Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidoarjo 2019. Disamping itu, referat ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan kita semua tentang glaukoma.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak lupus
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
JUDUL..........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
1.1.Latar Belakang........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................6
2.1 Definisi....................................................................................................................6
2.2 Anatomi dan Fisiologi.............................................................................................6
2.3 Klasifikasi...............................................................................................................7
2.5 Etiologi ...................................................................................................................8
2.6 Patofisiologi............................................................................................................9
2.7 Gejala Klinis...........................................................................................................9
2.8 Anamnesa..............................................................................................................11
2.9 Pemeriksaan...........................................................................................................12
2.10 Kelainan Akibat Trauma Tumpul........................................................................13
2.11 Penatalaksanaan ..................................................................................................33
2.12 Komplikasi .........................................................................................................36
2.13 Prognosis.............................................................................................................36
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................39
3
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan
kelopak saraf mata serta rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberikan penyulit sehingga menggangu fungsi penglihatan. Pada mata dapat
terjadi trauma dalam bentuk-bentuk antara lain trauma tumpul, trauma tembus bola
mata, trauma kimia dan trauma radiasi. Trauma dapat mengenai jaringan mata antara
lain kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.
Trauma tumpul mata dapat merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda (Ilyas S. dan Yulianti S. R. 2019).
Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per 100.000
populasi seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok dewasa ratarata
di sekitaran usia 30-an tahun, remaja 70. Studi lainnya menyebutkan angka kejadian
trauma tembus berkisar 3.1 dari 100.000orang.70-80 % terjadi pada kaum pria,
kecuali pada lansia dan bayi.Bisa dikatakan perbandingannya 3:1 antara pria dengan
wanita, ini dikarenakan lakilaki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko
terhadap paparan trauma okular.Kecenderungan pada anak-anak terutama yang
tumbuh dalam keluarga miskin atau pendidikan rendah atau pengawasan yang buruk
lebih sering terpapar dengan trauma. Dari penelitian yang dilakukan oleh oleh Daza
A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan open globe trauma (trauma terbuka) di
Hospital de Poniente sebanyak 72% trauma intraokular ini disebabkan oleh trauma
tembus (Lubis R. R., 2014).
Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye and ear infirmary,
8% dari populasi yang mengalami trauma tumpul mata cukup berat adalah anak
dibawah usia 15 tahun. Studi Israel menerangkan bahwa 47% dari 2500 kejadian
4
trauma mata terjadi pada usia dibawah 17 tahun. Laporan kasus kali ini menunjukkan
bahwa para ahli mata harus lebih waspada terhadap trauma yang tidak jelas dan
adanya pergeseran bola mata (Anggraeny C. 2014).
5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
cedera pada mata. Trauma mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral pada
anak dan dewasa (Anggraeny C. 2014).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
6
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), mengklasifikasikan
trauma mata berdasarkan diagram dibawah ini (Anggraeny C. 2014) :
TRAUMA MATA
TRAUMA TRAUMA
TERTUTUP TERBUKA
Laserasi Ruptur
Kontusio Laserasi
Lameellar
1. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan
luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler. Trauma tertutup terdiri atas
kontusio dan laserasi lamellar.
a. Kontusio adalah tidak ada luka (no full-thickness). Trauma disebabkan
oleh energi langsung dari objek (misalnya pecahnya koroid) atau
perubahan bentuk bola dunia (misalnya, resesi sudut)
b. Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai
oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma
ini biasa disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul.
2. Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan
mengenai keseluruhan dinding dari bola mata (sklera dan kornea). Trauma
terbuka terdiri atas :
a. Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding
bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat
7
mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan intraokuli. Luka terjadi
akbat mekanisme dari dalam ke luar mata.
b. Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata
yang disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbulkan
adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi. Luka terjadi akbat
mekanisme dari luar ke dalam mata.
c. Trauma penetrasi adalah luka yang masuk (entrance wound). Jika terdapat
lebih dari satu luka, setiap luka memiliki penyebab yang berbeda.
d. Trauma perforasi adalah luka yang masuk dan keluar (entrance and exit
wound). Kedua luka memiliki penyebab yang sama.
e. Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing pada
intraokular yang keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma
penetrasi.
D. ETIOLOGI
Berdasarkan British Medical Journal (BMJ), trauma mata dapat di
golongkan berdasarkan penyebabnya yaitu, trauma mekanik, trauma non mekanik
yaitu trauma kimiawi, trauma termal, dan trauma radiasi. Trauma Mekanik Trauma
mekanik dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul
merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak
keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah
sekitarnya. Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang
berasal dari benda tumpul seperti pukulan, terbentur bola. Trauma tumpul dengan
kekuatan yang besar akan menghasilkan tekanan anteroposterior, sehingga keadaan
ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli, ruptur, dan robekan pada
struktur intamata lainnya. Keadaan ini juga dapat meluas sehingga dapat
menyebabkan kerusakan segmen posterior (Anggraeny C. 2014).
Trauma tajam adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil
dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sclera. Trauma tajam mata
8
dapat diklasifikasikan atas luka tajam tanpa preforasi dan luka tajam dengan perforasi
yang meliputi perforasi tanpa benda asing inta okuler dan perforasi benda asing intra
okuler (Anggraeny C. 2014).
E. PATOFISIOLOGI
F. GEJALA KLINIS
9
Tanda dan gejala antara lain kemunduran tajam penglihatan setelah trauma
kepala didaerah frontal atau trauma orbita. Penurunan dapat berjalan cepat atau
perlahan- lahan bisa samai 0. Gangguan lapang pandang bisa beragam (Budiono S. et
al., 2019).
1. Mata merah
2. Rasa sakit
3. Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO)
4. Penglihatan kabur
5. Penurunan visus
6. Infeksi konjungtiva
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam
bola mata maka akan terlihat tanda-tanda trauma tembus seperti nyeri, tajam
penglihatan yang menurun. Gejala yang muncul dari trauma tembus mata dapat
diuraikan sebagai berikut (Lubis R.R., 2014) :
a. Efek mekanik langsung yaitu efek yang segera muncul setelah terjadinya
trauma okular yang terlihat bergantung bagaimana efek mekanik pada struktur
yang terlibat. Yang paling umum ditemukan adalah laserasi di kornea maupun
sklera dengan atau tanpa keterlibatan struktur mata lainnya.
b. Efek kontusio kebanyakan kasus trauma tembus pada mata berhubungan
dengan efek kontusio, bervariasi mulai dari abrasi kornea yang sederhana
sampai rupturnya bola mata. Pada beberapa kasus, perubahan bisa saja lamban
10
atau malah progresif. Untuk itu pasien harus tetap dalam pengawasan untuk
beberapa bulan.
c. Infeksi terdapat tiga mekanisme terjadinya infeksi yaitu Infeksi primer, infeksi
sekunder dan infeksi terjadi lambat. Infeksi primer adalah terjadi bersamaan
dengan trauma. Infeksi sekunder yaitu infeksi ini terjadi sebelum luka
pulih/sembuh. Infeksi yang terjadi lambat yaitu timbul akibat konsolidasi skar
yang buruk khususnya apabila ada fistula. Infeksi menjadi tantangan besar
dalam manajemen trauma tembus oleh karena bisa mengakibatkan komplikasi
di kemudian hari seperti cincin abses di kornea, iridocyclitis purulen dengan
hipopion, skleritis infeksi nekrotik, endophtalmitis, panopthahnitis, jarang
namun bisa saja terjadi yaitu adanya gas gangrene atau bahkan tetanus okular.
d. Iridocyclitis post trauma yaitu kejadiannya cukup sering, muncul tanda-tanda
inflamasi pada pasien eperti nyeri, mata kemerahan, fotofobia, dan penurunan
kemampuan melihat.
e. Sympathetic Ophtalmitis. Hal ini jarang terjadi, sifatnya bilateral, merupakan
suatu granuloma dari panuveitis yang terjadi setelah pembedahan atau trauma
pada uvea salah satu nata. Onset klinis didahului oleh inflamasi ringan oleh
mata yang tidak ada trauma dan perburukan inflamasi pada mata yang terkena
trauma. Gejala seperti nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur.
Pencegahannya yaitu dengan melakukan enukleasi pada mata yang terpapar
trauma dalam 2 minggu setelah onset trauma. Ini dikerjakan pada mata yang
sudah terpapar trauma sangat berat dan tidak ada lagi potensi untuk
mengembalikan penglihatannya.
f. Benda asing intraokular yang tertahan yaitu materi atau partikel yang sering
tertahan misalnya potongan besi atau logam, batu, pecahan, sampai yang
jarang seperti duri rerumputan.
G. ANAMNESIS
Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai
dari yang ringan hingga berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui kelainan
11
yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis
dan pemeriksaan. Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai :
1. Proses terjadinya trauma
2. Benda apa yang mengenai mata tersebut
3. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itum (Apakah dari
depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain)
4. Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata
5. Berapa besar benda yang mengenai mata
6. Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya)
Apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan :
1. Apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan
tersebut
2. Kapan terjadi trauma itu
3. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit
4. Apakah sudah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya.
H. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektif maupun obyektif.
1. Pemeriksaan Subyektif
Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan
karena hal ini berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada penderita
yang ketajaman penglihatannya menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk
mengetahui bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh
trauma tetapi oleh kelainan refraksi yang sudah ada sebelum trauma.
2. Pemeriksaan Obyektif
Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui
adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata,
pembengkakan di dahi, di pipi, hidung dan lain-lainnya. Pemeriksaan mata perlu
dilakukan secara sistematik dan cermat.
Yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah :
a. Keadaan kelopak mata
12
b. Kornea
c. Bilik mata depan
d. Pupil
e. Lensa dan fundus
f. Gerakkan bola mata
g. Tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop loupe, slit lamp dan
oftalmoskop.
Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi visual,
lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi mungkin
dilakukan secara eksttim karena ada penekanan yang menyebabkan ekstrusi dari isi
bola mata melalui perlukaan pada sklera maupun kornea. Tanda-tanda penetrasi yang
dapat dilihat yaitu prolapsus uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.
Jika diduga sebagai suatu trauma tembus mata maka sudah seharusnya dilakukan
perlindungan yang aman dan nyaman terhadap mata yang terpapar trauma dengan
pelindung dari plastik yang jernih di sekitar mata (disanggakan ke dahi dan pipi). Eye
patch tidak dianjurkan untuk menghindari tekanan langsung pada mata. Pasien
diberitahu untuk tidak batuk dengan keras dan segera merujuk ke ophthalmologist
untuk penanganan selanjutnya. Apabila diduga sebagai suatu trauma tembus pada
mata maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan antara lain dengan plain radiography, USG dan CT scan yang
dapat memberikan informasi yang adekuat apabila ada benda asing yang tertinggal di
dalam mata (Lubis R. R., 2014).
I. KELAINAN AKIBAT TRAUMA TUMPUL
13
dalam rongga orbita. Kadang-kadang juga terjadi hematom kelopak mata
dan perdarahan subkonjungktiva (Anggraeny C., 2014).
14
orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum
orbita kelopak maka akan berbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti
seseorang memakai kacamata (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
15
Sedangkan pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi
sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut
(Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
4. Hematoma Subkonjungtiva
16
hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva meradang (konjungtivitis),
anemia, dan obat-obat tertentu (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
17
5. Kelainan Pada Kornea
a. Edema Kornea
18
keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan
menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme irregular (Ilyas
S. dan Yulianti S. R., 2019).
b. Erosi Kornea
19
Gambar II.5. Erosi Kornea
20
permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea
tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid. Pemakaian lensa
kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat bermanfaat,
karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak
dipengaruhi kedipan kelopak mata (Ilyas S. dan Yulianti S. R.,
2019).
21
b. Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal
iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat
ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil
lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan
terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien
sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi
pangkal iris yang terlepas (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
c. Hifema
22
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi
akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau
badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora
dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila
pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata
depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis (Ilyas
S. dan Yulianti S. R., 2019).
23
imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna
hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan
berkurang. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari
setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang
disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat
karena perdarahan lebih sukar hilang. Glaukoma sekunder dapat
pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut
bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Zat
besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang
bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan
leukimia dan retinoblastoma (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
24
d. Iridosiklitis
a. Dislokasi lensa
25
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu (Ilyas S. dan Yulianti S.
R., 2019).
b. Subluksasi lensa
26
secapatnya dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya
dengan terlebih dahulu diberikan asetazolmida untuk menurunkan
tekanan bola matanya (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi
lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran
ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan
tenggelam didataran bawah polus fundus okuli. Pasien akan
mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata
tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa
+12,0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat
menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma
fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah
menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi
lensa (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
e. Katarak Trauma
27
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa
yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat
memberikan bentuk endoftalmitis fakoanalitik. Lensa dengan
kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa
sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin
Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat
mutiara Elsching. Pengobatan katarak traumatik tergantung pada
saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan
akan kemungkinkan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau
sekunder (Ilyas S. dan Yulianti S. R., 2019).
f. Cincin Vossius
28
Gambar II.9 Cincin Vossius
29
Gambar II.10
b. Ablasi Retina
30
dilakukan pembedahan oleh dokter mata (Ilyas S. dan Yulianti S. R.,
2019).
a. Ruptur Koroid
31
dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya (Ilyas S.
dan Yulianti S. R., 2019).
32
13. Kelainan gerakkan mata
33
J. PENATALAKSANAAN
Hal-hal berikut ini sementara dapat dilakukan selama periode preoperative
adalah menggunakan pelindung pada mata, hindari penggunaan obat topikal atau
intervensi lainnya yang membuat kelopak mata harus dibuka, pasien dipuasakan
untuk persiapan operasi, sediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan kontrol
nyeri, mulailah pemberian antibiotik IV, profilaksis tetanus, konsul bagian anestesi.
Trauma berhubungan dengan kontaminasi hal-hal yang kotor dan atau benda asing
intraokular yang tertahan membutuhkan perhatian khusus akan resiko Bacillus
endophtalmitis. Karena organisme ini dapat menghancurkan jaringan mata dalam 24
jam, terapi antibiotik yang efektif terhadap Bacillus diberikan intravena maupun
intravitreal, biasanya golongan fluoroquinolone (seperti levofloxacin, moxifloxacin),
clindamycin atau vancomycin dapat dipertimbangkan. Pembedahan untuk perbaikan
harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus beresiko terinfeksi organisme ini
(Lubis R. R., 2014).
Terapi non pembedahan. Beberapa kasus trauma tembus ada yang sangat
minimal yang didapatkan dari pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan
intraokular, prolapsus, atau perlekatan.Kasus seperti ini mungkin hanya
membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun topikal selama pengawasan ketat.
Jika terdapat kebocoran di jaringan komea, tetapi ruang anterior tetap utuh, klinisi
bisa mencoba untuk menghentikan kebocoran dengan farmakologi menekan produksi
aqueous (misal dengan |3-blocker sistemik atau topikal), penutup yang dilekatkan ke
mata, dan atau suatu kontak lensa terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini gagal
untuk menutup luka dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan dengan jahitan
direkomendasikan (Lubis R. R., 2014).
Pembedahan dilakukan dengan tujuan utamanya adalah untuk
mengembalikan keutuhan dari bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi
perbaikan primer yaitu mengembalikan penglihatan melalui perbaikan kerusakan
internal dan eksternal mata. Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma
sangat tidak ada harapan dan pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia,
tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan. Tindakan anastesi umum hampir selalu
34
perlu untuk perbaikan dari trauma terbuka karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar
maupun peribulbar meningkatkan tekanan orbita, yang bisa mengakibatkan
eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan selesai, injeksi
anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska operasi.
Pada trauma yang berat pemberian anestetik topikal, zat warna, dan obat
lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Kecuali untuk cedera yang
menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak
memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk
menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan
sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan
perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan hilang sendiri dalam
beberapa
hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri,
dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat
penyerapan darah.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior,
maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi
hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu :
1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.
4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat.
(asetasolamida).
5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.
6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang
35
7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan
dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder,
hifema penuh dan berwarna hitam atau bilasetelah 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema akan berkurang.
8. Asam aminokaproat oral untuk anti fibrinolitik.
9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50
mmH selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar
anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari terjadinya trauma pada mata antar alain adalah nyeri,
prolapsus struktur intraocular, perdarahan suprakoroidal, kontaminasi mikroba pada
jaringan, proliferasi mikroba ke dalam mata, migrasi epitel ke dalam jaringan,
inflamasi intraocular, ketidakmampuan lensa ditembus cahaya, hilangnya penglihatan
yang ireversibel, endophtalmitis, oftahnia simpatik, ablasio retina, katarak,
perdarahan di vitreous, retinal detachment (Lubis R. R., 2014).
L. PROGNOSIS
36
BAB III
KESIMPULAN
Trauma pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan
kelopak saraf mata serta rongga orbita. Trauma dapat mengenai jaringan mata :
kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.
Kejadian trauma mata dapat terjadi pada anak dan dewasa, akan tetapi anak lebih
rentan terkena. Macam-macam trauma seperti : trauma tumpul, trauma tembus bola
mata,trauma kimia, trauma radiasi
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda
yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan
bola mata atau daerah sekitarnya. Penyebab dari trauma ini adalah : benda tumpul dan
benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara. Trauma tumpul yang
mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan
badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan.
37
Tanda dan gejala trauma pada mata antara lain mata merah, rasa sakit,
mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO), penglihatan kabur,
penurunan visus, infeksi konjungtiva, proses terjadinya trauma, benda apa yang
mengenai mata tersebut. Pada anamnesa dapat membantu dalam menegakan diagnose
hal yang ditanyakan seperti bagaimana arah datangnya benda, benda apa yg
menyebabkan trauma, kecepatan waktunya, bahan pada benda tersebut, dsb.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif (untuk elihat penurunan penglihatan)
dan obyektif (yang tampak pada penderita) dilakukan dengan sentolop loupe, slit
lamp dan oftalmoskop.
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, dapat dilakukan pembedahan kemudian diberikan antibiotic
dan antinyeri. Pada cedera mata yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan
intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma pada
kelainan di palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan
perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan hilang sendiri dalam
beberapa hari dan dapat dilakukan pengkompresan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Akbar M., Helijanti N., Munir M. A., Sofyan A. 2019. Conjunctival Laceration Of
The Tarsalis Palpebra Inferior Et Causing By A Fishing Hook. Jurnal
Medical Profession (MedPro), Vol. 1, No. 2.
Amru, K. 2017. Evaluasi Penatalaksanaan Penderita Trauma Mata Di Rumah Sakit
Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.
Skripsi, Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar.
Anggraini, C. 2014. Referat Trauma Tumpul Mata. Universitas Trisakti. Jakarta.
Budiono S. 2013. Buku ajar Ilmu Kesehatan Mata. Jakarta: Airlangga University
Press.
Ilyas S. dan Yulianti S. R. 2019. Ilmu Penyakit Mata Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Lubis R. R. 2014. Trauma Tembus Pada Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
39