Anda di halaman 1dari 7

HALAMAN JUDUL

JURNAL

OUTCOME TERAPI PENETRASI KERATOPLASTY PADA INFEKSI


KERATITIS LANJUTAN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian


Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata

PEMBIMBING :
dr. Ida Nugrahani Sp. M

Disusun Oleh :
Nindya Ayu Pramesti, S.Ked
J510185035

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

JURNAL

OUTCOME TERAPI PENETRASI KERATOPLASTY PADA INFEKSI


KERATITIS LANJUTAN

Diajukan Oleh :
Nindya Ayu Pramesti, S.Ked
J510185035

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing stase Ilmu Penyakit Mata
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ................, ......................... 2018

Pembimbing :

dr. Ida Nugrahani Sp. M (............................)

ii
1

Outcome Terapi Penetrasi Keratoplasty pada Infeksi Lanjutan Keratitis

NO
1 Latar Belakang Sebanyak 1,5- 2 juta kasus kebutaan kornea di
negara berkembang berhubungan dengan adanya
trauma ocular dan keratitis infektif yang dapat
timbul sebagai silent epidemic. Survey nasional
yang dilakukan pemerintah India (1991 – 2001)
melaporkan bahwa kelainan pada kornea dapat
menyebabkan kebutaan sebanyak 4% kasus.

Keratitis menjadi ancaman gangguan visus di


seluruh dunia. Secara signifikan sebagian besar
mata dengan keratitis mikrobial dapat berlanjut
menjadi perforasi kornea, yang mengakibatkan
morbiditas yang buruk dan bahkan hilangnya
struktur bola mata sehingga kasus seperti itu
memerlukan intervensi bedah secara darurat
yaitu terapi penetrasi keratoplasty (TPK).

TPK merupakan strategi pengobatan paling


penting untuk perforasi infeksi ulkus kornea.
Dengan meningkatnya perekonomian negara
berkembang dan akses kepelayanan kesehatan,
membuat negara dapat lebih siap untuk
mengobati dan menyembuhkan infeksi ulkus
kornea.
2 Tujuan Menjaga integritas anatomi bulbus oculi dan
eradikasi dari organisme penyebab infeksi adalah
tujuan utama dari TPK. Sedangkan rehabilitasi
visus adalah tujuan sekundernya.

Study ini direncanakan untuk mengevaluasi


indikasi dan outcome dari TPK dalam aspek
integritas anatomi bulbus oculi, keberhasilan
terapi, menjaga fungsi visual atau perbaikan
visual, komplikasi, dan morbiditas residual pada
ocular.
3 Material & Metode a. Penelitian ini disetujui oleh kelembagaan
a. Metode penelitian, dan komite etik, serta sesuai
Penelitian dengan ketetapan dalam Deklarasi
b. Analisis Helsinki. Menggunakan studi cross-
Statistik sectional deskriptif yang dilakukan
dengan data TPK retrospektif dari
Desember 2012 – Juni 2017. Pasien yang
menjalani TPK dan dioperasi oleh
2

seorang ahli Bedah, dimasukan dalam


kriteria inklusi untuk menghindari bias.
Semua pasien dengan perforasi ulkus
kornea, non-healing infectious corneal
ulcers, molten grafts atau sloughed out
grafts termasuk infeksi graft postoptical
penetrasi keratoplasty (Post- OPK) atau
post- TPK dan ataphyloma anterior pada
kornea dimasukkan dalam study ini.

Pasien yang di follow up kurang dari 18


bulan dan ulkus kornea dengan
endophthalmitis dijadikan sebagai
kriteria ekslusi dalam study ini. Analisis
data termasuk demografi dasar dan
karakteritis, diagnosis preoperative, dan
outcome post operatif dari TPK.
Demografi dasar yang dimaksud meliputi
usia, gender, laterality, indikasi TPK,
status lensa, ukuran resipient, grade dari
graft, organisme yang teridentifikasi, dan
koreksi ketajaman visual terbaik pada
saat pra operatif (BCVA). Hasil pasca
operasi di follow up dalam 18 – 24 bulan,
termasuk eradikasi organisme, prosedur
sekunder, prosedur operasi tambahan
untuk peningkatan penyembuhan graft
dengan segera seperti defect epitel
persisten dalam follow up setelah operasi,
BCVA post operatif pada follow up
terakhir, tekanan intraokular, dan
komplikasi jangka panjang dari TPK.
Ulkus kornea yang terletak di tengah
berukuran 6 mm dari puncak tengah
kornea dan pada perifer jika bagian
perforasi diluar dari batas tersebut.
Outcome TPK yang diobservasi berupa
aspek anatomi, terapi, dan outcome
fungsional yang dikategorikan dalam
kriteria sukses dan gagal.

b. Analisis Statistik
Data dimasukkan kedalam excel
kemudian di pindahkan kedalam aplikasi
SPSS versi 22 untuk dilakukan analisis.
Data stastistik di munculkan dengan
3

means ± SD. Statistik deskriptif


digunakan untuk menyajikan data
frekuensi dan presentase. Test pearson
Chi- square (tepatnya test Fisher)
digunakan untuk menemukan hubungan
antara variabel katagorik dengan hasil
(anatomi, terapi, dan fungsional) dari
TPK dan semua tes adalah hipotesis 2
arah. Statistik yang signifikan dinyatakan
apabila nilai P value < 0,05.
4 Hasil Sebanyak 57 mata dari 57 pasien yang dilakukan
TPK dalam penelitian ini.
1. Rentan usia 2- 76 tahun dengan mean ±
SD 49,58 ± 17,06 tahun. Dimana 41
pasien (71,9%) adalah pria.
2. Indikasi TPK tertinggi adalah perforasi
ulkus kornea sebanyak 32 kasus (56,1%).
Dengan ukuran perforasi 6,60 ± 1,11 mm
dan ukuran ulkus kornea sebesar 7,19
±2,13 mm.
3. Semua pasien dari daerah pedesaan.
4. Rata- rata pasien di follow up 13 ± 4,7
bulan.
5. Status lensa phakic sebanyak 41 kasus
(71,9%)
6. Graft tipe grade B- dan ukuran grade > 8
mm adalah grade yang dipakai pada
sebagian besar kasus, masing- masing
yaitu 33 kasus (57,9%) dan 40 kasus
(70,17%).
7. Kejernihan Graft 1 dilaporkan sebanyak
27 kasus (47,36%).
8. Organisme yang teridentifikasi adalah
fungal pada 11 kasus (19,3%) dan
eradikasi patologis dapat dilakukan pada
47 kasus (82,5%).
9. Defect epitel post TPK memerlukan
prosedur tambahan seperti tarsorrhaphy
dan transplantasi membran amnion untuk
proses penyembuhan defect tersebut
dengan masing- masing 11 kasus
(19,3%).
10. Komplikasi berupa kegagalan graft
tercatat pada 30 kasus (52,6%).
11. Terdapat 17 pasien (20,8%) yang
menjalani prosedur sekunder berupa
4

OPK.
12. Prosedur sekunder dan derajat graft yang
digunakan mempengaruhi komplikasi
TPK secara signifikan yaitu masing-
masing P = 0,00 dan P = 0,05.
13. Final BCVA sebanyak 35 kasus (61,40
%) mencapai <20/200.
14. Keberhasilan outcome anatomi dari TPK
mencapai 49 kasus (85,96%).
15. Keberhasilan outcome terapeutik dari
TPK mencapai 51 kasus (89,47%).
16. Keberhasilan outcome fungsional dari
TPK mencapai 40 kasus (70,17%).
17. Diagnosis preoperatif atau indikasi dari
TPK serta ketajaman visual praoperatif
memiliki pengaruh signifikan terhadap
outcome anatomi masing- masing sebesar
P = 0,03 dan P= 0,00.
18. Faktor Post Operatif seperti komplikasi
dari TPK, Kejernihan graft memiliki
masing- masing nilai P= 0,00 dan P=
0,05 terhadap anatomi.
19. Keberhasilan outcome terapeutik dari
TPK mencapai 51 kasus (89,47%).
Dengan 6 kasus mengalami infeksi graft
dan 5 diantaranya menjalani TPK ulang,
dan 1 pasien mengalami panophtalmitis
sehingga dilakukan tindakan eviserasi.
20. Keberhasilan outcome fungsional dari
TPK mencapai 40 kasus (70,17) dengan
22 kasus (38,59%) kasus menunjukkan
BCVA 20/200- ≥20/40.
21. Langkah tambahan dalam penyembuhan
PED post TPK, prosedur sekunder,
komplikasi, kejernihan graft, dan BCVA
akhir mempengaruhi outcome fungsional
dengan nilai P signifikan sebesar P value
: 0,00 di seluruh kasus.
5 Kesimpulan TPK adalah terapi definitif untuk rafractory
keratitis dengan keberhasilan anatomi, terapi,
dan fungsional yang tinggi. Ukuran graft yang
lebih kecil meminimalkan risiko komplikasi post
TPK. Indikasi dan komplikasi TPK
mempengaruhi seluruh outcome dari terapi.
6 Rangkuman Hasil a. Diperlukannya pemeriksaan kultur jaringan
Pembelajaran kornea untuk mengidentifikasi organisme
5

penyebab serta pengobatan yang sesuai untuk


mengeradikasi infeksi.
b. Pentingnya peran dokter dalam mengedukasi
pasien supaya rutin untuk kontrol dan
mengkonsumsi obat yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai