Oleh :
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Pneumotoraks, atau collaps paru-paru, adalah pengumpulan udara dalam ruang
di sekitar paru-paru. Penumpukan udara menempatkan tekanan pada paru-paru,
sehingga tidak dapat memperluas sebanyak biasanya. (Matt Vera, 2012)
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura, yang
berada antara paru-paru dan thoraks. Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan pada
orang tanpa kondisi paru-paru kronis (pneumothoraks primer) dan orang dengan
penyakit paru-paru (pneumothoraks sekunder) selain itu, banyak juga ditemui kasus
pneumothoraks yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau
komplikasi dari berbagai pengobatan (Irianto, 2017).
Udara dapat keluar dari patu-paru ke rongga pleura saat kantug udara di paru-
paru, atau bulla, meledak. Latihan fisik secara berlebihan dapat mendorong terjadinya
pneumothoraks. Komplikasi kondisi paru- paru seperti asma dan chronic obstructive
pulmonary disease juga dapat memicu kondisi ini (Irianto, 2017).
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding dada dimana
udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak dari
pada defek dinding dada. Jika dinding dada cukup lebar udara dapat masuk dan keluar
dari ruang pleura pada setiap pernafasan sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
2. Etiologi
Pneumothoraks dapat disebabkan oleh pecahnya kista atau kantong kecil pada
permukaan paru. Pneumotoraks mungkin juga terjadi setelah luka pada dinding dada
seperti tulang rusuk yang patah, luka yang menembus dada, invasi operasi dari dada,
atau yang diinduksi dengan bebas dalam rangka untuk mengempiskan paru.
Pneumothoraks dapat juga berkembang sebagai akibat dari penyakit-penyakit paru yang
mendasari, termasuk cystic fibrosis, chronic obstructive pulmonary disease, knker paru,
asma, dan infeksi-infeksi dari paru-paru (Irianto, 2017).
Etiologi pneumothoraks dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (Matt Vera: 2012):
2
a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi pada
orang-orang muda tanpa penyakit paru-par parenchymal atau terjadi dalam
ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-
paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis (TB),
Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan,
ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax,
disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera
tumpul atau menembus.
3. Klasifikasi
Efusi pleura diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu (Irianto, 2017):
a) Primary pneumothorax (Spontaneus pneumothorax)
Terjadi pada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya.
b) Secondary pneumothorax
Terjadi sebagai akibat ari kondisi atau kejadian yang mendasari misalnya
disebabkan benturan dada yang keras.
3
5. Patofisiologi
6. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang
sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian
menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani
4
dengan cepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien
ekstrim yaitu pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi,
tachykardy, trachea berubah.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis pneumothoraks, yang hasilnya menunjukkan adanya udara.
d. CT-Scan dada
e. USG dada
8. Penatalaksanaan Medis
a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat
kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut plastik yang steril
merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga
digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah
terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar
udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu
penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk
mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk mengurangi
tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan
5
pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat
dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.
e. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan skernotomi
mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery
(VATS).
6
rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga dapat
terjadi sesak nafas tiba-tiba,nafas pendek bahkan sering menimbulkan gagal
nafas.
3. C: Circulation (sirkulasi)
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan tergesernya organ
mediastinum secara massif ke arah berlawanan dari sisi paru yang
mengalami tekanan. Pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area
cedera ini dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan
inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac
output.
4. D:Disability (kesadaran)
Pada pasien open pneumotoraks memang mungkin akan mengalami
penurunan kesadaran tapi GCS nya sekitar 12-14
5. E:Exposure
Adanya luka tembus menyebabkan luka terbuka dan bunyi aliran
udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “ sucking”
chest wound (luka dada menghisap).
Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode AMPLE,
yaitu sebagai berikut :
1. A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi
obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
2. M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan
7
keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat
dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
3. P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
4. L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
5. E :Events (kejadian)
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektipan bersihan jalan napas b.d cidera kepala , penumpukan darah dan
udara
2. Ketidakefektipan pola napas b.d penurunan kemampuan oksigenasi karena
akumulasi udara.
3. Nyeri akut b.d adanya trauma benda tajam atau tumpul
4. Risiko infeksi b.d luka terbuka
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
kep. kriteria hasil
1 Ketidakefekti Setelah 1. Beri posisi 1. mengantisipasi
pan bersihan dilakukan terlentang pada trauma
jalan napas asuhan permukaan rata servikal, posisi
keperawatan yang tidak yang tepat dan
selama 1x 3 keras, kedua lingkungan
menit jalan lengan pasien yang nyaman
napas pasien disamping dapat penolong
paten. Dengan tubuhnya dan korban
kriteria hasil dalam
1. Pasien tidak melakukan
sesak tindakan.
2. Jalan napas 2. Beri posisi 2. meningkatkan
pasien nyaman pada inspirasi
terbebas klien seperti maksimal,menin
8
dari semifowler gkatkan
sumbatan Atau fowler ekspansi paru
dan ventilasi
pada sisi yang
tak sakit.
3. Buka jalan nafas 3. Membuka jalan
dengan nafas dengan
mengunakan mengangkat
tekhnik epiglottis.
gabungan head
tilt-chin lift atau
dengan tekhnik
jaw thrust
apabila klien
dicurigai
mengalami
trauma cervical.
4. Beri O2 atau 4. Alat dalam
pasang menurunkan
ventilator kerja napas,
meningkatkan
penghilangan
distress respirasi
dan sianosis
sehubungan
dengan
hipoksemia.
5. Berikan obat 5. mengurangi
jenis analgetik hingga
menghilangkan
rasa nyeri
9
6. Lakukan 6. untuk
pemasangan mengeluarkan
WSD darah yang
menumpuk pada
rongga pleura.
