana
dibagi :

 < 15% pneumothoraks ringan


 15 – 60 % pneumothoraks sedang / menengah
 > 60 % pneumothoraks berat
Pneumothoraks Terbuka

Biasanya akibat trauma tumpul atau tajam menimbulkan luka terbuka, akibatnya paru-paru akan
kuncup dengan tiba2. Waktu inspirasi paru yang sakit akan menguncuop, dan waktu ekspirasi
akan sedikit mengembang. Hal ini akibat karena waktu ekspirasi udara paru yang sehat sebagian
akan masuk ke dalam paru yang kuncup dan udara yang kotor akan terhisap kedalam paru yang
sehat waktu inspirasi berikutnya  pernafasan Pendulum.

Diagnosis Pneumothoraks

1. Klinis dan Pemeriksaan Fisik

 Sesak nafas, sianosis


 Perkusi : timpani dan dullness pada daerah yg kolaps
 Auskultasi : suara nafas melemah sampai hilang

2. Radiologis  kecuali Tension pneumothoraks

Tindakan :

 Bila minimal : Aspirasi melalui sela iga II 2,5 cm lateral sternum


 Bila paru kolaps 1/3 bagian pasang drainase sistem 3 botol , kontrol foto tiap 24 jam, bila
mengembang drain diklem 24 jam dilepas dilanjutkan fisioterapi.
Tension Pneumothoraks

Merupakan akibat lanjut dari Close pneumotoraks atau jenis pneumothoraks dengan fenomena
katup yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura tetapi tidak dapat keluar lagi.
Akibatnya udara terus bertambah menimbulkan peningkatan tekanan pada cavum pleura,
sehingga akan menggeser mediastinum ke arah paru yang sehat.

Akibat pergeseran mediastinum dapat menimbulkan kematian karena :

 Di mediastinum terdapat jantung , aorta, saraf dan vena cava superior dab inferior, sehingga
akan terganggu terutama vena cava. Akibat gangguan vena cava maka aliran balik vena ke
jantung akan berkurang dan berlanjjut turunnya Cardiac Output, selanjutnya akan akan timbul
shock non hemoragik
 Mediastinum yang terdesak ke paru2 sehat mengakibatkan ventilasi terganggu sehingga
menimbulkan Hipoksia korban

Syarat terjadinya Tension Pneumothoraks :

 Rongga pleura utuh


 Ada mekanisme ventil

Tanda-tanda Tension Pneumotoraks

 Sesak nafas, sianosis


 Tekananan darah menurun, nadi cepat dan lemah
 Perkusi paru  Hipersonor
 Auskultasi  vesikuler menghilang
 Shock non hemoragik
 Gelisah akibat hipoksia
Penanganan :

- Tusuk dengan jarum besar di SIC 2 untuk dekompresi

- Pemasangan WSD  turunkan tekanan dan alirkan udara

Pneumothoraks Katamenial

Pneumotoraks katamenial (PK) didefinisikan sebagai sindroma pneumotoraks berulang yang


terbanyak terjadi antara 48-72 jam setelah menstruasi sedangkan pneumotoraks sendiri adalah gas
yang terakumulasi pada rongga pleura. Pneumotoraks katamenial merupakan suatu kondisi yang
jarang, terjadi secara spontan dengan sebab yang tidak diketahui dan ditandai oleh penambahan
udara di rongga pleura secara akumulasi selama menstruasi. Sindroma ini pertama kali dijelaskan
oleh Maurer dkk. pada tahun 1958 dan secara resmi diberi nama oleh Liddington dkk. pada tahun
1972. Angka kejadian PK 2,8-5,6% dari semua kejadian pneumotoraks spontan pada perempuan.
Usia penderita antara 19-54 tahun, terbanyak berusia 30-40 tahun dan 90-95% terjadi pada paru
sebelah kanan.5,6 Dari analisis yang dilakukan oleh Joseph dkk.4 terhadap 110 penderita sindroma
endometriosis toraks, manifestasi terbanyak adalah pneumotoraks (73%) kemudian hematotoraks
(14%), hemoptisis (7%) dan nodul paru (6%).

PATOGENESIS

Empat teori saat ini masih diyakini untuk menerangkan mekanisme patogenesis terjadinya PK
yakni:

 Peningkatan kadar prostaglandin selama menstruasi yang ditandai dengan efek prostasiklin F2
dapat menyebabkan spasme pembuluh darah dan bronkus sehingga dipercayai sebagai
penyebab kerusakan alveoli hingga terjadi pneumotoraks.
 Bula subpleura yang pecah spontan akibat perubahan hormon saat menstruasi.
 Keterlibatan gumpalan mucus yang menghilang dari rongga serviks sehingga udara masuk ke
dalam rongga peritoneum dan diyakini udara tersebut masuk ke rongga toraks melalui
diafragma yang cacat.
 Model metastasis. Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks dengan dua cara yaitu
penjalaran langsung melalui diafragma yang cacat dan mikro emboli melalui vena pelvis.

Teori pertama dan kedua tidak dapat menerangkan sebab terbanyak terjadi pada paru sisi kanan
dan pemeriksaan torakoskopi pada beberapa penderita tidak ditemukan bula yang pecah atau utuh
dalam paru. Mekanisme patogenesis PK yang pasti masih belum jelas, sama halnya dengan
insiden dan penatalaksanaan PK.7

DIAGNOSIS

Diagnosis PK sulit ditegakkan karena untuk mendapatkan jaringan endometrium dalam rongga
toraks tidak mudah. Gejala dan tanda terbanyak PK adalah pneumotoraks spontan, sesak napas
dan nyeri dada yang dapat menjulur ke bahu dan leher.6 Dasar diagnosis PK adalah nyeri dada
atau pneumotoraks spontan yang berhubungan dengan menstruasi dan terjadi dominan pada
sebelah kanan.

Riwayat endometriosis dalam keluarga perlu ditanyakan dan pemeriksaan ginekologi sebaiknya
dilakukan walaupun endometriosis pelvis hanya dapat diidentifikasi 22-37% penderita yang
didiagnosis PK.8 Seromarker Calscium 125 (125Ca)serum dan peritoneum meningkat 2-5 kali
angka normal, di luar kondisi keganasan dapat menunjukkan pertumbuhan jaringan endometrium
di luar uterus dan penurunan 125Ca berkorelasi terhadap perbaikan penyakit dan hasil pengobatan.9
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada toraks adalah foto dan CT Scan toraks,
sedangkan pemeriksaan invasif berupa torakoskopi dan torakotomi eksplorasi.3 Diagnosis PK
pasti dengan melakukan pemeriksaan histopatologi sediaan lesi yang diambil saat torakoskopi
atau torakotomi eksplorasi. Joseph dkk. mendapatkan 80 penderita pneumotoraks spontan dari
110 sindroma endometriosis toraks, 61 penderita diantaranya (76%) dilakukan eksplorasi toraks
melalui torakotomi atau torakoskopi ternyata ditemukan kelainan pada diafragma sebanyak 26%,
endometriosis pleura sebanyak 13%, bula 23% dan tidak ditemukan kelainan sebanyak 25%.
Pemeriksaan patologi memberikan gambaran fibrosis, peradangan kronik, degenerasi dan
kalsifikasi distrofi. Gambaran mikroskopik terlihat banyak hemosiderin-laden macrophage dan
sel multinukleat besar yang menunjukkan perdarahan yang telah dorganisis, terlihat juga kelenjar
dan jaringan endometrium yang terkumpul di tengah.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan PK terbagi menjadi invasif dan noninvasif atau dibagi menjadi pengobatan
medis dan pembedahan yang memiliki perbedaan efikasi, risiko dan keuntungan.5 Pengobatan
secara bedah lebih baik dibandingkan dengan obat-obatan dalam menurunkan kekambuhan gejala
termasuk pneumotoraks berulang.3 Torakotomi merupakan cara yang paling invasif sehingga
tidak dianjurkan sebagai pengobatan pilihan pertama walaupun saat ini prosedur pembedahan
dapat meminimalkan teknik invasif dan menggunakan cara yang aman.10 Obat-obatan yang dapat
digunakan pada PK bertujuan menekan aktiviti dan pertumbuhan jaringan endometrium dalam
rongga toraks dengan cara menekan ovulasi dan pengeluaran estrogen. Obat-obatan tersebut dapat
berupa :

