Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

W DENGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TENTANG


GANGGUAN RASA NYAMAN DIAGNOSA
MEDIS GLUKOMA

OLEH :

NAMA : YUNI ELIA KARTIKA


NIM : 2018.C.10a.0993

PRODI : SARJANA KEPERAWATAN

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Yuni Elia Kartika
NIM : 2018.C.10a.0993
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Dengan
Kebutuhan Dasar Manusia tentang Gangguan rasa nyaman
dengan Diagnosa Medis Glukoma di Ruang Bougenville Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Meida Sinta A., S. Kep., Ners Marjawati, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
Ny.F. Dengan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Nyeri dengan Diagnosa Medis
Glukoma di Ruang Bougenvile Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta .A, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Marjawati, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Dahlia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin,
informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan
di ruang Bougenvile.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 11 Mei 2020


Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………...........................................1
1.1 Latar belakang………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..
1.3 Tujuan Penulis…………………………………………………
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………….
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………
1.4 Manfaat………………………………………………………..
1.4.1 Untuk Mahasiswa……………………………………..
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga…………………………….
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)……….
1.4.4 Untuk IPTEK………………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….


2.1 Konsep Penyakit………………………………………………….
2.1.1 Definisi……………………………………………….
2.1.2 Anatomi Fisiologis…………………………………..
2.1.3 Etiologi………………………………………………
2.1.4 Klasifikasi……………………………………………
2.1.5 Patofisiologi ………………………………
2. 1.6 Manisfestasi Klinis…………………………………..
2.1.7 Data Penunjang…………………………………………..
2.1.8 Komplikas…………………………………………..
2.1.9 Penatalaksanaan Medis………………………………
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Klien
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan……………………………….
2.3.1 Pengkajian Keperawatan………………………………..
2.3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………….
2.3.3 Intervensi Keperawatan………………………………..
2.3.4 Implementasi Keperawatan……………………………..
2.3.5 Evaluasi Keperawatan…………………………………..
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………….
3.1 Pengkajian………………………………………………………
3.2 Diagnosa……………………………………………………….
3.4 Intervensi………………………………………………………
3.5 Implementasi………………………………………………….
3.6 Evaluasi……………………………………………………..
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………..
Kesimpulan……………………………………………………………………
Saran…………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1      Latar belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus,
dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat
sejumalah 0,40% penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan
pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di Indonesia adalah kelainan
refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%, konjungtivitis 1,74%, parut
kornea 0,34%, glaucoma 0,40%, retinopati 0,17%, strabismus 0,12%. Prevalensi
dan penyebab buta kedua mata adalah lensa 1,02%, glaukom dan saraf kedua
0,16%, kelainan refaksi 0,11%, retina 0,09%, kornea0,06%, dan lain-lain0,03%,
prevalensi total 1,47%. (Sidharta Ilyas, 2004).
Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma.
Diantaranya mereka hamper setenganya mengalami gangguan penglihatan, dan
hamper 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5.500 orang buta tiap tahun.
Untuk itu kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan
penatalaksanaan glaukoma (Suzanne C. smeltzer.2001).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah dalam laporan pendahuluan ini adalah :
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Glukoma
di ruang Bougenvile RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
diagnosa Glukoma di ruang Bougenvile RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan
dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat mengatasi
masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes
Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan diagnosa
medis Glukoma secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Glukoma dan Asuhan Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan
mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis
Glukoma melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
LANDASAN TEORITIS
2.1      Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau
lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan
dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004).
Galukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang
berakhir dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993). Glaukoma adalah sekelompok
kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler.( Long
Barbara, 1996).
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009),bahwa
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan
tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan
lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009)
Glukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra
okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi. (Mansjoer, Arif : 2001)
Glukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan
bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
(Mansjoer, Arif : 2001).
Jadi glaukoma adalah suatu penyakit mata dimana meningkatnya tekanan
intra okuler baik akut atau kronis, sehingga menyebabkan penurunan fungsi
penglihatan.
2.1.2 Klasifikasi glaukoma
Klasifikasi dari glaukoma dalah sebagai berikut ( Sidarta Ilyas, 2003) :
1.      Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu
timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan
yang sempit pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan
dalam keluarga, DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka
panjang, miopia tinggi dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis
dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis)
Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-
95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.
Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejalaawal biasanya tidak ada,
kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul
b. Glaukoma sudut tertutup / sudut semut (akut)
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir
ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan
tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan yang tiba-
tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur.
Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangni akan
terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2.      Glaukoma Sekunder
Adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau
trauma didalam bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut
/peningkatan volume cairan dari dalam mata . Misalnya glaukoma sekunder
oleh karena hifema, laksasi / sub laksasi lensa, katarak instrumen, oklusio
pupil, pasca bedah intra okuler.
3.      Glaukoma Kongenital
Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder
terhadap kelainan mata sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi klinik
biasanya adanya pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi.
4.     Glaukoma absolute

Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi


kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal,
papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan
dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi
pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaucoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada
badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata
karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya glaukoma dibedakan menjadi:
a.       Glaukoma akut
penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi.
b.      Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejalah peningkatan tekanan bola mata sehingga
terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
2.1.4 Anatomi dan Fisiologi
Didalam mata terdapat dua macam cairan yaitu:
1.      Aqueus humor
Cairan ini berada di depan lensa.
2.      Vitreus humor
Cairan albumin berwarna keputih-putihan seperti agar-agar yang berada
dibelakang mata, mulai dari lensa hingga retina. (Evelin C Pearce: 317).
Dalam hal ini ciran yang mengalami gangguan yang dihubungkan dengan
penyakit glaukoma adalah aqueus humor, dimana cairan ini berasal dari
badan sisiari mengalir kea rah bilik anterior melewati iris dan pupil dan
diserap kembali kedalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea
melalui vena halus yang dikenal sebagai saluran schlemm. ( Evelin C.
Pearce : 317). Secara normal TIO 10-21 mmHg karena adanya hambatan
abnormal terhadap aliran aqueus humor mengakibatkan produksi berlebih
badan silier sehingga terdapat cairan tersebut. TIO meningkat kadang-
kadang mencapai tekanan 50-70 mmHg.
2.1.5 Etiologi
1.      Glaukoma primer terdiri dari :
a.       Akut: dapat disebabkan karena trauma.
b.      Kronik : dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti:
diabetes mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang,
myopia tiggi dan progresif.
2.      Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain, seperti: katarak, perubahan lensa kelainan
uvea pembedahan.
2.1.6 Manifestasi klinik
1.      Glaukoma primer
a.       Glaukoma sudut terbuka
   Kerusakan visus yang serius
 Lapang pandang mengecil dengan maca-macam skottoma yang khas
 Perjalanan penyakit progresif lambat
b.      Glaukoma sudut tertutup
 Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
 Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya
 Pandangan kabur
 Sakit kepala
 Mual, muntah
 Kedinginan Demam baahkan perasaan takut mati mirip serangan
angina, yang sangat sedemikian kuatnya keluhan mata ( gangguan
penglihatan, fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.
2.      Glaukoma sekunder
 Pembesaran bola mata
 Gangguan lapang pandang
 Nyeri didalam mata
3.      Glaukoma kongential
Gangguan penglihatan
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1.     Glaukoma Akut
Pengukuran dengan tonometrischiotz menunjukkan peningkatan tekanan,
parimetri genioskopi dan tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
2.      Glaukoma Kronik
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonomebri menunjukkan
peningkatan, nilai dianggap mencurigakan bila berkisar antara 21 – 25 mmHg
dan dianggap patologik bila berada diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam,
dinding cekungan bergaung, warna memucat dan terdapat perdarahan pada
pupil.
3.      Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit,
depresi bagian nasal, tangga rone, atau stroma busur.
Uji provokasi minum air, uji variasi diurnal dan ujian provokasi steroid
dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan.
4.     Pengukuran tekanan intraocular (dengan tonometer), pemeriksaan keadaan
sudut bola mata dengan genioskopi. Sedangkan pemeriksaan lapang pandangan
mata dengan alat perimetri.
5.     Pengecekan terhadap kondisi syaraf mata digunakan alat Heidelberg Retinal
Tomography (HRT) atau Optical Coherence Tomography (OCT).
Pemberian obat tetes mata yang dilanjutkan pemberian obat tablet.
Fungsi obat-obatan tersebut untuk menurunkan produksi atau meningkatkan
keluarnya cairan akuos humor. Cara ini diharapkan dapat menurunkan tekanan
bagi bola mata sehingga dicapai tekanan yang diinginkan. Agar efektif
pemberian obat dilakukan secara terus menerus dan teratur.
6.     Pemasangan keran Ahmed Valve Untuk mengatasi glaukoma yang kondisinya
relatif parah, dokter akan memasang keran buatan yang populer disebut ahmed
valve. Nama ini berasal dari nama penemunya, yakni Ahmed, warga Amerika
Serikat (AS) asal Timur Tengah yang pertama kali menciptakan klep tersebut
sekitar 10 tahun silam. Alat ini terbuat dari bahan polymethyl methacrylate
(PMMA), yakni bahan dasar lensa tanam. Ahmed valve ditanamkan pada bola
mata dengan cara operasi. Bila tekanan bola mata berada pada 18 mmHg maka
klep tersebut akan terbuka sehingga cairan yang tersumbat bisa keluar, sehingga
tekanan bola mata otomatis akan turun. Sebaliknya, klep akan tertutup kembali
bila tekanan sudah berada di bawah 18 mmHg.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
1.        Glaukoma Sudut Terbuka / Simplek / Kronik
a.         Obat-obat miotik
 Golongan kolinergik (pilokarpin 1 – 4 % 5 kali / hari), karbakol (0,75–3 %
 Golongan anti kolineoterase (demekarium bromid, hurmosal 0,25 %)
b.        Obat-obat penghambat sekresi aquor humor (Adrenergik)
 Timolol (tetes 0,25 dan 0,5 % 2x / hari)
 Epinerprin 0,5 – 2 % 1 – 2 x / hari
c.         Carbonucan hidrase intibitor
 Asetazolamid (diamol 125 – 250 mg 4 x / hari)
 Diklorfenamid (metazolamid)
d. Laser trabeculoplasty dimana suatu laser zat organ disorotkan langsung
kejaringan trabekuler untuk merubah susunan jaringan dan membuka aliran dari
humor Aguos dan iridektomi.
e.        Tindakan bedah trabeculectomy.
2.1.8 Patofisiologi
Rongga anterior mata berada didepan dan sedikit kesamping dari lensa,
terdapat/ bermuara aqueous humor, merupakan caira bening yang menunjukan
lympha. Aqueous humor diproduksi secara terus-menerus dalam badan silianis yang
terdapat dibagian posterior irisdan mengalir melewatipupil kedalam cameraokuli
anterior. Aqueous humordisalurkan melalui canal Schlemm disekitar mata dan
berada pada bagian sudut camera okuli anterior dimana terjadi pertemuan iris
perifer dan kornea dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara produksi dan
penyerapanaqueous humor, akan menyebabkan atau menjadikan tekanan intra okuli
relative konstan. TIO berkisar 10-20mmHg dan rata-rata 16mmHg. Tekanan intra
okuler beavariasi dan naik sampai 5mmHg. Glaukoma terjadi dimana adanya
peningkatan TIO yang dapat menimbulkan kerusakan dari saraf-saraf optic.
Peningkatan tekanan disebabkan abstruksi/sumbatan dari penyerapan aqueous
humor.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat tekanan
bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada kebutan yaitu
kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan ekskavasi
(penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata
dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan
rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan
sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi
dan memberikan rasa sakit.
2.2 KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN RASA
NYAMAN
2.2.1 Pengertian kenyamana
Kenyamanan merupakan suatu keadaan seseorang merasa sejahtera atau nyaman
baik secara mental, fisik maupun sosial (Keliat, Windarwati, Pawirowiyono, &
Subu, 2015). Kenyamanan menurut (Keliat dkk., 2015) dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
a. Kenyamanan fisik; merupakan rasa sejahtera atau nyaman secara fisik.
b. Kenyamanan lingkungan; merupakan rasa sejahtera atau rasa nyaman yang
dirasakan didalam atau dengan lingkungannya
c. Kenyamanan sosial; merupakan keadaan rasa sejahtera atau rasa nyaman
dengan situasi sosialnya.
Rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden
(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri) Kolcaba (1992, dalam
Potter & Perry, 2006).
Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi
yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang
berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2012).
2.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman
Menurut Potter & Perry (2006) yang dikutip dalam buku (Iqbal Mubarak,
Indrawati, & Susanto, 2015) rasa nyaman merupakan merupakan keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan ketentraman (kepuasan
yang dapat meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan yang telah
terpenuhi), dan transenden. Kenyamanan seharusnya dipandang secara holistic yang
mencakup empat aspek yaitu :
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh
b. Sosial, berhubungan dengan interpersonal, keluarga, dan sosial
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri seorang
yang meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti cahaya, bunyi, temperature, warna, dan unsur ilmiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman dapat diartikan perawat telah memberikan
kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
2.2.3 Pengertian Gangguan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan seseorang merasa kurang nyaman
dan sempurna dalam kondisi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya dan sosialnya
(Keliat dkk., 2015). Menurut (Keliat dkk., 2015) gangguan rasa nyaman
mempunyai batasan karakteristik yaitu: ansietas, berkeluh kesah, gangguan pola
tidur, gatal, gejala distress, gelisah, iritabilitas, ketidakmampuan untuk relasks,
kurang puas dengan keadaan, menangis, merasa dingin, merasa kurang senang
dengan situasi, merasa hangat, merasa lapar, merasa tidak nyaman, merintih, dam
takut. Gangguan rasa nyaman merupakan suatu gangguan dimana perasaan kurang
senang, kurang lega, dan kurang sempurna dalam dimensi fisik , psikospiritual,
lingkungan serta sosial pada diri yang biasanya mempunyai gejala dan tanda minor
mengeluh mual (PPNI, 2016).
2.2.4 Jenis Gangguan Rasa Nyaman
Menurut (Mardella, Ester, Riskiyah, & Mulyaningrum, 2013) Gangguan rasa
nyaman dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan keadaan seseorang mengeluh ketidaknyamanan dan
merasakan sensasi yang tidak nyaman, tidak menyenangkan selama 1 detik sampai
dengan kurang dari enam bulan.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah keadaan individu mengeluh tidak nyaman dengan
adanya sensasi nyeri yang dirasakan dalam kurun waktu yang lebih dari enam
bulan.
c. Mual Mual merupakan keadaan pada saat individu mengalami sensai
yang tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan, area epigastrium atau pada
seluruh bagian perut yang bisa saja menimbulkan muntah atau tidak.
2.2.5 Penyebab Gangguan Rasa Nyaman
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016) p
enyebab Gangguan Rasa Nyaman adalah:
a. Gejala penyakit.
b. Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
c. Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan). d. Kurangnya privasi.
e. Gangguan stimulasi lingkungan.
f. Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi dan kemoterapi).
g. Gangguan adaptasi kehamilan.

