Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di
dunia adalah katarak (47,8%), glaucoma (12,3%), uveitis (10,2%), age-related
mucular degeneration (AMD) (8,7%), trachoma (3,6%), corneal apacity (5,1%) dan
diabetic retinophaty (4,8%). Namun sesungguhnya hal ini bisa dicegah dengan
pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal seperti kebutaan.
Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang glaucoma. Diantara mereka
hampir setengah mengalami gangguan penglihatan dan 70 ribu benar-benar buta,
bertambah setengah 5500 orang / tahun.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia terdapat
sejumlah 0,40% penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan
0,26% penduduk. Prevalensi penyakit utama di Indonesia adalah kelainan refraksi
24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%, konjungtiva 1,74%, parut kornea 0,43%,
glaucoma 0,40%, retinopati 0,17%. Prevalensi dan penyebab buta kedua 0,16%
kelainan refraksi 0,11%, retina 0,09%, kornea 0,06% dan lain-lain 0,03%, prevalensi
total 1,47%. (Sidharta Ilyas, 2004)
Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik – bintik peka
sinar primitif pada permukaan golongan intervertebrata. Dalam bungkus
pelindungnya mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang membiaskan cahaya
ke reseptor tersebut, dan sistem saraf yang menghantarkan impuls dari reseptor ke
otak.
Iris adalah cincin sentral berwarna darimana secara normal berbentuk normal
sempurna, sangat responsif terhadap cahaya baik secara langasung maupun tidak
langsung, dan tepi perifernya sangat teratur. Setiap variasi dari kriteria normal ini
dianggap patologik. Satu – satunya keadaan dimana ketidakteraturan tepi iris dapat
dihilangkan secara diagnostik adalah setelah pembedahan katarak yang telah
menggeser sebagian dari iris secara mekanis. Iris yang berbentuk seperti lubang kunci

1
2

dapat terjadi pada kejadian yang jarang, kedua iris akan berbeda warnanya jika
diperhatikan. Ketidaksimetrisan dalam warna iris yang normal adalah kongenital
(heterokromia) dan terjadi sejak masa kecil.
Struktur – struktur utama pada mata yaitu lapisan pelindung luar bola mata,
sklera, dimodifikasi dibagian anterior untuk membentuk kornea yang tembus pandang
dan akan dilalui berkas sinar yang masuk ke mata. Di bagian sklera terdapat koroid,
lapisan yang mengandung banyak pembuluh darah yang memberi makan struktur –
struktur dalam bola mata. Lapisan di dua perposterior koroid adalah retina, jaringan
saraf yang mengandung sel – sel reseptor.
3

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada
penyakit glaukoma. Mulai dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul,
serta penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit tersebut.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu memahami pengertian glaukoma
2. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi glaukoma
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi glaukoma
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dan patoflow glaukoma
5. Mahasiwa mampu memahami manifestasi klinik glaukoma
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik glaukoma
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan glaukoma
8. Mahasiswa mampu memahami pengkajian glaukoma
9. Mahasiswa mampu memahami diagnosa berhubungan dengan analisa data
glaukoma
10. Mahasiswa mampu memahami intervensi dari setiap diagnosa
11. Mahasiswa mampu memahami evaluasi glaukoma

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1 Glaukoma

2.1.1 Definisi Glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani: Glaukos yang berarti hijau


kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita ditandai
dengan adanya peningkatan tekanan bola mata, atropi papil saraf optik dan
menciutnya lapang pandang. (Wikipedia.com)
Glaukoma adalah sejumlah kelainan mata yang mempunyai gejala
peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan
penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi
syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan
(Martinelli, 1991).

Dalam hal ini cairan yang mengalami gangguan yang dihubungkan dengan
penyakit glaukoma adalah aqueus humor, dimana cairan ini berasal dari badan
sisiari mengalir ke arah bilik anterior melewati iris dan pupil dan diserap
kembali kedalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena
halus yang dikenal sebagai saluran schlemm. (Evelin C. Pearce : 317).

Secara normal TIO 10 -21 mmHg karena adanya hambatan abnormal


terhadap aliran aqueus humor mengakibatkan produksi berlebih badan silier
4
sehingga terdapat cairan tersebut. TIO meningkat kadang – kadang mencapai
tekanan 50 – 70 mmHg.
5

2.1.2 Klasifikasi
Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder dan kongenital. Tipe primer
terbagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
1. Glaukoma Primer
Glaukoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur
yang terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akuos humor mengalami
perubahan patologi langsung.
a. Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma sudut terbuka/glaukoma kronik/glaukoma simpleks/ open-
angle glaucoma merupakan bentuk glaukoma primer paling sering yang
lebih tersembunyi dan membahayakan serta paling sering terjadi (kurang
lebih 90% dari klien glaukoma). Diduga glaukoma ini diturunkan secara
dominan/resesif pada 50% penderita. Keadaan ini terjadi pada klien usia
lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia lanjut memegang peranan
penting dalam proses sklerosa badan silier dan jaringan trebekel. (Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal 147)

b. Glaukoma Sudut Tertutup


Glaukoma sudut tertutup/ acute glaucoma/ close-angle glaucoma,
mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaukoma ini adalah
menyempitnya sudut dan perubahan letak iris yang terlalu ke depan.
Perubahan letak iris menyebabkan kornea menyempit atau nmenutup
sudut ruangan yang akan menghalangi aliran keluar akueos humor. TIO
meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai tekanan 50-70 mmHg. (
dewit, 1998).
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaucoma yang terjadi akibat penyakit mata
lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan
di dalam mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas
6

struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor.
(Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal 149)
Gangguan ini terjadi akibat:
 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak.
 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea.
 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris.
 Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk camera oculi anterior (COA),
gagalnya pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pasca ekstraksi
katarak yang menyebabkan perlengketan iris.

3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma ini terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal
memfungsikan trabekular. Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosom resesif
dan biasanya bilateral. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal
150)

2.1.3 Etiologi

1. Primer, terdiri dari :


a. Akut, dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik, dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti :
* Diabetes mellitus
* Arterisklerosis
* Pemakaian kortikosteroid jangka panjang.
* Miopia tinggi dan progresif.
Dari etiologi diatas dapat menyebabkan sudut bilik mata yang sempit.
2.Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti : Katarak, perubahan lensa, kelainan
uvea, dan pembedahan.
7

2.1.4 Patofisiologi

Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan
aliran keluar akues humor dari mata. TIO normal 10 – 21 mmHg dan dipertahankan
selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos
humor di produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal schlemm
ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih
badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar akueos
melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg
memerlukan evaluasi yang seksama. Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan
fungsinya secara bertahap.

Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea
sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel dan
hal ini bersifat permanen tanpa penangan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan.
Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang.
(Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal 147 – 150)

Keturunan dlm Kegagalan jaringan


Peny. Mata lain
Trauma keluarga mesodermal

Galukoma primer Glaukoma sekunder Glaukoma kongenital

usia lanjut posisi iris yg terlalu trauma intumesenssi uveitis Aniridia Anomali Trabekulo-disgenesis
menutup sal.drainase lensa Perkemb. COA
kekakuan sclera Jar.trabekel
Kekakuan sclera badan silier
Kontusio bola mata tersumbat sel-sel
& jar.trabekel
radang dari gg. sudut iris,
Outflow akueous humor ↓ Lensa banyak COA, edema korne & kadang Menutupi
(sudut tertutup) Hifema cairan sudut COA
↑ Produksi akueous sekinder, lensa
humor (sudut trabekulitis
terbuka)
8

Darah menyumbat
COA
Iris tdk dpt
Sudut mata menutup Ukuran membesar berkembang
Penurunan
Peningkatan TIO Melanggar gg. permanen fungsi outflow akueous
batas COA trabekular humor

Perlekatan
Tekanan pada saraf Sumbatan pupil indokornea
optik dan retina
Sinekia anterior,
Iskemia
neovask, sudut
Kerusakan saraf optic & retina atrofi
sel ganglion difus Iritasi saraf vagal

Penipisan lapisan serat saraf & inti bagian Nyeri


dalam retina : berkurangnya akson di
saraf optik. Mual, muntah & Pergeseran pada kornea
sakit perut
Atrofi optic; pembesaran cekungan Merangsang saraf V
optikus; atrofi iris dan korpus silier;
degenerasi hialin prosesus siliaris Resiko gangguan
Menyebar ke pelipis,
Retina
kebutuhan nutrisi
Hilangnya pandangan perifer oksiput, dan rahang

