Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KMB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ENSEFALITIS

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK

1. SITRA EHLEKLAM

2. FIRDIANI SRI ASTUTI LA ABUDAN

3. RAHAYU WULANDARI WENNO

TINGKAT : II B

POLTEKKES KEMENKES MALUKU


PRODI KEPERAWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena dengan rahmat dan
hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan pada pasien
ENSEPHALITIS, yang di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah KMB II.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah membaca makalah
ini, demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Masohi, 12 April 2018

Penyusun

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

1. Konsep Medis
a. Pengertian
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan penunjang
f. Pencegahan
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
b. Diagnose
c. Perencanaan
d. Implementasi
e. Evaluasi

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ensefalitis adalah peradangan pada parenkim otak dan biasanya diasosiasikan
dengan penyakit meningitis. Agen penyakit yang potensial menyebabkan Ensefalitis
sangatlah bervariasi dan masing-masing menunjukkan gejala dan manifestasi yang
berbeda, contohnya virus rabies menyebabkan gejala infeksi dan manifestasi pada sistem
saraf pusat yang berat sedangkan gejala sedikit kurang pada infeksi yang disebabkan virus
herpes simpleks atau varicella zooster.
Onset Ensefalitis terjadi secara akut, dan progresif, sehingga anak penderita
ensefalitis, yang pada awalnya sehat, tiba-tiba menjadi tidak sadar. Ditambah lagi, bahkan
praktisi yang berpengalaman sekalipun sering tidak yakin mengenai penyebab, terapi yang
sesuai, maupun prognosis dari pasien Ensefalitis.
Angka kematian untuk Ensefalitis sendiri masih tinggi, berkisar antara 35-50%.
Penderita yang hidup 20-40% mengalami komplikasi atau gejala sisa yang melibatkan
sistem saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatrik, epilepsi,
penglihatan atau pendengaran. Bayi yang menderita ensefalitis mengalami penyulit dan
akibat sisa yang lebih berat. Disamping itu belum ada pengobatan yang spesifik untuk
ensefalitis. Pengobatan yang dilakukan selama ini bersifat nonspesifik dan empiris yang
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang
terserang.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana konsep penyakit pada pasien dengan encephalitis ?
2) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan encephalitis. ?

C. TUJUAN
1) Tujuan Umum :
Penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar
jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan
bahan ajar asuhan keperawatan pada klien Ensefalitis.
2) Tujuan Khusus :
a) Untuk mengetahui konsep penyakit ensefalitis
b) Untuk mengetahui konsep keperawatan ensefalitis
BAB II
PEMBAHASAN

a) KONSEP MEDIS

1. PENGERTIAN
Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan
jaringan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh
sejumlah agen yang berbeda. (Donna. L. Wong, 2000).

Enchepalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Enchepalitis karena bakteri dapat
masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan enchepalitis seperti
pada imunisasi polio. Enchepalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria Fowleri,
acantamuba culbertsoni, yang masuk melalui kulit yang terluka. ( Dewanto, 2007).

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus. (Arif Mansur, 2000).

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan
oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary
amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).

2. ETIOLOGI
Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan bakteriologi dan firologi
pada spesimen feces, sputum, serum darah ataupun cairan serebrospinal yang harus
diambil pada hari-hari pertama. Ensefalitis dapat disebabkan karena:

a. Albovirus
Albovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga.
Masa inkubasinya antara 5-15 hari.
b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zooster.
c. Herpeks simpleks
Herpeks simpleks merupakan penyebab meningitis yang sangat mematikan di
amerika utara (Hickey dam Donna, 1995).
d. Amoeba
Amoeba penyebab ensefalitis adalah amoeba naegleria dan acanthamoeba,
keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang.
e. Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binnatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi
yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f. Jamur
Jamur yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah fungus blastomyces
dermatitihis, biasanya menyerang pria yang bekerja diluar rumah. Tempat
masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.
(Tarwoto,2007)

3. MANIFESTASI KLINIS
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa
trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala,
kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka)
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda
dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.

4. PATOFISIOLOGI
Virus masuk ke tubuh klien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a. secara local: aluran firus terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut
c. menyebar melalui saraf: virus berembang biak di permukaan selaput lender dan
menyebar melalui system persarafan
Setelah terjadi penyebaran ke otak, timbul manifestasi klinis ensefalitis. Masa
predomal berlangsung selama 1-4 hari di tandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorok, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah letargi, kadang disertai kaku kuduk jika infeksi mengenai
meningen.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. LABORATORIUM
Biasanya pemeriksaan laboratorium tidak membantu, kecuali untuk mengetahui
proses infeksi virus yang sedang terjadi (predominan limfosit pada infeksi virus,
predominan sel PMN pada infeksi bakteri). Tes serologi bergantung pada adanya
titer antibody. Deteksi dini IgM mungkinmembantu diagnosis awal.
b. GAMBARAN RADIOLOGIS
1) CT Scan Kepala
Pada ensefalitis HSV, CT scan memperlihatkan lesi dengan densitas rendah di
lobus temporalis, yang belum terlihat sampai 3-4 hari setelah awitan
CT scan dapat mem[erlihatkan komplikasi seperti perdarahan, hidrosefalus dan
herniasi, serta dapat membantu menentukan perlu tidaknya tindakan bedah.
2) MRI
MRI lebih sensitive dari pada CT scan dalam mengidentifikasi ensefalitis viral.
Gambaran lesi di lobus temporalis berupa pendarahan unilateral atau bilateral.
Lesi di lobus inferomedial temporalis dan girus singuli adalah area yang paling
sering terdeteksi oleh MRI. Pada anak dan bayi dapat terdeteksi penyebaran
lebih luas.
3) Elektroensefalografi (EEG)
Pada ensefalitis HSV, 4 dari 5 kasus yang telah dibuktikan dengan biopsy
memperlihatkan EEG yang abnormal. Terdapat perubahan diaerah temporalis
yang menyebar secara difus dan perlahan serta didapatkan lateralisasi
gelombang epileptiform
6. PENCEGAHAN
a. Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
b. Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif
menggigit.
c. Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
d. Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru
lahir
e. Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,
measles/campak)
f. Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian
ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for
Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan
menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan
selama musim transmisi. Virus Japanese Encephalitis dapat menginfeksi janin dan
menyebabkan kematian.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis

8. PENATALAKSANAAN
a. Isolasi
Isolasi betujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur
Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
 Ampicillin : 200 mg / kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
 Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
Bila encephalitis disebabkan oleh virus ( HSV ), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan
secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10 – 14 hari
untuk mencegah kekambuhan ( Victor, 2001 ). Untuk kemungkinan infeksi sekunder
diberikan antibiotika secara polifragmasi. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial,
manajemen edema otak.

 Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan ; jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
 Glukosa 20 %, 10 ml intrvena beberapa klai sehari disuntikan dalam pipa giving
set untuk menghilangkan edema otak.
 Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
a. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan
ialah valium dan atau luminal.
 Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3 – 0, 5 mg/kgBB/kali.
 Bila 15 menit belum teratasi/ kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama.
 Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
b. Mempertahankan ventilasi
Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai dengan kebutuhan ( 2 – 31/ menit )
c. Penatalaksanaan shock septic
d. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
e. Untuk mengatasi hiperpireksia
Diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,
misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan
di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila
keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
b) KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a) Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah kejang disertai penurunan tingkat
kesadaran.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian klien ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut
diantaranya sakit kepala dan demam yang merupakan gejala awal yang sering
terjadi. Sakit kepala berhubungan dengan ensefalitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalanan penyakit.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien
mengalami campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumenia. Pengakajian pada
anak mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh
virus, seperti virus influenza, varisela, adenovirus, coxsachie, ekhovirus, atau
parainfluenza, infeksi bakteri, parasit sel satu, cacing, fungus, riketsia.
Pengkajian penggunaan obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat kortikosteroid, antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotik) dapat meningkatkan kompherensifnya pengkajian.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh :
Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E,
Coli, dan lain-lain.
e) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien ensefalitis meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. apakah ada dampak yang timbul pada klien
yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, cemas, serta ketidak mampuan untuk untuk
melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan
klien selama masa setres, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah
kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat setres.

b) Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-Tanda Vital (TTV)
Pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 39-
41°. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang
sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi
nafas sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi
pada sistem pernafasan sebelum mengalami ensefalitis. Tekanan darah biasanya normal
atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.
b) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang
disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
ensefalitis karena akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
c) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovelemik) yang
sering terjadi pada klien ensefalitis yang telah mengganggu autoregulasi dari sistem
kardiovaskuler.
d) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
 Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma,
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk memantau pemberian asuhan.
 Pengkajian fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
 Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII
 Saraf I : biasanya pada klien ensefalitis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK.
 Saraf III, IV dan VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan
yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
 Saraf V : pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah.
 Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral.
 Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
 Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
 Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
 Pengkajian sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada ensefalitis
tahap lanjut mengalami perubahan.
 Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
 Pengkajian sistem sensorik
Pemeriksaan sensoris pada ensefalitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri
dan suhu yang normal, tidak ada sensasi abnormal dipermukaan tubuh, sensasi
propriosefsi dan diskriminatif normal. Inflamasi pada selaput otak mengakibatkan
sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah
kaku kuduk, yaitu adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena
adanya spasme otot-otot leher.
e) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan penurunan volume urine
output, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
f) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
g) B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas
klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu
oleh orang lain

2. DIAGNOSA
3. PERENCANAAN
4. IMPLEMENTASI

5. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito,
1999:28) Evaluasi pada pasien dengan masalah ensefalitis adalah :
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c. Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Enchepalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Enchepalitis karena bakteri dapat
masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan enchepalitis seperti
pada imunisasi polio. Enchepalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria Fowleri,
acantamuba culbertsoni, yang masuk melalui kulit yang terluka.
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa
trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala,
kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan.

2. SARAN
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi
fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami
hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi
sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap
kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.
DAFTAR PUSATAKA

Arif, Mansur. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika
Nurari, Amin Huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc, Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
(North American Nursing Diagnosis Association) Nic-Noc, Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : MediaAction

Anda mungkin juga menyukai