Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA TELAAH JURNAL

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

KERATITIS

Oleh :
Putu Ayu Sawitri, S.Ked
K1A1 16 015

Pembimbing :
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Putu Ayu Sawitri, S.Ked
NIM : K1A1 16 015
Judul : Keratitis
Bagian : Ilmu Penyakit Mata
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan telaah jurnal dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, Februari 2021


Pembimbing,

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M


BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. F
Umur : 33 tahun
Tanggal Lahir :-
Suku :-
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama :-
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Datang ke Rumah Sakit Methodist Medan pada tanggal 17 Oktober 2016
dengan keluhan mata merah dan pandangan kabur.
Anamnesis Terpimpin :
Tn F, laki-laki, usia 33 tahun, datang ke Rumah Sakit Methodist Medan
pada tanggal 17 Oktober 2016 dengan keluhan mata merah dan pandangan
kabur. Keluhan diawali dengan mata merah sejak 3 hari yang lalu. Setelah
muncul keluhan mata merah, pasien ke apotik dan pasien diberi obat tetes
mata yang mengandung dexamethason, neomisin dan polimisin. Pasien
meneteskan obat tetes tersebut setiap pasien merasa matanya pedih dan
kering. Setelah 3 hari, pasien melihat adanya bercak putih pada matanya dan
pandangan menjadi kabur. Pasien merupakan pengguna lensa kontak sejak 10
tahun yang lalu. Kebiasaan tidur dengan lensa kontak dan jarang
membersihkan lensa kontak dijumpai. Riwayat berenang menggunakan lensa
kontak tidak dijumpai. Riwayat trauma pada mata tidak dijumpai.
C. PEMERIKSAAN MATA
Visus saat pasien datang ke klinik : mata kanan 6/45, mata kiri 1/300.
Hasil evaluasi slit lamp ditemukan adanya kemerahan yang difus pada
konjungtiva, ulcus cornea seluas (8mm x 6mm x 2mm). hipopion pada 1/3
anterior chamber. Kelopak mata atas dan bawah dalam keadaan normal.
Gambar 1. Kornea dengan ulkus dan hipopion 1/3 anterior chamber