Berduka

Resiko cedera
Kurang informasi Gangguan perubahan Defisit perawatan dini
sensori perseptual (visual)

Kurang pengetahuan
Ketidakmampuan visual

Kesalahan interpretasi Respon negatif terhadap lingkungan


informasi Cemas
2.1.6 Manifestasi Klinis / takut
Isolasi sosial
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka:
- Kerusakan visus yang serius
9

- Lapang pandang mengecil dengan macam – macam skotoma yang khas


- Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
- Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
- Timbulnya halo disekitar cahaya
- Pandangan kabur
- Sakit kepala
- Mual, muntah, dan ketidaknyamanan abdomen
- Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina

2. Glaukoma sekunder
- Pembesaran bola mata
- Gangguan lapang pandang tergantung pada penyebab penyakit okuler
- Nyeri didalam mata
3. Glaukoma kongenital
- fotofobia, blefarospasme, epifora, mata besar, kornea keruh.
(Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal 154)

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
a. Kebutaan yang dapat terjadi pada semua jenis glaucoma.
b. Agens topical yang digunakan untuk mengobati glaucoma dapat memiliki
efek sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa
perburukan kondisi jantung, pernapasan, atau neurologis.

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik


Pemerikasaan diagnostic dapat dilakukan dilakukan adalah sebagai berikut
( Hanarwatiaj, 2008) :
10

A. Tonometri, digunakan untuk pemeriksaan TIO, tonometri yang sering


digunakan adalah appalansi yang menggunakan lamp (celah lampu) dimana
sebagian kecildaerah kornea diratakan untuk mengimbangi beban alat ukur
ysng mengukur tekanan, selain itu ada juga metode langsung yang kurang
akurat yang lebih murah, dan mudah adalah schiotz tonometer dengan cara
tonometer ditempatkan lansung diatas kornea yang sebelumnya mata terlebih
dahulu dianastesi.
B. Gonioskopi digunakan untuk melihat penurunan secara langsung ruang
anterior untuk membedakan antara glaukoma sudut tertutup dengan
glaukoma sudut terbuka.
C. Oftalmoskopi digunakan untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu
retina serta gambaran bagain mata secara langsung diskus optik dan struktur
mata internal menurun.
D. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang
khas pada glaucoma. Secara sedrehana, lapang pandang dapat diperiksa
dengan tes konfrontasi.
E. Pemeriksaan Ultransonografi
Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan
struktur okuler.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO (Tekanan Intra Okuler) terutama dengan
mengguakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi tubuh
a. Obat Sistemik
 Asetazolamida, obat yang menghambat enzim karbonik anhidrase yang
akan mengakibatkan diuresis dan menurunkan sekresi cairan mata sebanyak
60%, menurunkan tekanan bola mata. Pada permulaan pemberian akan
11

terjadi hipokalemia sementara. Dapat memberikan efek samping hilangnya


kalium tubuh parastesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan
miopia sementara.
 Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum
adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah
manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide
sudah tidak efektif lagi.

b. Obat Tetes Mata Lokal


 Penyekat beta /agent penghambat beta adrenergik /adrenigic beta bloker.
Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol,
dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan TIO.
 Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan
mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.

2. Terapi laser
a. Laser Iridotomy, melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata
yang berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal
pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed angle).
b. Laser Trabeculoplasty, adalah suatu prosedur laser yang dilaksanakan hanya
pada mata-mata dengan sudut-sudut terbuka (open angles). Laser
trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaucoma namun sering dilakukan
daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang berbeda-beda.
Prosedur ini adalah metode yang cepat, tidak sakit, dan realatif aman untuk
menurunkan tekanan intraocular.
c. Laser Cilioblation, (juga dikenal sebagai penghancuran badan ciliary atau
cyclophatocoagulation) adalah bentuk lain dari perawatan yang umumnya
dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk yang parah dari glaucoma
denhna potensi penglihatan yang miskin. Prosedur ini melibatkan
12

pelaksanaan pembakaran laser pada bagian mata yang membuat cairan


aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini menghancurkan sel-sel yang
membuat cairan, dengan demikian mengurangi tekanan mata.

3. Terapi Bedah
a. Viscocanalostomy, adalah suatu prosedur operasi alternative yang
digunakan untuk menurunkan tekanan mata. Dia melibatkan penghilangan
suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk meninggalkan hanya satu
membran yang tipis dari jaringan melaluinya cairan aqueous dan dapat
dengan lebih mudah mengalir.
b. Trabeculotomy (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih
dari 50% atau gagal dengan iridektomi. Sistem pengaliran baru ini
mengizinkan cairan untuk meninggalkan mata, masuk ke bleb, dan
kemudian lewat masuk ke dalam sirkulasi darah kapiler yang dapat
menurunkan tekanan mata. Trabeculotomy adalah operasi glaukoma yang
paling umum dilaksanakan. Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif
untuk menurunkan tekanan mata.

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA

2.2.1 Pengkajian
1. Identitas / Data Biografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai
identitas pasien. Biasanya lebih sering terjadi pada usia 40 tahun ke atas.
2. Keluhan Utama
Berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
13

Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak.


b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah mengalami trauma pada mata atau adanya
masalah mata sebelumnya
c. Riwayat Penyakit keluarga
Kaji apakah ada keluarga yang mengalami penyakit glaucoma atau
penyakit lain yang pernah diderita.
d. Riwayat Psikososial
Apakah pasien pernah merasakan kecemasan yang berlebihan ditandai
dengan bicara cepat, mudah berganti topic, sulit berkonsentrasi dan
sensitif. Serta apakah apakah pasien sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan seperti antihistamin dan
kortikosteroid yang dapat menyebabkan dilatasi pupil yamg akhirnya
dapat menyebabkan angle closure glaucoma.

4. Pemeriksaan Fisik
a. pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Pada glaucoma akut
primer kamera anterior dangkal, aqueous humor keruh dan pembuluh
darah menjalar ke luar dari iris..
b. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
c. Pemeriksaan fisik melalui:
- Inspeksi : untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,
kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya.
- Palpasi : untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO,
terasa lebih keras dibandingkan mata yang lain. (Indriana N.
Istiqomah,2004)
d. Uji Diagnostik, menggunakan tonometri pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
14

closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunaan gonioskopi akan didapat


sudut normal pada glaucoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah
timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/ trabekula)
maka sudut dpat tertutup. Pada glaucoma akut ketika TIO meningkat,
sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya
sempit.
2.2.2 Diagnosa
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d gangguan penerimaan
sensori; gangguan status organ indera
2. Nyeri b/d peningkatan tekanan intraokuler
3. Resiko cedera berhubungan dengan kebutaan
4. Ansietas/cemas b/d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan,
adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai
dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan
kejadian hidup.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,
dan pengobatan b/d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, serta salah interpretasi

2.2.3 Intervensi
1. Dx : Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d gangguan penerimaan
sensori; gangguan status organ indera.
Tujuan : penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
- Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan
lebih lanjut.
Intervensi Rasional

a. Kaji derajat atau tipe kehilangan a. Mengetahui harapan masa depan


penglihatan klien dan pilihan intervensi.
15

b. Dorong klien untuk mengekspresikan b. Intervensi dini untuk mencegah


perasaan tentang kehilangan/ kebutaan, klien menghadapi
kemungkinan kehilangan penglihatan. kemungkinan / mengalami
kehilangan penglihatan sebagian
atau total.

c. Tunjukkan pemberian obat tetes mata. c. mengontrol TIO, mencegah


Contoh; menghitung tetesan, mengikuti kehilangan penglihatan lebih lanjut
jadwal, tidak salah dosis.
d. menurunkan bahaya keamanan
d. Lakukan tindakan untuk membantu sehubungan dengan perubahan
pasien menangani keterbatasan lapang pandang/ kehilangan
penglihatan, contoh; kurangi penglihatan dan akomodasi pupil
kekacauan atur perabot, ingatkan terhadap sinar lingkungan.
memutar kepala ke subjek yang
terlihat; perbaiki sinar suram dan
masalah penglihatan malam.

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai e. untuk mengurangi TIO


indikasi, misalnya agen osmotik
sistemik.

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler


Tujuan : nyeri terkontrol / hilang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang
- Ekspresi wajah rileks
- Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.

Intervensi Rasional

a. Observasi derajat nyeri mata setiap a. mengidentifikasi kemajuan /


30 menit selama fase akut penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
16

b. Observasi ketajaman penglihatan b. Mengidentifikasikan kemajuan atau


setiap waktu sebelum penetesan obat penyimpangan dari hasil yang
mata yang diresepkan diharapkan.

c. Anjurkan istirahat di tempat tidur c. stress mental / emosi menyebabkan


dalam ruangan yang tenang peningkatan TIO

d. Ajarkan pasien teknik distraksi. d. membantu dalam penurunan persepsi /


respon nyeri

e. Pertahankan tirah baring ketat pada e. tekanan pada mata meningkat jika
posisi semi-fowler dan cegah tubuh datar
tindakan yang dapat meningkatkan
TIO (batuk, bersin, mengejan)

f. Berikan lingkungan gelap dan tenang f. Stress dan sinar menimbulkan TIO
yang mencetuskan nyeri
g. Kolaborasi pemberian analgetik g. untuk mengurangi dan mengontrol
sesuai program nyeri

3. Dx : Resiko cedera berhubungan dengan kebutaan


Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil : Tidak terjadi cedera

Intervensi Rasional

a. Bersihkan secret mata dengan cara


a. sekret mata akan membuat pandangan
yang benar
kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, dan catat
b. terjadi penurunan tajam penglihatan
apakah satu atau dua mata yang
akibat sekret mata
terlibat
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca
c. mengurangi fotofobia yang dapat
mata yang gelap
mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur d. memberikan informasi pada klien agar
17

yang dapat terjadi setelah penggunaan tidak melakukan aktivitas berbahaya


tetes mata d an salep mata sesaat setelah penggunaan obat mata.

4. Dx : Ansietas b/d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya


nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai
dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang
perubahan kejadian hidup.
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
a. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat
dapat diatasi
Intervensi Rasional

a. Kaji tingkat ansietas, derajat a. Menentukan tindakan selanjutnya


pengalaman nyeri.
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman b. Memudahkan penerimaan klien
pada klien terhadap informasi yang diberikan.
c. Berikan informasi yang akurat dan c. Menurunkan ansietas sehubungan
jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa dengan ketidaktahuan, harapan yang
pengawasan dan pengobatan akan datang dan memberikan dasar
mencegah kehilangan penglihatan fakta utnuk membuat pilihan informs
tambahan. tentang pengobatan.

d. Singkirkan stimulus yang berlebihan d. Dengan menghilangkan stimulus yang


misalnya: tempatkan klien diruang mencemaskan akan menigkatkan
yang lebih tenang dan batasi kontak ketenangan klien.
dengan orang lain yang
memungkinkan kecemasan.
e. Dorong pasien untuk mengakui e. Memberikan kesempatan untuk pasien
masalah dan mengekspresikan menerima situasi kenyataan,
perasaan. mengklarifikasi salah konsepsi dan
18

pemecahan masalah

f. Identifikasi sumber/orang yang f. Dapat mempertahankan perawatan


menolong yang dibutuhkan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, terutama di
rumah.

5. Dx : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,


dan pengobatan b/d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, serta salah interpretasi ditandai dengan pertanyaan, pernyataan
salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat
dicegah
Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya

Kriteria Hasil:
- Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan

Intervensi Rasional

a. Diskusikan perlunya menggunakan


a. Memberikan pasien kesempatan untuk
identifikasi.
menunjukan kompetensi.
b. Tunjukkan tehnik yang benar
c. Meningkatkan keefektifan pengobatan
pemberian tetes mata.
dan meningkatka pelayanan.
c. Izinkan pasien mengulang tindakan.
c. Memahami dan menjelaskan alasan
tindakan
d. Kaji pentingnya mempertahankan
d. Penyakit ini dapat diktontrol dan
jadwal obat, contohnya tetes mata.
mempertahankan konsistensi program
19

obat adalah contoh vital.


b. e. Identifikasikan efek samping/ reaksi
e. Dapat mempengaruhi rentang dari
merugikan dari pengobatan.
ketidaknyamanan sampai ancaman
kesehatan berat.
c. f. Dorong pasien membuat perubahan
f. Pola hidup tenang menurunkan respon
yang perlu untuk pola hidup
emosi terhadap stress, mecegah
perlekatan okuler yang mendorong
iris ke depan yang dapat mencetuskan
serangan akut.
g. g. Dorong pasien untuk mengindari g. Dapat meningkatkan TIO yang
aktivitas seperti mengangkat berat/ mencetuskan serangan akut
mendorong, dan menggunakan baju
ketat/sempit.
h. h. Diskusikan perkembangan diet, cairan
h. Mempertahankan konsistensi feses
adekuatdan makanan berserat.
untuk menghindari feses.
i. Tekankan pemeriksaan rutin.
i. Untuk mengawasi kemajuan penyakit
dan menyingkirkan intoleransi diri

2.2.4 Implementasi

a. - Mengkaji derajat atau tipe kehilangan penglihatan pasien

- Melakukan tindakan untuk membantu pasien dalam menangani keterbatasa.n


penglihatan

b. - Mempertahankan tirah baring ketat pada posisi semi fowler


20

- Memberikan analgetik sesuai indikasi program

c. - Mengkaji ketajaman penglihatan, mencatat apakah satu atau dua mata


yang terlibat.

- Memperhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah


penggiunaan tetes mata atau salep mata.

d. – Mengkaji tingkat ansietas dan derajat pengalaman nyeri

- Memberikan informasi yang akurat dan jujur, serta mendiskusikan


kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah
kehilangan penglihatan tambahan.

e. – memberikan petunjuk tentang teknik yang benar dalam pemberian obat


tetes mata / salep mata

- Mengizinkan pasien untuk mengulang tindakan dan menekankan pasien


untuk melakuka pemeriksaan rutin.

2.2.5 Evaluasi

a. Tercapainya penglihatan yang optimal.

b. Nyeri terkontrol atau hilang.

c. Tidak terjadinya resiko cedera.

d. Pasien tampak rileks dan anisetas menurun.

e. Pasien memahami tentang perawatan penyakit dan terapi pengobatan.


21

BAB III

PE N UTU P

3.1 Kesimpulan

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani: Glaukos yang berarti hijau kebiruan
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita ditandai dengan
adanya peningkatan tekanan bola mata, atropi papil saraf optik dan menciutnya
lapang pandang. Jadi dapat dikatakan bahwa glaukoma adalah sejumlah kelainan
mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana
dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga
terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam
pengelihatan.

Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder dan kongenital. Tipe primer
terbagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Etiologi
glaukoma tipe sekunder dapat disebakan oleh trauma dan keturunan penyakit
dalam keluarga. Sedangkan pada tipe sekunder disebabkan penyakit mata lain
seperti : Katarak, perubahan lensa, kelainan uvea, dan pembedahan.

Manifestasi pada setiap tipe glaucoma berbeda-beda, salah satu yang biasanya
terjadi antara lain penglihatan kabur mendadak, nyeri hebat, melihat halo
(pelangi di sekitar objek), sakit kepala, mual, muntah dsb. Sedangkan
Pemerikasaan diagnostik yang dapat dilakukan dilakukan adalah: Tonometri
22

(untuk pemeriksaan TIO), Gonioskopi , Oftalmoskopi, Perimetri dan


Pemeriksaan Ultransonografi. Penatalaksanaan pada glaukoma adalah terapi
medikamentosa, obat tetes mata lokal dan terapi bedah.

3.2 Saran

22
A. Perawat

Semoga perawat mampu memahami penyakit glaukoma dengan baik serta


mampu menerapkan tindakan keperawatan dengan professional.

B. Mahasiswa

Mempelajari tentang penyakit glaukoma memberi kita manfaat yang besar.


Terutama kita sebagai calon perawat professional (mahasiswa/mahasiswi
keperawatan). Karena penyakit ini terkadang sangat sulit untuk di diagnosa.
Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita untuk mempelajari
materi ini.

C. Masyarakat
Masyarakat hendaknya berperilaku hidup sehat dan jangan meremehkan
tekanan yang sering terjadi pada organ-organ tertentu, terutama pada bagian
mata. Apalagi pada penyakit glaukoma, karena sebenarnya penyakit tersebut
dapat terdeteksi atau dicegah secara dini dengan melakukan pemeriksaan
tonometri secara rutin. Sehingga dapat mengurangi angka kebutaan dab
kematian. Maka dari itu dihimbau pada masyarakat untuk mengerti terhadap
bahaya penyakit glaukoma.
23

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Istiqomah N. Indriana. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.


Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai