PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernapasan merupakan salah satu sistem organ terpenting yang khususnya
melibatkan paru-paru sehingga bila terjadi gangguan pernapasan dapat mengakibatkan gagal
napas. Salah satu penyakit paru-paru yang menyebabkan gagal napas adalah pneumothorax.
Pneumothorax lebih sering ditemukan pada hemithoraks kanan dari pada hemithoraks kiri.
Pneumothorax bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumothorax spontan. Insiden dan
pravalensi pneumothorax ventil 3% sampai dengan 5% dari pneumothorax spontan.
Kemungkinan berulangnya pneumothorax ialah 20% untuk kedua kali dan 50% untuk ketiga
kali (Alsagaff and Mukty, 2015).
Karakteristik tanda dan gejala pneumothorax tergantung dari penyebab, jenis, dan
luasnya. Mycrobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyakit tuberculosis yang
menyebabkan penurunan sistem imun. Bakteri yang menyerang paru akan menyebabkan
tuberculosis paru dimana menyebabkan berbagai penyakit paru seperti
pneumothorax.Pneumothorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan
yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejala sesak nafas progressif
sampai sianosis gejala syok (Aulia, 2016).
Menurut Boone (2019) memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4 –
17,8 per 100.000 per tahun. Kasus pneumotoraks lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Penelitian Khan dkk pada tahun 2009 di Pakistan kasus
pneumotoraks laki-laki 63,58% dan perempuan 36,42%, sesuai penelitian didapatkan kasus
pneumotoraks laki-laki 64,10% dan perempuan 35,90% dengan rata-rata umur 49 tahun.
Peran perawat dalam menangani klien pneumothorax adalah menyampaikan informasi
tentang penyakit dan Pendidikan Kesehatan terhadap keluarga dan klien untuk merawat
membersihkan luka post op secara streril pada saat dirumah guna mecegah resiko infeksi,
membimbing klien dan keluarga untuk Latihan ROM pasif guna mencegah kekauan otot
dan sendi, cara preventif dengan menyediakan tabung oksigen dan alat bantu nafas jenis
nonrebreathing mask. Cara kuratif dengan membawa klien ke rumah sakit terdekat dan
dilakukan pemasangan WSD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura, yang
berada antara paru-paru dan thoraks. Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan pada
orang tanpa kondisi paru-paru kronis (pneumothoraks primer) dan orang dengan penyakit
paru-paru (pneumothoraks sekunder) selain itu, banyak juga ditemui kasus pneumothoraks
yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi dari
berbagai pengobatan (Irianto, 2017).
Udara dapat keluar dari patu-paru ke rongga pleura saat kantug udara di paru-
paru, atau bulla, meledak. Latihan fisik secara berlebihan dapat mendorong terjadinya
pneumothoraks. Komplikasi kondisi paru-paru seperti asma dan chronic obstructive
pulmonary disease juga dapat memicu kondisi ini (Irianto, 2017).
2. Etiologi
Pneumothoraks dapat disebabkan oleh pecahnya kista atau kantong kecil pada
permukaan paru. Pneumotoraks mungkin juga terjadi setelah luka pada dinding dada
seperti tulang rusuk yang patah, luka yang menembus dada, invasi operasi dari dada, atau
yang diinduksi dengan bebas dalam rangka untuk mengempiskan paru. Pneumothoraks
dapat juga berkembang sebagai akibat dari penyakit-penyakit paru yang mendasari,
termasuk cystic fibrosis, chronic obstructive pulmonary disease, knker paru, asma, dan
infeksi-infeksi dari paru-paru (Irianto, 2017).
Etiologi pneumothoraks dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (Morton: 2012):
a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi pada orang-
orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau terjadi dalam ketiadaan cedera
traumatis dada atau paru-paru
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-paru,
emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis (TB), Sarkoidosis,
cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi thoracentesis,
trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan, ventilasi mekanik tekanan
positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax, disebabkan oleh
trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera tumpul atau menembus.
3. Klasifikasi
Efusi pleura diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu (Irianto, 2017):
a. Primary pneumothorax (Spontaneus pneumothorax)
Terjadi pada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya.
b. Secondary pneumothorax
Terjadi sebagai akibat ari kondisi atau kejadian yang mendasari misalnya disebabkan
benturan dada yang keras.
4. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-
paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan, udara
yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali
normal. Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat
terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman
penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium Spp, dan
streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent,
purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang
selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani
maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran
mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran
vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan
cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya
“blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan
udara masuk ke dalam kavum pleura. Robekan pada percabangan trakeobronkial
menyebabkan kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit (Peate,
2015).
