Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TEORITIS DENGAN DIAGNOSA MEDIS OPEN PNEUMOTHORAX

OLEH :

NI MADE ANDRIYANI WIASA (16C11804)

NI MADE ARIK PUSPARANI (16C11810)

NI LUH HENI NURYANI (16C11830)

I PUTU PAHANG REFORANSA PUTRA (16C11847)

NI PUTU YUMI MASYUNIATI (16C11879)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2019


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya
seperti penyakit jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh
orang-orang yang berusia lanjut. Tetapi di era yang modern ini, penyakit-
penyakit berbahaya tersebut tidak jarang diderita oleh usia yang masih
produktif. Faktor utama penyebab penyakit yang menyerang usia produktif
tersebut adalah pola hidup yang tidak seimbang, jarang berolahraga, dan
adanya peningkatan konsumsi rokok di kalangan muda. Salah satu penyakit
yang sering menyerang adalah penyakit paru. Sehingga diperlukan suatu
bentuk rehabilitasi yang dapat memulihkan kondisi kesehatan agar dapat
melanjutkan hidup menjadi lebih baik.
Salah satu organ vital manusia adalah paru-paru. Banyak penyakit
paru-patu yang menjadi salah satu penyebab utama kematian seseorang,
salah satunya adalah pneumothorax. Pneumothorax adalah adanya udara
dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma (British Thoracic Society 2003). Pneumothorax dapat
menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest. Pneumothorax
disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding dada. Dapat
berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau menegang ( Tension
Pneumothorax).
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan
berdasarkan penyebabnya: (a) pneumotoraks spontan (primer dan
sekunder), (b) pneumotoraks traumatik, (luka tusuk, peluru) atau tumpul
(benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor), (c) pneumotoraks juga
bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya
torakosentesis), (d) pneumotoraks karena tekanan. Kurang lebih 75%
trauma tusuk pneumothorak disertai hemothorak. Tekanan di rongga pleura
pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam
keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Pneumothorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun
keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain.
Gejala sesak nafas progressif sampai sianosis gejala syok.
Pada trauma terbuka , biasanya disebabkan oleh adanya tusukan oleh
benda tajam. Benda tajam ini biasanya akan menusuk danmenembus
rongga dada sehingga menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebab
perlukaan biasanya disebabkan oleh suatu tusukan yang kuat atau suatu
gerakan yang mendada dan hebat. Akibat dari tusukan ini salah satunya
adalah terjadinya perdarahan di rongga dada dan rongga paru-paru dan
udara juga akan masuk kedalam paru-paru oleh karenanya bagian dari paru-
paru yang terkena luka akan mengempis. Klien yang mengalami ini akan
merasakan kesakitan ketika bernafas dan mendadak sesak dengan
pergerakan dada pada sisi yang terluka akan berkurang.
Berdasarkan uraian diatas, banyak hal yang perlu dikaji dan perlu
untuk diketahui mengenai open pneumothorax ini. Asuhan keperawatan dan
teori yang mendukung dapat menjadi suatu dasar dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada klien. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk membahas dan menyusun makalah mengenai
“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Teototis Pada Open
Pneumothorax”.

2.1 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Teoritis pada Open Pneumothorax?

3.1 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Laporan pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan Teoritis Pada Open Pneumothorax.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PNEUMOTHORAX
1. Pengertian

Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu


trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari
suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. Peningkatan dalam
pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat, kemajuan dalam modalitas
imaging yang lebih baru, pendekatan invasif yang minimal, dan terapi
farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox, et al., 2013; Marc
Eckstein, 2014; Lugo,, et al., 2015).
Pneumotoraks (American College of Surgeons Commite on Trauma,
2005, Willimas,2013) Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara
yang terperangkap di rongga pleura akibat robeknya pleura visceral, dapat
terjadi spontan atau karena trauma, yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses
pengembangan paru.
2. Anatomi
a. Anatomi Dinding thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang.
Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada
osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan
beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari
vertebra thoracica dan discus entervertebralis, kostae dan cartilago
costalis, serta sternum. Beberapa otot pernapasan yang melekat pada
dinding dada antara lain:
a) Otot-otot respirasi : M. intercostalis externus, M. levator
costae, M. serratus posterior superior dan M. scalenus
b) Otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M.
serratus posterior inferior, M. subcostalis.

