Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma mata masih sering terjadi dan kita temui meskipun mata mempunyai
sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak dan jaringan
lemak retro bulbar, reflek memejam dan mengedip. Trauma mata memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat dan
dapat mengakibatkan kebutaan.(Ilyas. Sidarta, Yulianti,2013)
Trauma mata sering kali menimbulkan keluhan nyeri dan dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar akibat hilangnya penglihatan, hilangnya waktu
kerja maupun kerugian dalam hal besarnya biaya yang dikeluarkan. Selain
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan, trauma mata dapat juga
merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya katarak.
Prevalensi trauma mata di Amerika serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan
sedikitnya setengah juta diantaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-
kira terdapat 1,6 juta orang mengalami kebutaan. 2,3 juta mengalami
penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta mengalami penurunan
fungsi penglihatan unilateral akibat trauma mata. Berdasarkan jenis kelamin,
beberapa penelitian yang menggunakan data rumah sakit maupun data
populasi, menunjukan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi.
Wong mendapatkan angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per
100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada wanita. Trauma okuli terbanyak
terjadi pada usia muda, di mana Vats mendapatkan rerata umur kejadian
trauma adalah 24,2 tahun (± 13.5) (JOI, 2010).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami dan
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma mata, baik itu
trauma tumpul, trauma tajam maupun trauma karena bahan kimia.

1
2

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan
trauma mata
2. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien
dengan trauma mata
3. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan pada klien dengan trauma mata
4. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan trauma mata
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi berdasarkan tindakan
keperawatan pada klien dengan trauma mata
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Mata merupakan salah satu alat indra yang dapat manyesuaikan jumlah
cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada obyek yang dekat dan jauh
serta menghasilkan gambar/objek secara kontinu yang langsung di hantarkan
ke otak.
Anatomi mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina
saraf optikus, humor aqueus serta humor vitreus dimana masing-masing di atas
memiliki fungsi dan tugasnya fisiologisnya sendiri-sendiri.
2.1.1 Sklera (bagian putih mata) : merupakan jaringan ikat yang kenyal dan
memberikan bentuk pada mata. Skera berhubungan erat dengan kornea
yang membentuk limbus skera, mempunyai kekakuan tertentu yang
mempengaruhi tekanan bola mata, di lapisi fibrous yang
elastis,berwarna putih dan bagian depan sklera tertutup oleh
konjungtiva.
4

2.1.2 Konjungtiva: merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak


bagian belakang.
2.1.3 Kornea : merupakan lapisan terluar dari bola mata,transparan dan
tembus cahaya.terdiri
atas 5 lapisan yaitu epitel,membrane
3
Bowman,stroma, membrane descement dan endotel.
2.1.4 Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris. Pupil pada anak- anak
berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis sedangkan
pada orang tua mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa
yang sklerosis.
2.1.5 Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di
belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
2.1.6 Lensa : struktur mata berbentuk lempeng bikonveks dan terletak di
dalammbilik mata belakang, tergantung diantara humor aqueus dan
vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina dan dapat
menebal/menipis pada saat akomodasi.
2.1.7 Retina : merupakan bagian mata yang mengandung reseptor, peka
terhadap cahaya, terletak di bagian belakang bola mata; berfungsi
mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
2.1.8 Saraf optikus : saraf optic yang keluar dari polus posterior bola mata
dan terdiri dari 2 jenis serabut saraf yaitu saraf penglihatan serabut
pupilomotor.
2.1.9 Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa
dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber
makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
2.1.10 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di
depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Cahaya yang masuk melalui kornea akan diteruskan ke pupil. Iris
mengatur jumlah cahaya yang masuk dengan cara membuka dan
menutup, seperti halnya celah pada lensa kamera. Ukuran pupil
dikontrol oleh otot sfingter pupil yang membuka dan menutup iris.
5