Gambar 2. Kedalaman ulkus kornea (2 mm) diukur dengan sinar slit


danfluoresens

Gambar 3. Kornea setelah disinari slit lamp dengan fluorsensi (tampak


depan).
D. DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan slit lamp pasien didiagnosa dengan
keratitis ulcerative bakterial.
E. DIAGNOSIS BANDING
Adapun diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan untuk kasus ini
adalah :
1) Keratitis bakterial (ulkus pada kornea) ditandai dengan hilangnya stroma
dan defek pada epitel. Ulkus berhubungan dengan penggunaan lensa
kontak yang jarang dilepaskan. Dapat dijumpai nyeri, kemerahan,
kotoran mukopurulen, fotofobia dan reaksi pada anterior chamber.
2) Keratitis fungal berhubungan dengan cedera atau trauma pada kornea.
Lesi yang disebabkan oleh fungi umumnya memiliki batas halus dan
dapat dikelilingi oleh infiltrat berbentuk satelit.
3) Keratitis Acanthamoeba memiliki manifestasi klinis berupa infiltrat
berbentuk cincin yang sangat nyeri, berhubungan dengan penggunaan
lensa kontak saat berenang atau membersihkan lensa kontak dengan air
keran. Pasien umumnya memiliki nyeri yang sangat berat.
4) Keratitis Herpes Simplex berhubungan dengan reaktivasi virus Herpes
Simplex 1 yang bermigrasi turun ke axon dari cabang nervus trigeminus
ke kornea. Sensitivitas kornea dapat menurun.
5) Keratitis Herpes Zoster menunjukkan adanya lesi pseudodendritik pada
kornea. Umumnya, disertai vesikel pada kulit yang muncul di sepanjang
distibusi dermatom dan tidak melewati setengah bagian dari tubuh.
Kondisi ini disebabkan oleh reaktivasi virus Herpes Zoster dan
bermigrasi ke cabang pertama nervus trigeminus ke kulit dan mata.
Keratitis Herpes Zoster sering terjadi pada immunocompromised.
6) Keratitis marginal merupakan reaksi eksotoksin Staphylococcus.
Keratitis marginal umumnya muncul berdampingan dengan blepharitis
atau rosacea. Kondisi ini umumnya bilateral dan rekuren. Kemerahan
pada konjungtiva umumnya tidak difus.
F. TERAPI
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik gatifloxacin 2 tetes / 2 jam
dan artificial tears 2 tetes/ 2 jam diberikan selama 1 bulan.
Tablet ciprofloxacin 500 mg 2 kali sehari dan tablet methylprednisolon 16
mg 2 kali sehari selama 1 minggu. Methylprednisolone dilakukan tapping off
setelah 1 minggu pemakaian. Tropicamide 1% diberikan 2 kali sehari, selama
2 minggu. Acetazolamide 250mg , diberikan 2 kali sehari 1 tablet dan kalium
L-aspartate 2 kali sehari 1 tablet, diberikan selama 1 minggu.
G. RESUME
Tn F, laki-laki, usia 33 tahun, datang ke Rumah Sakit Methodist Medan
pada tanggal 17 Oktober 2016 dengan keluhan mata merah dan pandangan
kabur. Keluhan diawali dengan mata merah sejak 3 hari yang lalu. Setelah
muncul keluhan mata merah, pasien ke apotik dan pasien diberi obat tetes
mata yang mengandung dexamethason, neomisin dan polimisin. Pasien
meneteskan obat tetes tersebut setiap pasien merasa matanya pedih dan
kering. Setelah 3 hari, pasien melihat adanya bercak putih pada matanya dan
pandangan menjadi kabur. Pasien merupakan pengguna lensa kontak sejak 10
tahun yang lalu. Kebiasaan tidur dengan lensa kontak dan jarang
membersihkan lensa kontak dijumpai. Riwayat berenang menggunakan lensa
kontak tidak dijumpai. Riwayat trauma pada mata tidak dijumpai. Visus saat
pasien datang ke klinik : mata kanan 6/45, mata kiri 1/300. Hasil evaluasi slit
lamp ditemukan adanya kemerahan yang difus pada konjungtiva, ulcus
cornea seluas (8mm x 6mm x 2mm). hipopion pada 1/3 anterior chamber.
Kelopak mata atas dan bawah dalam keadaan normal. Dari hasil anamnesa
dan pemeriksaan slit lamp pasien didiagnosa dengan keratitis ulcerative
bakterial. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik gatifloxacin 2 tetes / 2
jam dan artificial tears 2 tetes/ 2 jam diberikan selama 1 bulan. Tablet
ciprofloxacin 500 mg 2 kali sehari dan tablet methylprednisolon 16 mg 2 kali
sehari selama 1 minggu. Methylprednisolone dilakukan tapping off setelah 1
minggu pemakaian. Tropicamide 1% diberikan 2 kali sehari, selama 2
minggu. Acetazolamide 250mg , diberikan 2 kali sehari 1 tablet dan kalium
L-aspartate 2 kali sehari 1 tablet, diberikan selama 1 minggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Keratitis merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
peradangan di kornea.1 Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari
kelima lapisan kornea. Peradangan tersebut dapat terjadi di epitel, membran
Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga
dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea.2

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 4. Anatomi Kasar Bola Mata3


Mata adalah organ penglihatan yang terletak di rongga orbital.
Bentuknya hampir bulat dan berdiameter sekitar 2,5 cm. Volume bola mata
kurang lebih 7 cc. Ruang antara mata dan rongga orbital ditempati oleh
jaringan lemak. Dinding tulang orbit dan lemaknya membantu melindungi
mata dari cedera. Secara struktural, kedua mata itu terpisah tetapi berfungsi
sebagai pasangan. Mungkin untuk melihat hanya dengan satu mata, tetapi
penglihatan tiga dimensi terganggu ketika hanya satu mata yang digunakan
secara khusus dalam kaitannya dengan penilaian jarak.4
Bola mata memiliki tiga lapisan yaitu: bagian luar: lapisan fibrosa (sklera
dan kornea), bagian tengah: uvea/lapisan pembuluh darah (iris, badan siliaris
dan koroid), bagian dalam: lapisan jaringan saraf (retina).4
Struktur di dalam bola mata adalah: Aqueous humor, Lensa, Vitreous.
Struktur Aksesori Mata: Alis, Kelopak Mata dan Bulu Mata, aparatus
lakrimalis, Otot ekstraokuler mata.4

Gambar 5. Struktur Mata4


Kornea membentuk 1/6 anterior mata. Bagian bola mata yang transparan,
ellipsoid, dan anterior dikenal sebagai kornea. Ini adalah permukaan pembias
utama mata. Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, merupakan lapis menutup bola mata sebelah depan. Diameter
rata-rata 11-12 mm (horizontal = 12 mm, vertikal = 11 mm). Tebal bagian
tengah 0,52 mm dan pinggiran 0,67 mm. Sepertiga pusat dikenal sebagai zona
optik. Indeks bias kornea adalah 1,37. Kekuatan dioptrik kornea kira-kira +
43 hingga + 45 D.4
Kornea terdiri dari lima lapisan yaitu:5
1) Epitel
Epitel tipe skuamosa bertingkat terdiri dari tiga jenis sel yaitu sel
basal, sel poligonal sel gepeng. Biasanya diganti dalam 7 hari saat
rusak. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren.
2) Membran Bowman
Terbuat dari fibril kolagen, tidak beregenerasi saat rusak. Ini
menghasilkan pembentukan opasitas kornea permanen.
3) Substantia propria atau stroma
Membentuk 90% ketebalan kornea. Terdiri dari keratosit,
fibril kolagen yang diatur secara teratur dan substansi dasar. Terdiri
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di
antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4) Membran Descement
Merupakan membran elastis homogen tipis tapi kuat yang
dapat beregenerasi.
5) Endotel
Merupakan satu lapisan sel heksagonal yang diratakan.
Kepadatan sel sekitar 3000 sel mm2 saat lahir yang menurun seiring
bertambahnya usia. Dekompensasi kornea hanya terjadi jika lebih
dari 75% sel rusak. Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu,
endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom
dan zonula okluden.

Gambar 6. Struktur Kornea4


Kornea adalah struktur avaskular, sehingga memperoleh nutrisi dari:4
1) Pembuluh darah perilimbal. Pembuluh siliaris anterior menginvasi perifer
kornea (limbus) sekitar 1 mm.
2) Aqueous humor. Menyuplai glukosa dan nutrisi lain melalui proses difusi
sederhana atau transpor aktif.
3) Oksigen dari udara atmosfir diturunkan langsung melalui film air mata.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.5
Ada dua fungsi utama kornea yaitu bertindak sebagai media pembias
utama, dan melindungi isi intraokular. Hal ini dimungkinkan dengan menjaga
transparansi kornea dan penggantian jaringannya. Transparansi dipertahankan
oleh susunan teratur lamellae kornea, avaskularisasi, keadaan relatif
dehidrasi.4,5

C. Epidemiologi
Insidensi tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat
karenaangka penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2 sampai 11 per
100.000 orangper tahun. Di Amerika Serikat frekuensi keratitis sebesar 5%
diantara seluruh kasus kelainan mata. Insidensi dari keratitis di negara
berkembang lebih tinggi dibandingkan di negara maju berkisar antara 5,9-20,7
per 100.000 orang tiap tahun. Di Indonesia Insidensi keratitis dan ulkus kornea
adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan
perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.6
Di Provinsi Lampung sendiri berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung menunjukan bahwa pada tahun 2013 didapatkan
kasus keratitis menempati peringkat ke-8 dengan 1.138 kasus di bawah
konjungtivitis, hordeolum, kelainan refraksi, katarak, glaucoma, pterygium,
dan kalazion.6

D. Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam yaitu bakteri, virus dan jamur. Selain
itu penyebab lain yang merupakan faktor predisposes adalah kekeringan pada
mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata,
debu, polusi atau bahan iritatif lain, trauma dan penggunaan lensa kontak yang
kurang baik.5

E. Patofisiologi
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.7
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga
merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia
umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali
pada ulkus bakteri purulen. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata
dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.7

F. Klasifikasi
Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan
bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus,
fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi
epitelial, subepitelial stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di
bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat
keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya. Keratitis mikrobial atau
infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur,
virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan kornea,
sedangkan keratitis noninfeksius merupakan inflamasi kornea tanpa penyebab
yang jelas.2

1) Ulcerative Keratitis (Ulkus Kornea)


Ulcerative keratitis (ulkus komea) adalah hilangnya sebagian
permukaan komea akibat kematian jaringan komea yang ditandai dengan
adanya infiltrat supuratif disertai defek komea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan komea yang dapat teijadi dari epitel sampai
stroma. Biasanya ditandai dengan tanda injeksi siliar yang nyata, injeksi
konjungtival berwama merah tua, ada area berbentuk cakram abu-abu di
tengah komea, fotofobia, blefarospasme yang nyeri dan penglihatan
kabur.8
Gambar 7. Ulkus Kornea8
2) Non-ulcerative Keratitis
1. Keratitis Superfisial
a. Keratitis Epitelial Keratitis pungtata superfisial adalah keratitis
dengan infiltrat halus pada komea. Biasanya gejala yang timbul
adalah mata terasa pedih, berair dan sensasi kelilipan.8
b. Keratitis Subepitelial
• Keratitis Numularis Bentuk keratitis dengan ditemukannya
infiltrat yang bundar berkelompok dan di tepinya berbatas
tegas.
• Keratitis Disiformis Keratitis yang membentuk kekeruhan
infiltrat yang bulat dan lonjong di dalam jaringan komea.
Keratitis disiformis merupakan reaksi alergi atau imunologik
terhadap infeksi virus herpes simpleks pada permukaan komea.
Keratitis ini menimbulkan gejala mata merah, fotofobia, tajam
penglihatan menurun jika infiltrat berada pada tengah komea,
mata berair dan rasa mengganjal di mata. Pada mata ditemukan
adanya injeksi siliar dan infiltrat pada stroma komea.5,8
2. Keratitis Profunda/Interstisial
Keratitis interstisial adalah suatu reaksi imunologik
terhadap treponema paiidum karena kuman ini tidak dijumpai
di komea pada fase akut. Keratitis asalah suatu peradangan
komea bagian dalam yang (paling) sering disebabkan oleh
sifilis congenital. Gejala yang timbul antara lain nyeri,
fotofobia, blefarospasme, injeksi gabungan (konjungtiva dan
siliar) dan tajam penglihatan menurun.5,8
3) Keratitis Infektif
1. Keratitis Bakterial
Keratitis bakterial adalah keratitis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan
cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin
yang mengandung virus. Pasien mengeluh nyeri pada mata,
fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam
penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena.8

Gambar 8. Keratitis bakteri8


2. Keratitis Fungal
Infeksi jamur pada komea yang dapat disebut juga mycotic
keratitis, untuk menegakkan diagnosis klinik keratitis fungal
dapat dipakai pedoman berikut:
 Riwayat trauma temtama tumbuhan, pemakaian steroid
topikal lama.
 Lesi satelit.
 Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler
dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.
 Plak endotel.
 Hipopion, kadang-kadang rekuren.
 Formasi cincin sekeliling ulkus.
 Lesi komea yang indolen.8

Gambar 9. Keratitis Aspergilus8

Gambar 10. Keratitis Candida8


3. Keratitis Virus
a. Keratitis Virus Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu
infeksi kornea yang paling sering ditemukan dalam
praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai
dengan adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan
kornea manapun. Pada mata, virus herpes simplek dapat
diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita keratitis
herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak
dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut,
alat kelamin yang mengandung virus.5
Gambar 11. Lesi dengan Wessely pada Keratitis Herpes
Simpleks5
b. Keratitis Virus Varisela Zoster
Infeksi virus varicella zoster terjadi dalam 2 bentuk:
primer (varicella) dan rekuren (zoster). Manifestasi pada
mata jarang terjadi pada varicella namun sering pada
zoster ophthalmic. Pada varicella, lesi mata umumnya
pada kelopak dan tepian kelopak. Jarang ada keratitis
(khas lesi stroma perifer dengan vaskularisasi), dan lebih
jarang lagi keratitis epithelial dengan atau tanpa
pseudodendrite. Pernah dilaporkan keratitis disciformis,
dengan uveitis yang lamanya bervariasi.
Berbeda dari lesi kornea varicella, yang jarang dan
jinak, zoster ophthalmic relatif banyak dijumpa, kerap kali
disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai
dengan status kekebalan pasien. Komplikasi kornea pada
zoster ophthalmic dapat diperkirakan timbul jika terdapat
erupsi kulit di daerah yang dipersarafi cabang-cabang
Nervus Nasosiliaris.8
4. Keratitis Protozoal {Acaruhamoeba)
Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba
yang biasanya disertai dengan penggunaan lensa kontak. Rasa
sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya yaitu
kemcrahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus
komea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.5,8
4) Keratitis Alergi
1. Keratitis Flikten
Terjadi karena reaksi alergi yang menimbulkan peradangan.
Gejala yang timbul biasanya fotofobia, blefarospasme,
pembengkakan eksematosa kulit dan membrane mukosa,
temtama hidung dan bibir. Eksema kulit kepala dan wajah.
Rinitis, ragade disekitar mulut dan membran mukosa.
Hiperplasia adenoid di dalam hidung dan faring, diatesis
eksudatif. Sering terjadi reaksi yang kuat terhadap uji
tuberculin pada konjungtiva/kulit.8
2. Keratitis Vernal
Keratitis vernal atau yang lebih dikenal dengan
keratokonjungtivitis vernal adalah suatu keadaan penyakit mata
yang disebabkan oleh reaksi alergi. Biasanya disertai dengan
riwayat asma, eksema, rhinitis dan alergi musiman. Gejalanya
berupa mata gatal dengan sekret, konjungtiva tampak putih
susu dan banak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior.8
3. Keratitis Atopik
Keratitis atopik biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat
dermatitis atopik. Gejalanya berupa sensasi terbakar,
pengeluaran sekret mukoid, mata merah, fotofobia dan
ketajaman penglihatan menurun.8
5) Keratitis Tropik
1. Keratitis Neuroparalitik
Keratitis neuroparalitik dimulai dengan terkelupasnya epitel
komea kemudian disusun dengan terbentuknya vesikel pada
komea dan akan menjadi lebih berat bila terjadi infeksi
sekunder. Gejala yang timbul antara lain sensitibilitas komea
berkurang atau hilang, mata menjadi merah tanpa rasa sakit.
Selain itu juga dapat teijadi penurunan tajam penglihatan,
fotofobia, injeksi siliar, hilangnya refleks mengedip dan
permukaan komea kusam.5
2. Ulkus Ateromatous
Ulkus ateromatous adalah ulkus yang terjadi pada jaringan
parut komea. Biasanya penderita mengalami mata merah dan
kesulitan dalam melihat.5
6) Keratitis Idiopatik
1. Ulkus Komea Mooren's
Ulkus komea Mooren's pertama kali dideskripsikan sebagai
"ulkus kornea progresif kronik atau ulkus roden". Namun.
ulkus komea Mooren's pertama diperkenalkan sebagai kondisi
penyakit yang berat pada tahun 1863 dan juga pertama
dideskripsikan jelas kondisi komea ini sebagai kesatuan klinis.
Penyakit ini dapat menimbulkan nyeri hebat, ulkus komea
kronik yang mulai dari bagian perifer kemudian berlangsung
secara melingkar hingga sampai ke bagian sentral. Menumt
definisi, ulkus komea Mooren's mempakan kelainan idiopatik
dan tidak berhubungan dengan skleritis. Penderita ulkus komea
Mooren's tipikal memiliki gejala mata merah, berair, fotofobia,
dan kebanyakan dengan nyeri yang luar biasa.8
2. Keratitis Superfisial Pungtata Thygeson
Penyebab Thygeson Superficial Punctate Keratitis (TSPK)
belum diketahui, tetapi virus dan mekanisme imun merupakan
dugaan sementara ini. Virus sebagai penyebab TSPK diusulkan
berdasarkan tidak adanya gambaran bakteri dan agen infeksi
lainnya, penyakit yang resisten terhadap antibiotik dan
gambaran lesi yang menyerupai campak dan infeksi
adenovirus. Gejala yang dialami penderita TSPK anta lain mata
seperti terbakar dan perih, sensasi adanya benda asing
(kelilipan), mata berair, dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi
sedikit penurunan tajam penglihatan.8

Gambar 12. Thygeson Superficial Punctate Keratitis (TSPK)8

G. Gejala Klinis
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea.
Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan
pengobatan keratitis. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir
dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula,
makula, dan leukoma. Adapun gejala umum adalah :5
 Keluar air mata yang berlebihan
Nyeri
Penurunan tajam penglihatan
Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
Mata merah
Sensitif terhadap cahaya

H. Diagnosis
1. Anamnesis
a) Keluhan Utama:1
- Nyeri dan fotosensitivitas (mungkin tidak tampak pada penyakit
herpetik karena mengalami hipestesia kornea)
- Penurunan tajam penglihatan
- Terdapat sekret
2. Pemeriksaan Fisik : 1
- Penurunan tajam penglihatan Snellen dan injeksi sirkumkornea
- Mata meradang, merah
- Silau
- Timbul warna saat ditetesi fluoresensi
- Infiltrat kornea yang dapat dilihat dengan atau tanpa hipopion di
kamera okuli anterior
- Blefarospasme
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan mikrobiologi kerokan kornea dan kultur sensitivitas untuk
mencari etiologi penyakit.1 Uji flouresein pada keratitis dapat
memperlihatkan bentuk lesi yang terjadi. Bentukan lesi dapat
menentukan jenis maupun etiologi keratitis tersebut. Seperti adanya lesi
dendritik terjadi pada keratitis viral yang disebabkan oleh infeksi HSV.
Pada keratitis pungtata superfisial terjadi kekerutan epitel yang meninggi
berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik terutama di
daerah pupil.5

I. Diagnosis Banding
1. Keratitis bakterial
2. Keratitis acanthamoeba
3. Keratitis viral
4. Keratitis jamur
5. Keratitis nekrotikans perifer1

J. Pengobatan
a) Medikamentosa :
- Keratitis bakteri : Gentamisin 15 mg/ml, Tobramisin 15 mg/ml
Untuk hari-hari pertama diberikan setiap setengah jam, kemudian
diturunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik.
- Keratitis jamur : Ekonazol 1%
- Keratitis virus seperti infeksi HSV dapat diberikan antiviral
(Idoxuridine) analog pirimidin dan asiklovir salep atau asiklovir oral
untuk infeksi yang berat
- Air mata buatan
- Sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan
mengurangi nyeri akibat spasme siliar
b) Konseling & Edukasi :
- Menjelaskan penyebab dari penyakit ini yaitu bakteri,virus atau jamur.
- Menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit ini berdasarkan dari
etiologinya.
- Menjalaskan kemungkinan komplikasi dari penyakit ini.1,5

K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :1
1. Perforasi kornea
2. Endolftalmitis
3. Kebutaan
4. Jaringan parut

L. Prognosis
- Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan :
Ad bonam
- Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ
atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya : Dubia Ad bonam
- Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total
sehingga dapat beraktivitas seperti biasa : Dubia Ad bonam1
BAB III
PEMBAHASAN

KASUS PEMBAHASAN
Tn. F, 33 tahun Di Indonesia Insidensi keratitis dan ulkus kornea
adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
perbandingan laki-laki dan perempuan tidak
begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.6
 Keluhan mata merah  Secara teori, gejala umum keratitis adalah:
dan pandangan kabur. Keluar air mata yang berlebihan, nyeri,
Keluhan diawali dengan penurunan tajam penglihatan, radang pada
mata merah sejak 3 hari kelopak mata (bengkak, merah), mata merah
yang lalu. dan sensitif terhadap cahaya
 Riwayat menggunakan  Pada keratitis bakterial pasien mengeluh nyeri
obat tetes mata yang pada mata, fotofobia, penglihatan kabur, mata
mengandung berair, mata merah, tajam penglihatan turun
dexamethason, terutama jika bagian pusat yang terkena.8
neomisin dan polimisin.  Sebelum pasien berobat, pasien menggunakan
Pasien meneteskan obat obat tetes mata yang mengandung steroid yaitu
tetes tersebut setiap dexamethasone. Berdasarkan beberapa
pasien merasa matanya penelitian, penggunaan kortikosteroid masih
pedih dan kering. kontroversial. Penggunaan kortikosteroid
 Setelah 3 hari, pasien dapat memperlambat re-epitalisasi ulkus pada
melihat adanya bercak kornea sebesar 53%.2
putih pada matanya dan  Pandangan kabur terjadi akibat adanya infeksi
pandangan menjadi pada kornea, sehingga menyebabkan inflamasi
kabur. dan kerusakan. Prevalensi gangguan
 Riwayat menggunakan penglihatan akibat keratitis mikrobial sebesar
lensa kontak sejak 10 12-14%.2
tahun yang lalu.
Kebiasaan tidur dengan  Karena kornea avaskuler, maka pertahanan
lensa kontak dan jarang pada waktu peradangan tidak segera datang,
membersihkan lensa seperti pada jaringan lain yang mengandung
kontak dijumpai. banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat
dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan
dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Selanjutnya terjadi infiltrasi dari
sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan
epitel dan timbulah ulkus kornea.7
 Keratitis mikrobial terjadi kira-kira pada 5 dari
10.000 pengguna lensa kontak. Penggunaan
lensa kontak dapat menyebabkan keratitis
sebesar 3,2%. Penggunaan lensa kontak yang
tidak dilepaskan lebih dari 1 hari merupakan
faktor resiko yang paling sering menyebabkan
keratitis. Lensa kontak merupakan permukaan
yang cocok untuk adhesi bakteri dan
pembentukan biofilm. Lensa kontak dapat
menampung jumlah organime yang banyak.
Semakin kasar permukaan lensa kontak,
semakin ekstensif adhesi bakteri dan
kolonisasi mikroorganisme.2
Pemeriksaan mata : Prevalensi keratitis mikrobial akibat lensa kontak
 Visus saat pasien datang yang memiliki gambaran seperti infiltrasi stroma
ke klinik : mata kanan pada kornea dengan ulkus yaitu 38,7%. Terdapat
6/45, mata kiri 1/300. beberapa faktor yang memiliki peran terjadinya
ulkus pada kasus ini, yaitu adanya adhesi bakteri
 Hasil evaluasi slit lamp pada lensa, formasi biofilm pada lensa dan tempat
ditemukan adanya penyimpanan lensa, resistensi mikroorganisme
kemerahan yang difus terhadap desinfektan, stagnasi air mata di
pada konjungtiva, ulcus belakang lensa kontak, serta penurunan resistensi
cornea seluas (8mm x kornea terhadap infeksi. Pada keratitis bakterial,
6mm x 2mm). hipopion bakteri masuk ke stroma kornea menyebabkan
pada 1/3 anterior kerusakan dan respon inflamasi, sehingga terjadi
chamber. gangguan penglihatan.2
Penatalaksanaan :  Secara teori, penatalaksaan keratitis dilakukan
Pengobatan yang diberikan berdasarkan etiologinya :
adalah antibiotik - Keratitis bakteri : Gentamisin 15 mg/ml,
gatifloxacin 2 tetes / 2 jam Tobramisin 15 mg/ml, Untuk hari-hari
dan artificial tears 2 tetes/ 2 pertama diberikan setiap setengah jam,
jam diberikan selama 1 kemudian diturunkan menjadi setiap jam
bulan. Tablet ciprofloxacin sampai 2 jam bila membaik.
500 mg 2 kali sehari dan - Keratitis jamur : Ekonazol 1%
tablet methylprednisolon 16 - Keratitis virus seperti infeksi HSV dapat
mg 2 kali sehari selama 1 diberikan antiviral (Idoxuridine) analog
minggu.Methylprednisolon pirimidin dan asiklovir salep atau asiklovir
e dilakukan tapping off oral untuk infeksi yang berat
setelah 1 minggu - Sikloplegik untuk menghindari
pemakaian. Tropicamide terbentuknya sinekia posterior dan
1% diberikan 2 kali sehari, mengurangi nyeri akibat spasme siliar1,5
selama 2 minggu.
Acetazolamide 250 mg ,
diberikan 2 kali sehari 1  Pada pasien diberikan pengobatan antibiotik
tablet dan kalium L- golongan fluorokuinolon yaitu obat tetes
aspartate 2 kali sehari 1 gatifloxacin dan ciprofloxacin tablet.
tablet, diberikan selama 1 Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian
minggu. ciprofloxacin dapat menurunkan koloni kuman
sejumlah 6,67 CFU menjadi 2,75 CFU dalam
10-20 jam post-infeksi. Ciprofloxacin
merupakan antibiotik yang paling sering
diresepkan, diresepkan pada kira-kira 90%
pasien denga keratitis.2

Daftar Pustaka
1) Novitasari, Andra., Wahyu, R. M., Swasty,. 2015. Buku Ajar Sistim Indera
Mata. Semarang. Penerbit Unimus Press
2) Surjani, Lylys. 2016. Keratitis Mikrobial pada Pengguna Lensa Kontak.
Majalah Ilmiah Methoda 6(2) p. 13-26
3) Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. India :
New Age International Limited Publisher
4) Jogi R. 2009. Basic Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher. p.3-13.
5) Ilyas S, Yulianti SR. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI.
6) Syuhada, R., Rakhmi Rafie,. 2014. The Relationship of Age and Occupation
On The Incidence of Keratitis and Corneal Ulcers in Patients Visiting at
Hospital Dr.H.Abdoel Moeloek Lampung Province In 2013-2014
7) Eva, P.R., and Whitcher, J.P. 2016. Vaughan and Asbury’s General
Ophthalmology 19th Edition. USA: McGrawHill p.326
8) Amalia, R,. 2014. Karakteristik Penderita Keratitis di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun 2011-2012. Palembang : UMPalembang

Anda mungkin juga menyukai