KERATITIS
Oleh :
Putu Ayu Sawitri, S.Ked
K1A1 16 015
Pembimbing :
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M
C. Epidemiologi
Insidensi tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat
karenaangka penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2 sampai 11 per
100.000 orangper tahun. Di Amerika Serikat frekuensi keratitis sebesar 5%
diantara seluruh kasus kelainan mata. Insidensi dari keratitis di negara
berkembang lebih tinggi dibandingkan di negara maju berkisar antara 5,9-20,7
per 100.000 orang tiap tahun. Di Indonesia Insidensi keratitis dan ulkus kornea
adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan
perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.6
Di Provinsi Lampung sendiri berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung menunjukan bahwa pada tahun 2013 didapatkan
kasus keratitis menempati peringkat ke-8 dengan 1.138 kasus di bawah
konjungtivitis, hordeolum, kelainan refraksi, katarak, glaucoma, pterygium,
dan kalazion.6
D. Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam yaitu bakteri, virus dan jamur. Selain
itu penyebab lain yang merupakan faktor predisposes adalah kekeringan pada
mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata,
debu, polusi atau bahan iritatif lain, trauma dan penggunaan lensa kontak yang
kurang baik.5
E. Patofisiologi
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.7
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga
merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia
umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali
pada ulkus bakteri purulen. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata
dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.7
F. Klasifikasi
Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan
bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus,
fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi
epitelial, subepitelial stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di
bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat
keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya. Keratitis mikrobial atau
infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur,
virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan kornea,
sedangkan keratitis noninfeksius merupakan inflamasi kornea tanpa penyebab
yang jelas.2
G. Gejala Klinis
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea.
Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan
pengobatan keratitis. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir
dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula,
makula, dan leukoma. Adapun gejala umum adalah :5
Keluar air mata yang berlebihan
Nyeri
Penurunan tajam penglihatan
Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
Mata merah
Sensitif terhadap cahaya
H. Diagnosis
1. Anamnesis
a) Keluhan Utama:1
- Nyeri dan fotosensitivitas (mungkin tidak tampak pada penyakit
herpetik karena mengalami hipestesia kornea)
- Penurunan tajam penglihatan
- Terdapat sekret
2. Pemeriksaan Fisik : 1
- Penurunan tajam penglihatan Snellen dan injeksi sirkumkornea
- Mata meradang, merah
- Silau
- Timbul warna saat ditetesi fluoresensi
- Infiltrat kornea yang dapat dilihat dengan atau tanpa hipopion di
kamera okuli anterior
- Blefarospasme
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan mikrobiologi kerokan kornea dan kultur sensitivitas untuk
mencari etiologi penyakit.1 Uji flouresein pada keratitis dapat
memperlihatkan bentuk lesi yang terjadi. Bentukan lesi dapat
menentukan jenis maupun etiologi keratitis tersebut. Seperti adanya lesi
dendritik terjadi pada keratitis viral yang disebabkan oleh infeksi HSV.
Pada keratitis pungtata superfisial terjadi kekerutan epitel yang meninggi
berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik terutama di
daerah pupil.5
I. Diagnosis Banding
1. Keratitis bakterial
2. Keratitis acanthamoeba
3. Keratitis viral
4. Keratitis jamur
5. Keratitis nekrotikans perifer1
J. Pengobatan
a) Medikamentosa :
- Keratitis bakteri : Gentamisin 15 mg/ml, Tobramisin 15 mg/ml
Untuk hari-hari pertama diberikan setiap setengah jam, kemudian
diturunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik.
- Keratitis jamur : Ekonazol 1%
- Keratitis virus seperti infeksi HSV dapat diberikan antiviral
(Idoxuridine) analog pirimidin dan asiklovir salep atau asiklovir oral
untuk infeksi yang berat
- Air mata buatan
- Sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan
mengurangi nyeri akibat spasme siliar
b) Konseling & Edukasi :
- Menjelaskan penyebab dari penyakit ini yaitu bakteri,virus atau jamur.
- Menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit ini berdasarkan dari
etiologinya.
- Menjalaskan kemungkinan komplikasi dari penyakit ini.1,5
K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :1
1. Perforasi kornea
2. Endolftalmitis
3. Kebutaan
4. Jaringan parut
L. Prognosis
- Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan :
Ad bonam
- Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ
atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya : Dubia Ad bonam
- Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total
sehingga dapat beraktivitas seperti biasa : Dubia Ad bonam1
BAB III
PEMBAHASAN
KASUS PEMBAHASAN
Tn. F, 33 tahun Di Indonesia Insidensi keratitis dan ulkus kornea
adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
perbandingan laki-laki dan perempuan tidak
begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.6
Keluhan mata merah Secara teori, gejala umum keratitis adalah:
dan pandangan kabur. Keluar air mata yang berlebihan, nyeri,
Keluhan diawali dengan penurunan tajam penglihatan, radang pada
mata merah sejak 3 hari kelopak mata (bengkak, merah), mata merah
yang lalu. dan sensitif terhadap cahaya
Riwayat menggunakan Pada keratitis bakterial pasien mengeluh nyeri
obat tetes mata yang pada mata, fotofobia, penglihatan kabur, mata
mengandung berair, mata merah, tajam penglihatan turun
dexamethason, terutama jika bagian pusat yang terkena.8
neomisin dan polimisin. Sebelum pasien berobat, pasien menggunakan
Pasien meneteskan obat obat tetes mata yang mengandung steroid yaitu
tetes tersebut setiap dexamethasone. Berdasarkan beberapa
pasien merasa matanya penelitian, penggunaan kortikosteroid masih
pedih dan kering. kontroversial. Penggunaan kortikosteroid
Setelah 3 hari, pasien dapat memperlambat re-epitalisasi ulkus pada
melihat adanya bercak kornea sebesar 53%.2
putih pada matanya dan Pandangan kabur terjadi akibat adanya infeksi
pandangan menjadi pada kornea, sehingga menyebabkan inflamasi
kabur. dan kerusakan. Prevalensi gangguan
Riwayat menggunakan penglihatan akibat keratitis mikrobial sebesar
lensa kontak sejak 10 12-14%.2
tahun yang lalu.