Lensa terdapat di belakang iris, dengan merubah bentuknya, lensa


memfokuskan cahaya ke retina. Jika mata memfokuskan pada objek
yang dekat, maka otot silier akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi
lebih tebal dan lebih kuat. Jika mata memfokuskan pada objek yang
jauh, maka otot silier akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan
lebih lemah. Sejalan dengan pertambahan usia, lensa menjadi kurang
lentur, kemampuannya untuk menebal menjadi berkurang sehingga
kemampuannya untuk memfokuskan objek yang dekat juga berkurang.
Keadaan ini disebut presbiopia.
Retina mengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah. Bagian
retina yang paling sensitif adalah makula, yang memiliki ratusan ujung
saraf. Banyaknya ujung saraf ini menyebabkan gambaran visuil yang
tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi gelombang listrik
yang oleh saraf optikus dibawa ke otak.
Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya.
Sebagian serat saraf menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma
optikus (suatu daerah yang berada tepat di bawah otak bagian depan).
Kemudian sebelum sampai ke otak bagian belakang, berkas saraf
tersebut akan bergabung kembali.
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:
1) Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor
aqueus yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di
dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik
anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik posterior : mulai
dari iris sampai lensa). Dalam keadaan normal, humor aqueus
dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik
anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran yang
terletak ujung iris.
2) Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke
retina, berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola
mata.
6

Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot


bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh
saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga
mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu :
(1) Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di
dalam retina ke otak
(2) Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh
kelenjar air mata
(3) Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain
dan merangsang otot pada tulang orbita.
(4) Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata
kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh
vena oftalmika dan vena retinalis.Pembuluh darah ini masuk
dan keluar melalui mata bagian belakang.
2.2 Struktur Pelindung Mata
Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara
bebas ke segala arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin,
bakteri, virus, jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga
memungkinkan mata tetap terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk.adapun
struktur pelindung mata, meliputi:
2.2.1 Orbita : Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata,
otot-otot, saraf, pembuluh darah, lemak dan struktur yang
menghasilkan dan mengalirkan air mata.
2.2.2 Kelopak Mata : Kelopak mata melindungi mata dari benda asing yang
mampu secara refleks segera menutup untuk melindungi mata dari
benda asing, angin, debu dan cahaya yang sangat terang.Ketika
berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh
permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata mempertahankan
kelembaban permukaan mata.Tanpa kelembaban tersebut, kornea bisa
menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya.Bagian dalam
kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga
membungkus permukaan mata.
7

2.2.3 Bulu mata : berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak


sebagai barrier (penghalang).Kelenjar kecil di ujung kelopak mata
menghasilkan bahan berminyak yang mencegah penguapan air mata
dan dapat juga manyebankan iritasi pada kornea apabila bulu matanya
panjang dan tidak beraturan.
2.2.4 Kelenjar lakrimalis : berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan
mata, juga menjerat dan membuang partikel-partikel kecil yang masuk
ke mata. Selain itu, air mata kaya akan antibodi yang membantu
mencegah terjadinya infeksi.
2.3 Definisi
Trauma mata merupakan kerusakan yang terjadi pada bola mata, kelopak,
saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga menggangu fungsi penglihatan (Ilyas, Yulianti
2013).
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut :
2.3.1 Trauma tumpul
2.3.2 Trauma tembus/tajam
2.3.3 Tauma kimia
2.3.4 Trauma radiasi
2.4 Klasifikasi Trauma Mata
Trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan non mekanik
2.4.1 Trauma Mekanik
1) Trauma tumpul yaitu trauma pada mata akibat benturan mata
dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras.
Trauma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi dan non
perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ
eksterna (orbita dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea,
iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus, retina dan nervus
optikus (N.II).
8

