Anda di halaman 1dari 27

Nama : Virgo Mandala Putra

NIM : 2019.C.11a.1033
Prodi : S1 Keperatan Tingkat IIA
Mata Kuliah : Keperawatan Maternitas II
Dosen : Angga Arsesiana, SST.,M.Keb.

A. PERSALINAN BERESIKO
1. Distosia
a. Pengertian
Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki
karakteristikkemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat
umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada
presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria primer.
CPD(cephalopelvic disproportion)adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang
besar,atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap penyempitan diameter panggul yang
mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit
bisa terjadi pada pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya
kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet,outlet dan
midlet,diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan
dengan evaluasi ukuran kepala janin.Panggul sempit disebut-sebut sebagai salah satu kendala
dalam melahirkan secara normal karena menyebabkan obstructed laboryang insidensinya adalah
1-3% dari persalinan.
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat
berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi
intrapartum,ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula
vesikovaginalis,atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan
tulang panggul.Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal,dan
perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os
parietalis.
Persalinan distosia adalah persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena terjadi
penyimpangan dari konsep eutosia 3P (power,passage,passenger).(manuaba,1998). Menurut
rustam mochtar,1998 adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Secara harfiah diartikan
sebagai persalinan sulit yang ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat (Al-
fathdry,2002).
b. klasifikasi
1) distosia karena kelainan presentasi
malpersentasi adalah semua persentasi janin selain vertex sementara malposisi adalah posisi
kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referens,masalah ;janin
yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama.
Kelainan letak, persentasi atau posisi
a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Yaitu persalinan persentasi belakang kepala
b) Presentasi puncak kepala
Bila defleksinya ringan sehingga UUB merupakan bagian terendah
c) Presentasi Muka
Dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada
punggung.
d) Presentasi Dahi
Kedudukan kepala berada antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi
merupakan bagian terendah
e) Letak sungsang
Janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah
kavum uteri
f) Letak lintang
Sumbu memanjang janin menyilang, sumbu memanjang ibu tegak lurus atau mendekati
90 derajat
g) Presentasi Ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul dijumpai tangan,
lengan atau kaki, atau keadaan di samping bokong janin dijumpai tangan
2) Distosia Kelainan Tenaga dan / His
a) Inersia uteri atau Hypotonic uterine countraction.
Kontraksi uterus lebih lemah, singkat dan jarang daripada normal. Keadaan umum
biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa.
b) His terlampau kuat atau Hypertonic uterine contraction (tetania uteri)
His yang terlalu kuat dan sering menyebabkan persalinan berlangsung singkat tanpa
relaksasi rahim. Hal ini dapat membahayakan bagi ibu karena terjadinya perlukaan luas
pada jalan lahir (dapat menyebabkan ruptura uteri) sedangkan bayi bisa mengalami
perdarahan dalam tengkorak karena mendapat tekanan kuat dalam waktu singkat.
c) Aksi uterus inkoordinasi atau uncoordinate hypertonic uterine contraction.
Sifat his yang tidak berubah dimana tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara
kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin.
3) Distosia karena alat kandungan dan jalan lahir
Meliputi alat kelamin luardan dalam,adapun yang bisa mempengaruhi kemajuan
persalinan dapat dijabarkan sebagi berikut :
a) Pada vulva
 edema ditemukan pada persalinan lama yang disebabkan pasien dibiarkan mengedan
terus,jarang mempengaruhi kelangsungan persalinan.
 Stenosis pada vulva yang diakibatkan oleh radang dapat sembuh dan meninggalkan
jaringan perut sehingga mengalami kesulitan pada kala pengeluaran sehingga
diperlukan episiotomy yang cukup luas.
 Tumor dalam bentuk neoplasma.
b) Pada vagina
 Septum vagina yang tidak lengkap menyebabkan kadang-kadang menahan turunnya
kepala janin sehingga harus dipotong dahulu.
 Stenosis vagina yang tetap kaku menyebabkan halangan untuk lahirnya janin perlu
dipertimbangkan seksio sesaria
 Tumor vagina menyebabkan rintangan persalinan pervaginam,beresiko kelancaran
persalinan pervaginam.
c) Pada uterus
 Posisi anterversio uteri (posisi uterus ke depan)pada kala 1 pembukaan kurang lancar
sehingga tenaga his salah arah,ajurkan ibu untuk tidur pada posisi terlentang.
 Kelainan uterus seperti uterus sub septus dan uterus arkuatus yang menyebabkan
terjadinya letak lintang dan tidak bisa dikoreksi.biasanya jalannya partus kurang lancar
dan his kurang lancar yang menyebabkan fungsi uterus kurang baik.
d) Kelainan pada ovarium
 Kista ovarium,jika tempatnya di daerah fundus maka persalinan dapat berlangsung
normal
 Jika kedudukan kista di pelvis minor,maka dapat menganggu persalinan dan persalinan
diakhiri dengan seksio saesaria.
4) Distosia karena kelainan janin
Klasifikasi :
 Distosia kepala : hydrosefalus (kepala besar,hygromonas koli / tumor leher)
 Distosia bahu : bahu janin lebar seperti anak kingkong
 Distosia perut : hydro post fetalis,asites,akardiakus
 Distosia bokong : meningokel,spina bifida dan tumor pada bokong janin
 Kembar siam (double monster)
 Monster lainnya.
a) Pertumbuhan janin yang berlebihan (janin besar )
Dikenal dengan makrosomia,atau giant baby adalah bayi dengan berat badan diatas 4
kilogram.
b) hydrosefalus
adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam pentrikel
otak,sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura- sutura dan ubun-
ubun.cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya antara 500-1500 ml,akan tetapi
kadang-kadang dapat mencapai 5 liter.hydrosefalus seringkali disertai kelainan bawaan
lain seperti misalnya spinabifida.
c) Anencefalus
Suatu kelainan congenital dimana tulang tengkorak hanya terbentuk dari bagian basal
dari os frontalis,os parietalis,dan os oksipitali,os orbita sempit hingga Nampak
penonjolan bola mata.
d) Kembar siam
Terjadi pada janin kembar ,melekat dengan penyatuan janin secara lateral.pada banyak
kasus biasanya terjadi persalinan premature.apabila terjadi kemacetan dapat dilakukan
tindakan vaginal dengan merusak janin atau melakukan section saesaria.
e) Gawat janin
Terjadi bila janin tidak menerima cukup oksigen,sehingga mengalami hipoksia .
5) Distosia karena kelainan panggul
Jenis kelainan panggul (Caldwell moloy) :
 Panggul ginekoid
 Panggul anthropoid
 Panggul android
 Panggul platipeloid
Perubahan panggul menurut munro kerr
 Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intruretin
 Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul dan atau sendi
 Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
 Perubahan bentuk karena penyakit kaki
Perubahan bentuk Karena kelainan pertumbuhan intrauretin
 Panggul naegele
 Panggul Robert
 Split pelvis
 Panggul asimilasi
Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul dan atau sendi :
 Rakitis
 Osteoplasma
 Neoplasma
 Fraktur
 Atrofi
 Penyakit sendi
c. Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh :

1) Distosia karena kelainan presentasi


malpersentasi adalah semua persentasi janin selain vertex sementara malposisi adalah posisi
kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referens,masalah ;janin
yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama
2) Distosia karena kelainan posisi janin
a) letak sunsang disebabkan oleh prematuritas karena bentuk rahim relative kurang
lonjong,air ketuban masih banyak dan kepala relative besar,hidramion anak mudah
bergerak,plasenta previa Karena mengahalangi turunnya kepala kedalam pintu atas
panggul,bentuk rahim yang abnormal,kelainan bentuk kepala seperti amemsefalus dan
hidrosefalus (obsteri patologi;134)
b) letak lintang disebabkan oleh fiksasi kepala tidak ada indikasi
CPD,hidrosefalus,ansefalus,plasenta previa,dan tumor pelvis ,janin mudah bergerak
karena hidramion,multiparitas,pertumbuhan janin terhambat, atau janin
mati,gemeli,kelainan uterus,lumbar skoliosis,monster, pelvic kidney,dan kandung kemih
serta rectum penuh.
3) Distosia karena kelainan tenaga/ His
Disebabkan oleh sering dijumpai pada primigravida tua dan inersia uteri sering dijumpai
pada multi gravid,factor herediter,emosi dan kekuatan ,salah pimpinan persalinan pada kala
II atau salah pemberian obat seperti oksitosin dan obat penenang.
4) Distosia karena kelainan alat kandungan dan jalan lahir
Berkaitan dengan variasi ukuran dan tulang pelvis ibu atau keabnormalan saluran reproduksi
yang dapat mengganggu dorongan atau pengeluaran janin
5) Distosia karena kelainan janin
1. Bayi besar
a) Diabetes mellitus
DM mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar dengan berat lahir mencapai 4000-
5000 gram atau lebih
b) Keturunan
Seorang ibu gemuk berisiko 4 sampai 12 kali untuk melahirkan bayi besar
c) Multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya
Bila bumil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia sebelumnya,maka ia berisiko
5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan makrosomia dibandingkan wanita
yang belum pernah melahirkan bayi makrosomia karena umumnya berat seorang
bayi yang akan lahirv berikitnya bertambah sekitar 80-120 gr.
2. Hydrosefalus
Terjadi penyumbatan aliran cairan serebrospinal pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikeldan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid.
3. Anensefalus
Disebabkan factor mekanik,factor infeksi,factor obat,factor umur ibu,factor hormonal.
4. Kembar siam
Terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna.karena
terjadinya pemisahan yang lambat,maka pemisah anak tidak sempurna dan terjadi kembar
siam (UNPAD 1998).
5. Gawat janin
a) Infusiensi uteruplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus plasenta dalam waktu
singkat) berupa : aktivitas uterus,yang berlebihan,dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin,hipotensi ibu,kompresi venakava,posisi terlentang,perdarahan
ibu,solusio plasenta,plasenta previa.
b) Infusiensi uteruplasenter kronik (kurang aliran darah uterus plasenta dalam waktu
lama) berupa penyakit hipertensi,
c) Diabetes melliltus
Pada ibu penderita DM maka kemungkinan pada bayi akan mengalami hipoglikemia
karena pada ibu yg diabetes mengalami toleransi glukosa terganggu,dan dan
seringkali disertai hipoksia.
d) Isoimunisasi rh,postmaturnitas atau dismaturnitas,kompresi (penekanan)tali pusat.
d. Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar
merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri
dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan
menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya +10 mmHg Incoordinate uterin
action yaitu sifat his yang berubah. Tonus otot uterus meningkat juga di luar his dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-
bagiannya Tidak adanya koordinasi antara kontraksi atas, tengah dan bawah menyebabkan tidak
efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama
bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga disebut sebagai
incoordinate hipertonic uterin contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban
yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga
terjadi penyempitan kavum uterin pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau
lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak
dapat diketahui degan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga
tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
e. manifestasi klinis
 Dapat dilihat dan diraba,perut terasa membesar kesamping
 Pergerakan janin pada bagian kiri lebih dominan
 Nyeri hebat dan janin sulit untuk dikeluarkan
 Terjadi distensi berlebihan pada uterus
 Dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak berlawanan dengan letak dada,
teraba bagian – bagian kecil janin dan denyut jantung janin terdengar lebih jelas pada dada.
f. komplikasi
Distosia yang tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan komplikasi antara lain :
a) Pada ibu akan terjadi ruptur jalan lahir akibat his yang kuat sementara kemajuan janin
dalam jalan lahir tertahan dan juga dapat mengakibatkan terjadinya fistula karena nekrosis
pada jalan lahir
b) Pada janin distosia akan berakibat kematian karena janin mengalami hipoksia dan
perdarahan
g. Penatalaksanaan
a) Fase laten yang memanjang : Selama ketuban masih utuh dan passage serta passanger
normal,pasien dengan fase laten memanjang sering mendapat manfaat dari hidrasi dan
istirahat terapeutik. Apabila dianggap perlu untuk tidur,morfin(15 mg) dapat memberikan
tidur 6-8 jam. Apabila pasien terbangun dari persalinan,diagnosa persalinan palsu dapat
ditinjau kembali,berupa perangsangan dengan oksitosin.
b) protraksi: Dapat ditangani dengan penuh harapan,sejauh persalinan mau dan tidak ada
bukti disproporsi sevalopelvik,mal presentasi atau fetal distress. Pemberian oksitosin sering
bermanfaat pada pasien dengan suatu kontrakti hipotonik.
c) Kelainan penghentian: Apabila terdapat disproporsi sevalopelvik dianjurkan untuk
dilakukan seksio sesarea.perangsangan oksitosin hanya dianjurkan sejauh pelviks memadai
untuk dilalui janin dan tidak ada tanda-tanda fetal distress
h. Pemeriksaan Diagnostik
 Tes Prenatal : Untuk memastikan penyulit persalinan seperti : janin besar, malpresentasi
 Pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi dan posisi janin
 Pengambilan sample kulit kepala janin : mendeteksi atau mencegah asidosis

2. Premature
a. Pengertian
Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20–37
minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir.Persalinan prematur adalah persalinan kurang
bulan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu dengan berat janin kurang 2500 gram.
Persalinan premature menurut World Health Organization (WHO) didefinisikan persalinan
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat janin kurang dari 2500 gram.
Persalinan prematur adalah kejadian kontraksi uterus secara teratur yang menyebabkan
penipisan atau dilatasi serviks sebelum kehamilan berusia lengkap 37 minggu.
b. Faktor Resiko
Secara teoritis faktor risiko prematur dibagi menjadi 4 faktor, yaitu faktor iatrogenik,
faktor maternal, faktor janin, dan faktor perilaku. Faktor iatrogenik merupakan faktor dari
kesehatan medis. Faktor maternal meliputi riwayat prematur sebelumnya, umur ibu, paritas ibu,
plasenta previa, kelainan serviks, hidramnion, infeksi intra-amnion, hipertensi dan trauma.
Faktor janin meliputi kehamilan kembar, janin mati, dan cacat bawaan. Faktor perilaku meliputi
ibu yang merokok dan minum alkohol
1) Faktor Iatrogenik
Perkembangan teknologi dan etika kedokteran, menempatkan janin sebagai individu yang
mempunyai hak atas kehidupannya. Apabila kelanjutan kehamilan dapat membahayakan
janin, maka janin harus dipindahkan ke lingkungan luar yang lebih baik dari rahim ibu, bila
ibu terancam oleh kehamilannya, maka kehamilan harus di akhiri. Mengakhiri kehamilan
karena indikasi medis merupakan pertimbangan awal dalam pertolongan persalinan yang
tidak dapat dihindari, sehingga untuk mempertahankan kehamilan tidak dapat dilakukan
karena memberikan dampak yang buruk baik terhadap keselamatan ibu maupun janin.
Mengakhiri kehamilan adalah langkah terbaik yang bisa dilakukan secara persalinan normal
maupun tindakan operatif seksio sesaria.
Mengakhiri kehamilan bukan hanya karena indikasi medis yang menambah prevalensi
terjadinya persalinan prematur, tetapi kejadian persalinan prematur dengan selaput ketuban
utuh atau ketuban pecah. Prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan
menambah daftar meningkatnya angka persalinan prematur.
2) Faktor Maternal
a) Usia Ibu
Secara fisik dan mental usia yang paling baik untuk hamil berkisar antara 20 – 35 tahun
karena pada usia tersebut secara biologis memiliki alat reproduksi wanita yang berkembang
dan berfungsi secara maksimal dan merupakan puncak kesuburan, begitu juga faktor
kejiwaan sudah lebih matang sehingga tidak mempengaruhi berbagai faktor penyulit ketika
hamil seperti keguguran, perdarahan bahkan kematian.
Salah satu resiko terjadinya persalinan prematur adalah faktor usia yaitu terjadi pada ibu
hamil berusia muda atau tua, antara usia kurang dari 18 tahun atau diatas 40 tahun. Dimana
pada usia terlalu muda hal yang paling penting adalah faktor gizi dan kesiapan mental yang
kurang siap dalam menjalani proses kehamilan, sehingga menimbulkan strees bahkan
depresi yang berakibat buruk terhadap kesehatan dan berpengaruh terhadap kehamilan.
Kecenderungan kelahiran prematur dari ibu yang melahirkan pada umur kurang dari 20
lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur di atas 20 tahun.
Kecenderungan melahirkan prematur sedikit menurun untuk ibu yang melahirkan pada usia
20–34 tahun. Penjelasan yang mungkin dari hasil ini adalah bahwa seiring dengan
peningkatan umur wanita ketika melahirkan membuat wanita sudah semakin matang dan
memiliki pemahaman lebih besar tentang kehamilan sehingga kecenderungan kejadian
kelahiran prematur akan semakin rendah.
b) Riwayat Kelahiran Prematur
Salah satu faktor utama terjadinya persalinan prematur adalah memiliki riwayat kelahiran
prematur. yang pernah mengalami dan memiliki kehamilan prematur sebelumnya rentan
untuk melahirkan secara prematur kembali, demikian juga memiliki riwayat aborsi atau
keguguran sebelumnya rentan terjadi persalinan prematur.
Wanita yang mengalami kelahiran prematur pada kehamilan terdahulu memiliki risiko 20
sampai 40 persen untuk terulang kembali. Wanita yang melahirkan anak pertama prematur,
meningkat tiga kali lipat dibanding dengan wanita yang bayi pertamanya lahir cukup bulan.
c) Riwayat Abortus
Kejadian abortus mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya
penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang
dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) . Dinding rahim merupakan tempat melekatnya
plasenta, salah satu fungsi plasenta adalah tempat elekatnya hormon – hormon ( khususnya
korionik gonadotropin, esterogen dan progresteron) dan jika plasenta tidak bekerja dengan
baik, maka pembuatan hormon akan terganggu. Dan jika kadar progresteron menurun akan
memicu kontraksi.
d) Paritas
Persalinan prematur lebih banyak terjadi pada ibu dengan paritas tinggi (lebih dari 5 kali).
Ibu bersalin dengan paritas tinggi mengalami kehamilan dan persalinan berulang kali
sehingga pada sistem reproduksi terdapat penurunan fungsi dan akan meningkat menjadi
risiko tinggi apabila ibu dengan paritas lebih dari 5 kali melahirkan.
Proporsi ibu bersalin yang mengalami persalinan prematur dengan paritas berisiko lebih
tinggi dibandingkan dengan proporsi bersalin normal dengan paritas berisiko. Paritas
berisiko akan berdampak pada resiko komplikasi baik pada masa kehamilan ataupun
persalinan, salah satunya adalah persalinan prematur.
e) Trauma
Trauma, inkompetensi servik, sosial ekonomi, stress, gaya hidup dengan merokok dan
infeksi saluran kemih maupun infeksi vaginosis bacterial memberikan andil penyebab
terjadinya persalinan prematur. Riwayat yang mengalami jatuh, terpukul pada perut atau
riwayat pembedahan seperti seksio sesarea sebelumnya. Melakukan hubungan seksual dapat
terjadi trauma karena menimbulkan rangsangan pada uterus sehingga terjadi kontraksi dan
sperma yang yang mengandung hormon prostaglandin merupakan hormon yang dapat
merangsang kontraksi uterus.
Hubungan signifikan antara terjadi persalinan berat badan lahir rendah dengan persalinan
prematur pada wanita yang mengalami cidera akibat kekerasan fisik.
f) Infeksi.
Vaginosis bakterial dimana pada kondisi ini flora normal yaitu dominan kuman
lactobacillus yang memproduksi hydrogen peroksida digantikan kuman anaerob dikaitkan
dengan persalinan prematur dan ketuban pecah dini.
PPROM ( preterm, prelabour rupture of membranes) terjadi pada lebih sepertiga
persalinan prematur. sebagian besar wanita yang mengalami kondisi ini akan melahirkan
dalam 1 minggu. PPROM sering dikaitkan dengan infeksi maternal. Saluran kemih juga
merupakan penyebab persalinan prematur, hal ini disebabkan karena peningkatan hormon
progesterone sehingga ureter mengalami dilatasi sehingga timbuknya refluks air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter.
Infeksi korioamnionitis diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban pecah
dini dan persalinan prematur. Perjalanan infeksi ini diawali dengan pengeluaran produk
aktivasi fofolipase-A2 yang melepas bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin,
sehingga asam arakhidonat bebas meningkat untuk sekresi prostaglandin. Endotoksin dalam
air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin
yang dapat menginisiasi persalinan.
g) Kesenjangan Ras dan Etnik
Kesenjangan ras yang tidak tergantung pada faktor risiko medis dan sosial ekonomi,
bahwa wanita kulit hitam memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur berulang dengan
menyiratkan bahwa adanya faktor intrinsik pada populasi ini.
Di USA terdapat perbedaan kejadian prematuritas pada berbagai ras. perbedaan ini
berlangsung sekitar 2 dekade, dan tidak berubah. Penyebabnya dikaitkan dengan perbedaan
rasian, stres, gaya hidup, kebiasaaan ibu, infeksi dan genetik.
h) Pekerjaan
Jam kerja yang panjang dan kerja fisik yang berat berhubungan dengan peningkatan
terjadinya persalinan prematur. melakukan penelitian mengenai aktivitas fisik berhubungan
dengan persalinan prematur telah membuahkan hasil yang bertentangan.
Beban kerja yang berat dapat meningkatkan hormon prostaglandin, dengan peningkatan
inilah 6 yang dapat memicu terjadinya persalinan lebih dini. Ibu hamil yang bekerja
memiliki pekerjaan dengan sistem shift, jam kerja lebih lama>7 jam/hari atau >49
jam/minggu, bekerja di pabrik dengan waktu istirahat rata-rata 1 jam dan kegiatan seperti
mengangkat atau mendorong 10 barang akan menyebabkan persalinan preterm.
i) Jarak Kehamilan
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan kepada para ibu untuk mengatur
jarak antara kehamilannya antara 2 hingga 5 tahun. Karena diharapakan tubuh seorang ibu
diberikan kesempatan untuk mengembalikan organ reproduksi seperti semula dan
kesempatan ibu untuk dapat memberikan ASI secara optimal, Apabila seorang ibu hamil dan
masih menyusui bayinya dimana tubuh akan melepaskan hormon oksitosin sehingga dapat
memicu kontraksi uterus. Bila kehamilan kurang dari 37 minggu akan terjadi persalinan
prematur. Jarak kehamilan yang lebih pendek dari 18 bulan dan lebih panjang 59 bulan
dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.
j) Inkompetensi Servik
Kondisi dimana servik tidak mampu untuk mempertahankan kehamilan hingga waktu
kelahiran tiba karena efek fungsional servik, ditandai dengan terbukannya servik tanpa
disertai rasa nyeri dan berakhir dengan pecahnya ketuban saat kehamilan prematur sehingga
meningkatkan terjadinya persalinan prematur.
3) Faktor Janin
a) Kehamilan Kembar
Persalinan pada kehamilan kembar besar kemungkinan terjadi masalah seperti resusitasi
neonatus, persalinan prematur, perdarahan partum, malpresentasi kembar ke dua, atau
perlunya tindakan seksio sesaria.Menurut Norwitz dan Schorge (2008), persalinan pada
kehamilan kembar meningkat sesuai bertambahnya jumlah janin yaitu lama kehamilan rata-
rata adalah 40 minggu pada kehamilan tunggal, 37 minggu pada kehamilan kembar dua, 33
minggu pada kehamilan kembar tiga, 29 minggu pada kehamilan kembar empat.
b) Janin Mati dalam Rahim (IUFD)
Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya 500
gr atau lebih dalam usia kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih.
c) Kelainan Kongenital
Menurut Dollan dkk (2007), setelah mengendalikan faktor pengganggu, kehamilan
dengan janin mengalami kecacatan berkaitan erat dengan kelahiran prematur.
Terdapat empat teori mekanisme persalinan prematur mengancam yaitu aktivasi poros
hypothalamus-pituitary-ovari (HPO) maternal, fetal, inflamasi atau infeksi, perdarahan
desidua atau thrombosis dan distensi uterus patologis. Menurut Goldenberg dkk, persalinan
prematur mengancam mengaitkan dengan ketidak seimbangan pengeluaran hormon
progesteron dan oksitosin serta aktivasi desidua. Teori pengeluaran hormon progesteron
dimana semakin mendekati proses persalinan sumbu adrenal janin menjadi lebih sensitif
terhadap hormon andrenal kortikotropik sehingga meningkatkan sekresi kortisol, kortisol
janin tersebut akan merangsang aktivasi 17-α-hidroksilase plasenta sehingga mengurangi
sekresi progesteron dan meningkatkan hormon estrogen, ketidakseimbangan hormon
tersebut menyebabkan keluarnya hormon prostaglandin yang memicu serangkaian proses
persalinan.
Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan prematur mengancam. Lesi plasenta
dilaporkan 34% dari wanita dengan persalinan prematur mengancam di karakteristikan
sebagai kegagalan dari tranformasi fisiologi dari arteri spiralis, atherosis, dan thrombosis
arteri ibu dan janin. Diperkirakan adanya berhubungan lesivaskuler dengan persalinan
premature mengancam karena iskemi uteroplasenta. Trombin protease diperkirakan
memainkan peran utama memunculkan kontraksi dari vaskuler, intestinal, dan otot halus
miometrium serta otot polos longitudinal miometrium.
Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan
prematur masih belum jelas, namun diketahui peregangan rahim akan menginduksi ekspresi
protein gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein
lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin. Faktor psikologis
seperti depresi, cemas dan stres kronik telah di laporkan terkait dengan kelahiran prematur
ialah neuroendokrin yang menyebabkan aktifasi prematur aksis HPA (hypothalamic-
pituitaryadrenal). Proses ini di mediasi oleh corticotrophinreleasing hormone (CRH) dan
dehydroepiandrosteron synthase (DHEA-S) melalui aktivasi aksis HPA janin dan
menstimulasi plasenta untuk mensintesis estriol dan prostaglandin sehingga menimbulkan
persalinan prematur mengancam.
4) Gaya Hidup
a) Merokok
Merokok, pertambahan berat badan yang tidak adekuat dan penggunaan narkoba
berperan penting pada insiden terjadinya persalinan prematur. Faktor psikologis seperti
depresi, cemas dan stres kronik telah di laporkan terkait dengan kelahiran prematur.
Risiko persalinan prematur pada perokok meningkat sebanyak 1,2 kali. Demikian juga
wanita hamil yang merokok pasif (suaminya perokok atau bekerja di lingkungan perokok)
akan mengalami sulit tidur, tidur kurang nyenyak dan rasa sulit bernafas dibandingkan ibu
hamil yang tidak terpapar asap rokok. Akibat merokok aktif selama masa kehamilan tidak
jauh berbeda dengan merokok pasif selama kehamilan.
b) Alkohol dan obat-obatan
Pemakaian alkohol semasa kehamilan mempunyai hubungan erat dengan pertumbuhan
janin dan cacat janin, demikian juga dengan kejadian prematuritas. Marijuana dan kokain
merupakan obat-obatan yang banyak diteliti dan dihubungkan dengan kejadian prematuritas.
Pemakai kokain mempunyai kemungkinan prematuritas 2 kali lebih tinggi. Ibu hamil
pemakai NAZA biasanya juga peminum alkohol, yang sering mempunyai masalah lain
seperti infeksi atau nutrisi yang buruk.
c. Diagnosa Persalinan Premature
Menegakkan diagnosa persalinan prematur terlalu cepat atau lambat mempunyai risiko
meningkatkan mobiditas dan mortalitas neonatus. Tanda utama dari persalinan prematur adalah
adanya kontraksi, kontraksi ini harus dibedakah antara kontraksi sebenarnya atau palsu,
kontraksi yang sebenarnya selalu disertai dengan adanya pembukaan dan penipisan serviks, dan
terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu.
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan adanya persalinan prematur mengancam,
Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar- benar merupakan proses
persalinan prematur, beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosa persalinan prematur
adalah:
a) Kontrakasi yang berulang sedikitnya 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam 10 menit
b) Andanya nyeri pada punggung sebelah bawah
c) Perdarahan bercak
d) Perasaan menekan pada daerah serviks
e) Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 c
f) Penipisan 50 – 80 %
g) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
h) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan (kontraksi) atau
sebaliknya
i) Terjadi pada usia kehamilan 22 - < 37 minggu.
Cara utama untuk mengurangi terjadinya risiko persalinan prematur dapat dilakukan
secara awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dari dengan pengenalan pasien
yang berisiko untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan
prematur serta mengenal kontraksi sedini mungkin sehingga tindakan pencegahan dapat segera
dilakukan. Beberapa indikator yang dijadikan sebagai acuan terjadinya persalinan prematur
mengancam sebagai berikut :
a) Indikator Klinik
Indikator klinik dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan servik baik
secara manual maupun ultrasonografi.
b) Indikator laboratorium
Indikator laboratorik yang bermakna yaitu jumlah leokosit dalam air ketuban (20/ml atau
lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/dl), pemeriksaan leukosit dalam serum ibu ( > 13.000 /
ml).
Indikator laboratorium
1) Fibroneksti janin : peningkatan kadar fibronekti janin 50 mg/dl atau lebih pada usia
kehamilan > 24 minggu.
2) Peningkatan corticotrophin releasing hormone (CRH) pada trimester 2.
3) Sitokin inflamasi : IL-1β, IL-6, L8 dan TNF-α sebagai indikator yang mungkin berperan
dalam sintesa prostaglandin.
4) Isoferin plasenta : pada keadaan tidak hamil isoferitin sebesar 10 U/ml dan akan
meningkat selama kehamilan, mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53
U/ml. Jika terjadi penurunan akan berisiko terjadinya persalinan prematur mengancam
bahkan persalinan prematur.
5) Feritin yang rendah merupakan indikator kekurangan zat besi.
d. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan kehamilan prematur adalah menunda persalinan
dan mempersiapkan organ janin, terutama paru-paru, janin, sehingga janin dapat lahir pada usia
kehamilan dengan mendekati cukup bulan sehingga morbiditas dan mortalitas janin dapat
menurun.
Penatalaksanaan kehamilan prematur mengancam pada beberapa faktor dimana
persalinan tidak dapat dihambat bila kondisi selaput ketuban pecah, pembukaan servik yang
lebih dari 4 cm, usia kehamilan dengan tafsiran berat janin > 2.000 gr atau kehamilan > 34
minggu, terjadi penyulit / komplikasi persalinan prematur, terutama kurangnya fasilitas neonatal
intensive care. oleh karena itu perlu dilakukan mencegahan persalinan prematur dengan
pemberian tokolitik, pematangan surfaktan pada paru janin yaitu kortikosteroid serta mencegah
terjadinya infeksi.
Ada 2 prinsip penatalaksanaan persalinan prematur yaitu penundaan persalinan dengan
menghentikan kontraksi uterus atau persalinan berjalan terus dan siap penanganan selanjutnya.
a) Tirai Baring
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan kebutuhan ibu, namun secara statistik tidak
terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan prematur.
b) Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan preterm,
karena sering terjadi hipovalemik pada ibu dengan kontraksi prematur, walaupun
mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat digunakan untuk mendapatkan
efek sedasi (tenang/mengurangi ketegangan)
c) Pemberian tokolitik
Adapun tokolitik yang digunakan pada kasus dengan persalinan prematur adalah:
1) Nifedipine

Nifedipine adalah antagonis kalsium, diberikan per oral. Dosis insial 20 mg, dilanjutkan
10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktifitas uterus sampai 48 jam. Dosis
maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi.
Cara pemberian nifedipin 10 mg/oral diulang 2 – 3 kali / jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang,
2) COX (cyclo-oxygenase)-2-inhibitors

Indomethacine. Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg peroral setiap 6 jam untuk 8 kali
pemberian. Jika pemberian lebih dari 2 hari, dapat menimbulkan oligohidramnion akibat
penurunan renal blood flow janin. Indomethacine direkomendasikan pada kehamilan >
32 minggu karena dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus (PDA).
3) Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yangdiberikan secara parenteral. Dosis awal
4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung dari produksi
urine dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik berikan kalsium glukonas 1 gram
secara IV perlahan- lahan.
4) Beta2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah ritodrine,
terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol dan hexoprenaline. Dosis : 50 mg dalam
500 ml larutan glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes
setiap 10 menit sampai kontraksi hilang. Infus harus dilanjutkan 12-48 jam setelah
kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan 1 tablet (10 mg) setiap 8 jam
setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor
selama pengobatan. Kontraindikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu,
hipertensi atau hipotensi, hipertiroid, DM gestasional dan perdarahan antepartum. Efek
samping yang dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing),
mual, sakit kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemia dan
hipoglikemia. Efek samping pada janin antara lain fetal takikardi, hipoglikemia,
hipokalemia, ileus dan hipotensi.
5) Progesterone
progesterone dapat mencegah persalinan prematur. Injeksi 1-alpha- hydroxprogesterone
caproate menurunkan persalinan prematur berulang. Dosis 250 mg (1 mL) IM tiap
minggu sampai 37 minggu atau sampai persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu
kemudian. (Cunningham, 2013) Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan
upaya optimal (persalinan berlanjut). Jangan menghentikan kontraksi uterus bila :
a) Usia kehamilan > 35 tahun
b) Servik membuka > 3 cm
c) Perdarahan aktif
d) Janin mati dan adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidup kecil
e) Adanya korioamnionitis
f) Pre-eklampsia
6) Pemberian kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin,
menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan intra ventricular yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 3 minggu. Obat yang diberikan adalah dexametason atau
betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko terjadi pertumbuhan
janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah batametason 2 x12
mg/IM dengan jarak pemberian 24 jam. Sedangkan dexametason 4x6 mg/IM dengan
jarak pemberian 12 jam.
7) Pemberian antibiotik Antibiotik hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi. Obat yang diberikan eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari.
Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena
risiko NEC.
e. Langkah-langkah Mencegah Persalinan Prematur
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan prematur
mengancam adalah :
a) Hindari kehamilan pada ibu usia terlalu muda < 20 tahun
b) Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
c) Anjurkan tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang
d) Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
e) Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur
f) Kenali dan obati infeksi genetal atau saluran kencing
g) Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan prematur

3. Postmatur
a. Pengertian
Definisi post matur merupakan kehamilan yang melampaui umur 42 minggu dengan
segala kemungkinan komplikasinya. Dengan mengetahui hari pertama menstruasi maka kita
akan dapat menentukan:
a) HPL menurut Negle
b) Hasil pemeriksaan perawatan antenatal berupa :
1) Janin besar untuk masa kehamilan (BMK)
2) Janin kecil untuk masa kehamilan (KMK)
3) Janin sama besarnya untuk masa kehamilan (SMK)
Nama Lain Postmatur
Untuk kehamilan yang melampaui batas 42 minggu dikemukakan beberapa nama lainnya :
a) Postdate : menunjukkan bahwa kehamilan telah melampaui umur 42 minggu sejak hari
pertama menstruasi.
b) Postterm : menunjukkan bahwa kehamilan telah mlampaui waktu perkiraan lahir menurut
hari pertama menstruasi.
c) Postmature : menunjukkan keadaan janin yang lahir telah melampaui batas waktu
persalinannya, sehingga dapat menimbulkan beberapa komplikasi.[16]
d) Kehamilan serotinus
e) Prolonged pregnancy

b. Etiologi
a) Tidak pasti mengetahui tanggal haid terakhir.
b) Terdapat kelainan konginetal anensephalus
c) Terdapat hipoplasi kelenjar adrenal
d) Defisiensi enzim sulfatase plasenta.
e) Hormone estriol yang rendah

c. Tanda-tanda Postmatur
a) Tak ada lanugo
b) Kuku panjang
c) Rambut kepala banyak
d) Kulit keriput, mengelupas sering bewarna kekuningan
e) Kadang-kadang anak agak kurus
f) Air ketuban sedikit dan mengandung mekonium.

d. Komplikasi
Bahaya persalinan postmatur adalah :
a) Kemungkinan kematian anak didalam rahim bertambah.
b) Besarnya anak yang berlebih dapat menimbulkan kesukaran pada persalinan.
Komplikasi :
a) Untuk ibu
1) Rasa takut akibat terlambat lahir
2) Rasa takut menjalani oprasi dengan akibat komplikasi.
b) Untuk janin
1) Oligohidramnion
2) Diwarnai mekonium
3) Makrosomnia, berat badan terus bertambah meskipun lambat, dapat mencapai lebih dari
4000-4500 gram
4) Dismaturitas bayi.
Criteria makrosomia, kuku panjang, penulangan baik, tulang rawan telinga sudah baik,
lemak kulit masih cukup, pertumbuhan genetalia sekunder sudah ada, mata besar dan
terbuka.
5) Jika plasenta telah mengalami disfungsi sehingga tidak mempu memberikan nutrisi dan
O2 yang cukup, akan terjadi sebaliknya sehingga disebut sindrom post matur dengan
kriteria bayi tampak tua, kuku panjang, keriput (lemak berkurang) terutama di telapak
tangan dan kaki, mata lebar bahkan sudah membuka, verniks kaseosa hilang atau
berkurang.
6) Hipoglikemia, karena janin menggunakan cadangan lemak kulit dan glikogen dalam
hati.
e. Penatalaksanaan
a) Expectative Management (Manjemen Menunggu)[
1) Prinsipnya yaitu mengharapkan proses spontan tanpa rangsangan dari luar.
2) Sambil menunggu juga harus dilakukan evaluasi janin dalam uterus dengan beberapa
tekhnikyang adekuat sehingga dapat diketahui terjadinya gangguan janin dalam bentuk
gawat janin.
3) Gawat janin merupakan indikasi mutlak untuk melakukan terminasi secara induksi atau
langsung SC.
4) Metode yang dipilih tergantung pada keadaan janin dan keadaan maternal saat itu.
b) Induksi oksitosin
1) Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah pada pematangan serviks.
2) Saat ini induksi harus dilakukan observasi ketat terhadap kesejahteraan janin dalam
uterus dengan alat yang cukup memadai
3) Evalusi bishop skore
a) Kurang 4, SC
b) Anatar 5 dan 6 coba mematangkan serviks
c) Diatas 7, sebagian berhasil
c) Secsio sesarea
1) Salah satu pertimbangan SC yaitu AFI kurang dari 5 cm, yang merupakan indikasi
mutlak untuk SC.
2) Tanda asfiksia intrauteri
3) Makrosomia
4) Kelainan letak janin
5) Bad obstetric history
6) Induksi gagal
7) Infertilitas primer-sekunder
8) Ibu dengan penyakit tertentu

B. Keluarga Berencana
1. Pengertian keluarga berencana dan pelayanan kontrasepsi
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan kehamilan dilakukan
dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi adalah pemberian
atau pemasangan kontrasepsi maupun tindakan – tindakan lain yang berkaitan kontrasepsi
kepada calon dan peserta Keluarga Berencana yang dilakukan dalam fasilitas pelayanan KB.
Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggung
jawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan (Kemenkes RI, 2014).
Pelayanan KB yang berkualitas dan merata memiliki kedudukan yang strategis, yaitu
sebagai bagian dari upaya komprehensif yang terdiri dari upaya kesehatan promotif dan preventif
perorangan. Implementasi pendekatan life cycle/siklus hidup dan prinsip continuum of care
merupakan salah satu bagian dari pelayanan KB dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ibu
dan anak (KIA). Jenis dan sasaran yang dituju dari pelayanan KB diberikan sesuai dengan
kebutuhan melalui konseling dan pelayanan dengan tujuan merencanakan dan menjarangkan atau
membatasi kehamilan, yaitu bagi remaja, ibu hamil, ibu nifas, wanita usia subur (WUS) yang
tidak sedang hamil. Suami dan istri memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam
melaksanakan KB (Kemenkes RI, 2013).
Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang berusia antara 15 sampai 49 yang belum
menikah, menikah dan sudah pernah menikah/janda dan wanita pada usia ini memiliki potensi
untuk mempunyai keturunan (BKKBN, 2012). Pemilihan kontrasepsi pada WUS dibagi menjadi
3 fase. Fase menunda kehamilan yaitu pada usia kurang dari 20 tahun. Fase menjarangkan
kehamilan yaitu pada usia antara 20 sampai 35 tahun. Fase tidak hamil lagi yaitu pada WUS
dengan usia lebih dari 35 tahun (BKKBN, 2012). Kategori yang memenuhi syarat untuk akseptor
kontrasepsi menurut medical eligibility criteria for contraceptive use (MEC) (2015) :
a. Suatu kondisi yang mana tidak ada larangan untuk penggunaan metode kontrasepsi. Artinya
metode tersebut dapat digunakan pada setiap keadaan.
b. Suatu kondisi dimana keuntungan dari penggunaan metode ini secara umum lebih besar
daripada teori atau risiko yang telah terbukti. Artinya secara umum metode tersebut dapat
digunakan.
c. Suatu kondisi dimana teori atau risiko yang telah terbukti biasanya lebih besar daripada
keuntungan menggunakan metode tersebut. Artinya penggunaan metode tersebut biasanya
tidak direkomendasikan kecuali tidak ada metode lain yang tersedia atau dapat diterima
klien.
d. Suatu kondisi yang menunjukkan resiko kesehatan yang tidak dapat diterima jika metode
kontrasepsi ini digunakan. Artinya, metode tersebut tidak dapat digunakan.
2. Jenis – jenis kontrasepsi

Pelayanan kontrasepsi diberikan dengan menggunakan metode kontrasepsi baik hormonal


maupun non hormonal. Menurut jangka waktu pemakaiannya kontrasepsi dibagi menjadi Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non-MKJP)
(Kemenkes RI, 2014). Jenis – jenis kontrasepsi menurut Affandi dan Albar (2011):
a. Kontrasepsi non-hormonal, terdiri dari:
1) Kontrasepsi tanpa menggunakan alat/obat yaitu senggama terputus dan pantang berkala.
2) Kontrasepsi sederhana untuk laki – laki adalah kondom.
3) Kontrasepsi sederhana untuk perempuan yaitu pessarium dan kontrasepsi dengan obat –
obat spermitisida
b. Kontrasepsi hormonal, terdiri dari:
1) Metode hormonal kombinasi (estrogen dan progesteron) yaitu pil kombinasi dan suntik
kombinasi (cyclofem)
2) Metode hormonal progesteron saja yaitu pil progestin (minipil), implan, suntikan
progestin (Depo Medroksiprogesterone Asetat/DMPA).
c. Kontrasepsi mantap terdiri dari tubektomi dan vasektomi.
Suntik Progestin
a. Jenis suntik progestin
Metode kontrasepsi suntik merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan
(Kemenkes RI, 2016). Salah satu metode suntik yang menjadi pilihan adalah metode suntik
DMPA. Metode kontrasepsi progestin dengan menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan
dari progesteron tersedia dalam 2 jenis kemasan, yakni:
1) Depo medroksiprogesteron asetat mengandung 150 mg DMPA, diberikan setiap 3 bulan
dengan suntikan intramuskular di bokong;
2) Depo noretisteron enantat mengandung 200 mg noretindron enantat, diberikan setiap 2
bulan dengan cara disuntik intramuskular (Kemenkes RI, 2014)
b. Waktu memulai untuk suntik progestin yaitu:
1) Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid
2) Pada ibu yang tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal dipastikan ibu
tidak hamil, namun selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual
3) Pada ibu menyusui: setelah 6 minggu pasca persalinan, sementara pada ibu tidak
menyusui dapat menggunakan segera setelah persalinan (Kemenkes RI, 2014).
c. Cara kerja suntik progestin yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi,
serta menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2011).
d. Mekanisme kerja hormon progesteron
Sistem neuroendokrin untuk fungsi reproduksi memiliki sistem bertingkat yaitu central
nervous system (CNS) yang lebih tinggi dipengaruhi oleh stimuli internal dan eksternal.
Sistem ini berefek positif atau negatif terhadap sekresi gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) dari hipotalamus menuju ke sirkulasi portal hipofisis. Sekresi hormon ini akan
menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresi follicle stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing hormone (LH) (Anwar, 2011).
Pengaruh hormon FSH dan LH yaitu pada tingkat ovarium untuk memacu perkembangan
folikular dan ovulasi pada perempuan. Progesteron terutama diproduksi di ovarium oleh sel
luteal dan oleh sel granulosa dalam jumlah sedikit pada saat sebelum terjadinya lonjakan
LH. Hormon ini penting untuk menginduksi perubahan sekretoris pada endometrium dan
memelihara kehamilan (Anwar, 2011). Bila progesteron terlalu lama memengaruhi
endometrium akan terjadi degenerasi endometrium sehingga tidak cocok menerima nidasi.
Pada serviks, pengaruh progesteron mengurangi getah serviks, molekul besar menjadi tebal,
sehingga porsio dan serviks menjadi sangat sempit dan getah serviks menjadi ketat
(Saifuddin, 2011).
Rahim tipis dan atrofi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. Hal ini terjadi
karena kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH) menurun
serta tidak terjadi lonjakan LH. Kondisi hipoestrogenik yang juga terjadi merupakan faktor
signifikan menyebabkan dispareunia (Walker dan Shawky, 2013). Pada pemakaian DMPA,
endometrium menjadi menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar – kelenjar yang tidak
aktif. Pemakaian jangka lama DMPA menyebabkan endometrium bisa menjadi semakin
sedikit sehingga hampir tidak didapatkan jaringan bila dilakukan biopsi, tetapi perubahan
tersebut akan kembali normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA berakhir (Veisi
dan Zangeneh, 2013).

e. Keuntungan
Keuntungan dari suntik progestin diantaranya adalah sangat efektif, tidak menekan
produksi ASI, dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai
perimenopause. Suntik progestin memiliki efektivitas yang tinggi, dengan kehamilan 0,3
kehamilan per 100 perempuan/tahun, asal penyuntikannya dilakukan secara teratur dan
sesuai jadwal yang telah ditentukan (BKKBN, 2012).
f. Keterbatasan dan efek samping
Keterbatasan pada metode ini adalah klien sangat bergantung pada tempat sarana
pelayanan kesehatan untuk suntikan ulang, tidak dapat dihentikan sewaktu- waktu, lambat
kembalinya kesuburan setelah penghentian pemakaian, rata-rata 4 bulan. Efek samping
DMPA yaitu berat badan meningkat, nyeri tulang, vagina kering, penurunan mood, spotting,
amenore (BKKBN, 2012).
g. Peringatan pemakaian
Peringatan lain yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Setiap terlambat haid harus dipikrkan adanya kemungkinan kehamilan.
2) Nyeri abdomen bawah yang berat kemungkinan gejala kehamilan ektopik terganggu.
3) Timbulnya abses atau perdarahan tempat injeksi.
4) Sakit kepala migrain, sakit kepala berulang yang berat, atau kaburnya penglihatan.
5) Perdarahan berat yang 2 kali lebih panjang dari masa haid atau 2 kali lebih banyak
dalam satu periode masa haid.
DAFTAR PUSTAKA
 Prawirohardjo S.2006.Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.jakarta: YBP-SP
 Prawirohardjo Sarwono,2002,ilmu kebidanan,Jakarta; yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo
 Sastrawinata,Sulaeman.obstetri fisiologis.fakultas kedokteran UNPAD:Jakarta.1987
 Ladewig Patricia W.2006.asuhan keperawatan ibu-bayi baru lahir.ECG : Jakarta
 Pusdiknaskes.2003.asuhan antenatal.WHO-JHPIEGO
 agian Obstetri & Ginekologi Universitas Padjajaran Bandung.1984. Obstetri Patologi.
Bandung : ELSTAR OFFSET
 Holmes, Debie. 2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
 Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
 Manuaba, Ida Bagus Gde,dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
 Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai