DI SUSUN OLEH :
Armeliati
2018.c.10a.0959
Pembimbing Akademik
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Juga Asuhan Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan
dan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosaOtitis Media Kronis pada
sistem pendengaran” Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan I.
4. Rimba Aprianti., S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang
Pendengaran
5. Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah
memberikan izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan
ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurnaq . Oleh karena itu,
saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-
mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapar bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 1 Oktober 2020
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit Otitis Media Kronis.......................................................4
2.1.1 Definisi Otitis Media Kronis..............................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi..............................................................................4
2.1.3 Etiologi Otitis Media Kronis..............................................................9
2.1.4 Klasifikasi Otitis Media Kronis.......................................................10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..................................................................11
2.16 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)............................................14
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis....................................................................17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................24
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..................................................................24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................30
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................31
2.2.4 Implementasi Keperawatan..............................................................33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................33
BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................34
3.1 Pengkajian...............................................................................................34
3.2 Diagnosa..................................................................................................35
3.3 Intervensi.................................................................................................36
3.4 Implementasi...........................................................................................38
3.5 Evaluasi...................................................................................................38
BAB 4PENUTUP..................................................................................................42
4.1 Kesimpulan..............................................................................................42
4.2 Saran........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan akut atau kronis yang dimana seluruh
pericilium telinga tengah. Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa
menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di
sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2010, 76). Otitis
Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2011). Otitis
Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Brunner & Suddarth. 2017.).
1
2
1.4Manfaat Penulisan
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral,
dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang
melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga
dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang
lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi
bunyi sebesar 3500Hz..( Ari, Elizabeth. 2017).
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar
(meatus akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian
telinga ini berfungsi untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau
gelombang bunyi sehingga menyebabkan bergetarnya membran tympani. Meatus
akustikus eksternus terbentang dari telinga luar sampai membrane tympani.
Meatus akustikus eksternus tampak sebagai saluran yang sedikit sempit dengan
dinding yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh tulang rawan elastis
dan sisanya dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit
dengan sejumlah rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang
telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin
tubuler yang berkelok-kelok yang mennnghasilkan zat lemak setengah padat
berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen
berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi. Pada ujung dalam meatus
akustikus eksternus terbentang membrane tympani. Dia diliputi oleh lapisan luar
epidermis yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh epitel selapis
kubus. Antara dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas
serabut-serabut kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas
membran atas tympani tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk
membran shrapnell.
Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang
temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang
martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling
berhubungan melalui persendian . Tangkai maleus melekat pada permukaan
dalam membran tympani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan
inkus. Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan
membran pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra
ovalis (tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat
tingkap bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut
membran tympani sekunder. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng
yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum
yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada
maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara . maleus, inkus, dan
stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri limfe mirip dengan cairan
serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-
lembaran jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin
membranosa sendiri tersusun terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh
jaringan-jaringan ikat. Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu
vestibula, kokhlea (rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran
setengah lingkaran). Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di
belakang kokhlea dan di depan kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan
dengan telinga tengah melalui fenesta ovalis (fenestra vestibule). Vestibule bagian
membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu sakulus dan utikulus. Pada sakulus
dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut makula akustika, sebagai
indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel
reseptor dalam organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel
penunjang. Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung
butir-butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan
posisi kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan
menyampaikan impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear
yang terdapat pada bagian dasar sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls
saraf tersebut ke pusat keseimbangan di otak.
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di
bawah usia 15 tahun
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemu kan di klinik, yaitu :
2.1.3.1 Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis mediayang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
11
Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
Kanal telinga sempit
Infeksi telinga tengah
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral
pada orang dewasa.
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke
otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan
tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah
hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis pada vena
kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
13
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang
terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak
kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat
terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan
adanya kehilangan pendengaran konduktif.
terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada
keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaranpatologi ini
disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan
jaringan,serta pembentukan jaringan parut Selama fase aktif, epitel mukosa
mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang
mengeksresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret
persisten yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses
pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase,menyebabkan penyakit
menjadi persisten.Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamus masuk ke telinga tengah,
kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan mengisi telinga tengah dan antrum
mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan kuman pathogen dan bakteri pembusuk.
Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaian
tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim osteolitik atau kolagenase yang
dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses
penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofik dua
lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada
periode infeksi aktif.
16
WOC OTITIS MEDIA KRONIS Infeksi sekunder (ISPA) Trauma, Benda Asing
Bakteri Streptococcus,
Otitis media kronik adalah
Hemophylus Influenza
Ruptur Gendang Telinga radang kronik telinga tengah
dengan perforasi membran timpani
Invasi Bakteri dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,
Infeksi telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul.
(kavum timpani, tuba eustachius)
Kesulitan/sakit Proses peradangan Peningkatan produksi Tekanan udara pd Pengobatan tdk Kurangnya
menelan dan tuntas Informasi
mengunyah cairan serosa telinga tengah (-) Episode berulang
Nyeri
Akumulasi cairan Retraksi membran
Infeksi berlanjut dpt
Resiko pemenuhan kebuth Kurang pengetahuan
sampai ke telinga
nutrisi kurang dari mukus dan serosa timpani
dalam
kebutuhan Ruptur membran Hantaran suara / udara yg
diterima menurun Merusak tulang krn
Tjd erosi pd kanalis
timpani krn desakan Tinitus semisirkularis
Penurunan fungsi adanya epitel
Sekret keluar dan pendengaran
berbau tidak enak Tuli konduktif ringan skuamosa di dlm
Pening / vertigo
(otorrhoe) Kesimb. Tbh menurun
Tindakan operasi dgn
Gangguan persepsi mastoidektomi
sensori pendengaran Resiko terjadi injuri /
Ganggun Body trauma
Image
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Perikondritis
Radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau
radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan
kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan
yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya perikondritis
terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang
general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di antara
perikondrium dan tulang rawan dibawahnya
2.1.7.2 Selulitis
Peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi
umum, biasanya dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari
luka terbuka, seperti luka tekanan, atau mungkin terkait dengan trauma kulit.
Hal ini paling sering terjadi pada ekstremitas, terutama kaki bagian bawah.
2.1.7.3 Gendang telinga robek.
2.1.7.4 Gangguan pendengaran hingga gangguan pendengaran secara permanen.
2.1.7.5 Perkembangan bicara dan pertumbuhan terhambat.
2.1.7.6 Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga (mastoiditis) sampai ke
selaput otak (meningitis).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita otitis media kronis adalah :
2.1.8.1 Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai
dengan penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.
Penanda tulang dan reflek cahaya mungkin kabur.
2.1.8.2 Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop fotoshop pneumatic lebih lanjut
membantu mendiagnosis otitis media. Dengan menekan balon berisi udara
yang dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam
19
telinga luar. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas
membrane timpani akan berkurang.
2.1.8.3 Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde kecil
pada telinga luar dan pengukuran gerakan membrane timpani
(gendangtelinga)
setelah adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi
mobilotas membrane timpani.
2.1.8.4 Pemeriksaan audiologi memperlihatkan deficit pendengaran, yang merupakan
indikasi penimbunan cairan (infeksi atau alergi).
2.1.9 Penatalaksanaan MedisPenderita Otitis Media kronis
Pentalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang
meliputi cara-cara seperti berikut ini
2.1.9.1 Pencegahan
2.1.9.2 Penyuluhan
2.1.9.3 Pemberian obat topikal
2.1.9.4. Pemberian obat antibiotik oral
2.1.9.5. Konsultasi secara teratur
2.1.9.6 Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
2.1.9.7Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan
golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
2.1.9.8 Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih
utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
2.1.9.9Stadium resolusi
20
2.3.2.3 Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan penyakit otitis media.
(D.0086 Hal.192)
2) Lakukan aseptik
2.3.3.2 Dx. II
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam pendengaran
baik atau normal
2. Kriteria Hasil :
1) Pasien nampak senang
2) Pasien nampak rileks
3) Pendengaran baik ataunormal
3.Intervensi :
1) Kaji tingkat kerusakan pendengaran
2) Berikan cara komunikasi yang jelas
3) Lakukan pemeriksaan telinga
23
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
23
25
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: Klien
: Meninggal dunia
: Tinggal serumah
: Ikatan Keluarga
( Tidak ada) atau yang lainnya. Suhu kulit klien hangat, warna kulit klien normal,
turgor kulit cukup, tekstur kasar, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tekstur
rambut baik, distribusi rambut lurus dan merata , bentuk kuku simetris, kuku klien
tampak pendek.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.11 Sistem Pengindraan
Mata dan penglihatan, fungsi penglihatan klien baik, bola mata dapat bergerak
secara normal, visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, scklera normal/putih,
konjunctiva merah muda, kornea bening klien tidak menggunakan alat bantu
penglihatan, tidak ada nyeri, keluhan lain tidak ada. Fungsi pendengaran klien kurang
baik, hasil pemeriksaan garputala di dapatkan aurikula sinistra rinne (-) ,aurikula
dekstra rinne (+), Schwabach ( memanjang ) ,weber dari aurikula lateralisasi
cenderung ke sisi kanan, fungsi hidung/penciuman, simetris, tidak ada lesi dan nyeri
tekan sinus.
Keluhan lain :Klien tidak mampu mendengarkan perkataan perawat dengan
jelas
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Pendengaran
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
Klien memiliki tinggi badan 160 Cm, berat badan sekarang 55 kg , berat
badan sebelum sakit 56 Kg, mual muntah tidak ada, kesukaran menelan tidak ada,
tidak ada keluhan lainnya.
IMT = BB : TBxTB
IMT = 55 : 160x 160 = 21,4 ( Berat badan ideal)
3.1.5 Sosial-Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan keluarga,perawat,dan dokter.
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Bahasa sehari-hari yang digunakan klien dan keluarga berupa bahasa
Indonesia dan jawa .
3.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.4 Hubungan Dengan Teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan dengan petugas kesehatan baik
3.1.5.5 Orang Berarti/ Terdekat
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Tidur dan mengobrol kepada keluarga
3.1.5.7 Kegiatan Beribadah
Saat sehat klien rutin mengikuti ibadah, Selama klien sakit hanya bisa berdoa
di tempat tidur
32
Armeliati
NIM: 2018.C.10a.0959
34
ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN
MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS :
Pasien mengatakan telinga kanan
keluar cairan berwarna kekuning-kuningan
DO:
Terlihat ada cairan warna kekuning-
kuningan pada telinga kanan
Hasil TTV: Masuknya
TD: 130/90 mmHg mikroorganisme
N:88X/M
RR:20x/m Lubang telinga
S: 37O C tengah
Leukocyte15,1/ul ( Meningkat adanya
leukositosis yang menandakan infeksi Menimbulkan
Infeksi
bakteri) ( Batas Normal Leukocyte 4.5- peradangan
11.0 10^3/uL )
Timbul otore,
Hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan secara terus
menerus
cairan cairan berwarna kekuning-
kuningandan juga perforasi membrane Infeksi
DS : Gangguan telinga
Pasien mengatakan pendengarannya dalam
berkurang
DO: Perawatan diri
Pasien nampak berulang kali tanya jika yang salah
DitanyaTampak wajah pasien Gangguan
memperhatikan jika ditanya persepsi
Radang pada
Hasil TTV: sensori
telinga
1. TD: 130/90 mmHg pendengaran
N:88X/M Penurunan syaraf
RR:20x/m pendengaran
S: 37 C
Hasil pemeriksaan Penala : Gangguan fungsi
35
menanyakan
masalah yang di
hadapi
36
PRIORITAS MASALAH
Nama Pasien : Tn A
Ruang Rawat : -
Gangguan Persepsi sensori Setelah dilakukantindakan 1. Ukur ttv pasien 1. Mengetahui tingkat
pendengaran berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam, 2. Ukur tingkat kerusakan kerusakan pendengaran
pendengaran
hantaran suara / udara yang di diharapkan sesak berkurang atau 2. Memudahkan pasien
3. Berikan cara komunikasi yang
terima berkurang hilang. jelas memahami dalam
Kriteria hasil : 4. Lakukan pemeriksaan telinga mendengar
5. Kolaborasi dalam pemasangan
1) Pasien nampak senang 3. Untuk menilai keadaan
alat bantu telinga
2) Pasien nampak rileks dalam lubang dan gendang
telinga.
3) Pendengaran baik atau
4. Memudahkan pasien untuk
normal mendengar
38
Defisit pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pengetahuan 1. Mempermudah dalam
klien tentang penyakitnya memberikan penjelasan
terpaparnya informasi ditandai keperawatan selama 1x7 jam
2. Jelaskan tentang penyakit, pada klien
dengan menanyakan masalah yang diharapkan pengetahuan klien identifikasi penyebab, dan 2. Meningkatkan pengetahuan
jelaskan kondisi tentang klien dan mengurangi
di hadapi ,menunjukan persepsi bertambah dengan kriteria hasil :
klien. cemas.
yang keliru terhadap masalah. 1. Klien mengetahui penyakitnya 3. Jelaskan tentang program 3. Mempermudahkan untuk
pengobatan alternatif melakukan intervensi
( D0111.Hal 246 ) 2. Klien mengetahui cara
4. Tanyakan kembali keperawatan
pengobatan penyakitnya pengetahuan klien tentang 4. Untuk mengetahui tingkat
penyakitnya dan cara pengetahuan klien tentang
pengobatannya penyakitnya
39
supinasi/semi fowler .
5. Irigasi telinga sudah di lakukan
6. Pemberian antibiotik pada
pasien yaitu Amoxcilinc
3x1 mg per Oral
A : Masalah infeksi teratasi
sebagian
P : Intervensi dipertahankan :
Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik
Dx 2 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi tingkat
Jam : 10.00 Wib pendengaran masih terganggu
kerusakan pendengaran
O:
3. Berikan cara komunikasi
Hasil TTV:
Armeliati
yang jelas
TD: 130/90 mmHg
4. Melakukan pemeriksaan N:88X/M
telinga RR:20x/m
S: 37 C
5. Berkolaborasi dalam Hasil Identifikasi tingkat
pemasangan alat bantu kerusakan telinga:
Nampakadanya otore pada
telinga telinga kanan dan kiri,
terdapat sobekan kecil pada
gendang telinga dan
41
CACATAN PERKEMBANGAN
supinasi/semi fowler .
Irigasi telinga sudah di lakukan
Pemberian antibiotik pada pasien
yaitu Amoxcilinc 3x1 mg per Oral
A : Masalah infeksi teratasi
sebagian
P : Intervensi dipertahankan :
Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
Sabtu, 19 September 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi tingkat
Pukul 02 :00 wib pendengaran masih terganggu
kerusakan pendengaran
O:
3. Berikan cara komunikasi
Hasil TTV:
Armeliati
yang jelas
TD: 130/90 mmHg
4. Melakukan pemeriksaan N:88X/M
telinga RR:20x/m
S: 37 C
5. Berkolaborasi dalam Hasil Identifikasi tingkat
pemasangan alat bantu kerusakan telinga:
Nampakadanya otore pada
telinga telinga kanan dan kiri,
terdapat sobekan kecil pada
gendang telinga dan
adanya cairan warna
44
kekuning-kuningan
Memberikan cara berkomunikasi
yang baik dan jelas kepada pasien
sudah di lakukan.
A : Masalah gangguan persepsi
pendengaran teratasi sebagian
P : Intervensi dipertahankan
- Lakukan pemeriksaan
telinga
Bantu dalam komunikasi dengan
orang lain
Sabtu, 19 September 2020 1. Mengidentifikasi S : Klien mengatakan sudah mulai
Pukul 02 :30 wib pengetahuan klien mengetahui tentang penyakitnya.
tentang penyakitnya O:
2. Menjelaskan tentang Hasil identifikasi pengetahuan
Armeliati
penyakit, identifikasi pasien mengenai penyakit yang di
penyebab, dan jelaskan derita
kondisi tentang klien. Klien memahami tentang
3. Menjelaskan tentang penyakit yang diderita
program pengobatan Klien tampak mengetahui
alternatif cara pengobatan
4. Menanyakan kembali Klien tampak bisa
pengetahuan klien mengulang penjelasan
tentang penyakitnya dan A : Masalah teratasi
cara pengobatannya P : Intervensi dihentikan
45
46
BAB 4
PENUTUP
4.1.1 Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat
penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
(Roger watson, 2017. 102).
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang lebih satu
bulan. Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga
tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang
pada gendang telinga.
4.1.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk menambah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis Otitis Media Kronis dan sebagai acuan atau referensi untuk mahasiswa
dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa dalam membuat
asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Otitis Media Kronispada masa
mendatang.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya khususnyapada sistem
pendengaran,laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media Kronisdan meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media
Kronis.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Ari, Elizabeth. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL.,
M.Kes.Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 2017. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2010. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa
:Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2015.Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9. Jakarta, EGC.
47
48
A. Topik
Pendidikan Kesehatan Otitis Media Kronis
B. Sasaran
1. Program
Setelah di lakukan penyuluhan pada keluarga maupun pasien di harapkan
keluarga maupun pasien dapat mengetahui dan dapat memahami tentang apa
itu Otitis Media Kronis
2. Penyuluhan
Pendidikan kesehatan pada keluarga pasien dan juga pasien mengenai Otitis
Media Kronis
C. Tujuan
1 TujuanUmum
Adapun tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien mengenai
Otitis Media Kronis
2 TujuanKhusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien maupun
keluarga memahami apa yang sudah di jelaskan oleh penyaji.