a) Derivat testosteron (danazol). Obat ini bekerja dengan menekan fungsi gonadotropin
sehingga terjadi blokade estrogen. Efek samping obat ini adalah penambahan berat badan,
penumpukan cairan tubuh, lemah, timbul jerawat, muka terasa panas, tumbuh rambut di muka
dan suara berat. Efikasi obat ini tidak terlalu bagus karena hanya mencegah kekambuhan
sebesar 50%.
b) Kontrasepsi oral, merupakan kombinasi progestin dan estrogen atau progestin saja. Obat ini
menekan ovulasi dan dapat mencegah kekambuhan pneumotoraks sekitar 50%. Efek samping
obat ini adalah perut membesar, nafsu makan meningkat, penumpukan cairan tubuh, mual dan
trombosis vena dalam.
c) Agonis Gonadotropin releasing hormone (GnRH), yaitu lupron, triptoreline, busereline dan
gosoreline merupakan pilihan lain pengobatan PK. Awal kerja obat ini merangsang
pengeluaran hormon gonadotropin dari kelenjar pituitari dan beberapa minggu setelah
pemberian justeru akan menekan pengeluaran hormon tersebut. Obat ini sangat efektif
mencegah kekambuhan pneumotoraks bila diberi dalam jangka waktu lama sampai lebih dari
satu tahun dengan dosis 3,5 mg subkutan setiap bulan. Efek samping obat tersebut berupa
hipoestrogenia, muka terasa panas dan kehilangan materi tulang.

Pengobatan PK secara bedah dapat berupa pleurodesis/pleurektomi, histerektomi (THBSO/total


hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy) sebagai pengobatan definitif,
torakoskopi/torakotomi (reseksi lesi endometrial, penutupan defek diafragma, abrasi pleura dan
stapling bula).3,5,11 Beberapa cara pengobatan pembedahan :3,5

a) Pleurodesis efektif mengurangi kekambuhan pneumotoraks tetapi tidak menyelesaikan akar


permasalahan sehingga tidak dijadikan sebagai pengobatan utama. Penderita PK yang
dilakukan pleurodesis tetap merasakan nyeri dada saat menstruasi walaupun paru tidak kolaps.
b) Histerektomi bertujuan mengeliminasi sumber utama estrogen dan dilakukan pada penderita
yang tidak ingin hamil, ini sangat efektif tetapi penambahan estrogen akan menjadi masalah
akibat hipoestrogen yang terjadi.
c) Torakoskopi dan torakotomi merupakan dua cara yang dilakukan untuk mencari penyebab PK.
Torakoskopi lebih disukai karena kurang invasif dan dapat meneliti dinding toraks dan
diafragma, bila didapatkan implantasi endometrial maka reseksi harus dilakukan untuk
membatasi penyebaran endometrial. Pleurodesis atau pleurektomi juga dilakukan bila diyakini
dapat mencegah kekambuhan.

Angka kekambuhan pengobatan dengan pemberian hormon lebih tinggi dibandingkan dengan
pembedahan. Kekambuhan selama 6 bulan sebanyak 95% tidak terjadi pada cara pembedahan,
sedangkan hanya 50% pada pemberian hormon. Kekambuhan selama satu tahun menjadi 75%
pada pembedahan dan 40% pada pemberian hormon. Banyak kasus PK pada awal dilakukan
penatalaksanaan sama seperti pneumotoraks spontan kemudian langkah berikutnya adalah
pemberian agonis GnRH atau hormon yang lain dan bila tidak respons maka dilakukan cara
invasif. Pada akhirnya penatalaksanaan PK dilihat kasus per kasus tergantung masing-masing
individu, umur, status fertiliti dan gambaran patologi yang ditemukan.3,5

Pneumotoraks katamenial merupakan kelainan klinis yang jarang dan belum diketahui
etiologinya. Hipotesis yang paling banyak diketahui adalah terdapat aliran udara dari traktus
genitalia melalui fenestrasi endometrial di dalam diafragma. Meskipun beberapa laporan
menunjukkan terdapat hubungan dengan endometriosis diafragmatik, hanya sedikit yang telah
diketahui terjadi implant endometrial di dalam pleura viseral. Dalam makalah ini dijelaskan suatu
kasus pneumotoraks katamenial yang sangat jarang pada perempuan, 1 tahun pascahisterektomi,
disebabkan oleh endometriosis ektopik di dalam pleura visceral yang telah diperiksa secara
histopatologik.

Anda mungkin juga menyukai