Traktus respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua yaitu traktus
respiratorius bagian atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius
bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga orofaring.
Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring,
trachea, broncus (primaries, sekundus dan tertius), bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Paru- paru
kanan terdiri atas tiga lobus (anterior, superior, inferior) sementara
paru-paru kiri terdiri atas du lobus (superor dan inverior). Masing-
masing paru diliputi oleh kantung pleura yang terdiri dari dua
selaput serosa yang disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan
visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-paru termasuk
permukaannya dalam visuran sementara pleura parietalis melekat
pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi
sedikit cairan pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura
sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat
pernapasan.
b. Fisiologi
Proses inspirasi terjadi bila tekanan paru lebih kecil dari
tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya
diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh
pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat
dua factor yaitu factor thoraca dan abdominal. Faktor thoraca
(gerakan otot-otot pernapasan pada dinding dada) akan
memperbesar rongga dada kearah tranversal dan anterior superior
sedangkan factor abdominal (kontraksi diafragma) akan
memperbesar ventrikel rongga dada. Akibat membesarnya rongga
dada dan tekanan negative pada cavum pleura paru-paru menjaidi
terhisap sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan
intrapulmoner menurun. Oleh karena itu udara yang kaya O2 akan
bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus O2 akan
berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari
kapiler ke alveolus. Sebaliknya proses ekspirasi terjadi bbila tekanan
intra pulmonal lebih besar dari tekanan atmosfir . kerja otot-otot
respirasi dan relaksasi diaphragm akan mengakibatkan rongga dada
kemballi keukuran semula sehingga tekanan pada cavum pleura
menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya tekanan
intra pulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan
keluar dari paruparu ke atmosfir.
3. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,
2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh
karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma
toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang
seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata
militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru - paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti
pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010). Trauma toraks dapat
mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura
saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera. (Gallagher,
2014).

B. OPEN PNEUMOTHORAX
1. Pengertian
Open pneumotoraks adalah pneumotoraks yang terjadi akibat
terdapatnya hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan menjadi negative
dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding
dada dimana udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari
paru-paru yang rusak dari pada defek dinding dada. Jika dinding dada cukup
lebar udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura pada setiap pernafasan
sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
Open pneumotoraks merupakan adanya lubang pada dinding dada
yang cukup besar untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan
masuk ke luar rongga toraks bersama setiap upaya pernafasan. (Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah vol.1 edisi 8)

2. Etiologi
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada.
Berdasarkan kecepatannya, trauma tembus dada dapat dikelompokkan
menjadi 2 berdasarkan kecepatannya, yaitu :
a. Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang
menusuk atau mengenai dada) menghancurkan area kecil di sekitar
luka. Kebanyakan luka tusuk disebabkan oleh tusukan pisau.
Namun, selain itu pada kasus kecelakaan yang mengakibatkan
perlukaan dada, dapat juga terjadi ujung iga yang patah (fraktur iga)
mengarah ke dalam sehingga merobek pleura parientalis dan
viseralis sehingga dapat mengakibatkan open pneumotoraks
b. Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai
kecepatan rendah, sedang, atau tinggi. Faktor yang menentukan
kecepatan dan mengakibatkan keluasan kerusakan termasuk jarak
darimana senjata ditembakkan, kaliber senjata, dan konstruksi serta
ukuran peluru. Peluru yang mengenai dada dapat menembus dada
sehingga memungkinkan udara mengalir bebas keluar dan masuk
rongga toraks.
3. Patofisiologi
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura
dengan lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi.
Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura
parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit
pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak
negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser
kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open
pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum
pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup
tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke
paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal
dengan tension pneumotorak

4. Manifestasi Klinis
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis) .
Gejalanya bisa berupa :
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Hidung tampak kemerahan
b. Cemas, stres, tegang
c. Tekanan darah rendah (hipotensi) .
Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis
pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.
a. Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal melebar,terdapat luka pada
bagian thorax
b. Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat , Fremitus
suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
c. Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat
gangguan respirasi/sianosis, gangguanvaskuler/syok.
d. Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negative.

