Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENYAKIT PNEUMOTHORAX

A. Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan dimana udara mengisi ruang antara bagian
luar paru dan bagian dalam dinding dada. Pneumothoraks ialah kondisi
dimana terdapatnya udara atau terjebaknya udara di dalam rongga pleura,
yang menyebabkan paru-paru terjadi kolaps dan gagal napas.
Pneumothoraks merupakan suatu kondisi gawat darurat yang disebabkan
terdapatnya akumulasi udara di dalam rongga pleura yang biasanya
disebabkan oleh proses suatu penyakit ataupun cedera (British Lung
Foundation, 2019).
Pada kondisi yang normal, rongga pleura dipenuhi dengan paru-paru yang
mengembang saat inspirasi yang disebabkan karena tegangan permukaan
(bertekanan negative) antara kedua permukaan pleura. Terdapatnya udara
pada rongga potensial antara pleura visceral dan pleura parietal akan
mengakibatkan paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura. Semakin banyak udara yang terperangkap
dalam rongga pleura maka akan mengakibatkan paru-paru kolaps karena
terjadi peningkatan tekanan pada intrapleura (Utama, 2018).
B. Etiologi
Terdapat beberapa jenis pneumothorax yang diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya dan mekanisme terjadinya, antara lain :
a) Pneumothoraks berdasarkan penyebabnya :
1) Pneumothoraks spontan
Pneumothorax ini terjadi secara spontan tanpa adanya kecelakaan
atau trauma. Pneumothorax spontan dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Primary Spontaneous Pneumothorax (Pneumothoraks Spontan
Primer). Pneumothorax jenis ini biasanya disebabkan oleh
pecahnya bleb pada paru-paru yang biasanya terjadi pada orang
sehat tanpa didahului oleh suatu penyakit paru.
b. Secondary Spontaneus Pneumothorax (Pneumothoraks Spontan
Sekunder). Pneumothorax jenis ini seringkali sebagai akibat
dari komplikasi beberapa penyakit paru-paru seperti Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), infeksi yang
disebabkan oleh bakteri pneumocity carinii, cystic fibrosis,
interstitial lung disease, dan lain sebagainya (Papagiannis et al.,
2015).
2) Pneumothoraks trauma
Pneumothoraks ini merupakan jenis pneumothorax yang disebabkan