D. Materi
Adapun garis besar materi dalam pendidikan kesehatan adalah;
1. Pengertian Otitis Media Kronis
2. Penyebab Otitis Media Kronis
3. Tanda dan Gejala Otitis Media Kronis
4. Komplikasi Otitis Media Kronis
5. Penanganan Otitis Media Kronis
E. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan
tentang Otitis Media Kronis pada pasien dan juga keluarga :
49
1 Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan
petunjukpetunjuk sementara ada audiens yang bertindak sebagai
pendengar.
2 Tanyajawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun
sebaliknya.
3 Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses ataukegiatan.
F. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan pada
penderita Otitis Media Kronis ini meliputi:
1 Leaflet
G. WaktuPelaksanaan
1 Hari/Tanggal : Kamis, 01 oktober 2020
2 Pukul : 10.30 S/dSelesai
3 AlokasiWaktu : 30menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1. Menjawabsalam
1. Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkansalam dan
2. Menjelaskan tujuan dari memperhatikan
penyuluhan 2 menit
3. Menyebutkan materi yang
akandiberikan
4. Kontrak waktupenyampaian
50
materi.
2 Pelaksanaan :
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Otitis Media
Kronis Mendengar,
2. Penyebab Otitis Media Kronis memperhatikan
3. Tanda dan Gejala Otitis 20 menit
Media Kronis
4. Komplikasi Otitis Media
Kronis
5. Penanganan Otitis Media
Kronis
3 Evaluasi :
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
memmbantu kembali peserta 6 menit Tanya Jawab
untuk mengulang materi berupa
warna yang telahdisampaikan.
5 Terminasi : 1. Mendengarkan
1. Mengucapkan terimakasih atas 2. Menjawabsalam
perhatianpeserta 2 menit
2. Mengucapkan salampenutup
51
H. TugasPengorganisasian
1 Moderator : Armeliati
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan
atau pendiskusianmasalah.
Tugas :
1. Membuka acarapenyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggotakelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akandisampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktupresentasi
5. Mengatur jalannyadiskusi
2 Penyaji : Armeliati
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materipenyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telahdisampaikan
3. Mengucapkan salampenutup
3 Fasilitator : Armeliati
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat
rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannyakegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai denganakhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikankonsumsi
4 Simulator : Armeliati
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
52
5 Dokumentator : Armeliati
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan
yang berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai
arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan
pendidikankesehatan.
6 Notulen :Armeliati
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir
acara.Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
I. DenahPelaksanaan
Setting Tempat :
Keterangan :
: Kamera
1
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Berikut adalah beberapa dari Faktor Resiko Otitis Media :
Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
Kanal telinga sempit
Infeksi telinga tengah
LITERATUR REVIEW
Otitis media supuratif kronis (OMSK) didefinisikan sebagai infeksi kronis pada
telinga tengah yang prosesnya sudah lebih dari 2 bulan (Soepardi et al., 2007). Otitis
media supuratif kronis (OMSK) ditandai dengan adanya perforasi pada membran
timpani dan keluarnya cairan secara terus menerus atau hilang timbul dari liang telinga
(Ahmed et al., 2016). OMSK dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab
OMSK dapat bersifat aerob (misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
S.aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, spesies Klebsiella) atau anaerob
(misalnya Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium) (Acuin,2004).
Terdapat beberapa laporan terjadinya infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob.
Bakteri yang sering ditemukan pada OMSK adalah P. aeruginosa, S. aureus, S.
pyogenes, K.pneumoniae, H.influenzae, Bacteroides dan Proteus sp. (Edward &
Novianti, 2015). OMSK adalah penyakit berbahaya yang dapat berisiko mengalami
komplikasi yang mungkin mengancam jiwa dalam beberapa kasus, khususnya jika tidak
ditangani dengan baik (Modak et al., 2005). OMSK merupakan penyakit THT yang
paling banyak di negara sedang berkembang sedangkan di negara maju seperti Inggris
sekitar 0,9% dan di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju
prevalensi OMSK berkisar antara 1-46% (Kementrian Kesehatan, 2006). Di negara
berkembang seperti Indonesia, angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi karena beberapa
hal misalnya sanitasi yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan
penduduk, serta masih ada pengertian masyarakat yang salah terhadap penyakit ini
sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas (Soepardi et al., 2007). Oleh karena
tingginya angka kejadian OMSK,diperlukan
terapi yang tepat untuk mengatasi OMSK di Indonesia. Kombinasi antibiotik topikal
dan sistemik merupakan terapi terbaik dalam tatalaksana OMSK. Antibiotik topikal
golongan kuinolon banyak direkomendasikan karena lebih efektif dibandingkan dengan
golongan aminoglikosida dan tidak mempunyai efek samping ototoksik. Sedangkan
untuk antibiotik sistemik banyak disarankan amoksisilin/Klavulanat sebagai pilihan
pertama dan golongan kuinolon sebagai obat pilihan kedua pada pasien OMSK (Farida
et al., 2016).
METODE
Metode menggunakan studi literatur dari berbagai jurnal penelitian nasional.
Metode ini digunakan dengan tujuan menambah pemahaman tentang topik yang dibahas
dengan cara meringkas topik pembahasan. Metode ini memberikan informasi fakta atau
analisis baru dari tinjauan literatur yang relevan kemudian membandingkan hasil
tersebut dalam artikel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gejala klinis dan terjadinya
komplikasi Otitis media supuratif kronis (OMSK) tergantung dengan tipe bakteri
penyebabnya. Proliferasi bakteri di telinga tengah menyebabkan proses inflamasi kronis
dan kelembaban yang tinggi. Pola infeksi bakteri di telinga tengah adalah proses
translokasi bakteri dari liang telinga dan nasofaring. Pada penelitian didapatkan bakteri
yang diisolasi dari telinga tengah sama dengan bakteri pada liang telinga. Pada pasien
OMSK ditemukan adanya bakteri aerob atau anaerob, dan beberapa laporan terjadi
infeksi campuran (Edward & Novianti, 2015). Pada penelitian yang dilakukan di
Poliklinik THT RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2012, dari seluruh sampel didapatkan
bakteri penyebab terbanyak secara berturut-turut adalah Proteus sp., Staphylococcus
aureus, Pseudomonas aureginosa, Streptococcus sp. dan Klebsiella sp. (Hafizah et al.,
2013). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya,
dimana pada beberapa tidak ditemukan atau ditemukan dalam jumlah sedikit Proteus sp.
sebagai salah satu penyebab terbanyak OMSK. Pada penelitian yang dilakukan di RSUP
H. Adam Malik Medan tahun 2013 didapatkan pola kuman pada penderita OMSK
didapatkan Pseudomonas aeruginosa paling sering ditemukan dari hasil kultur. Pada
isolasi dari otitis media kronis, kuman aerobik dan anaerobik terlibat pada sebagian
kasus. Kuman aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa,
Streptococcus aureus dan basil gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus Sp., dan
Klebsiella sp. Kuman anaerobik seperti Bacteroides Sp. dan Fusobakterium Sp. (Asroel
et al., 2010). Pada tahun yang sama di tempat yang sama juga dilakukan penelitian oleh
Dewi NP dan Zahara D (2013), dari swab telinga didapatkan penyebab OMSK yang
paling banyak adalah Pseudomonas aeruginosa yaitu sebesar 34.8% (Dewi & Zahara,
2013). Penelitian yang dilakukan di Poli THT RSUD Privinsi NTB tahun 2016 juga
didapatkan hasil yang sama, yaitu ditemukan bakteri terbanyak dari golongan
Pseudomonas aeruginosa dengan persentase 38%. Disusul dengan bakteri
Staphylococus aureus dengan persentase 29% dan urutan ketiga adalah bakteri Proteus
mirabilis dengan persentase 21% (Wahida et al.,2016).
Selain Pseudomonas sp., Staphylococcus sp. ditemukan pada beberapa penelitian
sebagai penyebab terbanyak otitis media supuratif kronik (OMSK). Penelitian yang
dilakukan oleh Rumimpunu A., Kountul C., dan Buntuan V. pada tahun 2013 di RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Manado yang didapatkan dari 20 sampel pasien yang
memeriksakan diri ke Poliklinik THT-KL ditemukan 18 sampel yang menunjukkan
pertumbuhan bakteri dan 2 sampel tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri. Bakteri
yang ditemukan terdiridari
Staphylococcus aureus 20%, Enterobacter Aerogenes 15%, Staphylococcus
Epidermitis 25%, Proteus vulgaris 10%, Citrobacter diversus 5%, Alcaligenes
faecalis 10%, dan Pseudomonas aeruginosa 5% (Rumimpunu, 2014). Sejalan
dengan penelitian terbaru yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2019, ditemukan bakteri penyebab Otitis Media Supuratif Kronis yang
terbanyak adalah Staphylococcus sp sebesar 37,73% dan Pseudomonas sp. sebesar
26,41% (Sasmita et al., 2020). Namun sedikit berbeda pada hasil penelitian yang
dilakukan pada tahun 2015 di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, didapati
hasil Staphylococcus sp (20 %) yang menempati urutan kedua penyebab terbanyak
OMSK dan didapatkan Streptococcus sp (35%) sebagai penyebab terbanyak
OMSK di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (Mamonto et al., 2015). Oleh
karena tingginya angka kejadian OMSK, diperlukan terapi yang tepat untuk
mengatasi OMSK di Indonesia. Kombinasi antibiotik topikal dan sistemik
merupakan terapi terbaik dalam tatalaksana OMSK (Farida et al., 2016).
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Munaf &
Chaidir, 1994). Namun, dalam penggunaannya perlu hati-hati karena pemakaian
antibiotik tanpa didukung hasil pemeriksaan kultur sensitivitas mikroorganisme,
tidak teratur, dan dosis obat yang kurang tepat akan memberikan derajat resistensi
yang semakin meningkat terhadap antibiotik (Soepardi et al., 2007). Oleh karena
itu, penggunaan antibiotik sebagai terapi OMSK perlu didukung hasil pemeriksaan
kultur sensitivitas mikroorganisme untuk efektivitas terapi.
Pada penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT RSUD Ulin Banjarmasin
tahun 2012, pada hasil uji sensitivitas didapatkan Siprofloksasin berada pada
urutan pertama antibiotik yang paling sensitif dengan persentase 100%,
Gentamisin berada pada urutan kedua dengan sensitivitas sebesar 98,2 %, dan
Kloramfenikol berada diposisi ketiga dengan persentase 81,9% (Hafizah et al.,
2013). Penelitian serupa dilakukan oleh Rumimpunu A., Kountul C., dan Buntuan
V. pada tahun yang sama di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado dengan hasil
yang sama yaitu menunjukkan bahwa Siprofloksasin peka pada hampir semua
bakteri yang terdapat pada sampel. Antibiotika Seftriakson dan Amoksisilin peka
terhadap Staphylococcus aureus, Enterobacter aerogenes, Staphylococcus
epidermitis, Proteus vulgaris, dan citrobacter diversus. Kemudian antibiotika
Klindamisin peka terhadap Alcaligenes faecalis (50%), sedangkan antibiotika
Eritromisin resistensi terhadap bakteri pada otitis media (Rumimpunu, 2014). Uji
sensitivitas untuk Pseudomonas sp dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2019 didapatkan hasil yang berbeda. Amoksisilin, Kloramfenikol,
Eritromisin memberikan resistensi yang tertinggi (100%) terhadap Pseudomonas
sp (Sasmita et al.,2020).
Pada penelitian yang dilakukan di Poli THT RSUD Privinsi NTB tahun 2016,
didapatkan penurunan sensitivitas Siprofloksasin dibandingkan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, Siprofloksasin sensitif terhadap
61,76% bakteri penyebab OMSK dengan angka resistensi 20,59% dari total
bakteri terisolasi dan intermediet 17,65%. Untuk bakteri terbanyak yakni
Pseudomonas aeruginosa angka sensitifitas mencapai 46,15%, intermediet
23,08%, dan yang resisten 30,77%. Angka sensitifitas yang ditunjukkan oleh
antibiotik klindamisin terhadap bakteri penyebab OMSK sebesar 14,70%,
intermediet 5,9%, dan resisten 79,40%. Sedangkan untuk kuman terbanyak yakni
Pseudomonas aeruginosa angka resistensi mencapai 100% (Wahida et al., 2016).
Pengujian sensitivitas beberapa jenis antibiotik yang berbeda dengan penelitian-
penelitian lain terhadap Pseudomonas aeruginosa dilakukan oleh Dewi NP dan
Zahara D di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013. Didapatkan
sensitivitasimipenem(100%), piperasilin (100%), meropenem (94%), amikacin
(89%), colistin (87%),tobramycin (87%), piperacillin-tazobactam (86%), cefepime
(72%), dan ceftazidim (72%) (Dewi & Zahara, 2013). Pengujian tingkat
sensitivitas Pseudomonas sp terhadap Meropenem juga dilakukan di RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2019. Ditemukan tingkat sensitivitas Pseudomonas sp
yang tinggi terhadap Meropenem yaitu 92,85% (Sasmita et al., 2020).
SIMPULAN DAN SARAN
Bakteri penyebab otitis media supuratif kronik (OMSK) terbanyak adalah
Pseudomonas sp dan Staphylococcus sp. Proteus sp pernah ditemukan sebagai
penyebab terbanyak OMSK pada tahun 2012, namun hanya sekali ditemukan lagi
pada tahun-tahun berikutnya. Antibiotik yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap
bakteri penyebab OMSK adalah Siprofloksasin pada hampir semua bakteri dan
meropenem untuk Pseudomonas sp. Walaupun sensitivitas Siprofloksasin terus
menurun tiap tahunnya, namun masih dapat dikatakan bahwa Siprofloksasin
sensitif dengan sensitivitas sebesar 61,76% pada tahun 2016. Amoksisilin yang
sebelumnya sensitif terhadap beberapa bakteri penyebab OMSK, sekarang
didapatkan bahwa Amoksisilin memiliki resistensi yang tinggi.
Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden yang
lebih banyak dan wilayah yang lebih luas di Indonesia mengenai bakteri penyebab
OMSK dan kepekaannya terhadap antibiotik. Karena banyaknya kesalahan dalam
penggunaan antibiotik yang menyebabkan beberapa antibiotik mengalami
penurunan sensitivitas dan sampai menjadi resisten, maka disarankan untuk
dilakukan pengujian sensitivitas antibiotik secara berkala.
DAFTAR RUJUKAN
Acuin, J. (2004). Chronic suppurative otitis media. Clinical Evidence, 12, 710–729.
Ahmed, Z., Khan, T. Z., & Rahim, D. U. (2016). Otogenic complications of otitis
media : experience at tertiary care hospital Received : Accepted : Pak
Surg, 32(1), 49–53.
Asroel, H. A., Siregar, D. R., & Aboet, A. (2010). Profil of Patient with Chronic
Suppurative Otitis Media. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(17),
567–571.
Dewi, N. P., & Zahara, D. (2013). Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif
Kronik ( OMSK ) di RSUP H . Adam Malik Medan Characteristic of
Chronic Suppurative Otitis Media at H . Adam Malik Hospital Medan. E-
Journal FK USU, 1(2), 1–6.
Edward, Y., & Novianti, D. (2015). Biofilm Pada Otitis Media Supuratif Kronik.
Jambi Medical Journal, 3(1), 68–78.
Farida, Y., Sapto, H., Oktaria, D., Kedokteran, F., Lampung, U., Tht, B., Sakit, R.,
& Lampung,
A. M. (2016). Hanggoro dan Dwita |TatalaksanaTerkini Otitis Media
SupuratifKronis (OMSK) J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember.
6.
Hafizah, H., Qamariah, N., & Budiarti, L. Y. (2013). Perbandingan Sensitivitas
Bakteri Aerob Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna
Aktif Tahun 2008 Dan 2012. Berkala Kedokteran Unlam, 9(1),75–83.
Kesehatan, K. (2006). KEPMENKES_879_2006.pdf.
Mamonto, N. D., Porotu’o, J., & Waworuntu, O. (2015). Pola Bakteri Aerob Pada
Pasien Dengan Diagnosis Otitis Media Supuratif Akut Di Poliklinik Tht-
Kl Rsup. Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Jurnal E-Biomedik,
3(1), 6–10.
https://doi.org/10.35790/ebm.3.1.2015.6844
Modak, V. B., Chavan, V. R., Borade, V. R., Kotnis, D. P., & Jaiswal, S. J. (2005).
Intracranial
complications of otitis media: In retrospect. Indian Journal of
Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 57(2), 130–135.
https://doi.org/10.1007/BF02907667
Munaf, S., & Chaidir, J. (1994). Obat Antimikroba. EGC.
Rumimpunu, A. (2014). Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap
Antibiotika Pada Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Desember 2012 – Januari 2013.
Jurnal E-Biomedik, 2(1). https://doi.org/10.35790/ebm.2.1.2014.3860
Sasmita, B., Yaswir, R., & Lillah, L. (2020). Identifikasi Bakteri dan Sensitivitas
Terhadap Antibiotik Pada Otitis Media Supuratif Kronis Di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 22–
26.https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1104
Soepardi, E., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Wahida, N., Kadriyan, H., & Aini, S. R. (2016). Perbedaan sensitivitas bakteri
penyebab otitis media supuratif kronik terhadap antibiotik siprofloksasin
dan klindamisin di poli THT RSUD Provinsi NTB. Jurnal Kedokteran,
5(2),1–6.
LEMBAR KONSULTASI