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Ro.Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b) Gas Darah Arteri (GDA) Variabel tergantung dari derajat fungsi
paru yang dipengaruhi atau gangguan mekanik pernafasan dan
kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2
mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
c) Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
d) Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

6. Penatalaksaan Medis
a. Pneumotoraks terbuka membutuhkan intervensi kedaruratan.
Menghentikan aliran udara yang melewati lubang pada dinding dada
merupakan tindakan menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat tersebut,
apa saja dapat digunakan untuk menutup luka dada misalnya handuk,
sapu tangan, atau punggung tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan
untuk menghirup dan mengejan dengan glotis tertutup. Aksi ini
membantu mengembangkan kembali paru dan mengeluarkan udara dari
toraks. Di rumah sakit, lubang ditutup dengan kassa yang dibasahi
dengan petrolium. Balutan tekan dipasang dan diamankan dengan
lilitan melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan
drainase water-seal (WSD) dipasang untuk memungkinkan udara dan
cairan mengalir. Antibiotik biasanya diresepkan untuk melawan infeksi
akibat kontaminasi.
b. Pengobatan Tambahan
1) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran
napas diberi antibiotik dan bronkodilator .
2) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat .
3) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah
dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi,
seperti emfisema .
c. Rehabilitasi
1) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
3) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan.
4) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
a) Assessment
Perhatikan patensi airway dengan, Kaji dan pertahankan jalan
nafas, lakukan head tilt, chin lift jika perlu, gunaka alat bantu
jalan nafas jika perlu, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli
anastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu
mempertahankan jalan nafas, dengar suara napas, perhatikan
adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b) Management
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-
lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan
napas, observasi dan Pemberian O2 apabila fistula yang
menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka
udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi, laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2, Observasi dilakukan dalam beberapa
hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2
hari, tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks
tertutup dan terbuka re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral/
nasal).

2) Breathing
a) Assesment
Periksa frekwensi napas, perhatikan gerakan respirasi, palpasi
toraks, auskultasi dan dengarkan bunyi napas, Kaji saturasi
oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan
saturasi > 92%, berikan oksigen dengan aliran tinggin melalui
non re-breath mask, pertimbangkan untuk menggunakan bag-
valve-mask ventilation, periksakan gas darah arteri untuk
mengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji respiratory rate, periksa sistem
pernafasan, cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea
merupakan tanda tension pneumothorak
b) Management
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu, lakukan tindakan bedah
emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest.
3) Circulation
a) Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa
tekanan darah, pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leher
dan warna kulit (adanya sianosis), kaji heart rate dan rhytem,
catat tekanan darah, lakukan pemeriksaan EKG, lakukan
pemasangan IV akses, lakukan pemerikasaan darah vena untuk
pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
b) Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines, torakotomi
emergency bila diperlukan, operasi eksplorasi vaskular
emergency
4) Disability
Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan
menggnakan pendekatan GCS, adanya nyeri.
Tingkat Kesadaran secara kualitatif :
a. Composmentis : Reaksi segera dengan orientasi sempurna,
sadar akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang tempat
dan waktu.
b. Apatis : Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat
acuh tidak acuh terhadap lingkungannya.
c. Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agak
lambat.
d. Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup
kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi.
e. Soporous Coma : Keadaan tidak sadar menyerupai koma,
respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia
urine, belum ada gerakan motorik sempurna.
f. Koma : Keadaan tidak sadar, tidak berespondengan
rangsangan.
Tingkt kesadaran menurut kuantitas dengan GCS:
a) Mata (eye)
1. Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
2. Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
3. Membuka mata dengan perintah 3
4. Membuka mata spontan 4
b) Motorik (M)
1. Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
2. Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2
3. Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3
4. Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
5. Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
6. Bergerak sesuai perintah 6
c) Verbal (V)
1. Tidak ada suara 1
2. Merintih/mengerang 2
3. Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3
4. Bicara atau jawaban kacau 4
5. Dapat berbicara, orientasi baik 5

Penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien


dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU

5) Exposure
Pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan
lakukan pemeriksaan fisik lainnya
b. Secondary Survey
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa
berat dan tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan.
Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai
rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan
paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan
terjadi tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan
dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas biasanya
menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit TB
paru, PPOM, kanker dan tumor metastase ke pleura.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah
menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
5. Pemeriksaan Fisik (Doengoes, M.E. 2000)
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas? Nyeri, batuk-batuk.? Terdapat retraksi
klavikula/dada? Pengambangan paru tidak simetris?
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain? Pada
perkusi ditemukan adanya suara sonor / hipersonor / timpani,
hematotraks (redup)? Pada asukultasi suara nafas menurun,
bising napas yang berkurang / menghilang? Pekak dengan
batas seperti garis miring / tidak jelas? Dispnea dengan
aktivitas ataupun istirahat? Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk?
Takhikardia, lemah, Pucat, Hb turun / normal, Hipotensi atau
hipertensi.
c. Sistem Persyarafan :
Kaji 12 saraf cranial klien
1. Nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan
daya penciuman dan anosmia bilateral.
2. Nervus II (Optikus): memperlihatkan gejala berupa
penurunan gejala penglihatan.
3. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan
Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan
penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
4. Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya
anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma
kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral
dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan
nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan
hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
5. Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya
berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan
tubuh.
6. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan
Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena
penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf
tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi
pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma
7. Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah
jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal
ini menyebabkan adanya kesulitan menelan. .
d. Sistem Perkemihan.
Kaji ada dan tidak adanya nya oliguri merupakan tanda pre
shock dan kaji ada tidaknya kelainan pada system
perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
Akibat sesak napas klien mungkin akan mengalami mual
muntah dan penurunan nafsu makan dan berat badan.
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas? Ada luka bekas tusukan benda
tajam atau tidak? Terdapat kelemahan atau tidak ada? Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme? Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan.
i. Spiritual
Kaji adanya ansietas, gelisah, bingung, pingsan

c. Tertiyeri Survey
1. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen
kasus hidropneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-
kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak sepertimassa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan
inimenunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan
tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah
hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke
apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan
terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga
hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan
kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan
bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah
leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara
yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,
maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis
datar di atas diafragma Foto Rontegen pneumotoraks
(PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps.
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-Scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
3) Nyeri akut berhubungan dengan
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
6) Ansietas berhubungan dengan
7) Resiko infeksi berhubungan dengan

3. Intervensi

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x 5 menit
diharapkan pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu
b. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasaan dalam batas
normal)
c. Tanda – tanda vital dalam rentang normal.
TD : 110 – 120/70 mmHg
Suhu : 36,5 – 37,5 C
Nadi : 80 – 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit.
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Kecepatan biasannya
pernafasan dan ekspansi dada. meningkat. Dospneadan terjadi
2. Auskultasi bunyi nafas dan peningkatan kerja napas.
catan adanya bunyi mengi. 2. Bunyi napas menurun/tidak
3. Anjurkan pasien melakukan ada bila jalan napas obstruksi
nafas dalam. sekunder
4. Kolaborasi pemberian 3. Dapat meningkatkan pola nafas
tambahan oksigen. 4. Memaksimalkan bernapas
dengan meningkatkan masukan
oksigen.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x5 menit diharapkan
gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil :
a. Mendomonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenisasi yang
adekuat
b. Memelihara kebersihan paru – paru dan bebas dari tanda distress
pernafasaan
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
d. Tanda – tanda vital dalam rentang normal :
TD : 110 – 120/70 mmHg
Suhu : 36,5 – 37,5 C
Nadi : 80 – 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit.
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya dyspnea, penuruna 1. Tuberkulosis pulmonal dapat
suara nafas, bunyi nafas menyebabkan efek yang luas,
tambahan, peningkatan usaha termasuk penimbunan cairan
untuk bernafas, ekspansi dada di pleura sehingga
yang terbatas , kelelahan menghasilkan gejala distress
pernafasan.
2. Evaluasi perubahan kesadaran . 2. Akumulasi sekret yang
Perhatikan adanya cyanosis , dan berlebihan dapat mengganggu
perubahan warna kulit, membran oksigenasi organ dan jaringan
mukosa danclubbing finger. vital
3. Dorong/ajarkan bernapas 3. Menciptakan usaha untuk
melalui mulut saat ekshalasi melawan outflow udara,
4. Tingkatkan bedrest / pengurangi mencegah kolaps karena jalan
aktifitas napas yang sempit, membantu
doistribusi udara dan
menurunkan napas yang
pendek.
4. Mengurangi konsumsi oksigen
selama periode bernapas dan
menurunkan gejala sesak
napas

3) Nyeri akut berhubungan dengan


Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x5 menit di harapkan nyeri pasien
berkurang dengan kriteria hasil :
a. Pasien mampu mengontrol nyeri
b. Pasien dapat melaporkan bahwa nyeri berkurang
c. Skala nyeri 1-2
d. Pasien mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi Rasional
1. Lakukan penilaian terhadap 1. Untuk menentukan
nyeri, lokasi, karakteristik intervensi yang sesuai dan
dan faktor-faktor yang dapat keefektifan dari therapi
menambah nyeri yang diberikan
2. Amati isyarat non verbal 2. Membantu dalam
tentang kegelisaan mengidentifikasi derajat
3. Fasilitasi linkungan nyaman ketidaknyamnan
4. Berikan obat analgesik
5. Bantu pasien menemukan 3. Meningkatkan
posisi nyaman kenyamanan.
6. Ajarkan penggunaan tehnik 4. Mengurangi nyeri dan
tanpa pengobatan (contoh : memungkinkan pasien
relaksasi, distraksi, untuk mobilisasi tampa
massage, guidet imageri) nyeri.
5. Teknik relaksasi nafas
dalam menyebabkan
pasien rileks
6. Meningkatkan relaksasi
dan membantu untuk
menfokuskan perhatian
sehingga dapat
meningkatkan sumber
coping

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x5 menit diharapkan
dapat melakukan ADL dengan baik dengan kriteria hasil :
a. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
TD,Nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari – hari (ADL)
c. Tanda – tanda vital normal
TD : 110 – 120/70 mmHg
Suhu : 36,5 – 37,5 C
Nadi : 80 – 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit.
d. Pasien mampu berpindah dengan atau tanpa bantu alat
e. Status sirkulasi baik
Intervensi Rasional
1. Tentukan penyebab 1. Menentukan penyebab dapat
intoleransi aktivitas & membantu menentukan
menentukan apakah intoleransi
penyebab dari fisik, 2. Terlalu lama bedrest dapat
psikis/motivasi memberi kontribusi pada
2. Kaji kesesuaian aktivitas & intoleransi aktivitas
istirahat klien sehari-hari 3. Peningkatan aktivitas
3. Tingkatkan aktivitas secara membantu mempertahankan
bertahap, biarkan klien kekuatan otot, tonus
berpartisipasi dapat 4. Bedrest dalam posisi supinasi
perubahan posisi, menyebabkan volume
berpindah&perawatan diri plasma→hipotensi postural &
4. Pastikan klien mengubah syncope
posisi secara bertahap. 5. TV & HR respon terhadap
Monitor gejala intoleransi ortostatis sangat beragam
aktivitas 6. Ketidakaktifan berkontribusi
5. Ketika membantu klien terhadap kekuatan otot &
berdiri, observasi gejala struktur sendi
intoleransi spt mual, pucat,
pusing, gangguan
kesadaran&tanda vital
6. Lakukan latihan ROM jika
klien tidak dapat
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x 5 menit diharapkan
hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Pasien meningkatkan dalam aktivitas fisik
b. Pasien mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Pasien dapat memperagakan penggunaan alat
Intervensi Rasional
1. Berikan sebanyak mungkin 1. Untuk mempertahankan
kebebasan bergerak dan rasa otonomi
dorong aktivitas normal 2. Meningkatkan
2. Ajarkan dan bantu pasien kemampuan / tolak ukur
dalam proses perpindahan dari pertumbuhan
yang aman. 3. Mungkin untuk
3. Ubah posisi ditempat tidur menurunkan perasaan
4. Ajarkan dan dukung pasien immobilisasi
dalam latihan ROM aktit / 4. Mencegah terjadinya
pasif untuk kontraktur dan
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
meningkatkan kekuatan atau otot.
ketahanan otot 5. Lebih mudah menentukan
5. Kaji kebutuhan pasien akan pendidikan kesehatan yang
pendidikan kesehatan tepat.
6) Ansietas berhubungan dengan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x 5 menit diharapkan
ansietas berkurang dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Pasien dapat mengindentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas
3. Tanda – tanda vital dalam batas normal:
TD : 110 – 120/70 mmHg
Suhu : 36,5 – 37,5 C
Nadi : 80 – 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit.
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, Bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
menunjukan berkurangnya kecemasan
Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya 1. Hubungan saling percaya
antara perawat-pasien adalah dasar hubungan
2. Pahami rasa takut/ ansietas terpadu yang mendukung
pasien klien dalam mengatasi
3. Kaji tingkat ansietas dan perasaan cemas.
diskusikan penyebab bila 2. perasaan adalah nyata dan
mungkin membantu pasien untuk
4. Temani atau atur supaya ada terbuka sehingga dapat
seseorang bersama pasien mendiskusikan dan
sesuai indikasi. menghadapinya
5. Ka kaji ulang keadaan umum 3. Identifikasi masalah spesifik
pasien dan TTV akan meningkatkan
6. Berikan waktu pasien untuk kemampuan individu untuk
mengungkapkan masalahnya menghadapinya dengan
dan dorongan ekspresi yang lebih realistis.
bebas, misalnya rasa marah, 4. dukungan yang terus
takut, ragu menerus mungkin
7. Berikan penjelasan pada pasien membantu pasien
tentang penyakitnya. mengurangi ansietas/ rasa
8. Jelaskan semua prosedur dan takut ke tingkat yang dapat
pengobatan diatasi.
9. Diskusikan perilaku koping 5. Sebagai indikator awal
alternatif dan tehnik dalam menentukan
pemecahan masalah intervensi berikutnya
6. Agar pasien merasa diterima
7. Dapat mengurangi rasa
cemas pasien akan
penyakitnya
8. Ketidaktahuan dan
kurangnya pemahaman
dapat menyebabkan
timbulnya ansietas
9. Mengurangi kecemasan
pasien
7) Resiko infeksi berhubungan dengan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x 5 menit diharapkan
tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Pasien dapat mendeskripsikan proses penularan penyakit,faktor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaanya
c. Pasien dapat menunjukan kemampuan untuk mencegah timbul
infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal ( 4500-10.000 sel/mm3)
Intervensi Rasional
Wound Care Wound Care
1. Monitor karakteristik, 1. Untuk mengetahui keadaan
warna, ukuran, cairan dan luka dan
bau luka perkembangannya
2. Bersihkan luka dengan 2. Normal salin merupakan
normal salin cairan isotonis yang sesuai
3. Rawat luka dengan konsep dengan cairan di tubuh
steril 3. Agar tidak terjadi infeksi
4. Ajarkan klien dan keluarga dan terpapar oleh kuman
untuk melakukan perawatan atau bakteri
luka 4. Memandirikan pasien dan
5. Berikan penjelasan kepada keluarga.
klien dan keluarga mengenai 5. Agar keluarga pasien
tanda dan gejala dari infeksi mengetahui tanda dan
6. Kolaborasi pemberian gejala dari infeksi
antibiotic 6. Pemberian antibiotic untuk
mencegah timbulnya
Infection Control infeksi
1. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai klien lain Infection Control
2. Instruksikan pengunjung 1. Meminimalkan risiko
untuk mencuci tangan saat infeksi
berkunjung dan setelah 2. meminimalkan patogen
berkunjung yang ada di sekeliling
3. Gunakan sabun anti mikroba pasien
untuk cuci tangan 3. mengurangi mikroba
4. Cuci tangan sebelum dan bakteri yang dapat
sesudah tindakan menyebabkan infeksi
keperawatan
5. Gunakan universal
precaution dan gunakan
sarung tangan selma kontak
dengan kulit yang tidak utuh
6. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
7. Observasi dan laporkan
tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan, panas,
nyeri, tumor
8. Kaji temperatur tiap 4 jam
9. Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
10. Ajarkan keluarga bagaimana
mencegah infeksi

4. Implementasi

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan dimana


tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana
asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja
aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai
tujuan yang berpusat pada klien. Selama implementasi, perawat mengkaji
kembali klien, memodifikasi rencana asuhan dan menuliskan kembali hasil yang
diharapkan sesuai kebutuhan. (Potter & Perry, 2005)

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara


melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil
. Menurut Nursalam (2008), pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan
yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan
berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target
tujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).

1) Evaluasi proses (evalusi formatif)


Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode
pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana asuhan
keperawatan, open chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara,
observasi, dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisaanya dapat
menggunakan sistem SOAP.
2) Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan
perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efisien. Metode
pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara pada pertemuan
terakhir asuhan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Open pneumotoraks merupakan salah satu jenis pneumotoraks yang
terjadi akibat terdapatnya hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan
menjadi negative dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif. Open
pneumotoraks terdapat trauma tembus pada dinding dada dimana udara
yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang
rusak dari pada defek dinding dada. Open pneumotoraks disebabkan oleh
trauma tembus dada. Berdasarkan kecepatannya, trauma tembus dada.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Open Pneumotoraks, Pada saat
pengkajian terfokuskan pada Primary Survey meliputi ; Airway,
Breathing, Circulation, Disability dan Exposure, kemudian dilanjutkan
ke tahap diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
dan evaluasi keperawatan.

2. Saran

Sebagai tenaga kesehatan professional tindakan perawat dalam


penanganan masakah keperawatan khususnya pada open pneumotoraks
ini harus dibekali dengan pengetahuan yang luas dan tindakan yang
dilakukan harus cepat, tepat dan aman.

Anda mungkin juga menyukai