5. Manefestasi Klinis
a. Sesak nafas
b. Nyeri dada (seperti ditusuk)
c. Napas pendek dan cepat
d. Denyut jantung cepat
e. Batuk
f. Kelelahan
g. Sianosis
(Irianto, 2017)
6. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga dapat
terkena dampaknya. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat. Gambaran
ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension
pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah (Peate, 2015).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis pneumothoraks, yang hasilnya menunjukkan adanya udara.
d. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan udara dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor
e. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran udara (Judith, 2009).
8. Penatalaksanaan
a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat
kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut plastik yang steril
merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga
digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah
terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar
udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu
penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi
tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk mengurangi
tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan
pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan
segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.
e. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan skernotomi
mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
(Judith, 2009).
9. Pathway
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima tahap yaitu pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, umur, pekerjaan, status perkawainan, pendidikan, alamat,
diagnosis medis, tanggal masuk rumah sakit
b. Keluhann utama : Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
pneumothoraks didapatkan keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada, Napas pendek
dan cepat, Denyut jantung cepat, dan Batuk.
c. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
d. Riwayat penyakit keluarga : Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumothoraks.
e. Kesehatan fungsional/ 11 pola-pola gordon : nutrisi, eliminasi, aktivitas,
istirahat/tidur, persepsi, pola tolerensi, pola hubungan peran, kognitif, konsep diri,
reproduksi, keyakinan
f. Pemeriksaan fisik dan penunjang
2. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas,
hipersekresi jalan nafas, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan nafas,
proses infeksi
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler
c. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi makanan,
peningkatan kebutuhan metabolisme
d. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis, agen pencedera kimiawi,
agen pencedera fisik
e. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, efek prosedur invasif,
malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukkan pada perawat untuk membuat klien dalam mencapai tujuan yang
diharapkan oleh karena itu rencan tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari
pelaksaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan
(Nursalam,2017).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
yang sudah berasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan
pelaksanaan tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan
dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah
dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2017). Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
PENGKAJIAN UMUM
Tanggal Pengkajia : Senin, 20 Februari 2023
Jam Pengkajian : 11.30 WIB
Oleh :
Sumber Data : Klien, Keluarga Klien, Rekam Medik, Tenaga Kesehatan
Metode : Observasi, wawancara, pengkajian fisik dan studi
Pengumpulan Data dokumen
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. U
Tempat/Tgl.Lahir : Salatiga, 16 Agustus 1954 (67 tahun)
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pengurus Masjid
Alamat : Demak
Dx. Medis : Post thoracotomy eksplorasi ec pneumothorax dengan
fistula bronkopleural riwayat TB paru
Nomor RM : 2013xx
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 13 Februari 2023
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Alamat : Demak
Hubungan dengan Klien : Istri
2. Fokus Assessment
Keadaan Umum : Klien tampak lemah
BB : 50 kg
TB : 150 cm
IMT : 22,2 kg/m2 (normal)
Klien tirah baring, klien post thoracotomy hari ke-0.
Terpasang WSD di thorax sebelah kiri.
Tingkat : E3 VETT M4 (Somnolen)
Kesadaran
Keluhan Utama : Terdapat sekret pada jalan napasnya
3. Sekunder Assessment
Riwayat Penyakit : Klien dengan riwayat effusi pleura dirawat sebulan
Dahulu yang lalu di RS NU Demak, pernah dipasang WSD
saat dirawat. 2 hari setelah dirawat sesak kambuh
dan kembali di rawat inap serta di pasang WSD
kedua. Klien dinyatakan TBC serta memulai OAT
3 minggu yang lalu (1x3 FDC). Riwayat batuk
sudah lama sekitar 2 bulan.
Riwayat Penyakit : Sesak nafas tak kunjung membaik, keluarga klien
Sekarang meminta rujukan dari puskesmas ke RSPAW,
kemudian klien masuk IGD dan dipindahkan di
bangsal Dahlia rawat inap selama 8 hari. Tanggal
20 Februari 2023 klien dilakukan operasi
thoracotomy dan dipindahkan di ICU Paru.
Riwayat : Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya
Kesehatan tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
Keluarga dengan klien. Tidak mempunyai riwayat penyakit
menurun seperti DM, Asma dan Hipertensi
4. Pemeriksaan Fisik
Kepala : a. Kepala mesochepal, rambut hitam dan beruban,
kulit kepala tampak bersih
b. Konjungtiva tampak anemis, pupil isokor
2mm/2mm, Reaksi cahaya +/+
c. Hidung : Tidak ada sekret, tidak ada polip.
d. Telinga : Tidak ada serumen
e. Mulut : Mukosa bibir kering, klien sudah tidak
punya gigi, klien terpasang ETT dengan
ventilator SIMV
Vertebra : Tak ada pembesaran kelenjar limpha, tidak ada
Servikalis Dan peningkatan JVP.
Leher
Thoraks : a. Paru – paru
- Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan dada
simetris kanan = kiri, tidak tampak
penggunaan otot pernafasan, terpasang WSD
di thorax sebelah kiri perban hipavik di
daerah WSD tampak kotor, tampak luka post
thoracotomy yang dibalut dengan perban
hipavix
- Palpasi : Ekspansi dada simetris
- Perkusi : Sonor
- Auskltasi : Suara nafas tambahan ronkhi
b. Jantung
- Inspeksi : Dada tampak simetris
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : Terdengar suara dall/redup
- Auskultasi : Reguler (S1 lub dan S2 dub)
Abdomen : a. Inpeksi : Datar dan simetris, tidak ada bekas
luka jahitan, warna kulit sawo matang.
b. Auskultasi: Bising usus (+), 13 x/menit
c. Perkusi : Terdengar suara timpani
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perineum / : Genetalia normal, tampak bersih, terpasang DC dan
Rektum / Vagina terpasang pempers
Muskuloskeletal : a. Atas: akral teraba hangat , sianosis (-)
b. Bawah: akral teraba hangat , sianosis (-)
Adanya krepitasi di ekstermitas atas sampai
ekstermitas bawah
5. Terapi
Nama Obat Dosis Cara Pemberian
NaCl 09,% + aminophylline 16 tpm Intravena
Dobutamin 20 mcg Intravena
Vascon 0.20 mcg Intravena
Ceftriaxone 2 x 1 gr Intravena
Ketorolac 2 x 30 mg Intravena
Lanzoprazole 2 x 30 mg Intravena
Methyl Prednisolone 2 x 125 mg Intravena
Paracetamol 3 x 1 gr Intravena
Metamizol 3 x 1 gr Intra Muskuler
Curcuma 2 x 20 mg Per-oral
Channa 3 x 500 mg Per-oral
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
21 Februari 2023 Post phoracotomy eksplorasi ec
pneumothorax dengan fistula
bronkopleural
b. Laboratorium
Tanggal : 20 Februari 2023
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9.4 L gr/dL 13.0 - 18.0
Hematokrit 27.5 L % 40.0 - 54.0
Eritrosit 3.01 L 10^6/Ul 4.50 - 6.50
MCV 91.4 fL 76.0 - 96.0
MCH 31.2 pg 27.0 - 32.0
MCHC 34.2 g/dL 31.0 - 37.0
Leukosit 8.00 10^3/uL 4.00 - 11.0
Trombosit 144 L 10^3/uL 150 - 450
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT 69 H U/L < 31
SGPT 30 U/L < 42
Protein Total 4.4 L gr/dL 6.6 - 8.7
Albumin 2.2 L gr/dL 3.5 -4.2
Faal Ginjal
Ureum 38.9 mg/dL 15.0 - 45.0
Creatinin 1.07 mg/dL
Elektrolit
Natrium 150 H mmol/L 135 -145
Kalium 3.5 mmol/L 3.5 - 5.1
Clorida 112 mmol/L 95 - 115
Analisa Gas Darah
pH 7.47 H - 7.35 - 7.45
pCO2 32 mmHg 32 - 45
pO2 229 H mmHg 83 – 108
HCO3 22.7 mmol/L 22 – 28
ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
DO: Gangguan Perubahan
- Tingkat Kesadaran : Somnolen Pertukaran Gas Membran
(E3 VETT M4) (SDKI, 2017 Alveolus-Kapiler
- Klien terpasang alat bantuan D.0003)
nafas ventilator SIMV
- Klien terpasang ETT
- FiO2 : 100%
- PEEP: 8
- VT: 500
- RR: 11 x/menit
- HR : 115 x/menit
- TD : 86/52 mmHg
- pH : 7.47 , PO2 : 229
- AGD : Alkalosis Respiratorik
DS:-
DO: Bersihan Jalan Hipersekeresi Jalan
- Terdapat sekret pada jalan Nafas Tidak Napas
nafas Efektif
- SpO2: 99 % (SDKI, 2017
- RR: 11 x/menit D.0149)
- Terdengar suara nafas
tambahan ronkhi
DS:-
DO: Risiko Infeksi Efek Prosedur
- Terpasang infus di tangan (SDKI, 2017 Invasif
kanan NaCl dengan D.0142)
aminophylline 16 tpm, perban
hipavik disekitar infus tampak
kotor, tampak bengkak dan
kemerahan
- Terpasang infus di tangan kiri
infus pump NaCl 30 tpm,
syring pump dobutamin 20
mcg, syring pump vascon 0.20
mcg
- Terpasang DC kateter
- Terpasang WSD di thorax
sebelah kiri, perban hipavik di
daerah WSD tampak kotor
- Tampak luka post operasi
thoracotomy disebelah kiri,
perban hipavik tampak bersih
tidak ada rembesan
DS:-
Diagnosis Keperawatan 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekeresi jalan napas
Hari/tanggal Implementasi Evaluasi proses Evaluasi hasil
Senin, 20 Jam : 12.00 Jam : 12.10 Jam : 14.15
Februari Memonitor S :- S :-
2023 pola nafas dan O: O:
bunyi nafas - Terdapat sekret pada jalan nafas - Terdapat sekret pada jalan nafas
tambahan - SpO2: 99 % RR: 12 x/menit - Sudah dilakukan suction
- Terdengar suara nafas tambahan ronkhi - Lendir berwarna kecoklatan 5 cc
Perawat Perawat - SpO2: 98 %
Jam : 12.30 Jam : 12.45 - RR: 14 x/menit
Melakukan S :- - Terdengar suara nafas tambahan ronkhi
section O: berkurang
- Sudah dilakukan suction A : Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi
Perawat - Lendir berwarna kecoklatan 5 cc sebagian
- SpO2: 98 % P:
- RR: 14 x/menit Lanjutkan intervensi
- Terdengar suara nafas tambahan ronkhi 1. Monitor pola nafas dan bunyi nafas tambahan
berkurang 2. Monitor sputum
P 3. Posisikan semi fowler atau fowler
erawat 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
Perawat
Selasa, 21 Jam : 09.00 Jam : 09.10 Jam : 14.15
Memonitor S : Klien mengatakan masih ada sedikit S:
Februari sputum dan dahak - Klien mengatakan masih ada sedikit dahak
2023 bunyi nafas O: - Kien mengatakan lega setelah minum air putih
tambahan - Sputum berkurang hangat
- SpO2: 100 % - Klien mengatakan nyaman dengan posisi
Perawat - RR: 22 x/menit setengah duduk
- Terdengar suara nafas vesikuler - Klien mengatakan paham dan mengerti terkait
Perawat teknik batuk efektif sesuai dengan
Jam : 12.00 Jam : 12.10 kemampuannya
Memberikan S :Kien mengatakan lega setelah minum air O:
minum air putih hangat - Sputum berkurang
putih hangat O: - SpO2: 100 %
- Klien minum air hangat 20 cc setelah - RR: 22 x/menit
Perawat ekstubasi - Terdengar suara nafas vesikuler, masih sedikit
- Terdengar suara nafas vesikuler, masih terdengar ronkhi
sedikit terdengar ronkhi - Klien minum air hangat 20 cc setelah ekstubasi
Perawat - Sputum berkurang
Jam : 12.30 Jam : 12.40 - Posisi tidur klien semifowler
Memberikan S : klien mengatakan nyaman dengan posisi - Klien tampak tenang
posisi nyaman setengah duduk - Klien mampu mempraktekkan teknik batuk
semifowler O: efektif dengan benar sesuai kemampuan
- Posisi tidur klien semifowler A : Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi
Perawat - Klien tampak tenang sebagian
Perawat P:
Jam : 13.30 Jam :13.45 Lanjutkan intervensi
Mengajarkan S : Klien mengatakan paham dan mengerti 1. Monitor pola nafas dan bunyi nafas tambahan
teknik batuk terkait teknik batuk efektif sesuai dengan 2. Anjurkan minum air putih hangat
efektif kemampuannya 3. Evalasi respon klien
O: Perawat
Perawat Klien mampu mempraktekkan teknik batuk
efektif dengan benar sesuai kemampuan
Perawat
Pada hari rabu tanggal 23 Februari pukul 10.00 klien di pindahkan ke bangsal Dahlia.
DAFTAR PUSTAKA