TRAUMA MATA
TUGAS MANDIRI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
OLEH:
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan saya kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Trauma Mata”. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ibu Dosen yang telah membimbing
kami dalam menulis makalah ini. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................5
C. Tujuan...................................................................................................5
A. Definisi..................................................................................................6
B. Etiologi..................................................................................................7
C. Patofisiologi...........................................................................................8
D. Manifestasi Klinis..................................................................................8
E. Pemeriksaan Penunjang........................................................................12
F. Komplikasi.............................................................................................14
G. Prognosis...............................................................................................14
H. Penatalaksanaan...................................................................................15
A. Pengkajian.............................................................................................20
B. Pemeriksaan Fisik..................................................................................19
C. Diagnosa Keperawatan.........................................................................23
D. Intervensi..............................................................................................25
BAB IV PENUTUP..........................................................................................29
ii
Kesimpulan...................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting
untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.
Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai
sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan
jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma
pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah
banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di
jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian,
yang juga dapat mengenai mata.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan,
terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara
berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih
banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di
bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea,
uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan
keadaan gawat darurat pada mata. Dari data WHO tahun 1998 trauma
okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta
4
mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan
bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi
kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa
hanya berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat
dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus,
ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai
dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang
semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis
yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan
perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola
mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara
teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan
yang disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan
langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang,
seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi,
tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata
bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep teori Trauma Mata?
2. Bagaimana asuhan keperawatan dengan ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mengetahui secara umum mengenai trauma mata serta asuhan
keperawatan yang tepat terhadap kondisi trauma tersebut.
5
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui definisi dari trauma mata.
b. Mengetahui etiologi dari trauma mata.
c. Mengetahui patofisiologi dari trauma mata.
d. Mengetahui manifestasi klinis dari trauma mata.
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma mata.
f. Mengetahui komplikasi dari trauma mata.
g. Mengetahui prognosis dari trauma mata.
h. Mengetahui penatalaksanaan terhadap pasien trauma mata.
i. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien trauma
mata.
j. Mengetahui Web Of Caution (WOC) dari trauma mata.
6
BAB II
Konsep Penyakit
A. Definisi
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf
mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan
salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami
trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan
kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat
bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan,
cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas (Ilyas, 2000).
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma tersebut merupakan kasus gawat
darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata (Syarfudin, 2006).
Menurut Tamsuri (2004), ada 2 jenis trauma okuli, yaitu:
1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri:
a. Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
b. Mungkin terjadi robekan konjungtiva
c. Adanya perlukaan kornea dan sklera
d. Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Adanya dinding orbita yang tertembus
b. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
c. Prolaps bisa muncul, bisa tidak
7
B. Etiologi
Menurut Ilyas (2006), trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan
non mekanik
1. Mekanik, meliputi:
a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya:
1) Terkena tonjokan tangan
2) Terkena lemparan batu
3) Terkena lemparan bola
4) Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain
b. Trauma oleh benda tajam, misalnya:
1) Terkena pecahan kaca
2) Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
3) Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
c. Trauma oleh benda asing, misalnya:
Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain
2. Non Mekanik, meliputi:
a. Trauma oleh bahan kimia:
1) Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras
2) Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon
3) Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak
putih
b. Trauma termik (hipermetik)
1) Terkena percikan api
2) Terkena air panas
c. Trauma Radiasi
1) Sinar ultra violet
2) Sinar infra merah
3) Sinar ionisasi dan sinar
8
C. Patofisiologi
Trauma yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan
perdarahan dalam bilik mata depan iris bagian perifer merupakan bagian
paling lemah suatu yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan
hidraulis yang dapat menyebabkam hifema dan iridodialisis serta merobek
lapisan otot spingter sehingga pupil mnadi evoid dan non teaktri. Tenaga
yang timbul dari suatu trauma di perkirakan akan terus kedalam isi bola
mata melalui sumbu anterior, posterior sehingga menyebabkan kompresi ke
posterior sehingga menegakakkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis-
garis ekoator lifema yang terjadi dalam beberapa hari oleh karena adanya
proses hemostasisi darah dalam bilik mata depan akan di serap sehingga
akan jernih kembali (Pearce, 2009).
D. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
a. Trauma Tumpul
Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas
tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid,
frontal, maksila, platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma
mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan
(jika mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan
gerakan bola mata.
Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola
mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata
yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma
sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit
yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
9
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi
trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak
dapat menutup secara sempurna).
Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera
dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar
musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi
bola mata terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah
konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala
yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
Kornea: Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput
bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan
lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari
beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea,
penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa
disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata
berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat
trauma pada kornea.
Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri
siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar
anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior,
satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini
bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada
badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah
arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
10
masuk saraf optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis
(iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma
mengenai iris.
(gambar : hifema)
11
b. Trauma Tajam
Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital),
perubahan posisi bola mata.
Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris,
badan silier dan koroid yang berwarna gelap).
Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yan g
disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO,
adanya luka pada kornea, edema.
Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan
korpus vitreus dan ablasi retina.
c. Trauma Kimia
Asam (kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel
kornea)
Basa/Alkali (kebutaan, penggumpalan sel kornea atau keratosis,
edema kornea, ulkus kornea, tekanan intra ocular akan meninggi,
hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar,
membentuk jaringan parut pada kelopak, mata menjadi kering
karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris
air mata, pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi
simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata,
lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa).
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut James B. (2005), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
trauma mata meliputi:
12
1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun
obyektif.
a. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan
pembutatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajamannya
menurun, dilakukan pemeriksaan retraksi untuk mengetahui bahwa
penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi
oleh kelainan retraksi yang sudah ada sebelum trauma.
b. Pemeriksaan Obyektif
Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di
sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata. Pembengkakan
di dahi, pipi, hidung dan lain-lain yang diperiksa pada kasus trauma
mata ialah: keadaan kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil,
lensa dan tundus, gerakan bola mata dan tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp
dan oftalmoskop.
2. Pemeriksaan Khusus
a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma
untuk menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b. Pemeriksaan Radiology Foto Orbita
Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan
pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat ditentukan
apakah benda asing intra okuler atau ektra okuler.
c. Pemeriksaan ERG: untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau
yang masih ada.
d. Pemeriksaan VER: untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat
penglihatan
13
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah
erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa
anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina,
ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optic. Jika komplikasi tersebut keluar
maka terapi yang diberikan juga meliputi penanganan terhadap komplikasi
yang timbul (Ilyas, 2000).
G. Prognosis
Prognosis trauma mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma
minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom
erosi berulang. Namun trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan
kerusakan penglihatan berat dan mungkin membutuhkan pembedahan
ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat
merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan
hal itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Trauma tumpul dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi
lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada
makula rusak. Dalam jangka panjang, dapat timbul glaukoma sekunder pada
mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami
kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah kosmetik dan
okulomotor.
H. Penatalaksanaan
Menurut Ilyas (2006), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
trauma mata meliputi:
1. Trauma Mata Benda Tumpul
14
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman
penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli
mata. Pemberian pertolongan pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik: untuk mengurangi rasa sakit. Untuk
pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5%
atau tetracain 0,5% - 1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang
terkena trauma
e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan)
tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan
mengenai mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli
mata.
2. Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus
karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia
dan simpatika.
Pertimbangan tindakan bertujuan:
a. Mempertahankan bola mata
b. Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan
usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada penderita
diberikan:
15
a. Antibiotik spectrum luas
b. Analgetik dan sedotiva
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka
16
4) Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior
5) Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi
6) Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia
dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan
secara hati-hati karena steroid menghambat penyembuhan.
7) Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi
efek kolagenase.
8) Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan
kolagen.
9) Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek.
10) Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat menganggu
penglihatan.
b. Trauma Asam
1) Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air.
2) Kontrol pH air mata untuk melihat apakah sudah normal
3) Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan pengobatan
yang diberikan pada trauma alkali.
Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa,
yaitu:
1. Fase kejadian (immediate)
Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin, yaitu meliputi:
a. Pembilasan dengan segera, denan anestesi tapical terlebih dahulu.
b. Pembilasan dengan larutan non toksik (NaCl 0,9% ringer lastat dan
sebagainya) sampai pH air mata kembali normal.
2. Fase Akut (sampai hari ke-7)
Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip
sebagai berikut:
a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
17
b. Mengontrol tingkat peradangan
c. Mencegah infeksi sekunder
d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata
e. Suplemen / anti oksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase Pemulihan Dini (early repair: hari ke 7 – 21)
Tujuannya membatasi penyakit setelah fase 2
4. Fase pemulihan akhir (late repair: setelah hari ke 21)
Tujuannya adalah rehabilitasi fungsi penglihatan
5. Trauma Mata Termik (hipertemik)
Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep
atau kasa yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan
verban steril.
6. Trauma Mata Radiasi
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata
a. Lokal anastesik
b. Kompres dingin
c. Antibiotika local
18
I. WOC
19
Trauma Tajam
Resiko Glaukoma
Cidera Nyeri
sekunder
Prosedur
Operasi
Kurang Resiko
Cemas
Pengetahuan Infeksi
20
Trauma Kimia
Basa Asam
Nekrosis liquefactive
Penetrasi
terhambat
21
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Inisial nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
pendidikan terakhir, pekerjaan, diagnosa medis, dll.
2. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama: Klien dapat mengeluh adanya penurunan
penglihatan, nyeri pada mata, keterbatasan gerak mata.
Riwayat kesehatan dahulu: Riwayat penyakit yang mungkin diderita
klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata
sulit sembuh, riwayat hipertensi.
Riwayat penyakit sekarang: yang perlu dikaji adalah trauma
disebabkan karena truma tumpul, tajam, atau mekanik, tindakan apa
yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
Riwayat psikososial: pada umumnya klien mengalami berbagai
derajat ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya
kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin
kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.
B. Pemeriksaan fisik
1. B1(Breath), Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tdk ada gangguan
pada sistem pernafasan)
22
2. B2 (Blood), Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan
nadi/tekanan darah dikarenakan pasien takut dan cemas.
3. B3 (Brain), Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan
TIO.
4. B4 (Bladder), Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
5. B5 (Bowel), Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
6. B6 (Bone), Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
7. Pemeriksaan khusus pada mata:
a) visus (menurun atau tidak ada)
b) gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bolam mata), konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau
adanya nekrosis)
c) kornea (adanya erosi, keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)
C. Diagnosis Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan
TIO
b) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh atau proses pembedahan
c) Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status
organ indera
d) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
e) Ansietas b.d tindakan yang akan dilakukan/ kejadian yang dialami
f) Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan status organ
indera.
22
D. Intervensi keperawatan berdasarkan aplikasi Nanda NIC-NOC
1. Nyeri akut
22
tehnik
nonfarmakologi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
2. Resiko infeksi
22
dan drainase
Inspeksi kondisi luka/
insisi bedah
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Lakukan kultur positif
3. Resiko jatuh
22
Orang tua faktor resiko yang dapat nontrip/ tidak
Kognitif : memicu jatuh tersandung.
Penurunan status dilingkungan individu
mental
Lingkungan
Medikasi
BAB IV
TINJAUAN KASUS
2. DIAGNOSA MEDIS
OD Trauma Okuli Perforans dengan komplikasi Ruptur Kornea Sklera
3. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Nyeri pada mata sebelah kanan
Saat Pengkajian : Nyeri pada mata kanan yang disebabkan karena hilangnya reaksi
anestesi pada luka saat tindakan operasi (luka Post- Op) yang muncul
+ 6 jam setelah operasi dengan tingkat nyeri ringan, selain itu
dirasakan penglihatan mata kanan masih kabur karena terlihat
bayangan seperti kabut yang berwarna hitam pada dasar
22
penglihatan mata dan kabut warna putih yang tersebar pada area
penglihatan mata kanan.
22
Personal Higiene Mandi : 2 X/ hari + Mandi : 2 X/ hari +
Gosok gigi Keramas : 2 Gosok gigi Keramas :
X/ Minggu Ganti baju : belum pernah Ganti
2 X/ hari baju : 1 X/ hari
8. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Kemampuan klien berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal lancar
menggunakan bahasa Jawa. Orang yang terdekat dengan klien adalah istrinya. Interaksi
dengan anggota keluarga yang lain, pasien lain, dan lingkungan juga baik.
9. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaaan Umum: Klien dalam keadaan bedrest dengan posisi Semi Fowler,
kesadaran Compos Mentis, Luka necting pada mata kanan dengan
panjang + 2 cm, jumlah jahitan + 7 jahitan dan tertutup kasa.
b. Tanda Vital: TD: 115/ 70 mmHg RR: 18 X/ menit TB: 165 cm Suhu: 36,5 oC Nadi: 80 X/
menit BB: 55 kg
22
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak terdapat lesi, nyeri tekan (-), pada
pemeriksaan jantung tidak terdapat Thrill.
Perkusi : Pada daerah torak terdengar resonan, tidak menandakan adanya
timbunan udara maupun cairan, pada perkusi jantung tidak terdapat
adanya tanda kardiomegali.
f. Abdomen
Inspeksi : Bentuk Flat, tidak terdapat luka
Palpasi : Nyeri tekan (-), acites (-), distensi (-), lues, bendungan massa (-),
Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Auskultasi : Bising usus 10 X/ menit
Perkusi : Suara timpani
g. Genetalia
Tidak dikaji
h. Ekstrimitas
Nyeri tekan (-), oedema (-), tanda luka (-) kekuatan otot
22
13. PEMERIKSAAN FISIK MATA
Tanggal 24 Juli
OD OS
22
Tanggal 25 Juli
OD OS
- N/ P TIO N/ P
Simetris Supercilia Simetris
Tidak rontok Cilia Tidak rontok
Tanggal 26 Juli
OD OS
22
- N/ P TIO N/ P
Simetris Supercilia Simetris
Tidak rontok Cilia Tidak rontok
Spasme (↓), Oedema (-) Palpebra Spasme (-), Oedema (-) Perifer &
Centaral Vaskular Inj.(↓) Conjunctiva P/ CVI (-)
Laserasi (+), Necting (+) Kornea jernih
Hifema + Koagulasi (↓) COA jernih
jernih Iris jernih
Sulit dievaluasi Pupil dilatasi
normal Sulit dievaluasi Lensa jernih
22
B. ANALISA DATA
23
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Faten. 2010. Retinoblastoma Expression in Thyroid Neoplasms. The United States
and Canadian Academy of Pathology journal. Vol 13,562. Diakses 13 oktober 2011,
dari medline database.
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & dokumentasi keperawatan edisi 2. Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC
Tomlinson, Deborah. 2006. Pediatric Oncology Nursing. Berlin: Springer
Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta :widya medika.
23