Anda di halaman 1dari 10

KONSEP MEDIS PNEUMOTORAKS

Bernapas bertujuan untuk menyediakan O2 bagi jaringan dan membuang CO2. Sel-sel tubuh
mendapatkan energi yang mereka butuhkan dari oksidasi karbohidrat, lemak, dan protein.
Seperti halnya pada semua jenis kombusion, proses ini membutuhkan O2. Jaringan vital
tertentu, seperti jaringan pada otak dan jantung tidak dapat bertahan lama tanpa suplai
oksigen kontin. Sebagai hasil oksidasi dalam jaringan tubuh, dibentuk karbon dioksida dan
harus dibuang dari sel-sel untuk mencegah pembentukan produk sampah asam.
Kerusakan pada salah satu sistem pernapasan, tentunya akan mempengaruhi sistem lainnya.
Salah satu penyakit yang biasa dialami adalah pneumotoraks. Pneumotoraks adalah keadaan
terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak
berisi udara supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks sulit
diketehui karena episodenya banyak yang tidak diktahui. Pria lebih banyak dari pada wanita
dengan perbandingan 5:1. sesuai perkembangan dibidang pulmonologi telah sering
dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai vidio( vidio-assissted
thoracostomy) ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami
pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di rumah sakit yang lebih singkat.

A. Defenisi

 Pneumotoraks adalah robeknya pembuluh interkosta, laserasi paru-paru, atau


keluarnya udara dari paru yang cedera kedalam ruang pleura. (Brunner & Suddart,
2002)
 Pneumotoraks adalah adanya hubungan terbuka antara rongga dada dan dunia luar.
(R. Sjamsuhidayat & Wim de jong, 2005
 Pneumotoraks adalah kolaps paru yang disebabkan oleh terisinya rongga pleura
dengan udara. (William F. Ganong, 2003)
 Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
(Hisyam Barmawi, 2004).
 Pneumotoraks adalah terdapatnya udara bebas di dalam rongga pleura, yaitu rongga di
antara pleura parietalis dan viseralis. (www.medicarstore.com, 2007)
 Pneumotoraks adalah penimbunan udara di dalam rongga dada di sekeliling paru-paru
yang menyebabkan paru-paru kolaps

B. Klasifikasi
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks terbuka terjadi bila lubang dalam dinding dada cukup besar untuk
memungkinkan udara mengalir dengan bebas masuk dan keluar rongga toraks
bersama setiap upaya pernapasan. Karena dorongan udara melalui lubang dalam
dinding dada menghasilkan bunyi menghisap, cedera demikian disebut sucking
wounds dada. Pada pasien ini bukan hanya paru yang kolaps, tetapi struktur
mediastinum (jantung dan pembuluh darah besar) bergeser kearah sisi yang tidak
cedera bersama setiap kali inspirasi dan pada arah yang berlawanan dengan setiap
kali ekspirasi. Ini disebut mediastinal flutter, dan kondisi ini mengakibatkan
masalah sirkulasi yang serius.
Penyebab pneumotoraks terbuka adalah luka tusuk atau tempak, fraktur iga, dan
trauma tembus pada dinding dada.
Manifestasi klinik dari pneumotoraks terbuka adalah bunyi isapan pada titik luka
saat inspirasi dan pergeseran trakea (trakea bergerak kearah sisi yang tidak sakit
selama inspirasi dan kembali ke garis tengah tubuh saat ekspirasi).
Penatalaksanaan medis dari pneumotoraks membutuhkan intervensi kedaruratan
yaitu menghentikan aliran udara yang melewati lubang pada dinding dada
merupakan tindakan yang menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat tersebut, apa
saja dapat digunakan yang cukup besar untuk mengisi luka dada, seperti handuk,
sapu tangan, atau punggung tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan untuk
menghirup dan mengejan dengan glotis tertutup. Aksi ini membantu
mengembangkan kembali paru dan mengeluarkan udara dari toraks. Dirumah sakit,
lubang ditutup dengan kasa yang dibasahi dengan petrolium. Balutan tekan
dipasang dan diamankan dengan lilitan melingkar. Biasanya, selang dada yang
dihubungkan dengan drainase water-seal dipasang untuk memungkinkan udara dan
cairan mengalir. Antibiotik biasanya diresepkan untuk melawan infeksi akibat
kontaminasi.

2. Pneumotoraks tensi
Pneumotoraks tensi terjadi apabila terdapat gerakan udara satu arah dari paru ke ruang
pleura melalui sebuah lubang kecil di struktur paru pada saat inspirasi tetapi tidak dapat
kembali ke paru pada waktu ekspirasi. Pneumotoraks tensi dapat dapat disebabkan oleh
trauma dada penetrasi. Udara yang mengumpul membentuk tekanan positif dalam rongga
dada sehingga mengakibatkan kolaps paru pada sisi yang terganggu, pergeseran
mediastinum kearah sisi yang tidak tergangu dan kompresi organ-organ mediastinum
(jantung, pembuluh darah besar) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan
penurunan arus balik vena.
Manifestasi klinis dari pneumotoraks tensi yaitu dispnea hebat, agitasi, trakhea
menyimpang dari garis tengah tubuh ke arah sisi yang tidak sakit (pergeseran
mediastinum), distensi vena jugularis, tidak tampak gerakan dada pada sisi yang sakit,
hipotensi, takikardia, hiperesonans dan tidak terdengar bunyi napas pada sisi yang sakit,
tidak terdengar bunyi jantung, syok, emfisema subkutan dan ventilasi takefektif.
Keadaan ini harus segera ditangani dengan insersi suatu selang atau jarum berukuran
besar kedalam ruang pleura diikuti oleh pengisapan udara keluar dari ruang tersebut.
3. Pneumotoraks tegangan
Pneumotoraks tegangan terjadi ketika udara ditarik ke dalam ruang pleura dari paru yang
mengalami laserasi atau melalui lubang kecil dalam dinding dada. Pada kedua kasus
tersebut, udara yang memasuki rongga dada bersamaan dengan setiap inspirasi akan
terjebak disini, udara tidak dapat dikeluarkan melalui jalan udara atau lobang kecil dalam
dinding dada.
Dengan demikian tegangan (tekanan) terbentuk didalam ruang pleura, yang menyebabkan
paru kolaps dan jantung, pembuluh darah yang membesar, dan trakea tergeser ke arah sisi
dada yang tidak sakit. Baik fungsi pernapasan dan sirkulasi mengalami kerusakan karena
dengan meningkatnya tekanan intratoraks, arus balik vena ke jantung mengalami
gangguan, menyebabkan penurunan curah jantung dan merusak sirkulasi perifer. Pada
kasus yang ekstrim, denyut nadi mungkin tidak teraba, dikenal dengan pulseless electrical
activity (PEA).
Gambaran klinisnya adalah lapar udara, agitasi, hipotensi, takikardia, diaforesis yang
sangat banyak dan sianosis.
Penatalaksanaan medis dari pneumotoraks tegangan yaitu pasien harus segera diberikan
oksigen konsentrasi tinggi untuk mengatasi hipoksia. Dalam keadaan darurat,
pneumotoraks tegangan dapat diubah dengan cepat menjadi pneumotoraks dengan
memasangkan jarum berdiameter besar pada garis midklavikular ruang interkostal kedua
pada sisi yang sakit. Tindakan ini akan menghilangkan tekanan dan mengalirkan udara
intratoraks ke luar. Selang dada kemudian di pasang dan dihubungkan dengan pengisap
untuk membuang udara dan cairan sisanya dan mengembangkan kembali ke paru. Jika
paru mengembang dan kebocoran dari paru berhenti, drainase lebih lanjut mungkin tidak
diperlukan lagi. Jika paru terus bocor, seperti yang ditunjukkan dengan penumpukan
kembali volume udara yang tidak dapat dikeluarkan selama torasentesis, udara harus
dikeluarkan dengan selang dada menggunakan drainase water-seal.

4. Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetrasi ke
dalam rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum/kanul.
Pneumotoraks traumatik juga ada 2 jenis yaitu
1) Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas dinding dada terbuka/tertutup,
barotrauma.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
tindakan oleh tenaga medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan
menjadi 2 :
Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah pneumotoraks yang terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya
pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleural, biopsi transbronkial,
biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (mechanical
ventilation).
Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) adalah pneumotoraks
yang sengaja di kerjakan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura
melaui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis
(sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.
5. Pneumotoraks tertutup
Pneumotoraks tertutup disebabkan oleh cedera tumpul yang mengakibatkan rusuk yang
fraktur menusuk atau merobek membran pleura atau oleh kompresi tiba-tiba dari sangkar
rusuk. Udara memasuki ruang pleura, sehingga meningkatkan tekanan intrapleural dan
mengempiskan paru. Varian dari pneumotoraks tertutup adalah pneumotoraks spontan
yang dapat terjadi akibat pecahnya bleb emfisematosa pada permukaan paru, tetapi dapat
juga terjadi setelah batuk yang sangat hebat pada individu dengan penyakit pulmonari
kronis seperti asma. Jika pneumotoraks cukup besar dan dibiarkan tidak diatasi,
pneumotoraks tertutup dapat menjadi pneumotoraks tensi.
6. Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks spontan (nontrauma) dapat terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan
pleura viseral, sementara pada suatu saat terjadi peninggian tekanan dijalan napas oleh
suatu sebab sehingga alveolus dan pleura yang menutupnya pecah. Ini terjadi, misalnya
pada penderita infeksi paru dengan batuk-batuk keras, pada penggunaan kortikosteroid
yang lama, pada perokok, dan pada penderita penyakit menahun.
Penyebab lain adalah bula paru yang tidak disadari karena tidak bergejala yang dapat saja
pada suatu waktu pecah. Kelainan ini ditemukan pada laki-laki dewasa muda, terutama
yang tertubuh bentuk astenia. Oleh sebab yang tidak diketahui, pneumotoraks juga dapat
timbul bersesuaian dengan siklus haid, terutama pada sisi kanan, kejadian ini sangat
jarang sekali. Kadang pneumotoraks spontan bersifat pneumotoraks desak.
Gejala klinis pneumotoraks spontan bergantung pada ada tidaknya pneumotoraks
pneumotoraks desak serta berat ringannya pneumotoraks. Pasien secara spontan
mengeluh nyeri dan sesak napas yang muncul tiba-tiba. Pada pemerikasaan fisik mungkin
dada tampak asimetris, suara fremitus menurun atau hilang, perkusi timpani, dan bising
napas menurun atau menghilang. Bila ada pneumotoraks desak, akan timbul sianosis,
takipnea, dan tanda hipoksia lain.
Diagnosis pneumotoraks spontan dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
foto rontgen dada yang memperlihatkan paru yang kolaps.
Penanganannya bergantung pada berat ringannya pneumotoraks. Bila penderita tidak
sesak dan keadaan tetap baik dalam 6-8 jam, penderita diobservasi dan diistirahatkan saja.
Bila pneumotoraks bertambah atau penderita semakin sesak, harus dilakukan
pemasangan penyalir sekat air. Harus diingat bahwa selama terapi konservatif ini,
penderita diawasi ketat karena dalam waktu singkat keadaan penderita mungkin
memburuk dan diperlukan pertolongan segera. Dengan penyaliran sekat air ini, dapat
diperkirakan ukuran lubang dijalan napas, dan dapat dicegah timbulnya pendesakan oleh
udara. Keadaan pengembangan paru dan banyaknya udara yang keluar berkurang dan
akhirnya tidak keluar lagi. Penyalir dapat ditutup dan kemudian isapan dihentikan. Bila
pneumotoraks tidak ada kambuh, penyalir dapat dicabut.

C. Insiden
Pneumotoraks spontan terjadi pada sekitar 1% bayi cukup bulan yang dilahirkan per vaginam
dan pada sekitar 2% bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria insidennya lebih tinggi pada
bayi yang dilahirkan prematur. Pneumomediastinum terjadi pada sekitar 0,25% bayi baru
lahir. Semua kebocoran gas lebih lazim terjadi pada bayi dengan penyakit paru, misalnya
keadaan ini terjadi pada sekitar 10% bayi yang dilahirkan pascapewarnaan mekonium cairan
amnion. Pneumotoraks terjadi pada sekitar 5% penderita dengan gawat napas neonatus
ringan dan pada sekitar 10% dari mereka yang memerlukan bantuan ventilasi.

D. Tanda-Tanda
1. Tak adanya bunyi napas.
2. Deviasi trakea yang menjauhi sisi paru tanpa bunyi pernapasan.
3. Sianosis.
4. Distensi vena leher.
5. Mungkin terjadi emfisema subkutis.

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang timbul mendadak di daerah dada akibat trauma pleura.
2. Pernapasan yang cepat dan dangkal (takipnu).
3. Dispnu.
Apabila pneumotoraksnya luas, atau apabila yang terjadi adalah tension pneumotoraks dan
udara menumpuk di ruang pleura, maka jantung dan pembuluh-pembuluh besar dapat
bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris.
Tension pneumotoraks dapat menyebabkan kolaps pembuluh-pembuluh darah di bawahnya
sehingga terjadi hipotensi, hipoksia, dan dispnu berat.

F. Komplikasi
Pneumotoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks), dapat mengakibatkan
kegagalan respirasi akut. Pio-pneumotoraks, hidro-pneumotoraks/ hemo-pneumotoraks,
henti jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi), pneumomediastinum dan emfisema
subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya
esofagus atau bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidennya sekitar 1%),
pneumotoraks simultan bilateral, insidennya sekitar 2%, pneumotoraks kronik, bila tetap ada
selama waktu lebih dari 3 bulan, insidennya sekitar 5%.

G. Diagnosis Banding
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru, dan pneumonia.
Pada pasien muda, tinggi, pria dan perokok jika setelah difoto diketahui ada pneumotoraks,
umumnya diagnosis kita menjurus ke pneumotoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan
sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu
bleb emmfisematus paru.

H. Penatalaksanaan
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung beratnya, jika pasien dengan pneumotoraks
ukurannya kecil dan stabil, biasanya hanya diobservasi dalam beberapa hari (minggu)
dengan foto dada serial tanpa harus dirawat inap dirumah sakit. Pada prinsipnya di
upayakan pengembangan paru sesegera mungkin anatara lain dengan pemasangan water
sealed drainage (WSD). Pasien pneumotoraks dengan klinis tidak sesak dan luas
pneumotoraks <15% cukup dilakukan observasi. Namun demikian bila didapatkan penyakit
paru yang mendasarinya perlu dipasang WSD (tindakan dekompresi). Apabila ada batuk dan
nyeri dada, diobati secara simtomatis. Selanjutnya evaluasi foto dada setiap 12-24 jam
selama 2 hari. Pneumotoraks ukuran kecil umumnya secara spontan akan direabsorbsi,
meskipun kemungkinan terjadinya progresivitas pneumotoraksnya tetap diperhatikan. Laju
penyerapan diperkirakan 1,25 % dari sisi pneumotoraks per hari. Sakit dadanya mulai
menghilang dalam 24 jam. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil,
tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 hari pasien harus kontrol lagi.
Tindakan dekompresi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara luar, ada
beberapa cara :
Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan
udara positif akan keluar melalui jarum tersebut. Membuat hubungan dengan udara luar
melalui kontraventril yaitu dengan :
1) Jarum infus set ditusukkan kedinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian pipa plastik/slang dipangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan
kedalam botol berisi air dan klem dibuka, akan timbul gelembung-gelembung
udara dalam botol.
2) Abbocath : jarum abbocath nomor 14 ditusukkan kerongga pleura dan setelah
mandrin dicabut, dihubungkan dengan pipa infus set
3) WSD : pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan kerongga pleura dengan
perantaraan trokar atau klem penjepit bedah. Sebelum trokar yang dimasukkan
kerongga pleura, terlebih dulu kulit dada tempat trokar akan dimasukkan
didesinfekatan, ditutup doek penutup dan diberikan anastesi lokal dengan xilokain
atau prokain 2 % secukupnya. Lokasi insisi kulit dapat diruang antar iga VI mid
aksillar line/ dorsal aksillar line ataupun dapat juga diruang antar iga II digaris mid
klavikula. Kemudian trokar baru dimasukkan. Setelah trokar msuk ke rongga
pleura ; busi penusuk dicabut dan tinggal selontongan pipa. Drain dimasukkan
melalui selontongan tersebut. Pemasukan drain diarahkan keatas apabila
masuknya diruang antar iga VI. Bila masuknya melalui antar iga II drain diarahkan
ke bawah. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa
lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di
dalam botol. Masuknya pipa kaca kedalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air,
supaya gelembung udara mudah keluar. Untuk tekanan rongga pleura yang masih
tetap positif perlu continous suction yang pengisapannya diberikan tekanan 10-20
cm H2O, tujuannya supaya paru cepat mengembang. Apabila paru sudah
mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negatif, maka sebelum
dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa drain selama 24 jam. Kemudian
di cek dengan foto dada, apakah paru tidak mengempis lagi atau tekanan rongga
pleura menjadi positif lagi. Maka drain belum dapat di cabut.

I. Perangkat Diagnostik
Pemeriksaan sinar X biasanya dapat mendiagnosis suatu pneumotoraks.

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda: Takikardi, disritmia, S3 atau S4/irama jantung gallop (gagal jantung
sekunder terhadap affusi), Nadi apical berpindah opleh adanya penyimpangan
mediastinal, Tanda Homman, TD : Hipertensi/Hipotensi, DVJ
3. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan (pneumothoraks spontan), nyeri tajam, menusuk
dan diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar keleher, bahu, abdomen.
Tanda:
Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
4. Pernapasan
Gejala:
Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada atau trauma, penyakit paru kronis
Tanda:
Tachipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan dad, leher, retraksi intercostals,
ekspirasi abdominal kuat, Bunyi napas dan fremitus menurun pada sisi yang terlibat,
Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara
Palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik), dan penurunan
pengembangan thoraks (area yang sakit)
Kulit pucat, cianoosis, berkeringat, krepitasi subkutan (udara pada jaringan dengan
palpasi)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara), gangguan
muskuluskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
2. Ganguan pertukaran gas b/d penurunan suplai oksigen.
3. Nyeri dada b/d faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor fisik pemasangan selang
dada.
4. Resiko tinggi trauma/penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera,
tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dada), kurang pendidikan
keamanan/pencegahan.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d
kurang terpajan informasi.

C. Tindakan Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara), gangguan
muskuluskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
Tujuan : Menunjukkan pola pernapasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang
normal.
Bebas sianosis dan tanda/gejala hipoksia.
Intervensi:
- Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma,
keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik
- Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak, dispnea, terjadinya
sianosis, perubahan tanda vital.
- Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik.
 Catat perubahan tekanan udara.
 Auskultasi bunyi napas.
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea
 Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
 Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk ”kontrol diri” dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat/dalam.

- Bila selang sedang dipasang

 Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar (batas air,
pengatur dinding/meja disusun dengan tepat)
 Periksa batas cairan pada botol penghisap; pertahankan pada batas yang
ditentukan
 0bservasi gelembung udara botol penampung.
 Evaluasi ketidaknormalan/ kontinuitas gelembung botol penampung.
 Jika terjadi kebocoran
 Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat pasa pasien atau sistem)
dengan mengklem kateter torak pada hanya bagian distal sampai
keluar dari dada.
 Berikan kasa berminyak dan/atau bahan lain yang tepat disekitar sisi
pemasangan sesuai indikasi.
 Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila kebocoran udara
berlanjut.
 Tutup rapat sambungan selang drainase dengan aman
menggunakan plester atau ban sesuai kebijakan yang ada.
 Awasi ”pasang surutnya” air penampung. Catat apakah perubahan
menetap atau sementara.
 Posisikan sistem drainase selang untuk fungsi optimal, contoh koil selang
ekstra di tempat tidur, yakinkan selang tidak terlipat atau menggantung di
bawah saluran masuknya ke wadah drainase. Alirkan akumulasi drainase
bila perlu.
 Catat karakter/jumlah drainase selang dada
 Bila kateter torak terputus/lepas :
Observasi tanda distres pernapasan. Sambungkan kateter torak ke selang/
penghisap, bila mungkin gunakan teknik yang bersih. Bila kateter terlepas
dari dada, tutup segera sisi lubang masuk dengan kasa berminyak dan
gunakan tekanan lembut
 Setelah kateter torak dilepas
 Tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril.
Observasi tanda/gejala yang dapat menunjukkan berulangnya
pneumotoraks, contoh napas pendek, keluhan nyeri. Lihat sisi
lubang masuk, catat karakter drainase

Kolaborasi : Kaji seri foto torak
2. Ganguan pertukaran gas b/d penurunan suplai oksigen.
Tujuan :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tak ada gejala distress pernapasan.

Intervensi

 Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.


 Obsevasi warna kulit membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
 Awasi frekuensi jantung/irama.
 Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil, misal selimut
tambahan/menghilangkannya , suhu ruangan nyaman kompres hangat
atau dingin
 Pertahankan istirahat/tidur. Dorong menggunakan tekhnik relaksasi dan
aktivitas senggang
 Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efekti
 Kaji tingkat ansietas. Doromg menyatakan masalah/perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur. Kunjungan dengan sering atau
pertemuan/kunjungan oleh orang terdekat/pengunjung sesuai indikasi
 Obsevasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi, banyaknya jumlah
sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat
kesadaran dispnea berat, gelisah
 Siapkan untuk memindahkan ke unit perawatan kritis bila
diindikasikan.
3. Nyeri dada b/d faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor fisik pemasangan selang
dada.
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang/terkontrol.
Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
Intervensi :
 Tentukan karakteristik nyeri, mis : tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan
karakter/lokasi/ intensitas nyeri.
 Pantau tanda vital.
 Berikan tindakan nyaman, mis; pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
 Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada dengan bantal
 Kolaborasi

Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.

4. Resiko tinggi trauma/penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera, tergantung
pada alat dari luar (sistem drainase dada), kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
Tujuan : Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi:
 Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada, catat gambaran
keamanan.
 Pasangkan kateter torak ke dinding dada dan berikan panjang selang
ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien.
 Amankan sisi sambungan selang.
 Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
 Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada
sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalu lintas rendah.
 Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan
diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas cairan yang tepat,
ada/tidaknya gelembung, adanya/derajat/waktu pasang surut. Perlu atau tidak
selang dada di klem atau dilepaskan dari sumber penghisap
 Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, adanya/karakteristik
drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai
kebutuhan
 Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.
 Identifikasi perubahan/situasi yang harus dilaporkan pada perawat. Contoh
perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada, lepaskan alat.
 Observasi tanda distres pernapasan bila kateter toraks lepas/tercabut.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d
kurang terpajan informasi.
Tujuan :
- Menyatakan pemahaman penyebab masalah
- Mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik.
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu
untuk mencegah terulangnya masalah.

Intervensi :

- Kaji patologi masalah individu.


- Kaji ulang praktek kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat dan latihan.

Anda mungkin juga menyukai