karena adanya trauma yang secara langsung mengenai dinding dada

baik benda tajam maupun benda tumpul. Mekanisme terjadinya


pneumothorax karena trauma tajam disebabkan oleh terjadinya
penetrasi benda tajan pada dinding dada sehingga merobek pleura
parietal kemudian udara masuk melalui luka tersebut ke dalam rongga
pleura sehingga terjadilah pneumothorax.
b) Pneumothoraks berdasarkan mekanisme terjadinya :
1) Tension Pneumothorax (Pneumothoraks Terdesak)
Tension Pneumothorax terjadi akibat adanya kerusakan yang
menyebabkan udara masuk ke dalam rongga pleura dan terperangkap
di dalam pleura, dimana keadaan ini disebut dengan fenomena ventil.
Udara yang terperangkap di dalam rongga pleura ini akan
menyebabkan tekanan intrapleura meningkat sehingga menyebabkan
kolaps pada paru-paru kemudian menggeser mediastinum ke bagian
paru-paru kontralateral sehingga terjadi penekanan pada aliran vena
balik yang menimbulkan hipoksia. Jika gejala hipoksia tidak segera
ditangani maka akan mengarah ke asidosis kemudian terjadi penurunan
cardiac output hingga terjadi henti jantung.
2) Open Pneumothorax (Pneumothoraks Terbuka)
Open Pneumothorax sering kali disebabkan karena adanya penetrasi
langsung dari benda tajam mengenai dinding dada sehingga
menimbulkan defek pada dinding dada. Defek tersebut kemudian
merobek pleura parietal yang mengakibatkan udara masuk ke rongga
pleura. Kondisi ini menyebabkan terjadinya hubungan antara udara di
lingkungan luar dengan udara yang ada pada rongga pleura yang
kemudian menyebabkan samanya tekanan pada rongga pleura dan
udara yang ada di atmosfer. Jika keadaan ini dibiarkan maka akan
menyebabkan sianosis sampai distress respirasi (Utama, 2018).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Labus (2016), gejala klinis pneumotorak, yaitu :
a. Pneumotoraks terbuka dan tertutup
1. Perubahan kolaps paru ditandai dengan nyeri mendadak,
gerakan dinding dada
asimetris; gawat nafas; fremitus local berkurang; tidak
ada suara pernafasan (pada sisi yang terkena),
2. Hipoksia ditandai dengan nafas pendek, sianosis, takikardia
3. Penurunan ekspansi paru dapat ditandai dengan rigiditas dada
(pada sisi yang terkena)
4. Keluarnya udara ke dalam jaringan ditandai dengan crackling di
bawah kulit saat palpasi (emfisema subkutan)
b. Pneumotoraks tension
1. Penurunan curah jantung ditandai dengan hipotensi; takikardia
kompensasi; pucat, nadi cepat, lemah
2. Hipoksia ditandai dengan takipnea, ansietas
3. Peningkatan tegangan ditandai dengan Pergeseran mediastinal
4. Pergeseran mediastinal ditandai dengan Deviasi trakeal (ke sisi
berlawanan)
D. Patofisiologi
Menurut Rahajoe et al (2015), Pneumotoraks adalah pengumpulan
udara atau gas dalam rongga pleura, yang berada antara paru-paru dan
toraks. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa
kondisi paru-paru kronis (biasa disebut Pneumotoraks (Primer) dan
orang dengan penyakit paru-paru (Pneumotoraks Sekunder). Selain itu,
banyak juga ditemui kasus pneumotoraks yang disebabkan trauma
fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi dari berbagai
pengobatan.
Menurut Nurafif & Kusuma (2015), Pneumotoraks spontan terjadi
karena lemahnya dinding alveolus dan pleura viser alis sehingga
mengakibatkan pecahnya bleb (kantung udara) maka udara akan
masuk kedalam cavum pleura pleura yang kemudian menyebabkan paru
dipaksa ikut mengembang sehingga meningkatakan tekanan di
intrapleura. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intralveolar
menjadi negative. Sumbatan pada bronkus juga menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun akibatnya paru kolaps/atelektasis
atau mengalami pengempisan dan dapat menimbulkan sesak,
batuk, retraksi otot bantu nafas. Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara
terdengar pada area luka tembus, selanjutnya disebut sucking chest wound
(luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia
mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma.
Pada pneumotoraks iatrogenic disebabkan oleh intervensi medis. Pada saat
inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Akibatnya dapat
timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena
cava dan menyebabkan penyumbatan vena cava suoerior dan inferior
yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac
output. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut,
hiperekspansi cavum pleura. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak dan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit
E. Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostic
1. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara.
b. Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium yang biasanya dilakukan
adalah pemeriksaan hematocrit dari cairan pleura :
1) Pengukuran hematocrit
2) Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Imaging Study
1) Chect Radiotherapy
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis pneumothoraks, yang hasilnya
menunjukkan adanya udara. Merupakan studi ideal sebagai
evaluasi diagnostic hematothoraks. Dalam unscarred normal,
rongga pleura yang hematothorax dicatat sebagai meniscus cairan
menimbulkan costophiremic diafragmatik sudut atau permukaan
dan penentuan atas margin pleura dinding dada saat dilihat pada
hasil thoraks foto AP. Pada dasarnya tampakan yang sama
ditemukan pada radiografi dada pasien efusi pleura.
2) Ultrasonography (USG)
USG dapat membantu dalam menentukan lokasi dari pengumpulan
cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran udara. USG sendiri digunakan pada beberapa pusat
trauma untuk melakukan evaluasi awal pasien hematothorax. Salah
satu kekurangan USG dalam mengidentifikasi trauma terkai
hematothorax ialah luka-luka yang terlihat pada radiography dada
pasien yang mengalami trauma. Cedera tulang, mediastinum yang
melebar dan pneumothorax, tidak mudah untuk diidentifikasi di
dada melalui USG. USG lebih mungkin berperan dalam kasus-
kasus tertentu dimana x-ray dada pada hematothorax yang samar-
samar.
3) CT Scan
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan udara dan
bisa menunjukkan adanya pneumosia, abses paru atau tumor. CT
scan sangat akurat untuk mendiagnostik adanya cairan pleura atau
darah. CT scan tidak memegang peran utama dalam menegakkan
diagnostic hematothorax, namun melengkapi data radiography.
Saat ini, CT scan memegang peranan penting yakni untuk
menentukan lokalisasi dan klasifikasi dari setiap temua dalam
rongga pleura.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pasien-pasien pneumothorax adalah sebagai
berikut:
a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau
balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau
plastic bersih. Pembalut plastic yang steril merupakan alat yang
baik, aluminium foil juga dapat digunakan. Plastik dibentuk
segitiga dengan salah satu ujungnya dibiarkan terbuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini
untuk mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil
dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-
paru akan mengembang.
b. Blast injury or tension
Jika udara masuk ke rongga pleura disebabkan oleh robekan
jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum
halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat
mengembang kembali.
c. Bullow Drainage/WSD
WSD (Water Sealed Drainage) merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (dara,pus) dari
rongga pleura, rongga thorax, dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan
negative rongga tersebut.
Indikasi pemasangan WSD :
1) Pneumothoraks
2) Hemathoraks
3) Hemopneumothorax
4) Efusi pleura
5) Cylothorax
6) Penetrating chest trauma
7) Pleural empyema Indikasi lain dari pemasangan WSD adalah:
a) Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah
besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan apakah perlu
operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
syok.
b) Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terperangkap