2) Trauma tajam yaitu trauma pada mata akibat benda tajam atau
benda asing yang masuk ke dalam bola mata (Mansjoer, Arif,
2002). Trauma tajam dapat mengakibatkan robekan pada
konjungtiva dan jika ukuran robekan lebih dari 1 cm maka harus
dilakukan penjahitan untuk mencegah granuloma.( Ilyas 2013 )
2.4.2 Non Mekanik
1) Trauma Kimia
Trauma karena bahan kimia dapat terjadi di laboratorium, industry,
area pertanian, pekerjaan yang memakai bahan kimia maupun area
peperangan yang menggunakan senjata kimia.
Trauma mata akibat bahan kimia dapat dibedakan dalam bentuk :
(1) Trauma kimia asam yaitu trauma pada mata akibat substansi
yang bersifat asam.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi
pengendapan atau penggumpalan bahan protein di permukaan.
Biasanya kerusakan terjadi hanya pada bagian superficial saja
dan prognosa kesembuhannya baik sehingga tajam penglihatan
dapat normal kembali.
(2) Trauma kimia basa atau alkali yaitu trauma pada mata akibat
substansi yang bersifat basa.
Trauma mata akibat bahan kimia basa/alkali akan berakibat
sangat gawat pada mata. Bahan alkali akan menembus dengan
cepat pada kornea, bilik mata depan hingga sampai pada retina,
terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan akustik
soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu
7 detik. Jika bahan kimia basa/alkali sudah menembus pada
retina maka akan terjadi kebutaan.
Pengaruh bahan kimia pada kerusakan mata tergantung pada
pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut yang mengenai
mata.
2) Trauma Fisika
9

(1) Trauma termal misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar
matahari, infra merah, ultraviolet.
(2) Trauma bahan radioaktif misalnya sinar radiasi bagi pekerja
radiologi atau sinar ion.
2.5 Etiologi Trauma Mata
2.5.1 Trauma mata mekanik, meliputi:
1) Trauma oleh benda tumpul, misalnya: terkena tonjokan
tangan/tinju, terkena lemparan batu, terkena lemparan bola,
terkena jepretan ketapel, dan lain-lain.
2) Trauma oleh benda tajam, misalnya: terkena pecahan kaca, terkena
pensil, lidi, pisau, besi, kayu, terkena kail, lempengan alumunium,
seng, alat mesin tenun.
2.5.2 Non Mekanik, meliputi:
1) Trauma oleh bahan kimia seperti air accu, asam cuka, cairan HCL,
air keras, coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon, bahan
pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih.
2) Trauma fisika
(1) Trauma termik (hipermetik) misalnya terkena percikan api dan
terkena air panas.
(2) Trauma radiasi misalnya terkena sinar ultra violet, sinar infra
merah, sinar ionisasi dan sinar X(Ilyas, Sidarta, 2013).

2.6 Manifestasi trauma mata


1) Trauma Tumpul pada Mata
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
keras (kencang) atau lambat.
(1) Hematoma kelopak
10

Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau


penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh
darah palpebra. Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering
terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih
dalam dan terjadi pada kedua kelopak akan membentuk hematoma
kacamata. Hal ini terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang
merupakan tanda fraktur basis cranii.
(2) Hematoma konjungtiva

Hematoma yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang


terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva
dan arteri episklera. Bila perdarahan terjadi akibat benda tumpul,
maka perlu dipastikan tidak terdapat robekan pada konjungtiva
maupun sklera.
(3) Edema kornea

Edema kornea dapat menimbulkan keluhan penglihatan kabur dan


terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya terlihat.
Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positip.
(4) Erosi kornea
11

Erosi kornea merupakan keadaan


terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras
pada epitel kornea. Pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi yang
merusak kornea karena terdapat serat sensibel yang banyak, mata
berair, blefarospasme, lakrimasi, fotofobia dan penglihatan terganggu
akibat kornea yang keruh.
(5) Erosi kornea rekuren

Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran


basal atau tukak metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan
mudah lepas kembali di waktu bangun pagi karena epitel tidak dapat
bertahan pada defek epitel kornea. Epitel sulit untuk menutupi kornea
karena terjadi pelepasan membrane basal epitel yang merupakan
tempat duduknya sel basal epitel kornea. (Ilyas. Sidarta 2013)
(6) Hifema
12

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun karena
hifema dapat masuk ke seluruh ruang bilik mata depan dan kadang
terlihat iridoplegia maupun iridodialisis.

2) Trauma tumpul pada lensa


Dislokasi lensa : terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
Subluksasi lensa : terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga
lensa berpindah tempat. Akibat peregangan lensa pada zonula tidak ada
maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, mata akan menjadi
miopik, lensa menjadi sangat cembung akan mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata tertutup dan mengakibatkan terjadinya glaucoma
skunder.
(1) Katarak trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi
ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada
trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun
posterior. Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka
pengobatan dapat ditunggu sampai mata tenang, tetapi jika terjadi
penyulit seperti glaucoma/uveitis maka segera dilakukan ekstraksi
lensa.
(2) Trauma tumpul retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,
penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan
warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab. Pada trauma tumpul yang paling
ditakutkan adalah terjadi edema macula atau edema berlin sehingga
seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu abu.
(3) Ruptur koroid
13

Pada trauma tumpul yang keras dapat terjadi perdarahan subretina


yang merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur terletak di polus
posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf
optik.
(4) Trauma tumpul saraf optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya
di dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik.
Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang
berat dan sering berakhir dengan kebutaan.

3) Trauma Tembus Bola Mata/Trauma tajam


Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola
mata. Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila
trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :
(1) Tajam penglihatan yang menurun
(2) Tekanan bola mata rendah
(3) Bilik mata dangkal
(4) Bentuk dan letak pupil yang berubah
(5) Terlihatnya ruptur pada kornea atau sklera
(6) Terlihat adanya jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa,
badan kaca, atau retina
(7) Konjungtiva kemotis
(8) Vulnus konjungtiva bulbi
Bila terlihat salah satu tanda di atas atau di curigai adanya perforasi
bola mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal
dan mata ditutup segera dirujuk untuk dilakukan pembedahan.
4) Trauma Kimia
Trauma mata akibat bahan kimia bisa disebabkan oleh zat asam, basa,
detergen, larutan, bahan perekat, dan bahan iritan, seperti gas air mata.
Trauma mata akibat bahan kimia asam akan mengakibatkan konjungtiva
bulbi menjadi hiperemi dan kemotik, tekanan okuler mata akan meningkat
14

pada hari pertama dan selanjutnya dapat turun/normal kembali. Trauma


asam hanya menyebabkan kematian jaringan superfisial, akan tetapi jika
terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea,
iritis dan katarak.(Ilyas.Sidarta, 2009).
Trauma mata yang disebabkan oleh zat basa lebih berbahaya dibandingkan
dengan asam. Basa dapat berpenetrasi ke jaringan mata yang lebih dalam
dengan menghancurkan struktur protein dan sel, sehingga menyebabkan
kematian jaringan.
Gejala yang bisa ditimbulkan seperti: mata berair, kekakuan kelopak mata,
dan nyeri hebat. Trauma alkali juga akan membentuk jaringan parut pada
kelopak, kerusakan sel goblet pada konjungtiva dan lensa menjadi keruh
akibat kerusakan kapsul lensa.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.7.1 Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan
ketajaman penglihatan.
2.7.2 Slit lamp: untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola
mata.
2.7.3 Tes fluoresin: digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan jelas.
2.7.4 Tonometri: untuk mengetahui tekakan bola mata.
2.7.5 Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek :
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.
2.7.6 Tes Seidel: untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata.
Tes ini dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan
diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji
menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan
terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.
2.7.7 Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan: digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing.
15

2.7.8 Electroretinography (ERG): untuk mengetahui ada tidaknya


degenerasi pada retina.
2.7.9 Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral
mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous
atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
2.7.10 Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
2.7.11 Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
2.7.12 Pemeriksaan Radiologi: pemeriksaan radiologi pada trauma mata
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada
benda asing.
2.7.13 Kertas Lakmus: pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Trauma Mekanik
1) Trauma Mata Benda Tumpul
(1) Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk
menimbulkan gravitasi guna membantu keluarnya hifema
dari mata.
(2) Berikan kompres es.
(3) Pemantauan ketajam penglihatan.
(4) Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan
kemungkinan perdarahan ulang.
(5) Batasi membaca dan melihat Televisi.
(6) Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
(7) Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik,
perbincangan.
(8) Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
(9) Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan
mata.
(10) Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
16

(11) Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini


mungkin indikasi perdarahan ulang.
(12) Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
Indikasi Parasentesis:
a) Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.
b) Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan
perawatan konvensional selama 5 hari.
c) Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder)
yang tidak dapat diatasi/diturunkan dengan obat-obatan
glaukoma.
d) Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2) Trauma Mata Benda Tajam
(1) Penatalaksanaan sebelum tiba di Rumah Sakit
a) Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan
tanpa kontak.
b) Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan
penekanan bola mata.
c) Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan
lanjutan.
d) Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi
tindakan operasi.
(2) Penatalaksanaan setelah tiba di Rumah Sakit
a) Pemberian antibiotik spektrum luas.
b) Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai
indikasi.
c) Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d) Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau
intraokuler (bila mata intak).
e) Tindakan pembedahan/ penjahitan sesuai dengan kausa
dan jenis cedera.
2.8.2 Trauma Non Mekanik
1) Trauma mata bahan kimia
17

(1) Trauma alkali


a) Irigasi secepatnya dengan air keran. Bila tersedia,
sebaiknya dengan lrutan garam fisiologis yang isotonis
minimal selama 15 menit. Lebih lama lebih baik. Irigasi
sebersih mungkin termasuk daerah forniks dengan swab
kapas.
f) EDTA diberikan segera setelah trauma, 1 tetes tiap 5
menit selama 2 jam selanjutnya beberapa kali sehari.
g) Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.
h) Sikoplegik (sulfas atropin 1%) 3x1 tetes perhari.
i) Steroid secara lokal atau sistemik diberikanbila
peradangan sangat hebat dengan pemantauan ketat.
Pemberian setelah 2 minggu dapat menghambat
epitilisasi.
j) Analgesik dan anatetik topikal dapat diberikan.
(2) Trauma Asam
a) Irigasi secepatnya dengan air keran atau larutan garam
fisiologis minimal 15 menit. Lebih lama lebih bik. Irigasi
sebersih mungkin termasuk daerah forniks dengan
menggunakan swab kapas.
b) Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.
c) Sikloplegik (sulfa atropin 1%) bila trjadi ulkus kornea
atau kerusakan lebih dalam.
d) EDTA diberikan 1 minggu etelah trauma.
2.9 Komplikasi
Secara umum komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma mata antara lain :
2.9.1 Infeksi struktur okuler.
2.9.2 Ablasio retina.
2.9.3 Glaukoma sekunder akibat sumbatan darah.
2.9.4 Katarak
2.9.5 Perforasi bola mata
18
2.10 Woc Trauma Mata

Trauma tumpul (benturan


benda tumpul)

Kornea iris lensa Korpus


Palpebra konjungtiva Retina
vitreus
Erosi M. Sfingter Hifema
N VII Robekan dan Edema Pupil Lepas Ruptur Subluksasi Robek
Edema/ laserasi dari
lumpu hematom pembulu Lumpuh/ Perdara
h h darah kontraksi insersi Imbibisi/ Hernia han
a Gangg Inflamasi Ablasio
Hilangnya nya hemosid badan
palpebra sensori retina
barier Perubahan erosis kaca
Tidak dpt superior Perdarahan perseptual bentuk Glaukom
menutup alamiah Akumulasi
visual pupil a zat besi Glaukom
sempurn (epitel cairan di
Tidak dpt kornea) meruba a
a/ membuk Sekunder ruang
Reaksi h
lagotala a subretinal
cahaya fisiologi
mus sempurn
hilang/ mata
a (ptosis)
melambat Iridosiklitis 19
Ftisis
Resiko bulbi
Katarak
infeksi traumatik
Kebutaan
Gangguan Resiko
Nyeri mobilitas Cidera
Gangguan ansietas Resiko Nyeri
Konsep Cedera
diri
Trauma Tajam

Kelopak Saluran Konjungtivi


Orbita Sklera Kornea Lensa Retina
mata Lakrimalis a

Cidera kerusaka Ruptur


Kerusakan Prolaps Ablasio
levator Robek pembuluh Perforasi Laserasi
N. Optikus Kerusaka n korteks Retina
apreneur drainase darah
n Otot lensa
bola osis air mata
Diskontiu Iris
Atrofi mata Kemosis Nyeri
nitas terdorong
jaringan Katarak
Ptosis Epiforia ke belakang
Permanen
Kebutaan
Edema Resiko
Kerusakan Sinekia Cidera
koordinasi
pergerakan
bola mata
Ganggua Obstruksi
n sensori sal. Aquos
persepsi Humor
visual

Resiko 20
Peningkatan
Nyeri Infeksi TIO

Resiko Glaukoma
Cidera Nyeri
sekunder

Prosedur
Operasi

Kurang Resiko
Cemas
Pengetahuan Infeksi
Trauma Kimia

Basa Asam

Masuk Kedalam Mata Denaturasi dan presipitasi Asam Hidroflorida


Protein

Gangguan Persepsi
nembus membaran sel
Sensori Koagolasi pada
(Penglihatan) permukaan epitel

21
Nekrosis liquefactive
Penetrasi
terhambat

Enzim glikolitik terhambat

Resiko Cidera Gangguan Konsep Nyeri Ca dan mg membentuk senyawa yang tidak larut
diri
22

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat
1) Keluhan Utama : Klien mengeluh mata kabur atau tajam
penglihatan menurun, nyeri pada mata, fotophobia (silau),
penglihatan ganda, kilatan cahaya, gatal pada mata
2) Riwayat penyakit:
(1) Riwayat penyakit dahulu : riwayat yang terjadi pada mata
sebelumya, pernah operasi mata, riwayat trauma pada mata,
konsumsi obat yang mempengaruhi fungsi pada mata, penyakit
yang berkaitan dengan mata (gloukoma,dll)
(2) Riwayat penyakit sekarang : Jenis, bahan, jumlah, dan lama
terkena rudapaksa, tindakan yang telah dilakukan oleh klien
sebelum dibawa ke rumah sakit.
3) Psikososial : Pekerjaan yang dijalani, aktivitas yang dilakukan saat
terkena trauma.
3.1.2 Pengkajian Umum
1) Tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh)
2) Kulit, reaksi alergi atau terbakar pada anggota tubuh yang lain
3) Gangguan pernapasan yang mungkin timbul
4) Kerusakan mukosa hidung, mulut , dan wajah
5) Reaksi syok anafilatik akibat efek samping zat kimia atau syok
septik akibat perdarahan hebat akibat trauma lain selain struktur
mata
3.1.3 Pengkajian khusus Mata
1) Adanya perdarahan perubahan struktur konjungtiva warna dan
memar
2) Kerusakan tulang orbita, krepitasi tulang orbita
3) Pelebaran pembuluh darah perikornia

21
23

4) Hifema
5) Robek kornea
6) Perdarahan dari orbita
7) Blefarospasme
8) Pupil tidak bereaksi terhadap cahaya, struktur pupil robek
9) Tes flouresens positif
10) Edema kornea
11) Nekrosis konjungtiva / sklera
12) Katarak
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan mata
3.2.2 Risiko Cidera berhubungan dengan efek agens cedera (fisik,
kimiawi)
3.2.3 Kecemasan berhubungan dengan Krisis situasional, Stress,
perubahan status kesehatan, perubahan konsep diri, kurang
pengetahuan dan hospitalisasi
3.2.4 Risiko infeksi berhubungan dengan Prosedur Infasif, kerusakan
jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
3.2.5 Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan defisit penglihatan
3.2.6 Kurang Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
3.2.7 Risiko infeksi berhubungan dengan Prosedur Infasif, kerusakan
jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
3.3 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Nyeri akut berhubungan dengan  Pain level  lakukan pengkajian nyeri secara
kerusakan jaringan mata  Pain control komprehensif termasuk lokasi,
 Control level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria hasil dan faktor presipitasi
 Mampu mengontrol nyeri  observasi reaksi non verbal dari
(tahu penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik  gunakan teknik komunikasi  terapeutik
nonfarmakologi untuk untuk mengetahui pengalaman nyeri
mengurangi nyeri, mencari pasien
bantuan)  kaji kultur yang mempengaruhi respon
 Melaporkan bahwa nyeri nyeri
berkurang dengan  bantu pasien dan keluarga untuk mencari
menggunakan management dan menemukan dukungan
nyeri  kontrol lingkungan yang dapat
 Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
(skala, intensitas, dan tanda pencahayaan dan kebisingan
nyeri)  kurangi faktor presipitasi
24
 Menyatakan rasa nyaman  pilih dan lakukan penanganan nyeri
setelah nyeri berkurang (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
 kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
 ajarkan tentang teknik non farmakologi
 berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 tingkatkan istirahat
 kolaborasikan dengan dokter jika keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil

Analgesic Administration :
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
25
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
2 Risiko cidera berhubungan dengan  Risk Kontrol  Sediakan lingkungan yang aman untuk
efek agens cedera (fisik, kimiawi) Kriteria hasil: pasien
 Klien terbebas dari cedera  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
 Klien mampu menjelaskan sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
cara/ metode untuk kognitif pasien dan riwayat penyakit
mencegah injury/cedera terdahulu pasien
 Klien mampu menjelaskan  Menghindarkan lingkungan yang
factor risiko dari berbahaya (misalnya memindahkan
lingkungan/perilaku perabotan)
personal  Memasang side rail tempat tidur
 Mampumemodifikasi gaya  Menyediakan tempat tidur yang nyaman
hidup untukmencegah dan bersih
26
injury  Menempatkan saklar lampu ditempat yang
 Menggunakan fasilitas mudah dijangkau pasien.
kesehatan yang ada  Memberikan penerangan yang cukup
 Mampu mengenali  Menganjurkan keluarga untuk menemani
perubahan status pasien.
kesehatan  Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit.

3 Kecemasan berhubungan dengan, - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)


Stress, perubahan status kesehatan, - Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan konsep diri, kurang kriteria hasil:  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
pengetahuan dan hospitalisasi ❖ Klien mampu pelaku pasien
mengidentifikasi dan  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama prosedur
❖ Mengidentifikasi,  Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan dan keamanan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk  Berikan informasi faktual mengenai
mengontol cemas diagnosis, tindakan prognosis
❖ Vital sign dalam batas normal  Libatkan keluarga untuk mendampingi
27
❖ Postur tubuh, ekspresi wajah, klien
bahasa tubuh dan tingkat  Instruksikan pada pasien untuk
aktivitas menunjukkan menggunakan tehnik relaksasi
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti cemas

4 Risiko infeksi berhubungan dengan ❖ Immune Status  Pertahankan teknik aseptif


Prosedur Infasif, kerusakan jaringan ❖ Knowledge : Infection control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
dan peningkatan paparan lingkungan ❖ Risk control tindakan keperawatan
kriteria hasil:  Tingkatkan intake nutrisi
❖ Klien bebas dari tanda dan  Berikan terapi antibiotik
gejala infeksi  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
❖ Menunjukkan kemampuan dan lokal
untuk mencegah timbulnya  Inspeksi kulit dan membran mukosa
infeksi terhadap kemerahan, panas, drainase
28
❖ Jumlah leukosit dalam batas  Monitor adanya luka
normal  Dorong istirahat
❖ Menunjukkan perilaku hidup  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
sehat gejala infeksi

29

Anda mungkin juga menyukai