Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

(PNEUMOTORAKS)

Penyusun:
William Wira Wicaksana Tarigan
170100214

KEPANITERAAN KLINIK RS PENDIDIKAN USU


DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara pada ruang pleura. Meskipun
tekanan intra-pleura negatif sepanjang siklus pernapasan, udara tidak dapat masuk ke
dalam ruang pleura karena jumlah seluruh tekanan partial gas dikapiler darah rata-rata
hanya 706 mmHg. Jadi, pergerakan bersih gas dari kapiler darah menuju ruang pleura
akan membutuhkan kurang dari -54 mmHg yang sangat jarang terjadi keadaan normal
(Noppen M, 2010)

Pneumotoraks dibagi menjadi pneumotoraks spontan terdiri dari pneumotoraks


spontan sekunder, primer, katamenial, dan neonates, sedangkan pneumotoraks trauma
diakibatkan karena adanya proses trauma yang terjadi. Pneumotoraks spontan primer
terjadi tanpa didahului oleh penyakit yang mendasari, sementara sekunder terjadi ka-
rena adanya penyakit yang mendasari, seperti pada kasus tb (Noppen M, 2010)

Prevalensi penyakit yang mendasari bervariasi antara berbagai populasi di Asia


maupun Eropa karena perbedaan etnik, sosial dan faktor lainnya. Insiden tahunan dari
pneumotoraks spontan adalah 18-28 kasus dan 1,2-6 kasus per 100.000 laki-laki dan
perempuan. Sementara untuk insiden pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4-
18 dan 1,2-6 kasus per 100.000 populasi masing-masing dan pneumotoraks spontan
sekunder sekitar 6,3 dan 2 kasus per 100.000 laki-laki dan perempuan (Herring W,
2012)

Akibat penurunan fungsi paru-paru, maka pasien yang mengalami penyakit yang
mengancam jiwa dan membutuhkan penanganan segera. Karena tergantung pada pen-
yakit yang mendasarinya, maka puncak insidensi dari PSS dapat terjadi pada usia lanjut
yaitu 60-65 tahun (Noppen M, 2010 ; Onuki T, 2017)

2
Cukup banyak gangguan pernapasan telah dijelaskan sebagai penyebab dari pneu-
motoraks. Penyebab paling sering, yaitu penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
dengan empyema, fibrosis kistik, tuberculosis (TB), kanker paru-paru, dan HIV terkait
dengan pneumonia. Telah diketahui TB paru menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang signifikan di negara berkembang termasuk Indonesia (Herring W, 2012)

2. Tujuan Penulisan

Penulisan dan penyusunan makalah ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan


pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Pul-
monologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan pembaca
terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan kepada
masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang pneumotoraks dan
tatalaksananya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

2.2.1 Anatomi Pleura

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura yang
membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari
interna ke externa terbagi atas 2 bagian :

a. Pleura visceralis / pulmonalis, yaitu pleura yang langsung melekat pada per-
mukaan pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian yang beratasan dengan dinding thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamen-
tum pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat se-
buah rongga yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura
yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan
(Amita, 2012).

4
Pleura parietal berdasarkan letaknya bagian atas :
a. Cupula pleura (pleura cervicalis) :
Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas coa\sta 1 namun tidak
melebihi dari collum costaenya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di-
atas 1/3 medial os. clavicula.
b. Pleura parietalis pars diafragmatica :
Pleura yang menghadap ke diafragma permukaan thoracal yang dipisahkan
oleh fascia endothoracica
c. Pleura paritealis pars mediastinalis (medialis) :
Pleura yang menghadap ke diafragma permukaan thoracal yang dipisahkan
oleh fascia endothoracica.

Vaskularisasi pleura, pleura parietal divaskularisasi oleh a.intercostalis, a.mam-


maria, a.musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada sistem vena dinding
thorax. Sedangkan pleura visceralis mendapatkan vaskularisasi dari a.bronchialis
(Amita, 2012)

2.2.2 Fisiologi Pleura

5
Pleura memiliki fungsi mekanik yaitu melanjutkan tekanan negative thorax ke dae-
rah paru-paru, sehingga paru dapat mengembang karena elastis. Selain fungsi mekanik,
rongga pleura steril karena mesothelial mampu bekerja melakukan fagositesis benda
asing dan cairan dalam rongga pleura yang diproduksi bertindak sebagai lubrikans
(Saferi dan Mariza, 2013).

2.2 Pneumotoraks

2.2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga poten-
sial diantara pleura visceral dan pleura parietal (Punarwaba dan Suarjaya, 2013). Pneu-
motoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang me-
nyebabkan kolapsnya paru (Amita, 2012). Akumulasi udara dapat menekan paru-paru
dan membuatnya kolaps. Derajat kolaps menentukan gambaran klinis dari pneumo-
toraks (Catherine L. McKnight, 2020).

2.2.2 Etiologi

Penyebab daripada pneumotoraks spontan primer seperti merokok, tubuh kurus


tinggi pada orang yang sehat, kehamilan, dan sindrom Marfan. Selain itu, penyakit

6
yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan skunder adalah PPOK, asma, HIV
dengan pneumonia pneumocystis, pneumonia nekrotikans, tuberkulosis, sarcoidosis,
fibrosis kistik, karsinoma bronkogenik, fibrosis paru idiopatik, ARDS parah, histiosi-
tosis sel Langerhans, lymphangioleiomyomatosis, penyakit pembuluh darah kolagen,
penggunaan narkoba seperti kokain atau mariyuana, endometriosis toraks (Paul Za-
rogoulidis et al, 2014).

Sedangkan penyebab pneumotoraks iatrogenic seperti biopsi pleura, biopsi paru


transbronkial, biopsi nodul paru transthoracic, pemasangan kateter vena sentral,
trakeostomi, blok saraf intercost al, dan ventilasi tekanan positif. Selain itu, penyebab
daripada pneumotoraks traumatis adalah trauma tembus atau tumpul, fraktur tulang
rusuk, menyelam atau terbang. Dan penyebab daripada pneumotoraks ventil pula ada-
lah trauma tembus atau tumpul, barotrauma karena ventilasi tekanan positif,
trakeostomi perkutan, konversi pneumotoraks spontan menjadi ketegangan, buka pneu-
motoraks saat balutan oklusif yang berfungsi sebagai katup satu arah. (Catherine
L.McKnight et al, 2020).

2.2.3 Patofisiologi Pneumotoraks

Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilas dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang-tulang yang
menyusun struktur pernapasan seperti tulang clavicula, sternum, scapula. Kemudian
yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan
ekspirasi (Punarwaba dan Suarjaya, 2013)
Jika salah satu daru dua struktur mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada
proses ventilasi dan oksigenasi. Contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau
tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaan flail chets atau kerusa-
kan pada otot pernapasan seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah, dan organ

7
lainnya diabdominal bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat
senapan atau gunshot (Punawarba dan Suarjaya, 2013).
Tekanan intrapleural adalah negatif, proses respirasi, udara tidak akan dapat ma-
suk ke dalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada
kapiler pembuluh darah ke rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding
dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan congenital
adanya bula pada subpleural yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura
(Punarwaba dan Suarjaya, 2013)

2.2.4 Klasifikasi Pneumotoraks


Pneumotoraks ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu ( Widira-
hardjo, 2017):
1) Pneumotoraks spontan
- Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
- Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya.
2) Pneumotoraks non-spontan
- Pneumotoraks traumatik, terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumotoraks traumatik dibagikan kepada dua iaitu iatrogenik
ataupun non-iatrogenik ( Widirahardjo, 2017):
- Pneumotoraks traumatik iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi aki-
bat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun dapat dibagi lagi men-
jadi 2, yaitu :
• Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah pneumotoraks yang ter-
jadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya

8
pada tindakan parasintesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi
paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik).
• Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial adalah pneumotoraks yang sen-
gaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam rongga melalui jarum dengan suatu
alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik) atau un-
tuk menilai permukaan paru.
- Pneumotoraks traumatik non iatrogenik yang terjadi karena jejas kecel-
akaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotrauma.
Berdasarkan jenis fistulanya diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu ( Widira-
hardjo, 2017):

1. Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax).


Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga
pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena
diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami
re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga
pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax),


Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari dunia luar, atau terdapat luka terbuka pada dada. Dalam
keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi

9
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser
ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).

3. Pneumotoraks ventil (tension pneumothorax)


Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu
inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya
terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga
pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

2.2.5 Diagnosis
1) Anamnesis
Gejala yang biasanya timbul pada pneumotoraks sangat bervariasi bergantung
pada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang
kolaps. Gejalanya biasanya berupa (PPK,2016):
✓ Nyeri dada yang tajam dan timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri
bila penderita menarik napas atau batuk kuat.
✓ Sesak napas
✓ Dada terasa sempit
✓ Batuk iritatif yang disebabkan perangsangan ujung-ujung saraf baik di
permukaan pleura maupun di dinding bronkus yang kolaps
✓ Denyut jantung yang cepat
✓ Warna kulit biasa menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen

2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan (Widirahardjo, 2017):

10
1. Inspeksi :
✓ Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
✓ Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
✓ Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :
✓ Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
✓ Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
✓ Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :
✓ Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
✓ Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
✓ Pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/ sianosis,
gangguan vaskuler/ syok.

4. Auskultasi :
✓ Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
✓ Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif.

3) Pemeriksaan Penunjang
✓ Foto Toraks
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneu-
motoraks antara lain (Ristaniah D. Soektino, 2011):

11
1) Hiperlucent avascular pada hemithorax yang terkena disertai
dengan gambaran pleural white line. Batas pleura visceral ter-
lihat
2) Kehilagan volume pada sisi yang terkena (e.g.hemidiafragma
meninggi)
3) Pleura visceral memiliki kurva konveks yang membedakan
dari bula atau kista di paru.
4) Corakan bronkovaskular tidak terlihat di distal dari pleura
visceral.
5) Pneumotoraks minimal dapat tidak terlihat pada pemeriksaan
inspirasi standar. Pemeriksaan saat ekspirasi dapat bermanfaat.
6) Tension: ini merupakan diagnosis klinis dan bukan radiologi.
Pengeseran mediastinum ke sisi yang berlawanan dapat terlihat.
Deep sulcus sign merupakan sulkus kostofrenikus yang tertekan
ke bawah dengan gambaran lusensi pada sulkus tersebut. Deep
sulcus sign terlihat pada proyeksi supine.

Pneumotoraks ringan: batas jantung kanan terlihat jelas pada panah tanpa corakan
paru perifer. Tidak terdapat pergeseran mediastinum.

12
Iatrogenic tension pneumothorax, pneumotoraks sekunder akibat tekanan tinggi intra-
torakal yang terbentuk selama ventilasi dan mengakibatkan rupture dari bleb pleura.
Terdapat pergeseran mediastinum yang progresif ke kanan.

Traumatic tension pneumothorax. Fraktur kosta kanan sebelah kanan dan pneumo-
toraks dengan pergeseran mediastinum ke kiri.

13
Deep sulcus sign(panah hitam). Sulkus sebelah kanan jauh lebih rendah dari sulkus
sebelah kiri (panah putih). Garis pleura visceral terlihat (panah kosong putih). Trakea
dan jantung tergeser ke kanan (panah hitam).

4) Analisa Gas Darah


Studi gas darah arteri (ABG) mengukur derajat asidemia, hiperkarbia, dan hipoksemia,
yang kejadiannya bergantung pada tingkat gangguan kardiopulmoner pada saat
pengumpulan. Analisis ABG tidak menggantikan diagnosis fisik, pengobatan juga
tidak boleh ditunda sambil menunggu hasil jika dicurigai adanya gejala pneumotoraks.
Namun, analisis ABG mungkin berguna dalam mengevaluasi hipoksia dan hiperkarbia
dan asidosis pernapasan (Brian J Daley, 2020)

14
5) CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder (Brian J Daley, 2020).

Computed tomography menunjukkan pneumotoraks besar akibat beberapa patah tu-


lang rusuk sisi kanan. Dalam konteks trauma, ini mungkin mewakili hemopneumo-
toraks. Ada perdarahan paru di kedua paru-paru. Sejumlah besar gas terlihat di dalam
jaringan lunak dinding dada (Mostafa El-Feky et al, 2018)

2.2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding daripada pneumotoraks termasuklah (Catherine L.McKnight,
2020):
1) Emfisema (Rahmat Naufal, 2016)
- Emfisematous Bullae
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran
rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabakan
karena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang ter-
letak di bronkiolus terminalis distal.

15
Bullae merupakan rongga menyerupai kista sering terbentuk akibat rupturnya
alveolus yang melebar. Pada film dada, rongga tersebut tampak sebagai daerah
translusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan kurva linier me-
nyerupai garis rambut. Bullae memiliki ukuran bervariasi dengan diameter mu-
lai dari beberapa sentimeter hingga menempati bagian yang luas pada hem-
itoraks, menggantikan, dan mendesak paru normal di dekatnya.

(kiri) emfisema: inflasi paru berlebihan, pendataran diafragma, bullae, dan bayangan
jantung yang kecil. (kanan) bayangan kurva linier yang dibentuk oleh dinding-dind-
ing bullae (blebs)

Persamaan :
- memiliki densitas yang sama yaitu hiperlusen avaskuler
- terjadi hiperekspansi dari paru yang menyebabkan intercostal space melebar
dan diafragma datar dan rendah.

16
Perbedaan :
- Pneumothorax adalah adanya udara pada cavum pleura, sedangkan pada em-
fisema bulla adalah adanya udara yang berlebihan dalam alveoli yang menyebabkan
alveoli mengembang dan mengalami hiperekspansi
- Hiperlusen avaskuler pada pneumothorax senantiasa dibagian lateral dari hi-
lus dan pada posisi PA distribusi udaranya dominan berada di atas. Sedangkan pada
Emfisematous bullae hiperlusen avaskuler hanya pada focal area (alveoli yang men-
galami hiperekspansi) dan bisa terdapat beberapa (multiple).
- Pada pneumothorax terdapat visceral white line yang berbentuk konveks ter-
hadap hiperlusen avaskuler tersebut. Visceral white line menandakan kolaps paru.
Tanda visceral white line tidak akan ditemukan pada gambaran radiologi emfisematous
bullae.
2) Effusi Pleura
3) Tumor Paru
4) Pneumonia bakteri atau virus
5) Infark Miokard
6) Emboli Paru
7) Parikarditis Akut

2.2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan pneumotoraks bergantung pada sejumlah faktor, dan dapat berva-


riasi dari keluarnya cairan dengan tindak lanjut awal hingga dekompresi jarum lang-
sung atau pemasangan chest tube (Paul Zarogoulidis, 2015). Penatalaksanaan pneumo-
toraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecender-
ungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah se-
bagai berikut :

17
Tatalaksana untuk pneumotoraks spontan dipetik dari (BTS Pleural Disease Guide-
line,2020)
✓ Terapi Oksigen
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura terse-
but akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan Oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa
hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan ter-
buka.

18
✓ Tindakan dekompresi jarum
Prosedur:
1) Nilai pergerakan dada pasien dan status respirasinya
- berikan oksigen high flow
- pasang kateter IV ukuran 14 dengan panjang 2inch untuk pasien de-
wasa, untuk anak (18) pada spuit 10cc yang telah diisi aquades kira-kira
5ml
- cara termudah untuk membuat one way valve adalah dengan
menggunakan potongan jari sarung tangan yang ditusukkan ke kateter
IV. Dapat juga dilakukan three way namun harus dibuka secara berkala
untuk melepaskan udara.
2) Identifikasi lokasi penusukan yaitu sela iga kedua, linea midkla-
vikularis pada sisi yang mengalami tension pneumotoraks
3) Disinfeksi daerah dada yang akan ditusuk dengan antiseptic. Bila
pasien sedar boleh dilakukan anestesi local.
4) Tusukkan jarum yang telah dihubungkan dengan spuit dan potongan
sarung tangan tepat di superior dari kosta tiga kerana nervus dan pem-
buluh darah berjalan di sisi inferior kosta. Tusukkan jarum secara tegak
(90 derajat) hingga keluar udara yang ditandai dengan aquades di spuit
atau terjadi perubahan resistensi. Tahan jarum dan dorong kanul hingga
masuk seluruhnya.
5) fiksasi kanul dengan plaster. Bila dekompresi berhasil maka one way
valve akan mengkerut setiap kali inspirasi. Evaluasi ulang pernafasan
pasien, apakah ada perbaikan atau tidak.

19
✓ Insersi chest tube
Prosedur:
1) Tentukan tempat insersi, biasanya setinggu puting susu (sela iga
kelima) anterior line mid-aksilaris pada sisi yang terkena.
2) Siapkan pembedahan
3) Anestesi local pada kulit dan periosteum iga
4) Insisi transversal (horizontal) 2-3cm pada tempat yang telah diten-
tukan dan diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga.
5) Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam
tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan
perlengketan, bekuan darah, dll.
6) Klem ujung proksimal tube thorakostomi dan dorong tube ke dalam
rongga pleura sesuai panjang diinginkan.
7) Cari adanya tampak “fogging” pada chest tube pada saat ekspirasi
atau dengan aliran udara.
8) Sambung ujung tube thorakostomi ke WSD. Jahit tube pada tempat-
nya.
9) Tutup dengan kain/kasa dan plester.
10) Buat foto x-ray toraks. Pemeriksaan analisa gas das darah sesua
kebutuhan.

✓ Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan
troakar dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada garis klavikula tengah. Selan-
jutnya, hujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi hujung pipa kaca yang berada di

20
botol sebaiknya berada 2 cm bawah permukaan air supaya gelembung
udara boleh mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (Imam
Aji Santoso, 2015)

✓ Torakoskopi
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop (Scott Parrish, 2015).

Gambar torakoskopi dari blebs apikal pada pasien dengan pneumotoraks spontan.

21
✓ Torakotomi
Torakotomi adalah insisi ke dalam rongga pleura dada. Ini dilakukan
oleh ahli bedah (atau dokter darurat dalam keadaan tertentu) untuk
mendapatkan akses ke organ dada, paling sering jantung, paru-paru,
atau kerongkongan, atau untuk akses ke aorta toraks atau tulang
belakang anterior (Achilleas Lazopoulos et al, 2015)

✓ Pleurodesis
Pleurodesis dianggap sebagai solusi terakhir. Ini adalah prosedur yang
secara permanen melenyapkan ruang pleura dan menempelkan paru-
paru ke dinding dada. Torakotomi bedah dengan identifikasi sumber ke-
bocoran udara diikuti oleh pleurektomi pada lapisan pleura luar dan
abrasi pleura pada lapisan dalam dianggap paling efektif. Selama proses
penyembuhan, paru-paru menempel ke dinding dada, secara efektif
melenyapkan ruang pleura. Tingkat kekambuhan sekitar 1%. Nyeri
pasca-torakotomi biasanya diamati (Paul Zarogoulidis, 2015).

2.2.8 Prognosis
Pasien pneumotoraks sekunder tergantung pada penyakit paru yang mendasarinya,
misalnya pada pasien PPOK harus lebih berhati-hati kerana sangat membahayakan.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien yang dilakukan torakotomi terbuka.
Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai kom-
plikasi. Pada pasien pneumotoraks spontan hampir separuhnya mengalami kekam-
buhan setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy (
Widirahardjo, 2017).

22
2.2.9 Komplikasi
Pneumothorax tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumothorax), dapat mengaki-
batkan kegagalan respirasi akut, pio-pneumothorax, hidropneumothrax hemo-pneumo-
thorax, henti jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi); pneumomediastinum
dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi pneumthorax spontan, biasanya ka-
rena pecahnya esophagus atau bronkus, sehingga kelainan tersebut ditegakkan (in-
sidensinya sekitar 1%), pneumothorax simultan bilateral, insidensinya sekitar 2%,
pneumothorax kronik, bila tetap ada selama waktu lebih dari 3 bulan, insidensinya
sekitar 5% (Hisyam dan Budiono, 2009). Pneumotoraks jenis tension dapat mengaki-
batkan kegagalan atau henti pernapasan, gagal jantung, emfisema, edema paru re-ek-
spansi, pneumoperikardium, pneumoperitoneum, pneumohemothorax, fistula
bronkopulmonalis, kerusakan bundel neurovaskular selama torakostomi tabung, nyeri
dan infeksi kulit di lokasi tuba torakostomi (Catherine L. McKnight, 2020)

23
BAB III
KESIMPULAN
1) Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalampleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
2) Pneumothorax memiliki beberapa klasifikasi baik bedasarkan dari penyebab dan
berdasarkan jenis fistulanya.
3) Diagnosa pneumothorax berdasarkan manifestasi klinik dilihat dari gejalagejala
yang dikeluhkan pasien pneumothorax, pemeriksaan klinik dan pemeriksaan penun-
jang yang dilihat dari pemeriksaan foto toraks, CT-scan dan pemeriksaaan lainnya yang
dinilai adalah terdapat bulla dan luas permukaan terjadi pneumthorax.
4) Pentalaksaan peneumthorax adalah dengan observasi dengan memberikan oksigen
dan pemasangan WSD,torakoskopi dan torakotomi.
5) Sehingga pasien tidak terjadi komplikasi dan memiliki prognosis yang baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Achilleas Lazopoulos. 2015, Open Thoracotomy for Pneumothorax. [Online]


Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4332106/[
Accessed 26 September 2020]

Amita, R.A., 2012. Pneumothorax. Referat.Makassar.Bagian Radiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

British Thoracic Society. 2010, BTS Pleural Disease Guideline 2010. [Online]
Available at: thorax.bmj.com [Accessed 29 September]

Brian J Daley, Pneumothorax. [Online]


Available at: https://emedicine.medscape.com/article/424547-overview#a4[
Accessed 26 September 2020]

Catherine L.McKnight, Bracken Burns. 2020, Pneumothorax. [Online]


Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441885/[ Accessed 26
September 2020]

Herring W. Learning Radiology Recognizing the Basics 3rd edition. Elsevier. 2012:76-
81

Imam Aji Santoso. 2015, Asuhan Keperawatan Pada Pneumotoraks. [Online]


Available at:
[http://repository.ump.ac.id/1379/3/IMAM%20AJI%20SANTOSO%20BAB
%20II.pdf[ Accessed 26 September 2020]

25
Noppen M. Spontaneous pneumothorax: epidemiology, pathophysiology and
cause. European Respiratory Review. 2010:218-19

Onuki T, Ueda S, Yamaoka M, Sekiya Y, Yamada H, Kawakami N. Primary and


Secondary spontaneous pneumothorax: prevalence, clinical features, and In-
Hospital Mortality. Canadian Respiratory Journal. 2017:1-8

Paul Zarogoulidis, Ioannis Kioumis, Georgia Pitsiou. 2014, Pneumothorax: from defi-
nition to diagnosis and treatment. [Online]
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4203989/ [
Accessed 26 September 2020]

Rahmat Naufal. 2016, Pneumothorax. pp. 22-24

Scott Parrish. 2015, The Role for Medical Thoracoscopy in Pneumothorax. [Online]
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4203991/[
Accessed 26 September 2020]

Widirhardjo, 2017, Buku Ajar Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara. Dalam : BAB 25, Pneumotoraks. pp. 467-478

26

Anda mungkin juga menyukai