di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura
sehingga mekanisme pernapasan dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c) Preventif : Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke
dalam rongga pleura sehingga mekanisme pernapasan dapat
kembali berfungsi dengan baik.
d. Perawatan Pre-hospital
Beberapa paramedik mampu melakukan needle thoracosentesis
untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki
intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin
memburuk. Perawatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat
dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.
G. Komplikasi
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dyspnea berat dimana
kematian menjadi akhir dari pneumothorax jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien
ekstrim ialah pertimbangan tension pneumothorax, nafas pendek,
hypotensi, takikardi, trakea berubah. Tension pneumothoraks dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi kolaps, akibatnya pengisian
jantung menurun sehingga tekanan darah juga menurun. Selain itu, paru
yang sehat juga dapat terkena dampaknya.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis pada pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
Kesehatan.
a) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan pneumothoraks didapatkan keluhan berupa sesak
nafas, nyeri dada, Napas pendek dan cepat, Denyut jantung cepat,
dan Batuk Riwayat Kesehatan/ Penyakit Sekarang
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan pneumothoraks biasanya akan diawali dengan
adanya tandatanda seperti sesak nafas, nyeri dada, Napas pendek
dan cepat, Denyut jantung cepat, Batuk, Kelelahan, dan Sianosis.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
d) Riwayat Keluarga
Tanyakan mungkin di antara keluarga klien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit klien sekarang.
e) Pengkajian Psiko-sosio-spirutual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai Kecemasan pasien terhadap penyakitnya, kognitif, dan
prilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pasien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan
tingkat perlunya pengkajian psikososiospiritual yang saksama
(Muttaqin, 2011).
f) Pola sehari-hari
1) Nutrisi
Pola nutrisi sebelum dan sesudah sakit yang harus dikaji adalah
frekuensi, jenis makanan dan minuman, porsi, tanyakan
perubahan nafsu makan yang terjadi.
2) Eliminasi
1. BAB :Kaji tentang frekuensi, jumlah, warna BAB terakhir
2. BAK : Mengkaji frekuensi, jumlah, warna BAK pada
pasien post op terpasang kateter threeway, mengkaji
jumlah, warna biasanya kemerahan.
3) Tidur/istirahat
Pola tidur dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung
bagaimana toleransi pasien terhadap nyeri yang dirasakannya.
4) Personal Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang.
5) Pola Aktivitas
Pada pasien post op prostatektomi biasanya dianjurkan untuk
tirah baring sehinga aktivitas dibantu keluarga sebagian.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Head to-toe meliputi:
a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital.Kesadaran klien
juga diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen,
delirium, semi koma atau koma.
b. Pemeriksaan head to toe
Tanda-tanda Vital Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
respirasi, suhu) umumnya pasien menglami takikardi,
peningkatan tekanan darah, dapat juga terjadi hipotensi.
1. Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi kebersihan kepala, warna rambut hitam keputihan,
tidak ada kelainan bentuk kepala, Pasien nampak meringis
menahan nyeri. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, mengkaji
kerontokan dan kebersihan rambut, kaji pembengkakan
pada muka.
2. Mata
Inspeksi : Keadaan pupil isokor atau anisokor, refleks
cahaya tidak ada gangguan, konjungtiva anemis Palpasi :
tidak ada nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler
pada kedua bola mata.
3. Abdomen
a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah
abdomen membuncit atau datar, adalah lesi atau jujas pada
perut pasien.
b) Palpasi: apakah Adakah nyeri tekan abdomen, apakah
ada cairan keluar pada saat palpasi diarea luka post op,
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien,
c) Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat
atau cair akan menimbulkan suara pek pada inspeksi
ditemukan perut apakah tampak membesar atau tidak, pada
palpasi apakah ada nyeri tekan, distensi, massa, auskultasi
bising usus, perkusi seluruh kuadran abdomen apakah
timpani. ak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor, dll).
d) Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai
normalnya 5- 35 kali permenit.
4. Ekstremitas
a) Atas
Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan
ekstremitas atas, Integritas ROM (Range Of Motion),
kekuatan dan tonus otot. Palpasi : mengkaji bila terjadi
pembengkakan pada ekstremitas atas
b) Bawah
Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan
ekstremitas atas, Integritas ROM (Range Of Motion),
kekuatan dan tonus otot. Palpasi : mengkaji bila terjadi
pembengkakan pada ekstremitas atas l. Integritas kulit
Inspeksi : warna kulit, kelembapan, akral hangat atau
tidak. Palpasi :integritas kulit, CRT (Capilary Refil
Time) pada jarinormalnya < 2 detik.
5) Dada
Perhatikan kesimetrisan dada, apakah ada retraksi dada,
bunyi napas tambahan, bunyi jantung tambahan seperti mur-
mur, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi pernapasan,
kedalaman pernapasan., pada saat palpasi biasanya
ditemukan fremitus menurun disbanding sisi yang lain, pada
perkusi ditemukan suara redup atau pekak.
I. Diagnosis Keperawatan Yang Muncul
 Gangguan Pertukaran Gas
1. Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau
eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
2. Faktor Penyebab :
a) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b) Perubahan membran alveolus-kapiler
3. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
1) Dispnea
b) Objektif
1) PCO₂ meningkat/menurun
2) POz menurun
3) Takikardia
4) pH arteri meningkat/menurun
5) Bunyi napas tambahan Gejala
4. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
1) Pusing
2) Penglihatan kabur
b) Objektif
1) Sianosis
2) Diaforesis
3) Gelisah
4) Napas cuping hidung
5) Pola napas abnormal (cepat/lambat,
regular/ireguler, dalam/dangkal)
6) Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
7) Kesadaran menurun
 Nyeri Akut
1. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosionalyang berkaitan
dengan kerusakan jaringanaktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berinteraksi ringan hingga
berat yang berlngsung kurang dari 3 bulan.
2. Faktor penyebab :
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia
iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong. mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan.
3. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
1) Mengeluh nyeri
b) Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
4. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
b) Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
 Pola Napas Tidak Efektif
1. Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
2. Faktor Penyebab :
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskular . Gangguan neurologis (mis.
elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
f) kepala, ganguan kejang)
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m) Cedera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3. Tanda dan Gejala Mayor
a) Subjektif
1) Dispnea
b) Objektif
1) enggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
4. Tanda dan Gejala Minor
a) Subjektif
1) Ortopnea
b) Objektif
1) Pernapasan pursed-lip
2) Pernapasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun
8) Ekskursi dada berubah
 Intoleransi Aktifitas
1. Definisi : Keterbatasan dalam Gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri
2. Faktor Penyebab :
a) Kerusakan integritas struktur tulang

b) Perubahan metabolisme
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penurunan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekakuan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan muskuloskeletal
l) Gangguan neuromuskular
m) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripersepsi

3. Gejala dan Tanda Mayor


a) Subjektif
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun
4. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
b) Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah

 Ansietas
1. Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman.
2. Faktor Penyebab
a) Krisis situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisis maturasional
d) Ancaman terhadap konsep diri
e) Ancaman terhadap kematian
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan
g) Disfungsi sistem keluarga
h) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
j) Penyalahgunaan zal
k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-
lain)
l) Kurang terpapar informasi
3. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
3) Sulit berkonsentrasi
b) Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
4. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
c) Objektif
1) napas meningkat
2) Frekuensi Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Getaran
5) Muka tampak pucat
6) Suara bergetar
7) Kontak mata buruk
J. Konsep Intervensi Keperawatan
Tahap perencanaan memebrikan kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga dan orang terdekat kilen untuk merumuskan rencana kepearwatan
guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan
suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana
Tindakan keperawatan yang dilakuakn terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. Tahap perencanaan
dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab
perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan
yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan,
dan siapa yang akan melakukan Tindakan keperawatan untuk klien,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal.
Diagnosa SLKI SDKI
Keperawatan
Gangguan Pertukaran Pertukaran gas menigkat(L.01003) Pemantauan respirasi (I.01014)
Gas (D.0003) 1. Dispnea menurun (5)
Observasi
2. Bunyi napas tambahan
menurun (5) 1. Monitor frekuensi,
3. Takikardia menurun(5) irama, kedalaman dan
4. PCO2 membaik (5) upaya napas
5. PO2 membaik (5) 2. Monitor pola napas
6. pH arteri membaik (5) (seperti bradypnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas
darah
10. Monitor hasil x-ray
thoraks

Terapeutik

1. Atur interval pemantauan


respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

Nyeri Akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)


1. Keluhan nyeri menurun (5)
Observasi
2. Meringis menurun (5)
3. Sikap protektif menurun (5) 1. Identifikasi lokasi,
4. Gelisah menurun (5) karakteristik, durasi,
5. Kesulitan tidur menurun (5) frekuensi, kualitas,
6. Frekuensi nadi membaik (5) intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Idenfitikasi respon nyeri
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pola Napas Tidak Pola nafas (L.01004) Manajemen jalan nafas (I.01011)
Efektif (D.0005) 1. Dispnea menurun (5)
Observasi
2. Penggunaan otot bantu napas
menurun (5) 1. Monitor pola napas
3. Pemanjangan fase ekspirasi (frekuensi, kedalaman,
menurun (5) usaha napas)
4. Frekuensi napas membaik (5) 2. Monitor bunyi napas
5. Kedalaman napas membaik (5) tambahan (misalnya:
gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw
thrust jika curiga trauma
fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk
efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

Gangguan Mobilitas Ambulasi (L.05038) Dukungan Ambulasi (I. 06171)


Fisik (D. 0054) 1. Menopang berat badan Observasi
meningkat (5) 1. Identifikasi adanya nyeri
2. Berjalan dengan langkah yang atau keluhan fisik lainnya
efektif meningkat (5) 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
3. Berjalan dengan langkah pelan
3. Monitor frekuensi jantung
meningkat (5)
dan tekanan darah sebelum
4. Berjalan dengan langkah memulai ambulasi
sedang meningkat (5) 4. Monitor kondisi umum

5. Berjalan dengan langkah cepat selama melakukan

meningkat (5) ambulasi


Terapeutik
6. Berjalan menanjak meningkat
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
(5)
dengan alat bantu (mis.
7. Berjalan menurun meningkat tongkat, kruk)
(5) 2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi tisik, jika peru
8. Berjalan jarak pendek
3. Libatkan keluarga untuk
meningkat (5)
membantu pasien
9. Berjalan jarak desitng
Edukasi
meningkat (5)
1. Jelaskan tujuan dan
10. Berjalan jarak jauh meningkat prosedur ambulasi
(5) 2. Anjurkan melaukan
ambulasi dini
11. Berjalan mengitari meningkat
3. Ajarkan ambulasi
(5)
sederhana yang harus
dilakukan (mis, berjalan
dan tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi.)
Ansietas (D.0080) Tingkat ansientas (L.09093) Reduksi ansietas (I.09314)
1. Verbalisasi kebingungan
Observasi
menurun (5)
2. Verbalisasi khawatir akibat 1. Identifikasi saat tingkat
kondisi yang dihadapi menurun ansietas berubah (mis:
(5) kondisi, waktu, stresor)
3. Perilaku gelisah menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan
4. Perilaku tegang menurun (5) mengambil keputusan
5. Konsentrasi membaik (5) 3. Monitor tanda-tanda
6. Pola tidur membaik (5) ansietas (verbal dan
nonverbal)

Terapeutik

1. Ciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang

Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap Bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu

K. Konsep Implementasi

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana Tindakan


keperawatan. Sebelum melaksanakan Tindakan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana Tindakan
masih sesuai dan dibuthakan oleh klien saat ini. Semua Tindakan yang
telah dilaksanakan beserta respon klien didokumentasikan ( Prabowo,
2014).

L. Konsep Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan


keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau evaluasi formatif yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi hasil atau
sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan
tujuan umum serta tujuan khusus yang telah ditentukan. Menurut
suprajitno dalam Wardani (2013),evaluasi disusun menggunakan SOAP
yaitu : S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara
subyektif oleh klien setelah diberikan implementasi keperawatan. O:
Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang obyektif. A: Analisis terhadap data subyektif dan
obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul
masalah baru atau ada data yang kontraindikasi terhadap masalah yang
ada. P: Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi, A., & Pleura, R. (n.d.). LP & ASKEP PNEUMOTHORAX KONSEP


DASAR PNEUMOTORAKS.

Hijriah, A., Nugraha, A., Tri, K. A., Chairullah, W., Hafidhuddin, D., Kingson,
H., Merry, B., Hakim, N., Putri, N. U., Mayang, P., Rini, S., Sindi, K.,
Utami, M., Hidayah, T., & Hartini, T. (n.d.). A S U H A N K E P E R A W
A T A N P A D A T N. S D E N G A N G A N G G U Oleh.

Kedokteran, F. (n.d.). MAKALAH TUTORIAL PNEUMOTHORAX TUTORIAL


A2.

Anda mungkin juga menyukai