2. Ketidakefekti Setelah 1. Perhatikan dada 1. mengetahui
pan pola dilakukan pasien dengan apakah masih
napas asuhan melihat gerakan terjadi
keperawatan naik turunnya dada pengembangan
selama 1x 5 pasien. paru.
menit pola napas
pasien efektif. 2. Auskultasi yang 2. mendengarkan
Dengan kriteria keluar waktu apakah terdapat
hasil ekspirasi,merasakan suara tambahan
1. pola napas adanya aliran udara. atau tidak.
pasien
regular 3. Berikan posisi 3. Meningkatkan
nyaman pada klien ekspansi paru.
seperti
semifowler/fowler.
4. Observasi 4. mengetahui
kembali naik keberhasilan
turunnya tindakan yang
dada,mendengar telah dilakukan.
dan merasakan
udara yang
keluar pada
ekshalasi.
1
0
pasang ventilator kebutuhan
oksigen pasien.
1
1
infeksi.
3. Pertahankan 3. mencegah
kebersihan terjadinya iritasi.
daerah sekitar
luka.
12
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi Edisi 13. Jakarta : EGC.
Ignatavicius, D. & Workman, M. L. (2010). Medical surgical nursing: critical
thingking for colaborative care (6th ed., vol 1). Missouri: Elsevier
Saunders.
Irianto, Koes. (2017). Anatomi dan Fisiologis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi
Medika.
Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
13
FORMAT PENGKAJIAN DAN RESUME GAWAT DARURAT
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Fajar Dwi R Tgl Praktek : 30-09-2023
B. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. X
Diagnosa Medis : Open Pneumothorax, Fraktur Tibia Sinistra
D. PENGKAJIAN PRIMER
AIRWAY
Sumbatan : ada darah, ada suara gurgling
BREATHING
- Pasien sangat sesak, frekuensi nafas cepat dan dangkal
- Ekspansi dada tidak simetris
- Luka terbuka sebelah kiri tembus ke thorax
- Perkusi : hipersonor dada kiri
- Terdengar suara Sucking Chest Wound / menghisap
CIRCULATION
- Nadi cepat dan lemah
- Akral dingin dan CRT > 2 detik
- Tampak perdarahan dari fraktur tibia sinistra
14
DISABILITY
- GCS : 6 ( E :1 , V : 2 , M : 3 )
- Pupil Unisokor
- Kekuatan otot 1111 1111
1111 1111
EKSPOSURE
Tidak ada jejas lainnya
FOLLEY CATETER
- Terdapat ruptur uretra
- Ada darah di orifisium uretra external
GASTRIK TUBE
- Ada perdarahan darimulut
E. PENGKAJIAN SEKUNDER
Allergies : tidak ada
Medikasi : tidak ada
Past Medical History : tidak ada
Last Eaten : pagi
Event of injury/penyebab injury : jatuh dari ketinggian
15
II. ANALISA DATA
NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
1 DS : Bersihan Jalan Nafas Cidera Kepala
Keluarga pasien mengatakan pasien Tidak Efektif
jatuh dari ketinggian
DO :
- Pasien tidak sadar
- Suara nafas gurgling
- GCS : 6
- Pupil anisokor
- Pasien sangat sesak, frekuensi
nafas cepat dan dangkal
- Ekspansi dada tidak simetris
- Luka terbuka sebelah kiri
tembus ke thorax
- Perkusi : hipersonor dada kiri
- Terdengar suara Sucking Chest
Wound / menghisap
2 DO : Hipovolemia Kehilangan
- Nadi cepat dan lemah cairan aktif
- Akral dingin dan CRT > 2
detik
- Tampak perdarahan dari
fraktur tibia sinistra
16
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Cidera Kepala
2. Hipovolemia b.d Kehilangan cairan aktif
17
aktif 30 menit jalan napas meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan
pasien paten. Dengan
nadi menyempit, turgor kulit
kriteria hasil menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun,
1. Kekuatan nadi
hematokrit meningkat, haus,
meningkat lemah)
2. Monitor status cairan (masukan
2. Output urin meningkat
dan haluaran, turgor kulit, CRT)
3. Tekanan darah 3. Periksa seluruh permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
membaik
(deformity/deformitas, open
4. Turgor kulit membaik wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
5. Jugular venous
swelling/bengkak)
pressure membaik
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Lakukan penekanan langsung
(direct pressure) pada perdarahan
eksternal
3. Pasang spalek
4. Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urin
5. Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung
6. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis: NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemberian produk
darah
V. IMPLEMENTASI
18
4. Memasang Collar Neck
5. Memasang head stabiliser
H : air way teratasi
Breathing
1. Memberikan oksigen NRM 12-15 lpm
2. Memasang Kassa 3 sisi
3. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
4. Memonitor bunyi napas tambahan (misalnya:
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
H : breathing teratasi
2 30-09-2023 Circulation
1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia
09.15 WIB
2. Melakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
3. Memasang spalek
4. Memasang kateter urin untuk menilai produksi
urin
5. Memasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung
6. Memasang Infus 2 jalur
7. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit
8. Memeriksa pulsasi perifer
H : perdarahan berhenti , spalek terpasang,
pulsasi perifer masih
Disability
Memeriksa kesadaran pasien
GCS : 6
19
VI. EVALUASI
N NO DX TGL/JAM SOAP
O
1 1 30-09-2023 S:
10.00 WIB
O:
- Airway teratasi
-
A : Bersihan jalan nafas teratasi
P
Monitor pola napas dan bersihan jalan nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Rencanakan bedah torax
2 2 30-09-2023 S:
O:
10.00 WIB
Perdarahan berhenti
Spalek terpasang
Nadi membaik
A : Masalah hipovolemia belum teratasi
P:
Monitor kebutuhan cairan, input / output
Rencanakan pembedahan
20