Anda di halaman 1dari 16

TUGAS RESUME

Keperawatan Medikal Bedah III (KMB III)

“Asuhan Keperawatan Pasien Glukoma “

Oleh:

NINDIKA ARIO PANGESTI

(183310817)

Dosen Pembimbing:

Ns. Yosi Suryarinilsih, M. Kep., Sp. KMB

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GLUKOMA

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis
yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segalah akibatnya.
(Indriana dan N Istiqomah; 2004).

Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan
intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang pandang yang khas.
(Tamsuri A; 2010)

1. Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl MRS,
diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
b. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri
hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai
terjadi nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata
merah dan bengkak.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan
apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis
vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
d. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
1. Riwayat keluarga positif ( diyakini berhubungan dengan glaucoma
sudut terbuka primer )
2. Tumor mata
3. Hemoragi intraokuler
4. Inflamasi intraokuler uveiti
5. Kontusio mata dari trauma.
e. Pemeriksanan fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata dapat
menunjukan :
1. Untuk sudut terbuka primer : Melaporkan kehilangan penglihatan
perifer lambat ( melihat terowongan )
2. Untuk sudut tertutup primer :
 Kejadian tiba-tiba dari nyeri berat pada mata sering disertai
dengan sakit kepala , mual dan muntah.
 Keluhan -keluhan sinar halo, penglihatan kabur, dan
enurunan persepsi sinar.
 Pupil terfiksasi secara sedang dengan sclera kemerahan
karena radang dan kornea tampak berawan.
3. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer,
kamera anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah
menjalar keluar dari iris.
4. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang
pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan
menurun secara bertahap.
5. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding
mata yang lain.
6. Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan
didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika
telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada
kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut
ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu
TIO normal sudutnya sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)
f. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respons emosional terhadap
kondisi dan rencana tindakan.
g. Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan. Pada pola
nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola makan dan
komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak
jumlahnya.
h. Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi tetap
dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
i. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur karena
nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
j. Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien
mengalami penurunan.
k. Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap
penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri.
l. Pola sensori dan kognitif
 Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi
penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.
 Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
 Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
 Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan.Peningkatan air mata.
m. Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena penyakit yang
dideritanya.
n. Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
o. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi
penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
p. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (peningkatan tekanan
intraokuler (TIO)).
2) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ganguan penglihatan
3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ( faktor fisiologis, perubahan status
kesehatan; adanya nyeri; kemungkinan/kenyataan kehilangan pengelihatan)
4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan krang terpapar informasi.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan / SLKI Intervensi / SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan selama ...x Observasi :
dengan agen 24 jam diharapkan 1. Identifikasi
pencedera tingkat nyeri menurun lokasi,karakteristik,
fisiologis dengan kriteria hasil: durasi,frekuensi,
(peningkatan 1) Keluhan nyeri kualitas,intensitas nyeri.
tekanan intraokuler Menurun 2. Identifikasi skala nyeri
(TIO)). 2) Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri
3) Gelisah menurun non verbal
4) Sikap protektif 4. Identifikasi faktor yang
Menurun Memperberat dan
5) Kesulitan tidur Memperingan nyeri
Menurun 5. Identifikasi pengetahuan
6) Frekuensi nadi dan keyakinan tentang
membaik nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
Terapeutik :
7. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misalnya dance, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback aroma terapi
pijat aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain).
8. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
9. Fasilitas istirahat dan tidur
10. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
11. Jelaskan penyebab,
periodedan pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
14. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
15. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan Minimalisasi rangsangan
sensori keperawatan selama ...x 24 Observasi :
berhubungan jam diharapkan persepsi 1. Periksa status mental status
dengan ganguan sensori membaik dengan sensori dan tingkat
penglihatan kriteria hasil: kenyamanan
1. Verbalisasi melihat Terapeutik :
bayangan menurun 2. Diskusikan tingkat
2. Distorsi sensori toleransi terhadap beban
menurun sensori misalnya bising,
3. Melamun menurun terlalu terang
4. Respon sesuai 3. Batasi stimulus lingkungan
stimulus membaik misalnya cahaya, suara,
aktivitas
Edukasi :
4. Ajarkan cara
meminimalisasi stimulus
(misalnya mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi :
5. Kolaborasi dalam
meminimalkan prosedur
atau tindakan
6. Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi
persepsi stimulus
3. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Terapi relaksasi
berhubungan keperawatan selama ...x 24 Observasi :
dengan krisis jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi penurunan
situasional ( faktor anxietas menurun dengan tingkat energi,
fisiologis, kriteria hasil: ketidakmampuan
perubahan status 1. Verbalisasi berkonsentrasi, atau gejala
kesehatan; adanya kebingungan lain yang mengganggu
nyeri; menurun kemampuan kognitif
kemungkinan/keny 2. Verbalisasi 2. Identifikasi teknik relaksasi
ataan kehilangan khawatir akibat yang pernah efektif
pengelihatan) kondisi yang digunakan
dihadapi menurun 3. Identifikasi kesediaan,
3. Perilaku gelisah kemampuan dan
menurun penggunaan teknik
perilaku tegang sebelumnya
menurun 4. Periksa ketegangan otot,
4. Frekuensi nadi frekuensi nadi tekanan
menurun darah dan suhu sebelum
5. Tekanan darah dan sesudah latihan
menurun 5. Monitor respon terhadap
6. Konsentrasi terapi relaksasi
membaik Terapeutik :
6. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman Jika
memungkinkan
7. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
8. Gunakan pakaian longgar
9. Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
10. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi :
11. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia (misal musik
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
12. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
13. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
14. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
15. Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
16. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (misalnya
nafas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
4. Defisit Setelah dilakukan asuhan Edukasi kesehatan
pengetahuan keperawatan selama ... X Observasi:
berhubungan 24 jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan
dengan krang pengetahuan meningkat kemampuan menerima
terpapar informasi. dengan kriteria hasil: informasi
1. Kemampuan 2. Identifikasi faktor-faktor
menjelaskan yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan menurunkan motivasi
tentang suatu topik perilaku hidup bersih dan
meningkat sehat
2. Kemampuan Terapeutik :
menggambarkan 3. Sediakan materi dan media
pengalaman pendidikan kesehatan
sebelumnya yang 4. Jadwalkan pendidikan
sesuai dengan kesehatan sesuai
topik meningkat kesepakatan
3. Perilaku sesuai 5. Berikan kesempatan untuk
dengan bertanya
pengetahuan Edukasi :
meningkat 6. Jelaskan faktor risiko yang
4. Pertanyaan tentang dapat mempengaruhi
masalah yang kesehatan
dihadapi menurun 7. Ajarkan perilaku hidup
5. Persepsi yang bersih dan sehat
keliru terhadap 8. Ajarkan strategi yang
masalah menurun dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

4. Patofisiologi (WOC)
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor
aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm
dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular,
akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut


saraf pada papil saraf optik.

b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.

c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.

d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).
WOC Glukoma

Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid jangka


panjang, miopia, trauma mata.

Obtruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler vitreus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueous depan

TIO meningkat Glaukoma TIO meningkat

Nyeri akut

Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Perubahan Ansietas Defisit pengetahuan


pengelihatan perifer

Gangguan persepsi
sensori

Kebutaan
5. Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier Glukoma
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui
skrining.pemeriksaan skrining biasanya dilakukan setiap 2 sampai 4 tahun
pada kelompok usia dibawah 40 tahun setiap 2 tahun pada kelompok usia
diatas 40 tahun dan setiap 1 tahun pada kelompok dengan riwayat keluarga
menderita glaukoma.Selain itu gaya hidup sehat perlu diterapkan untuk
mencegah terjadinya glukoma diet gizi seimbang, istirahat yang cukup, dan
pengelolaan stres yang baik adalah beberapa cara untuk menghindari
glaukoma.

b. Pencegahan Sekunder
Kebutaan karena glaukoma dapat dicegah dengan pemeriksaan dini sehingga
kemungkinan terjadinya kerusakan saraf mata yang lebih parah dapat dicegah.
Bahkan, bila ditemukan lebih awal, saraf mata yang belum rusak karena
glaukoma itu masih bisa dipertahankan dengan obat tetes mata, laser, dan
tindakan operasi pembedahan.

c. Pencegahan Tersier
Walaupun kerusakan yang sudah terjadi akibat glaukoma tidak dapat
diperbaiki lagi, tetapi dengan pemeriksaan dan pengobatan yang teratur maka
kerusakan dapat dihambat seminimal mungkin.pencegahan tersier glaukoma
adalah rehabilitasi.

6. Pemeriksaan Diagnostik Dan Laboratorium


a. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Harnawartiaj, 2008) :
a. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam
yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra
okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25
mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25
mmhg.Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain
(Sidharta Ilyas, 2004) :
c. Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola
mata dengan cara sebagai berikut :
 Penderita di minta telentang
 Mata di teteskan tetrakain
 Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas
 Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk
dan ibu jari (jangan menekan bola mata penderita)
 Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala
tonometer
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola
mata dalam milimeter air raksa.
 Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya
glaukoma.
 Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien
menderita glaukoma.
2. Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang
dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik
melakukan tonometri aplanasi adalaha)
 Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa
 Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir
 Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka
tekanan dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat
sehingga bagian dalam terimpit
 Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi
yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit.
Tekanan tersebut merupakan tekanan bola mata.
 Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih
dari 20 mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.
3. Pemeriksaan lampu-slit.
Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu
memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga
memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa
khusus.
4. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan
yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat
diperiksa dengan tes konfrontasi.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan
untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe
ultrasonografi yaitu :
a) A-Scan-Ultrasan.Berguna untuk membedakan tumor maligna
dan benigna, mengukur mata untuk pemasangan implant
lensa okuler dan memantau adanya glaucoma congenital.
b) B-Scan-Ultrasan.Berguana unutk mendeteksi dan mencari
bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya
katarak dan abnormalitas lain.
6. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma
sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang
pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke
tengah.
a. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum,
yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini
lapang pandang ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma
Bjerrum.(Sidarta Ilyas, 2002: 242-248).

b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
2. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosis.
3. Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
Daftar Pustaka

Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah. Jakarta:
EGC, 2010.

Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC. 1999.

Indriana dan Istiqomah N. 2004.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. EGC : Jakarta

Ilyas, Sidharta. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

PPNI, 2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:DPP PPNI

PPNI, 2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:DPP PPNI

PPNI, 2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:DPP PPNI

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan


MedikalBedah : Brunner & Suddart Ed. 8 Vol 1. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai