Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PNEUMOTHORAX

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1


Dosen pengampu :

Disusun Oleh :
Indri Febriana P. (I1B018013) M. Noor Misouri (I1B018019)
Laras Spri Hartini (I1B018014) Rinta Pirdayanti (I1B018020)
Febi Khanifah (I1B018015) Putri Sallamah Nursiam (I1B018021)
Risti Linta Chumaira (I1B018016) Melyana Rahmawati (I1B018022)
Evi Nur Janah (I1B018017) Luqman Hakim (I1B018023)
Mila Lestari (I1B018018) Ayu Putri Ajisti (I1B018024)

UNIVERSTAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara lain, tension pneumothoraks,
pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade jantung. Pneumotoraks
merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan pada kejadian trauma diluar
rumah sakit, serta merupakan kegawat daruratan yang harus di berikan penanganan
secepat mungkin untuk menghindari dari kematian (Jain D.G, Gosari S.N, Jain D.D,
2008). Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti dipopulasi, dikarenakan
pada literatur literatur, angka insidennya di masukan pada insiden cedera dada atau
trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh pasien menderita
trauma, merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks(Leigh-smith S, Harris T,
2005). Di negara maju, pneumotorak masih terjadi walaupun angkanya relatif kecil.
Insidensi pneumotorak spontannya adalah 14,3 per 100.000 penduduk per tahun
(Schnell et al., 2017).
Pneumotorak traumatik terjadi pada 10-30% dari kasus trauma tumpul torak
(Veysi et al., 2009) dan 95% dari kasus trauma tajam torak (Reade, 2016). Di
Indonesia, angka kejadian pneumotorak cukup banyak dan memiliki angka
mortalitas yang tinggi. Di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-2011
didapatkan pasien dengan pneumotorak spontan primer 25%, pneumotorak spontan
sekunder 47,1%, pneumotorak traumatik 13,5% dan pneumotorak tension 14,4%.
Angka mortalitas pneumotoraknya pun tinggi yaitu sebanyak 33,7% dengan
penyebab kematian terbanyak gagal napas (45,8%) (PWidjaya et al., 2014).

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari pneumotoraks?
2. Bagaimana patofisiologi dari pneumotoraks?
3. Apakah manifestasi klinis dari pneumotoraks?
4. Apa saja Etiologi dari pneumotoraks?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari pneumotoraks?
6. Apakah klasifikasi dari pneumotoraks?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari pneumotoraks?

B. TUJUAN
1. Mampu memahami definisi pneumotoraks
2. Mampu memahami patofisiologi pneumotoraks
3. Mampu memahami manifestasi klinis dari pneumotoraks
4. Mampu memahami Etiologi dari pneumotoraks
5. Mampu memahami penatalaksanaan dari pneumotoraks
6. Mampu memahami klasifikasi dari pneumotoraks
7. Mampu memahami pemeriksaan penunjang dari pneumotoraks
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Pneumotoraks menurut adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga
potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal 1,2,3. Pada keadaan normal rongga
pleura dipenuhi oleh paru – paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena
adanya tegangan permukaaan ( tekanan negatif ) antara kedua permukaan pleura, adanya
udara pada rongga potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan
paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura
tersebut, semakin banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan
paru –paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan
pada intrapleura.4,5 Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen
kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju kedalam paru yang kolaps tidak
mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak terjadi (Suarjaya &
Punarbawa, 2013).

B. Patofisiologi
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang yang
menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang
kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi
6. Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada
proses ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang
rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada
otot pernapasan akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral
pernapasan seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya. di abdominal
bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau
gunshot.6,8. Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan
dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara
pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler
pembuluh darah ke rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg
(-36 cmH2O) yang sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan
masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada dan
merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula
pada subpleura yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura (Suarjaya &
Punarbawa, 2013).

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi pneumothorax menurut Hudak, (2009) yaitu :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
Adapun manifestasi lanjut menurut Boshwick (1997) yaitu tingkat kesadaran
menurun, trakea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran
pembuluh darah vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis.

f. Etiologi
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhungan dengan bronkus. Pelebaran
alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut
granulomatous fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering
terjadinya pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empisema. Menurut Berck (2010) factor resiko pneumothorax adalah :
1. Merokok
2. Jeniskelaminlaki-laki
3. Usia 20-40 tahun

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari pneumotoraks bergantung pada seberapa luas pneumotoraks
yang terjadi. Jika hanya sedikit, cukup diobservasi namun jika pneumotoraks terjadi cukup
luas maka perlu dilakukan drainase tertutup dengan pemasangan pipa salir. Prinsip dari
penatalaksanaan pneumotoraks yaitu:
1. Menjaga jalan nafas tetap aman
2. Memberi ventilasi yang adekuat
3. Pemberian oksigen
4. Mengatasi penyebabnya dengna mengeluarkan udara yang terperangkap.

h. Klasifikasi
Menurut Suarjaya & Punarbawa (2013) klasifikasi pneumothoraks menjadi 2 yaitu,
pneumotoraks spontan dan pneumotoraks traumatik. Pneumotoraks berdasarkan etiloginya
yaitu Spontan pneumotoraks (spontan pneumotoraks primer dan spontan pneumotoraks
sekunder), pneumotoraks traumatik, iatrogenic pneumotoraks. Serta klasifikasi
pneumothoraks berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu, pneumotoraks terbuka (open
pneumotoraks), dan pneumotoraks terdesak (tension pneumotoraks ). Seperti dikatakan
diatas pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan dasar etiologinya seperti Spontan
pneumotoraks, dibagi menjadi 2 yaitu, Spontan Pneumotoraks primer (primery spontane
pneumothorax) dan Spontan Pneumotoraks Sekunder (secondary spontane pneumothorax),
pneumotoraks trauma, iatrogenic pneumotoraks.
a. Pneumotoraks Spontan Primer ( primery spontaneous pneumothorax)
Dari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks belum diketahui
secara pasti, banyak penelitian dan teroritelah di kemukakan untuk mencoba
menjelaskan tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe pneumotoraks ini.
Ada teori yang menyebutkan, disebabkan oleh factor konginetal, yaitu terdapatnya
bula pada sub pleuraviseral, yang suatu saat akan pecah akibat tingginya tekanan
intra pleura, sehingga menyebabkan terjadinya pneumotoraks. Bula sub pleura ini
dikatakan paling sering terdapat pada bagian apeks paru dan juga pada percabangan
trakeobronkial. Pendapat lain mengatakan bahwa PSP ini bisa disebabkan oleh
kebiasaan merokok. Diduga merokok dapat menyebabkan ketidakseimbangan dari
protease, antioksidan ini menyebabkan degradasi dan lemahnya serate lastis dari
paru-paru, serta banyak penyebab lain yang kiranya dapat membuktikan penyebab
dari pneumotoraks spontan primer.
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder ( Secondary Spontaneus Pneumothorax)
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan suatu pneumotoraks yang penyebabnya
sangat berhubungan dengan penyakit paru-paru, banyak penyakit paru-paru yang
dikatakan sebagai penyebab dasar terjadinya pneumotoraks tipeini. Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), infeksi yang disebabkan oleh bakteri
pneumocity carinii, adanya keadaan immunocompremise yang disebabkan oleh
infeksi virus HIV, serta banyak penyebab lainnya, disebutkan penderita
pneumotoraks tipe ini berumur diantara 60-65 tahun.
c. Pneumotoraks Trauma.
Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh trauma yang
secara langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh benda tajam seperti
pisau, atau pedang, dan juga bisa disebabkan oleh benda tumpul. 3 Mekanisme
terjadinya pneumotoraks trauma tumpul, akibat terjadinya peningkatan tekanan
pada alveolar secara mendadak, sehingga menyebabkan alveolar menjadi rupture
akibat kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul tersebut, pecahnya alveolar
akan menyebabkan udara menumpuk pada pleura visceral, menumpuknya udara
terus menerus akan menyebabkan pleura visceral rupture atau robek sehingga
menimbulkan pneumotorak. Jika pada mekanisme terjadinya pneumotoraks pada
trauma tajam disebabkan oleh penetrasi benda tajam tersebut pada dinding dada dan
merobek pleura parietal dan udara masuk melalui luka tersebut ke dalam rongga
pleura sehingga terjadi pneumotoraks.
d. Iatrogenik Pneumotoraks
Banyak penyebab yang dilaporkan mendasari terjadinya pneumotoraks iatrogenic,
penyebab paling sering dikatakan pemasan ganthransthoracic needle biopsy.
Dilaporkan juga kanalisasi sentral dapat menjadi salah satu penyebabnya.4 Pada
dasarnya dikatakan ada dua hal yang menjadi factor resiko yang menyebabkan
terjadinya pneumotoraks iatrogenic yaitu pertama adalah dalamnya pemasukan
jarum pada saat memasukannya dan kedua, ukuran jarum yang kecil, menurut
sebuah penelitian kedua itu memiliki korelasi yang kuat terjadinya pneumotoraks.
Berdasarkan mekanisme dari terjadinya pneumotoraks dapat diklasifikasikan
menjadi pneumotoraks terdesak (tension pneumotoraks), dan pneumutoraks terbuka
(open pneumothorax),
e. Pneumotoraks Terdesak (Tension Pneumothorax)
Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawatdaruratan pada cedera
dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk ke
dalam rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut
dengan fenomena ventil ( one –way-valve). Akibat udara yang terjebak di dalam
rongga pleura sehingga menyebabkan tekanan intra pleura meningkat akibatnya
terjadi kolaps pada paru-paru, hingga menggeser mediastinum kebagian paru-paru
kontra lateral, penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia. Banyak
literature masih memperdebatkan efek dari pneumotoraks dapat menyebabkan
terjadinya kolaps pada system kardiovaskular. Dikatakan adanya pergeseran pada
mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava anterior dan superior,
disebutkan juga hipoksia juga menjadi dasar penyebabnya, hipoksia yang
memburuk menyebabkan terjadinya resitensi terhadap vascular dari paru-paru yang
diakibatkan oleh vasokonstriksi. Jika gejala hipoksia tidak ditangani secepatnya,
hipoksia ini akan mengarah pada keadaan asidosis, kemudian disusul dengan
menurunnya cardiac output sampai akhirnya terjadi keadaan henti jantung.
f. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothoraks)
Keadaan pneumotoraks terbuka ini tersering disebabkan oleh adanya penetrasi
langsung dari benda tajam pada dinding dada penderita sehingga meninmbulkan
luka atau defek pada dinding dada. Dengan adanya defek tersebut yang merobek
pleura parietal, sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura. Terjadinya
hubungan antara udara pada rongga pleura dan udara di lingkungan luar, sehingga
menyebabkan samanya tekanan pada rongga pleura dengan udara di atmosper. Jika
ini di diamkan akan sangat membahayakan pada penderita. Dikatakan pada
beberapa literature jika sebuah defek atau perlukaan pada dinding dada lebih besar
2/3 dari diameter trakea ini akan menyebabkan udara akan masuk melalui perlukaan
ini, disebabkan tekanan yang lebih kecil dari trakea. Akibat masuknya udara
lingkungan luar ke dalam rongga pleura ini, berlangsung lama kolaps paru tak
terhindarkan, dan berlanjut gangguan ventilasi dan perfusi oksigen ke jaringan
berkurang sehingga menyebabkan sianosis sampai distress respirasi

i. Pemeriksaan Penunjang
1. USG Thorax
Teknik pencitraan dengan ultrasonogafi dapat menegakkan diagnosis dan
menggambarkan pnemothoraks. Diagnosis ultrasonogafi pnemothorax berdasarkan
hilangnya pleural sliding sign atau gliding sign, tidak adanya artefak comet tai, keberadaan
titik-titik paru, dan penekanan gambar penulangan karena gema udara. USG paru sebagai
alat untuk mendeteksi pneumothorax merupakan modalitas yang dapat diandalkan pada
kondisi akut yang mengancam nyawa. Kelebihan USG adalah dapat dilakukan segera
sehingga tidak perlu memindahkan pasien dalam kondisi tidak stabil, mengeliminasi
radiasi, lebih cepat dilakukan dan diinterpretasikan. Selain itu USG merupakan modalitas
yang baik pada kondisi kegawatdaruratan dan kondisi kritis saat melakukan prosedur
invasive seperti torakosentesis atau pemasangan akses sentral untuk menyingkirkan
pneumothorax iatrogenik. (Chandra, 2019)
2. Foto toraks
Foto toraks atau chest x-ray adalah suatu proyeksi radiografi dari toraks untuk
mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorak, isi, dan struktur-struktur
didekatnya. Secara umum kegunaan foto thorax salah satunya bisa untuk melihat adanya
trauma (pneumothorax, hemathorax). Kelainan foto thorax pada pneumothorax yaitu garis
pleura yang membentuk tepi paru yang terpisah dari dinding dada, mediastinum, atau
diafragma oleh udara, tidak ada bayangan pembuluh darah di luar garis.
3. Analisa gas darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat
secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
4. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT-scan)
CT-scan lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.
5. Pemeriksaan Endoskop (Torakostomi)
Endoscopy ialah suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ dalam tubuh
(khususnya saluran cerna) secara visual dengan membidik melalui alat dengan melihat melalui layar
monitor,
sehingga dapat dilihat sejelas-jelasnya setiap kelainan organ yang diperiksa. Pemeriksaan
endoscopy ini merupakan salah satu sarana penunjang diagnostic yang cukup handal ((Deddy
Satriya, 2012 dalam Zuhriyah, Dyah, & Irawan, 2013)
BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Trauma dada merupakan salah satu kejadian trauma yang sering terjadi dan bila
tidak mendapat penanganan secara tepat dan cepat akan menyebabkan kematian. Dikatakan
pada tahun 2020 menurut WHO trauma dada akan menjadi penyebab mortalitas dan
morbiditas kedua didunia. Pneumotoraks adalah salah satu dari trauma dada yang akan
sering ditemukan pada pusat pelayanan medis. Pneumotoraks didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana adanya udara pada rongga potensial antara pleura visceral dan parietal.
Pada jenis – jenis pneumotoraks dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, mekanisme
terjadinya dan akibat trauma atau non trauma. Penanganan atau identifikasi awal sangat
penting untuk dilakukan mengetahui tanda dan gejala awal dari pneumototaks. Identifikasi
awal dari pneumotoraks yang dapat kita lihat dari tanda dan gejalanya. Identifikasi awal
dari pneumotoraks yang dapat kita lihat dari tanda dan gejalanya. Pada awal terjadinya
pneumotoraks seperti, nyeri dada, sesak napas, gelisah, takipneu, takikardia, pergerakan
dada yang asimetris, hipersonor pada saat kita melakukan pemeriksaan dada, dan
menghilangnya suara napas pada paru yang mengalami pneumotoraks. Bantuan hidup dasar
diberikan seperti penatalaksanaan trauma dada, terdapat beberapa kalsifikasi pada
pneumothorax, diantaranya, Pneumotoraks Spontan Primer, Pneumotoraks Spontan
Sekunder, Pneumotoraks Trauma, Iatrogenik Pneumotoraks, Pneumotoraks Terdesak dan
Pneumotoraks Terbuka. Selain itu, terdapat pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan,
yaitu USG Thorax, Foto toraks,Analisa gas darah, CT-scan, dan Pemeriksaan Endoskop
(Torakostomi)

Demikianlah makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca, dan kami
berharap kepada pembaca untuk mengoreksi dan memberikan kritikan yang membangun,
guna menjadikan bahan evaluasi pada penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Berck,M.2010.Pneumothorax.http:nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax
-2/ diaksestanggal 1 Desember 2019 pukul 23.40
Cahyono, A., Rahmi, H., Telinga, D., & Leher, T. (n.d.). Pneumotoraks dan
pneumomediastinum sebagai komplikasi trakeostomi darurat. 1–11.

Putra, P. S., & Laksminingsih, N. (2013). Gambaran Radiologis Pada Occult


Pneumothoraks. E-Jurnal Medika Udayana. Retrieved from
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4865

Putu, N., Widiasari, A., Luh, N., Eka, P., Bagus, I., & Rai, N. (2019). Pneumotoraks
spontan primer berulang pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum :
laporan kasus. 10(1), 114–119. https://doi.org/10.1556/ism.v10i1.321

Saputra, I. (2017). Program studi profesi ners sekolah tinggi ilmu kesehatan
muhammadiyah samarinda 2017.

Suarjaya, P. P., & Punarbawa, I. W. A. (2013). IDENTIFIKASI AWAL DAN BANTUAN


HIDUP DASAR PADA PNEUMOTORAKS. E-Jurnal Medika Udayana, 2(5), 1–18.

Muttaqien, F., Bermansyah, B., &Saleh, I. (2019).PengaruhDurasiPneumotorakTerhadap


Tingkat Stress OksidatifParuTikusWistar. QanunMedika-Medical Journal Faculty of
Medicine Muhammadiyah Surabaya, 3(1), 45-53.

Punarbawa, I. W. A., &Suarjaya, P. P. EARLY IDENTIFICATION AND BASIC LIFE


SUPPORT FOR PNEUMOTHORAX.E-JurnalMedikaUdayana, 750-766.

PWidjaya, D. et al. (2014) ‘Karakteristik dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kesintasan Pasien Pneumotoraks di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta’, Ina J
Chest Crit and Emerg Med, 1(3).
Reade, M. C. (2016) ‘Thoracic Trauma and Management of Ventilation in the Critically
Injured Patient’, in Sam D. Hutchings (ed.) Trauma and Combat Critical Care in
Clinical Practice. Springer, p. 192.
Veysi, V. T. et al. (2009) ‘Prevalence of chest trauma, associated injuries and mortality: A
level i trauma centre experience’, International Orthopaedics, 33(5), pp. 1425– 1433.
doi: 10.1007/s00264-009- 0746-9.
Schnell, J. et al. (2017) ‘Spontaneous Pneumothorax’, Deutsches Ärzteblatt International,
114, pp. 739–44. doi: 10.3238/arztebl.2017.0739.
Jain D.G, Gosari S.N, Jain D.D : Understanding and Managing Tension Pneumothorax.
JIACN 2008; 9(1) : 42 – 50
Leigh-smith S, Harris T : Tension pneumothorax – time for a re-think ?. Emerg Med J
2005;22:8-16.doi: 10.1136/emj.2003.010421.
Chandra, S. (2019). Peran Ultrasonografi dalam Diagnosis Pneumotoraks pada Kasus Henti
Jantung: Laporan Kasus. EJournal Kedokteran Indonesia, 7(2), 151–155.
https://doi.org/10.23886/ejki.7.10776.
Kabupaten, D., Tahun, B., Zuhriyah, A., Dyah, R., & Irawan, I. (2013). ENDOSCOPY
TENTANG MANFAAT ENDOSCOPY ( SUATU STUDI DI RUANG ENDOSCOPY
RSUD KELAS B DR . R . SOSODORO

Anda mungkin juga menyukai