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan glaukoma
adalah:
a. Identitas / Data Biografi : Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat,
danketerangan lain mengenai identitas pasien. 
b. Riwayat penyakit sekarang : Merupakan penjelasan dari keluhan utama.
Misalnyayang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan
ketajaman penglihatan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat penyakit sistemik yang di
milikioleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, da
n penyakitmetabolic lainnya memicu resiko katarak.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Pada pengkajian klien dengan gangguan
mata(galukoma) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau
gangguansistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes
, sertariwayat terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
e. Pemeriksaan fisik
2.3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan
mual dan muntah.
Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil:
 Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian
pengontrolan nyeri
 Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
 Ekspresi wajah rileks
Intervensi:
a. Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
b. Kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesic
c. Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
d. Atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
e. Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan tio
f. Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
g. Berikan analgesik sesuai anjuran
2. Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan;
gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang
progresif.
Tujuan: Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
 Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
 Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa
kehilangan lebih lanjut.
Intervensi:
a. Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan.
Rasional: Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien
menghadapi kemungkinan/mengalami pengalaman kehilangan
penglihatan sebagian atau total.
b. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan
kehilangan penglihatan.
Rasional: Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan
intervensi.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan,
menikuti jadwal, tidak salah dosis.
Rasional: Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
d. Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang mengalami
keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot,
ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar
suram dan masalah penglihatan malam.
Rasional: Menurunkan bahaya keamanan b/d perubahan lapang
pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil thd sinar
lingkungan
e. Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
Rasional: Memisahkan badan siliar dr sclera untuk memudahkan
aliran keluar akueus humor.
3. Ansitas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
a. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun   sampai
tingkat  dapat diatasi.
b. Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
c. Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
 Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala
tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional: Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus insietas, dan dapat mempengaruhi
upaya medik untuk mengontrol TIO.
 Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional: Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan / harapan yang
akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan
contoh tentang pengobatan.
 Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.
Rasional: Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata,
mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.Identifikasi
sumber/orang yang menolong.
Rasional: Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat
mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
 Pasien menyatakan pemahaman kondisi,prognosis,
dan                    pengobatan.
 Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses
penyakit.
 Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan
tindakan.

Intervensi:

 Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,                       


 Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
Rasional: Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan
kesempatan pasien menunjukan kompetensi dan menanyakan
pertanyaan.
 Izinkan pasien mengulang tindakan.
 Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata.
Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan
pemakaian steroid topikal.
Rasional: Penyakit ini dapat di control dan mempertahankan
konsistensi program obat adalah control vital. Beberapa obat
menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial
kehilangan penglihatan tambahan
 Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan 
(penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak
teratur, dll).
Rasional: Dapat mempengaruhi rentang dari ketidak nyamanan
sampai ancaman kesehatan berat.
 Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
Rasional: Pola hidup tenang menurunkan respon emosi terhadap
stres, mencegah perubahan okuler yang mendorong iris kedepan,
yang dapat mencetuskan serangan akut.
 Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong,
menggunakan baju ketat dan sempit.
Rasional: Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan
akut.
 Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan  
berserat.
Rasional: Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari
konstipasi.
 Tekankan pemeriksaan rutin.
Rasional: Untuk mengawasi kemajuan penyakit dan memungkinkan
intervensi dini dan mencegah kehilangan penglihatan lanjut.

2.3.3 IMPLEMENTASI
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.4 EVALUASI
Perawat harus melaksanakan evaluasi dengan baik karena kesembuhan
pasien harus diutamakan. Dengan melaksanakan evaluasi yang baik diharapkan
perawat dapat mengidentifiasi hal-hal yang dianggap sudah berhasil atau belum
berhasil sehingga perawat dapat segera menentukan tindakan lebih lanjut.
Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAPIER dalam
melaksanakan evaluasi proses keperawatan. Format SOAPIER adalah sebagai
berikut:
1. S = Subjective data (Data Subjektif)
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri
oleh klien yang terkait dengan gangguan integritas kulit dan luka, misalnya
perasaan gatal, perasaan kulit, seperti terbakar dan keluhan perasaan tidak nyaman
di kulit.
2. O = Objective data (Data Objektif)
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis
keperawatan meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan, misalnya
ditemukaan adanya perubahan warna kulit, terdapat lesi dan tanda lain yang dapat
dilihat yang tidak sesuai dengan fisiologis kulit.
3. A = Assessment (Pengkajian)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
4. P = Planning (Perencanaan)
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan datang dari intervensi
tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
5. I = Intervention (Intervensi)
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
6. E = Evaluation (Evaluasi)
Merupakan analisis respons pasien terhadap intervensi yang diberikan.
7. R = Revised (Revisi)
Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respons pasien
terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi
atau modifikasi rencana asuhan keperawatan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn w 40thn dirawat di RS karena kehilangan penglihatan,sisi samping (perifer),
sakit kepala, penglihatan kabur, melihat pelangi bila melihat sumbar cahaya terang.
Pada pemeriksaan didpat pupil yang lebar dan iregular, edem perifer corne,
kongesti pembuluh darah episkleral dan konjungtiva, COA yang sempit.
Pemeriksaan tonometri TIO diatas 21 mmHg, diduga faktor utama yang berperan
dalam meningkatnya TIO, antara lain karena kecepatan produksi Aqueos humor
oleh badan silia, resitensi aliran aqueos humor melalui jaringan trabekular dan kanal
schlemna/ tekanan vena epislera. Dokter berkolaborasi dengan perawat dalam
pemberian tetes mata beta bloker(trimolol, betaxolol, cateolol, levobunolol,
metripranolol) yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam
mata dan TIO.
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas
      Nama : Tn.W
      Jenis kelamin  : Laki-laki
Umur  : 40 tahun
      Status perkawinan : Sudah Menikah
      Pendidikan : SMP
     Suku/Bangsa : Indonesia
      Alamat : Jln. Lawu I,Palangka Raya
      Pekerjaan : Petugas parkir
      Sumber informasi : Pasien
TMR : 11 Mei 2020
Diagnosa medis : Glukoma
3.1.2. Keluhan Utama : 
Penglihatan kabur
 3.1.3 Riwayat Keperawatan
3.1.3.1 Riwayat Penyakit Sekarang :
P  : Tn.W dibawa ke RS karena mengalami penglihatan kabur setelah
kemarin menglami benturan pada matanya saat bekerja. Tn.W juga
merasakan tidak dapat melihat di sisi samping, dan selalu melihat ada
pelangi saat melihat lampu yg terang. Setelah mengalami benturan, mata
Tn.W dikompres istrinya dengan air dingin. Q : penglihatan kabur dirasakan
setelah Tn.W mengalami benturan pada matanya.R : di daerah matanya.
S : penglihatan yang kabur dirasakan sangat mengganggu aktivitas
pekerjaan Tn.W, sampai-sampai beliau sering berpegangan saat berjalan
karena takut jatuh. T : penglihatan kabur lebih dirasakan saat siang hari dan
saat malam hari jika terkena sinar lampu.
 3.1.3.2. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Tn.W tidak pernah mengalami penyakit mata sebelumnya.
3.1.3.3 Riwayat Penyakit Keluarga :
  Menurut keterangan klien tidak ada keluarga yang mmiliki penyakit mata dan
DM serta HT.
3.1.4 Observasi dan Pemeriksaan Fisik
3.1.4.1 Keadaan Umum :
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos menthis, pasien tampak
kesakitan.Mata Tn.W terlihat masih memar,tampak lelah danmata terlihat
merah.
3.1.3.4.2 Status mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak
meringis, bentuk badan klien simetris, klien berbicara jelas, suasana hati klien
sedih, penampilan klien cukup rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan
malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui
dirinya sedang dirawat di rumah sakit, insigt klien baik, dan mekanisme
pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.4.3 Tanda-tanda Vital :
  S : 37 celcius (normal 36,5 – 37,5 celcius)
N : 80 x/menit ( 60 – 100 x/menit)
TD : 120/80mmHg (<=120-130, <=80 mmHg)
RR : 18 x/menit (16 – 20 x/menit)
3.1.3.5 Body System
3.1.3.5.1 B1 (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok,
klien tidak mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak terdapat
nyeri, tidak sesak nafas, type pernapasanan klien tampak menggunakan
perut, irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien vesikuler serta
tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.3.5.2 B2 (Blood)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami
clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi,
tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali
dalam 3 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 90 cm, ictus
cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami
peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami
kelainan.  Didapatkan tekanan darah yang normal (120/80 mmHg)
Nadi normal (Nadi 80 x/mnt)
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.5.3 B3 (Brain)
 Klien terlihat cemas ,kesadaran compos mentis dengan GCS 456,Pupil yang
melabar dan irregular,Edema epitel kornea,Congesti pemda episkleral &
konjungtiva,COA sempit,Pemeriksaan TIO > 21 mmHg,Saat dirangsang
cahaya yang terang pasien mengeluh melihat pelangi
Keluhan lain :
Masalah keperawatan :
3.1.3.5.4 B4 (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria,
tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan
cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.5.5 B5 (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak
ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB
2x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem tidak
konstipasi, tidak kembung, kembung, bising usus klien terdengar normal 15
x/hari, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan. Peristaltik
meningkat 25 x/mnt.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.5.6 B6 (Bone)
Tn. W. terlihat lelah kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak
ada parase, tidak ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi,
terdapat nyeri di bagian muka dan tangan kanan, tidak ada bengkak, tidak ada
kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba
simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas = 5 (normal) dan ektermitas bawah
= 5 (normal). Terdapat peradangan dan perlukakaan di bagian muka dan tangan
kanan, kaki kiri dan kaki kanan dan tidak ada patah tulang, serta tulang
belakang klien tampak teraba normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.6 Pemeriksaan penunjang
1.       Tonometri : Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan bola
mata normal berkisar antara 10-21 mmHg.
2.       Gonioskopi : Sudut bilik mata depan merupakan tempat penyaluran keluar
humor akueus. Dengan gonioskopi kita berusaha menilai keadaan sudut tersebut,
apakah terbuka, sempit atau tertutup ataukah terdapat abnormalitas pada sudut
tersebut.
3.       Penilaian diskus optikus : menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur
rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika
ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular
yang signifikan.
4.       Pemeriksaan lapang pandang : penting dilakukan untuk mendiagnosis dan
menindaklanjuti pasien glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang akan
berkurang karena peningkatan TIO akan merusakan papil saraf optikus.
ANALISA DATA
Analisa data 1
DATA ETIOLOGI PROBLEM
Ds : Trauma mata Gangguan
Tn.W mengatakan persepsi
penglihatannya kabur setelah Peningkatan Tekanan Intra sensori
mengalami benturan pada Okuli (TIO) (penglihatan)
matanya saat bekerja
Do : Penekanan bola mata oleh
-Mata Tn.W terlihat masih cairan aqueus
memar  
- Tn.W tampak lelah Tekanan pada syaraf optic
- Mata Tn.W terlihat retina
merah
-  Pupil yg melabar dn Kerusakan syaraf optic
irreguler dan retina
-  Edema epitel kornea
-  Congesti pemda Penipisan serat syaraf  dan
episkleral & konjungtiva inti bagian dalam retina
-    COA sempit
-    Saat dirangsang cahaya Atrofi discus opticus
yg terang pasien mengeluh  
melihat pelangi Hilangnya pandangan
        Pemeriksaan tonometry : perifer
TIO > 21 mmHg
Gangguan persepsi sensori
(penglihtan)

 Analisa data 2
Data Etiologi Masalah
Ds: TIO meningkat Cemas berhubungan
 Mengatakan takut ↓ dengan penurunan
dioperasi Gangguan saraf optik penglihatan/ kurang
 Sering ↓ pengetahuan tentang
menanyakan Perubahan penglihatan prosedur
tentang operasi perifer pembedahan

Cemas

Do:
 Klien tampak
gelisah.
 Wajah Klien
murung, sering
melamun

TTV :
        TD : 110/80 mmHg
        N  : 80x/menit
        S   : 38 C
        RR : 20x/menit
Analisa data 3
Data Etiologi Masalah
DS : Irreversible (kebutaan) Gangguan
Klien mengatakan rasa nyaman
penglihatan kabur, sakit Pembedahan nyeri
kepala dan seperti melihat
pelangi bila melihat cahaya Interupsi (insisi bedah)
yang terang.
DO : Nyeri
 keadaan Umum :
- Pupil melebar dan Gangguan rasa nyaman nyeri
terkadang irregular
- Edema epitel kornea
- Lemah, Lelah,
Pergerakan klien
berkurang
TTV :
        TD : 110/80 mmHg
        N  : 80x/menit
        S   : 38 C
        RR : 20x/menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan  gangguan
penerimaan sensori
2. Cemas berhubungan dengan penurunan penglihatan/ kurang pengetahuan
tentang prosedur pembedahan
3.   Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan interupsi / insisi bedah
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan  gangguan


penerimaan sensori ditandai dengan penglihatan kabur,mata terlihat merah
2. Cemas berhubungan dengan penurunan penglihatan/ kurang pengetahuan
tentang prosedur pembedahan kasar, yang ditandai dengan Tn. W tampak
Tampak gelisah, wajah murung, sering melamun,Mengatakan takut
dioperasi,Sering menanyakan tentang operasi. hasil pemeriksaan TTV = TD :
110/80 mmHg,N  : 80x/menit,S   : 38 C,RR : 20x/menit.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan interupsi / insisi bedah.
Ditandai dengan penglihatan kabur, sakit kepala dan seperti melihat pelangi
bila melihat cahaya yang terang, Pupil melebar dan terkadang irregular,Edema
epitel kornea.
D.      INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/tgl No. Diagnosa Intervensi Rasional

Senin,11 1.       Gangguan persepsi sensori 1. Kaji derajat / tipe kehilangan


     1. mengetahui harapan masa depan klien dan
Mei 2020 (penglihatan) b.d hilangnya pandangan penglihatan. pilihan intervensi
perifer sekunder dari peningkatan TIO > 2. Dorong klien untuk
      2. intervensi dini untuk mencegah kebutaan,
21 mmHg mengekspresikan perasaan tentangklien menghadapi kemungkinan / mengalami
Tujuan : kehilangan / kemungkinankehilangan penglihatan sebagian atau total. 
Dalam waktu 3x24 jam menunjukkan kehilangan penglihatan.        3. Dapat mempermudah pasien dlm
penggunaan penglihatan yang optimal  3. Lakukan tindakan untukberaktivitas.
   Kriteria hasil: membantu pasien untuk
      4.  Dapat mengurangi TIO dan mengontrol
Pasien berpartisipasi dalam program menangani keterbatasanTIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih
pengobatan  penglihatan, contoh,atur perabot,lanjut.
-          Pasien akan mempertahankan perbaiki sinar dan masalah5. Pasien dan keluarga mengetahui cara
lapang ketajaman penglihatan lebih penglihatan malam. pemberian obat tetes mata dan dapat
lanjut 4. Kolaborasi : melakukan secara mandiri.
-          Pemeriksaan TIO kembali normal
        Berikan obat tetes mata beta
antara 10-21 mmHg bloker misalnya timolol, betaxolol,
-          COA kembali luas cartexolol, levabunolol, metipranolol
- Pupil normal jika diberi rangsang5. Berikan obat tetes yang sudah
cahaya akan mengecil. dikolaborasi dengan dokter,dan
- Dan klien tidak melihat pelangi lagiajarkan pasien dan keluarga untuk
saat dirangsang cahaya terang melakukan tindakan pemberian obat
mata tetes sendiri.
Selasa,12       Cemas berhubungan dengan 1.  Kaji tingkat ansitas, derajat 1. Rasional: Faktor ini mempengaruhi
mei 2020 penurunan penglihatan/ kurang pengalaman nyeri/timbul nya persepsi pasien terhadap ancaman diri,
pengetahuan tentang prosedur gejala tiba-tiba dan pengetahuan potensial siklus insietas, dan dapat
pembedahan kasar, yang ditandai kondisi saat ini. mempengaruhi upaya medik untuk
dengan Tn. W tampak Tampak gelisah, 2. Berikan informasi yang akurat mengontrol TIO.
wajah murung, sering dan jujur. 2.Menurunkan kecemasan dan
melamun,Mengatakan takut 3. Dorong pasien untuk mengakui meningkatkan pengetahuan pasien tentang
dioperasi,Sering menanyakan tentang masalah dan mengekspresikan penyakitnya.
operasi perasaan. 3. Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan /
Tujuan : 4. Berikan kesempatan pasien harapan yang akan datang dan memberikan
Menghilangkan kecemasan klien  menerima situasi nyata, dasar fakta untuk membuat pilihan tentang
Kriteria Hasil : mengklarifikasi salah konsepsi pengobatan.
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam dan pemecahan 4. Memberikan keyakinan bahwa pasien
kecemasan pasien berkurang. masalah.Identifikasi tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
sumber/orang yang menolong.
 1. Kaji tingkat nyeri. 1. Mengetahui tingkat nyeri untuk
Pantau derajat nyeri mata setiap 30memudahkan intervensi selanjutnya.
menit selama fase akut. 2.  2. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau
 Gangguan rasa nyaman nyeri     2. Siapkan pasien untukpenyimpangan dari hasil yang diharapkan
Tujuan : pembedahan sesuai peranan. 3.  3. Setelah TIO terkontrol pada glaucoma sudut
Nyeri hilang atau berkurang     3.   Pertahankan tirah baring ketatterbuka, pembedahan harus dilakukan untuk
Kriteria Hasil : pada posisi semi fowler secara permanen menghilangkan blok pupil.
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam
   4. Berikan lingkungan gelap dan
4.  4. Tekanan pada mata ditingkatkan bila tubuh
pasien mengatakan nyerinya berkurang. terang. datar stress dan sinar menimbulkan TIO yang
mecetuskan nyeri.

E.       IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
HARI/TGL DIAGNOSA Waktu Implementasi TTD
Senin,11 Gangguan persepsi 00.07 WIB 1.       Mengkaji derajat / tipe kehilangan Yuni Elia Kartika
mei 2020 sensori (penglihatan) penglihatan 
b.d hilangnya 2.       Mendorong klien untuk
pandangan perifer mengekspresikan perasaan tentang
sekunder dr kehilangan / kemungkinan kehilangan
peningkatan TIO > 21 penglihatan
mmHg 3.       Melakukan tindakan untuk
membantu pasien untuk menangani
keterbatasan penglihatan, contoh,
mengatur perabot, perbaiki sinar dan
masalah penglihatan malam.
4.       Memberikan obat tetes mata : beta
bloker (timolol) dan menganjarkan pasien
dan keluarga cara pemberin obat tetes
mata.
Selasa,12 Cemas berhubungan  1.  Kaji tingkat ansitas, derajat Yuni Elia Kartika
mei 2020 dengan penurunan pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-
penglihatan/ kurang tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
pengetahuan tentang 2. Berikan informasi tentang prosedur
prosedur pembedahan pembedahan dengan akurat dan jujur.
kasar, yang ditandai
3. Dorong pasien untuk mengakui
dengan Tn. W tampak
masalah dan mengekspresikan
Tampak gelisah, wajah
perasaan.
murung, sering
4. Berikan kesempatan pasien
melamun,Mengatakan
menerima situasi nyata, mengklarifikasi
takut dioperasi,Sering
salah konsepsi dan pemecahan masalah.
menanyakan tentang
Identifikasi sumber/orang yang
operasi.
menolong  

1. Mengkaji tingkat nyeri


Gangguan rasa nyaman
2. Memantau derajat nyeri mata
nyeri
setiap 30 menit selama fase akut.
3. Menyiapkan pasien untuk
pembedahan sesuai peranan.
4. Mempertahankan tirah baring
ketat pada posisi semi fowler
5. Memberikan  lingkungan gelap
dan terang.

  EVALUASI KEPERAWATAN
HARI/TGL DIAGNOSA Evaluasi TTD
Rabu, 13 Gangguan persepsiS : Tn.W mengatakan penglihatan sudah tidak Yuni Elia
mei 2020 sensori (penglihatan) b.dkabur lagi Kartika
hilangnya pandanganO :
perifer sekunder dr - Pemeriksaan tonometry TIO 15
peningkatan TIO > 21 mmHg.
mmHg - Visus/ ketajaman 6/6.
- COA kembali luas
- Pupil mengecil saat diberi cahaya
        Dan klien tdk melihat pelangi lagi saat
dirangsang cahaya terang
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi, pertahankan hasil
Rabu, 13 Cemas berhubunganS : Tn. W. mengatakan sudah tidak takut lagi di Yuni Elia
mei 2020 dengan penurunanoperasi Kartika
penglihatan/ kurangO : Tn. W tampak terlihat senang dan
pengetahuan tentangbersemangat
prosedur pembedahanA : Masalah teratasi
kasar, yang ditandaiP : Hentikan Intervensi
dengan Tn. W tampak
Tampak gelisah, wajah
murung, sering
melamun,Mengatakan
takut dioperasi,Sering
menanyakan tentang
operasi.

Gangguan rasa nyamanS  :  - klien mengatakan


nyeri nyeri  berkurang dan klien mengatakan tidak
menahan nyeri lagi.
O  : 
- klien tampak sehat
- wajah klien tampak lebih rileks
-  keadaan umum klien kembali normal
A  :  Masalah teratasi
P  :  Hentikan intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu penyakit mata dimana meningkatnya tekanan intra
okuler baik akut atau kronis, sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut ( Sidarta Ilyas, 2003) :
1.      Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu
timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang
sempit pada kedua mata.
2.      Glaukoma Sekunder
Adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau trauma didalam
bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut /peningkatan volume cairan dari
dalam mata .
3.      Glaukoma Kongenital
Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap
kelainan mata sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi klinik biasanya adanya
pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi.
4.     Glaukoma absolute
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan luka glukoma hendaknya dengan hati-hati,
cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan mempercepat
proses penyembuhan.
Perawat perlu mengetahui tanda gejala adanya nyeri, perawat harus mampu
mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan
bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung adanya
proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan diperlukan
pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang penyakit, penyebab nyeri,
pencegahan, dan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA

Luckman&Sorensen.1980.Medical-Surgical Nursing a Psychophysiologic


Approach.United States of America: W.B. Sunders Company (1986-1990)

Anonim.2009.Kumpulan artikel tentang glaukoma.Available from :


http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/08/14/kumpulan-artikel-
tentang-glaukoma/ (di akses 10 oktober 2010)

Barbara,dkk.1999.Medical-Surgical Nursing.United States of America:


Lippincott(642-645)

Anonim.2007.World Glaucoma Day(hal 1-2).Available from http :


www.mazdabalikpapan.com/asuhan-keperawatan-pada-penyakit-mata-
glukoma.html (diakses 7 oktober 2010)

Anonim.2008.Askep Glaukoma(hal 2).Available from


http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/glaukoma-2 (diakses 09 oktober
2010  )

Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC

Ilyas, sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata.


Edisi 3. Jakarta:Balai Pustaka.

Ilyas, sidarta. 2004. Masalah kesehatan mata anda dalam pertanyaan-


pertanyaan. Edisi 2. Jakarta : FKUI

Hartono. 2007. Oftalmoskopidasar dan klinis. Yogyakarta : Pustaka Cendekia

Ilyas, sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai