OLEH :
FAKULTAS KESEHATAN
PENDAHULUAN
3.1 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Laporan pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan Teoritis Pada Open Pneumothorax.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PNEUMOTHORAX
1. Pengertian
Traktus respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua yaitu traktus
respiratorius bagian atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius
bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga orofaring.
Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring,
trachea, broncus (primaries, sekundus dan tertius), bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Paru- paru
kanan terdiri atas tiga lobus (anterior, superior, inferior) sementara
paru-paru kiri terdiri atas du lobus (superor dan inverior). Masing-
masing paru diliputi oleh kantung pleura yang terdiri dari dua
selaput serosa yang disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan
visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-paru termasuk
permukaannya dalam visuran sementara pleura parietalis melekat
pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi
sedikit cairan pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura
sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat
pernapasan.
b. Fisiologi
Proses inspirasi terjadi bila tekanan paru lebih kecil dari
tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya
diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh
pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat
dua factor yaitu factor thoraca dan abdominal. Faktor thoraca
(gerakan otot-otot pernapasan pada dinding dada) akan
memperbesar rongga dada kearah tranversal dan anterior superior
sedangkan factor abdominal (kontraksi diafragma) akan
memperbesar ventrikel rongga dada. Akibat membesarnya rongga
dada dan tekanan negative pada cavum pleura paru-paru menjaidi
terhisap sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan
intrapulmoner menurun. Oleh karena itu udara yang kaya O2 akan
bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus O2 akan
berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari
kapiler ke alveolus. Sebaliknya proses ekspirasi terjadi bbila tekanan
intra pulmonal lebih besar dari tekanan atmosfir . kerja otot-otot
respirasi dan relaksasi diaphragm akan mengakibatkan rongga dada
kemballi keukuran semula sehingga tekanan pada cavum pleura
menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya tekanan
intra pulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan
keluar dari paruparu ke atmosfir.
3. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,
2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh
karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma
toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang
seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata
militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru - paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti
pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010). Trauma toraks dapat
mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura
saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera. (Gallagher,
2014).
B. OPEN PNEUMOTHORAX
1. Pengertian
Open pneumotoraks adalah pneumotoraks yang terjadi akibat
terdapatnya hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan menjadi negative
dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding
dada dimana udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari
paru-paru yang rusak dari pada defek dinding dada. Jika dinding dada cukup
lebar udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura pada setiap pernafasan
sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
Open pneumotoraks merupakan adanya lubang pada dinding dada
yang cukup besar untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan
masuk ke luar rongga toraks bersama setiap upaya pernafasan. (Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah vol.1 edisi 8)
2. Etiologi
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada.
Berdasarkan kecepatannya, trauma tembus dada dapat dikelompokkan
menjadi 2 berdasarkan kecepatannya, yaitu :
a. Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang
menusuk atau mengenai dada) menghancurkan area kecil di sekitar
luka. Kebanyakan luka tusuk disebabkan oleh tusukan pisau.
Namun, selain itu pada kasus kecelakaan yang mengakibatkan
perlukaan dada, dapat juga terjadi ujung iga yang patah (fraktur iga)
mengarah ke dalam sehingga merobek pleura parientalis dan
viseralis sehingga dapat mengakibatkan open pneumotoraks
b. Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai
kecepatan rendah, sedang, atau tinggi. Faktor yang menentukan
kecepatan dan mengakibatkan keluasan kerusakan termasuk jarak
darimana senjata ditembakkan, kaliber senjata, dan konstruksi serta
ukuran peluru. Peluru yang mengenai dada dapat menembus dada
sehingga memungkinkan udara mengalir bebas keluar dan masuk
rongga toraks.
3. Patofisiologi
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura
dengan lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi.
Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura
parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit
pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak
negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser
kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open
pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum
pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup
tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke
paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal
dengan tension pneumotorak
4. Manifestasi Klinis
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis) .
Gejalanya bisa berupa :
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Hidung tampak kemerahan
b. Cemas, stres, tegang
c. Tekanan darah rendah (hipotensi) .
Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis
pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.
a. Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal melebar,terdapat luka pada
bagian thorax
b. Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat , Fremitus
suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
c. Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat
gangguan respirasi/sianosis, gangguanvaskuler/syok.
d. Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negative.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Ro.Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b) Gas Darah Arteri (GDA) Variabel tergantung dari derajat fungsi
paru yang dipengaruhi atau gangguan mekanik pernafasan dan
kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2
mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
c) Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
d) Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
6. Penatalaksaan Medis
a. Pneumotoraks terbuka membutuhkan intervensi kedaruratan.
Menghentikan aliran udara yang melewati lubang pada dinding dada
merupakan tindakan menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat tersebut,
apa saja dapat digunakan untuk menutup luka dada misalnya handuk,
sapu tangan, atau punggung tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan
untuk menghirup dan mengejan dengan glotis tertutup. Aksi ini
membantu mengembangkan kembali paru dan mengeluarkan udara dari
toraks. Di rumah sakit, lubang ditutup dengan kassa yang dibasahi
dengan petrolium. Balutan tekan dipasang dan diamankan dengan
lilitan melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan
drainase water-seal (WSD) dipasang untuk memungkinkan udara dan
cairan mengalir. Antibiotik biasanya diresepkan untuk melawan infeksi
akibat kontaminasi.
b. Pengobatan Tambahan
1) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran
napas diberi antibiotik dan bronkodilator .
2) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat .
3) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah
dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi,
seperti emfisema .
c. Rehabilitasi
1) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
3) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan.
4) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
BAB III
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
a) Assessment
Perhatikan patensi airway dengan, Kaji dan pertahankan jalan
nafas, lakukan head tilt, chin lift jika perlu, gunaka alat bantu
jalan nafas jika perlu, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli
anastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu
mempertahankan jalan nafas, dengar suara napas, perhatikan
adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b) Management
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-
lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan
napas, observasi dan Pemberian O2 apabila fistula yang
menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka
udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi, laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2, Observasi dilakukan dalam beberapa
hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2
hari, tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks
tertutup dan terbuka re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral/
nasal).
2) Breathing
a) Assesment
Periksa frekwensi napas, perhatikan gerakan respirasi, palpasi
toraks, auskultasi dan dengarkan bunyi napas, Kaji saturasi
oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan
saturasi > 92%, berikan oksigen dengan aliran tinggin melalui
non re-breath mask, pertimbangkan untuk menggunakan bag-
valve-mask ventilation, periksakan gas darah arteri untuk
mengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji respiratory rate, periksa sistem
pernafasan, cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea
merupakan tanda tension pneumothorak
b) Management
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu, lakukan tindakan bedah
emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest.
3) Circulation
a) Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa
tekanan darah, pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leher
dan warna kulit (adanya sianosis), kaji heart rate dan rhytem,
catat tekanan darah, lakukan pemeriksaan EKG, lakukan
pemasangan IV akses, lakukan pemerikasaan darah vena untuk
pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
b) Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines, torakotomi
emergency bila diperlukan, operasi eksplorasi vaskular
emergency
4) Disability
Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan
menggnakan pendekatan GCS, adanya nyeri.
Tingkat Kesadaran secara kualitatif :
a. Composmentis : Reaksi segera dengan orientasi sempurna,
sadar akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang tempat
dan waktu.
b. Apatis : Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat
acuh tidak acuh terhadap lingkungannya.
c. Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agak
lambat.
d. Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup
kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi.
e. Soporous Coma : Keadaan tidak sadar menyerupai koma,
respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia
urine, belum ada gerakan motorik sempurna.
f. Koma : Keadaan tidak sadar, tidak berespondengan
rangsangan.
Tingkt kesadaran menurut kuantitas dengan GCS:
a) Mata (eye)
1. Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
2. Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
3. Membuka mata dengan perintah 3
4. Membuka mata spontan 4
b) Motorik (M)
1. Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
2. Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2
3. Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3
4. Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
5. Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
6. Bergerak sesuai perintah 6
c) Verbal (V)
1. Tidak ada suara 1
2. Merintih/mengerang 2
3. Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3
4. Bicara atau jawaban kacau 4
5. Dapat berbicara, orientasi baik 5
5) Exposure
Pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan
lakukan pemeriksaan fisik lainnya
b. Secondary Survey
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa
berat dan tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan.
Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai
rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan
paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan
terjadi tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan
dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas biasanya
menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit TB
paru, PPOM, kanker dan tumor metastase ke pleura.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah
menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
5. Pemeriksaan Fisik (Doengoes, M.E. 2000)
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas? Nyeri, batuk-batuk.? Terdapat retraksi
klavikula/dada? Pengambangan paru tidak simetris?
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain? Pada
perkusi ditemukan adanya suara sonor / hipersonor / timpani,
hematotraks (redup)? Pada asukultasi suara nafas menurun,
bising napas yang berkurang / menghilang? Pekak dengan
batas seperti garis miring / tidak jelas? Dispnea dengan
aktivitas ataupun istirahat? Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk?
Takhikardia, lemah, Pucat, Hb turun / normal, Hipotensi atau
hipertensi.
c. Sistem Persyarafan :
Kaji 12 saraf cranial klien
1. Nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan
daya penciuman dan anosmia bilateral.
2. Nervus II (Optikus): memperlihatkan gejala berupa
penurunan gejala penglihatan.
3. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan
Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan
penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
4. Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya
anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma
kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral
dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan
nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan
hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
5. Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya
berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan
tubuh.
6. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan
Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena
penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf
tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi
pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma
7. Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah
jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal
ini menyebabkan adanya kesulitan menelan. .
d. Sistem Perkemihan.
Kaji ada dan tidak adanya nya oliguri merupakan tanda pre
shock dan kaji ada tidaknya kelainan pada system
perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
Akibat sesak napas klien mungkin akan mengalami mual
muntah dan penurunan nafsu makan dan berat badan.
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas? Ada luka bekas tusukan benda
tajam atau tidak? Terdapat kelemahan atau tidak ada? Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme? Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan.
i. Spiritual
Kaji adanya ansietas, gelisah, bingung, pingsan
c. Tertiyeri Survey
1. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen
kasus hidropneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-
kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak sepertimassa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan
inimenunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan
tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah
hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke
apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan
terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga
hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan
kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan
bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah
leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara
yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,
maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis
datar di atas diafragma Foto Rontegen pneumotoraks
(PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps.
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-Scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
PENUTUP
1. Kesimpulan
Open pneumotoraks merupakan salah satu jenis pneumotoraks yang
terjadi akibat terdapatnya hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan
menjadi negative dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif. Open
pneumotoraks terdapat trauma tembus pada dinding dada dimana udara
yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang
rusak dari pada defek dinding dada. Open pneumotoraks disebabkan oleh
trauma tembus dada. Berdasarkan kecepatannya, trauma tembus dada.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Open Pneumotoraks, Pada saat
pengkajian terfokuskan pada Primary Survey meliputi ; Airway,
Breathing, Circulation, Disability dan Exposure, kemudian dilanjutkan
ke tahap diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
dan evaluasi keperawatan.
2. Saran