Kebiasaan tidur dengan Karena kornea avaskuler, maka pertahanan
lensa kontak dan jarang pada waktu peradangan tidak segera datang,
membersihkan lensa seperti pada jaringan lain yang mengandung
kontak dijumpai. banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat
dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan
dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Selanjutnya terjadi infiltrasi dari
sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan
epitel dan timbulah ulkus kornea.7
Keratitis mikrobial terjadi kira-kira pada 5 dari
10.000 pengguna lensa kontak. Penggunaan
lensa kontak dapat menyebabkan keratitis
sebesar 3,2%. Penggunaan lensa kontak yang
tidak dilepaskan lebih dari 1 hari merupakan
faktor resiko yang paling sering menyebabkan
keratitis. Lensa kontak merupakan permukaan
yang cocok untuk adhesi bakteri dan
pembentukan biofilm. Lensa kontak dapat
menampung jumlah organime yang banyak.
Semakin kasar permukaan lensa kontak,
semakin ekstensif adhesi bakteri dan
kolonisasi mikroorganisme.2
Pemeriksaan mata : Prevalensi keratitis mikrobial akibat lensa kontak
Visus saat pasien datang yang memiliki gambaran seperti infiltrasi stroma
ke klinik : mata kanan pada kornea dengan ulkus yaitu 38,7%. Terdapat
6/45, mata kiri 1/300. beberapa faktor yang memiliki peran terjadinya
ulkus pada kasus ini, yaitu adanya adhesi bakteri
Hasil evaluasi slit lamp pada lensa, formasi biofilm pada lensa dan tempat
ditemukan adanya penyimpanan lensa, resistensi mikroorganisme
kemerahan yang difus terhadap desinfektan, stagnasi air mata di
pada konjungtiva, ulcus belakang lensa kontak, serta penurunan resistensi
cornea seluas (8mm x kornea terhadap infeksi. Pada keratitis bakterial,
6mm x 2mm). hipopion bakteri masuk ke stroma kornea menyebabkan
pada 1/3 anterior kerusakan dan respon inflamasi, sehingga terjadi
chamber. gangguan penglihatan.2
Penatalaksanaan : Secara teori, penatalaksaan keratitis dilakukan
Pengobatan yang diberikan berdasarkan etiologinya :
adalah antibiotik - Keratitis bakteri : Gentamisin 15 mg/ml,
gatifloxacin 2 tetes / 2 jam Tobramisin 15 mg/ml, Untuk hari-hari
dan artificial tears 2 tetes/ 2 pertama diberikan setiap setengah jam,
jam diberikan selama 1 kemudian diturunkan menjadi setiap jam
bulan. Tablet ciprofloxacin sampai 2 jam bila membaik.
500 mg 2 kali sehari dan - Keratitis jamur : Ekonazol 1%
tablet methylprednisolon 16 - Keratitis virus seperti infeksi HSV dapat
mg 2 kali sehari selama 1 diberikan antiviral (Idoxuridine) analog
minggu.Methylprednisolon pirimidin dan asiklovir salep atau asiklovir
e dilakukan tapping off oral untuk infeksi yang berat
setelah 1 minggu - Sikloplegik untuk menghindari
pemakaian. Tropicamide terbentuknya sinekia posterior dan
1% diberikan 2 kali sehari, mengurangi nyeri akibat spasme siliar1,5
selama 2 minggu.
Acetazolamide 250 mg ,
diberikan 2 kali sehari 1 Pada pasien diberikan pengobatan antibiotik
tablet dan kalium L- golongan fluorokuinolon yaitu obat tetes
aspartate 2 kali sehari 1 gatifloxacin dan ciprofloxacin tablet.
tablet, diberikan selama 1 Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian
minggu. ciprofloxacin dapat menurunkan koloni kuman
sejumlah 6,67 CFU menjadi 2,75 CFU dalam
10-20 jam post-infeksi. Ciprofloxacin
merupakan antibiotik yang paling sering
diresepkan, diresepkan pada kira-kira 90%
pasien denga keratitis.2
Daftar Pustaka
1) Novitasari, Andra., Wahyu, R. M., Swasty,. 2015. Buku Ajar Sistim Indera
Mata. Semarang. Penerbit Unimus Press
2) Surjani, Lylys. 2016. Keratitis Mikrobial pada Pengguna Lensa Kontak.
Majalah Ilmiah Methoda 6(2) p. 13-26
3) Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. India :
New Age International Limited Publisher
4) Jogi R. 2009. Basic Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher. p.3-13.
5) Ilyas S, Yulianti SR. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI.
6) Syuhada, R., Rakhmi Rafie,. 2014. The Relationship of Age and Occupation
On The Incidence of Keratitis and Corneal Ulcers in Patients Visiting at
Hospital Dr.H.Abdoel Moeloek Lampung Province In 2013-2014
7) Eva, P.R., and Whitcher, J.P. 2016. Vaughan and Asbury’s General
Ophthalmology 19th Edition. USA: McGrawHill p.326
8) Amalia, R,. 2014. Karakteristik Penderita Keratitis di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun 2011-2012. Palembang : UMPalembang