Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Infeksi Maternal : Penyakit Menular Seksual


Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II
Dosen : Vina Agustina, Ners., M.Kep.

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Alvina Putri NIM. 2019.C.11a.0998
Khofifah Wulannor NIM. 2019 C.11a.1014
Rischo Rasmara NIM. 2019 C.11a.1025
Stella Ratna Clarissa NIM. 2019 C.11a.1028
Virgo Mandala Putra NIM. 2019 C.11a.1033

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Keperawatan
Maternitas II dengan judul “Infeksi Maternal : Penyakit Menular Seksual”
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini

Palangka Raya, April 2021

Kelompok 5,

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
2.1 Konsep Dasar Penyakit Menular Seksual..............................................4
2.1.1 Definisi Penyakit Menular Seksual (PMS)......................................4
2.1.2 Bahaya Penyakit Menular Seksual...................................................4
2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual..................................4
2.2 Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS........................................................4
2.2.1 Definis Penyakit HIV/AIDS............................................................5
2.2.2 Distribusi Frekuensi.........................................................................6
2.2.3 Etiologi.............................................................................................7
2.2.4 Mekanisme Penyakit (RAP).............................................................7
2.2.5 Manifestasi Penularan Penyakit.......................................................9
2.2.6 Manifestasi Klinis..........................................................................10
2.2.7 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan........................................10
2.3 Konsep Dasar Penyakit Sifilis..............................................................12
2.3.1 Definisi Penyakit Sifilis.................................................................12
2.3.2 Distribusi Frekuensi.......................................................................12
2.3.3 Etiologi...........................................................................................13
2.3.4 Gejala.............................................................................................13
2.3.5 Mekanisme Penyakit (RAP)...........................................................13
2.3.6 Mekanisme Penularan Penyakit.....................................................14
2.3.7 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan.......................................14
2.4 Konsep Dasar Penyakit Gonore...........................................................15
2.4.1 Definisi Penyakit Gonore...............................................................15

ii
2.4.2 Distribusi Frekuensi.......................................................................15
2.4.3 Etiologi...........................................................................................15
2.4.4 Gejala.............................................................................................16
2.4.5 Cara Penularan Penyakit.................................................................17
2.4.6 Manifestasi Klinis..........................................................................17
2.4.7 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan........................................18
BAB 3 PENUTUP............................................................................................19
3.1 Kesimpulan...........................................................................................19
3.2 Saran.....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas
signifikan. Beberapa akibat infeksi meternal berlangsung seumur hidup, seperti
infertilitas dan sierilitas. Kondisi-kondisi lain seperti, infeksi yang didapat secara
kongenital, seringkali memperngaruhi lama dan kualitas hidup. Kehamilan dianggap
sebagai kondisi immunosupresi. Perubahan respon imun dalam kehamilan dapat
menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu, perubahan traktus pada
genetalia juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu infeksi. Infeksi maternal
disebebkan karena berbagai virus atau bakteri yang menginvasi baik secara endogen
maupun eksogen. Bebagai macam penyakit bisa timbul karena infeksi maternal, salah
satunya adalah Penyakit Menular Seksual (PMS).
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu Infeksi Saluran Reproduksi
(ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Infeksi saluran reproduksi merupakan
infeksi yang disebabkan oleh masuk dan berkembangbiaknya kuman penyebab infeksi
ke dalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa jamur,
virus, dan parasit. Salah satu penyakit menular seksual yaitu Human Immunodeficiency
Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (Ardhiyanti, 2015).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014), di seluruh dunia pada tahun
2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2
juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1
juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun. Jumlah
kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak
berusia <15 tahun sebanyak 1,2 juta yang terdiri 1 juta dewasa.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) (2015), terdapat 36,9
juta orang yang terinfeksi HIV pada tahun 2014 yang meliputi 34,3 juta orang dewasa,
17,4 juta perempuan dan 2,6 juta menginfeksi anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi
baru HIV pada tahun 2014 sebesar 2 juta yang terdiri dari 1,8 juta dewasa dan 220.000
anak berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS a dan 150.000 anak berusia
<15 tahun. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014), HIV/AIDS pertama kali

1
ditemukan di Provinsi Bali pada tahun 1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah
menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia dengan total kasus
HIV sejumlah 0,06% dan 0,022% terkena AIDS sampai bulan September 2014.
Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (0,32%), diikuti Jawa Timur
(0,049%), Papua (0,51%), Jawa Barat (0,029%), Bali (0,234%), Sumatra Utara
(0,066%) dan Jawa Tengah (0,036%). Jumlah kumulatif kasus AIDS sampai tahun 2014
berdasarkan jenis kelamin, paling banyak diderita oleh laki-laki. Kelompok risiko
tertinggi yakni heteroseksual. Menurut golongan umur, proporsi penderita AIDS
terbesar terdapat pada kelompok usia 20-29 tahun. Berdasarkan data dari Komisi
Penanggulangan AIDS Jawa Tengah (2016), jumlah kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah
tahun 1993-2011 sejumlah 0,013%, (terdiri dari 0,007% HIV, 0,006% AIDS, dan
meninggal 0,002%). Tahun 2012, jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 0,017% (terdiri
dari 0,009% HIV, 0,008% AIDS, dan 0,002% meninggal). Selanjutnya untuk data tahun
2013 jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 0,021% (terdiri dari 0,011% HIV, 0,01%
AIDS, dan 0,002% meninggal). Tahun 2014, jumlah kasus HIV/AIDS sejumlah 0,029%
(terdiri dari 0,015% HIV, 0,013% AIDS, dan 0,003% meninggal). Tahun 2015, jumlah
kasus HIV/AIDS sejumlah 0,037% (terdiri dari 0,02% HIV, 0,018% AIDS, dan 0,003%
meninggal).
Pekerja seks komersial merupakan seseorang yang menjual dirinya dengan
melakukan hubungan seks untuk tujuan ekonomi (Subadra, 2007). Mengingat cara
penularan HIV, maka WPS merupakan salah satu kelompok masyarakat yang
mempunyai perilaku risiko tinggi tertular HIV (high risk behaviour) karena seringnya
mereka berganti pasangan seks (Tim Dapur Naskah, 2011). Faktor perilaku seperti
berganti pasangan, tidak menggunakan kondom saat berhubungan, dan mode hubungan
seksual menjadi faktor penyebab pekerja seksual menjadi populasi berisiko (Setyoadi,
2012). Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering,
terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita infeksi
klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory disease
(WHO, 2008).
Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi
problem tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual

2
di kalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih
rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini
sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih
kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan oleh pemerintah dan badan-badan
kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan dan
memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama siswi, juga menjadi
salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan
remaja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu :
Bagaimana Konsep Dasar Infeksi Maternal : Penyakit Menular Seksual ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat memperoleh pengetahuan tentang
penyakit – penyakit yang berhubungan dengan penyakit menular seksual.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan
Gonore.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui tentang distribusi dan frekuensi penyakit
HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan
Gonore.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat mengetahui tentang mekanisme HIV/AIDS, Sifilis dan
Gonore.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat megetahui tentang cara penularan HIV/AIDS, Sifilis dan
Gonore.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi klinis HIV/AIDS, Sifilis dan
Gonore.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui tentang cara pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.
1.4 Manfaat Penulisan

3
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Menular Seksual
2.1.1 Definisi Penyakit Menular Seksual (PMS)
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu Infeksi Saluran

Reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Infeksi saluran

reproduksi merupakan infeksi yang disebabkan oleh masuk dan berkembangbiaknya

kuman penyebab infeksi ke dalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut

dapat berupa jamur, virus, dan parasit. Salah satu penyakit menular seksual yaitu

Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

(Ardhiyanti, 2015). Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui

hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko apabila melakukan

hubungan seksual dengan berganti – ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun

anal (Sjaiful, 2007).

2.1.2 Bahaya Penyakit Menular Seksual


Penyakit menular seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus

dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan

menyebabkan penderitaan, sakit perkepanjangan, kemandulan dan kematia (Sjaiful,

2007).

2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual (Sajaiful, 2007)


2.1.3.1 Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual.
2.1.3.2 Rasa nyeri pada perut bagian bawah.

4
2.1.3.3 Pengeluaran lender pada vagina/alat kelamin.
2.1.3.4 Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan
kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.
2.1.3.5 Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal.
2.1.3.6 Timbul becak-bercak darah setelah berhubungan seks.
2.1.3.7 Bintil – bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.
2.2 Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS
2.2.1 Definisi Penyakit HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV)
nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa
sampai nol) (KPA, 2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus
ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1
dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing
subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut,
yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup
HIV-1 (Zein, 2006).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak

5
sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit
lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau
media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS,
apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya
berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini
yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).
2.2.2 Distribusi Frekuensi
Penyakit ini sudah lama ada hanya saja belum disadari oleh para ilmuwan bahwa
kasus–kasus yang ditemukan adalah kasus AIDS. Baru pada tahun 1981 Amerika
Serikat melaporkan kasus–kasus penyakit infeksi yang jarang terjadi ditemukan
dikalangan homoseksual, yang kemudian dirumuskan sebagai penyakit Gay Related
Immune Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan
dengan kaum gay/homoseksual.
Kemudian pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control) Amerika
Serikat untuk pertama kali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah survailans AIDS
dimulai. Dan juga ditemukan penyebab kelainan ini adalah LAV (Lymphadenophaty
Associaterd Virus ) oleh Luc Montagnier dari pasteur Institut, Paris.
Pada tahun 1984 Gallo dan kawan–kawan dari National Institute of Health,
Bethesda, Amerika Serikat menemukan HTLV III ( Human T Lymphotropic Virus type
III) sebagai sebab kelainan ini.
Pada tahun 1985 ditemukan Antigen untuk melakukan tes ELISA, suatu tes untuk
mengetahui terinfeksi virus itu atau tidaknya seseorang.
Pada tahun 1986, International Commintte on Taxonomi of Viruses, memutuskan
nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama LAV dan HTLV
III.
15 April 1987, Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang
wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit
Sanglah, Bali. Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada
enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.

6
Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia
sampai dengan 30 September 2009 sebanyak 18.442 kasus. jumlah ini semakin
meningkat dari tahun ke tahun.
Data Kementerian Kesehatan akhir 2009 menyebutkan penderita AIDS kelompok
umur 20-29 tahun di Indonesia mencapai 49,07 persen. Berikutnya kelompok umur 30-
39 tahun dengan 30,14 persen. Berdasarkan jenis kelamin 14720 kasus atau 73,7 persen
diderita pria dan 5163 kasus adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan, kasus
AIDS kumulatif tertinggi melalui hubungan heteroseksual (50,3 persen), pengguna
napza suntik/ penasun (40,2 persen), dan hubungan homoseksual (3,3 persen).Jumlah
kasus AIDS kumulatif 19.973 kasus yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia. Penderita
HIV positif terbanyak berada di DKI Jakarta dari Propinsi DKI Jakarta (7766), disusul
Jawa Timur (4553), Jawa Barat (3077), Sumatera Utara (2783), dan Kalimantan Barat
(1914).
Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar
79.200 dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus. Demikian
laporan triwulan ketiga tahun 2009 Surveilans AIDS Ditjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes.
2.2.3 Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.
Virus ini termasuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi
yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion
matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu
gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting
dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi
dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari
gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi
dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain
(Brooks, 2005).
2.2.4 Mekanisme Penyakit (RAP)

7
2.2.4.1 Tahap Pre Patogenesis
Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena
penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan
penderita). HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui
kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka,
dll), penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan.
2.2.4.2 Tahap Patogenesis
Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem
imun penderita dan penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis
pada orang dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima
gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat
badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama lebih dari
satu bulan secara berulang-ulang maupun terus menerus. Gejala minornya yaitu batuk
kronis selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes zoster secara berulang-ulang,
infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh Candida albicans, bercak-
bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara
menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi mudah
terserang penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa
menyerang orang normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi
penyakit yang mematikan di tubuh seorang penderita AIDS.
2.2.4.3 Tahap Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV
sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata
cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita
tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut
penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi
dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama
masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada
orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa
inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit,
maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

8
2.2.4.4 Tahap Penyakit Dini
Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan
tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang
terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan
tubuhnya menurun/ lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang.
Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV
terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang beresiko terkena
virus HIV.
2.2.4.5 Tahap Penyakit Lanjut
Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita
mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita
mengalami jamur pada rongga mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada
persyarafan central mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi,
sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem
persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak
tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan
impotent. Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada
jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit
(folliculities), kulit kering berbercak-bercak.
2.2.4.6 Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir)
Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh
penderita. Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia
2.2.5 Manifestasi Penularan Penyakit
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006).
a. Seksual

9
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama
laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak
seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu.
Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu
yang terinfeksi HIV.
b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur
tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas
kesehatan.
d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
e. Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
f. Penularan dari ibu ke anak.
g. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI.
2.2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur
muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu
ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3
tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum
memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang
ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi
nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang,
limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya
infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit,

10
jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal.
Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan
menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih
berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena
mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium
tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak.
Anak sering juga menderita diare berulang.
2.2.7 Upaya pencegahan dan Penanggulangan
Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada
pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV. Dengan demikian,
masyarakat (terutama kelompok perilaku resiko tinggi) dapat mengubah kebiasaan
hidup mereka sehingga tidak mudah terjangkit HIV. Dan upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk menghindari HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
a. Membiasakan Diri dengan Perilaku Seks yang Sehat
Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual. Oleh karena itu,
membiasakan diri dengan perilaku seks yang sehat dapat menjauhkan diri dari
penularan HIV. Misalnya, dengan tidak berhubungan seks di luar nikah, tidak berganti-
ganti pasangan, dan menggunakan pengaman (terutama pada kelompok perilaku
beresiko tinggi) sewaktu melakukan aktivitas seksual.
b. Menggunakan Jarum Suntik dan Alat-alat Medis yang Steril
Para tenaga medis hendaknya memperhatikan alat-alat kesehatan yang mereka
gunakan. Jarum suntik yang digunakan harus terjamin sterilitasnya dan sebaiknya hanya
sekali pakai. Jadi, setiap kali menyuntik pasien, seorang tenaga medis harus memakai
jarum suntik yang haru. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penularan HIV melalui
jarum suntik. Selain itu, penggunaan sarung tangan lateks setiap kontak dengan cairan
tubuh juga dapat memperkecil peluang penularan HIV.
c. Menjauhi Segala Bentuk Penggunaan Narkoba
Para pangguna narkoba sangat rentan tertular HIV, terutama pengguna narkoba
suntik. Fakta menunjukkan bahwa penyebaran HIV di kalangan pengguna narkoba
suntik tiga sampai lima kali lebih cepat dibanding perilaku resiko lainnya.

11
d. Tidak Terima Transfusi Darah dari Orang yang Mengidap HIV
Pemeriksaan medis yang ketat pada setiap transfusi darah dapat mencegah penularan
HIV. Sebelum transfusi darah berlangsung, para ahli kesehatan sebaiknya melakukan
tes HIV untuk memastikan bahwa darah yang akan didonorkan bebas dari HIV.
e. Menganjurkan Wanita Pengidap HIV untuk Tidak Hamil
Meskipun hamil adalah hak setiap wanita, namun bagi wanita pengidap HIV
dianjurkan untuk tidak hamil. Sebab, wanita hamil pengidap HIV dapat menularkan
virus kepada janin yang dikandungnya. Jika ingin hamil, sebaiknya mereka selalu
berkonsultasi.
Program penanggulangan HIV/AIDS yaitu lewat jalur pendidikan mempunyai arti
yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan secara politis
kelompok ini adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok sasaran remaja yang
paling mudah dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah (closed community)
(Muninjaya, 1998).
Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan remaja
berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima dalam
lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan keimanan
dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama. (BNN, 2009)
Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih merupakan hal
yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan
pendidikan seks. Akibatnya jalur informasi yang benar dan mendidik sulit
dikembangkan (Zulaini, 2000).
Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman yaitu
dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina,
anus, ataupun mulut.
2.3 Konsep Dasar Penyakit Sifilis
2.3.1 Definisi Penyakit Sifilis
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat
tubuh.

12
Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun
walaupun frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang
berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran
darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya.
Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut
sebagai “Lues Raja Singa”.
2.3.2 Distribusi Frkuensi
Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis
mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan
jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7
kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000
kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga
per lima kasus terjadi kepada lelaki.
Penyakit menular sexual (PMS) didunia kesehatan sekarang sudah banyak dibahas
dan menjadi percakapan. Hali ini dikarenakan semakin bertambahnya penderita PMS.
Baik menimpa secara langsung maupun tidak langsung.
2.3.3 Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk
golongan Spirochaeta dan genus treponema yang berbentuk seperti spiral dengan
panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan
seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen,
sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es
Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui
tranfusi mengunakan darah segar ( Soedarto, 1990 ).
2.3.4 Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi. Infeksi
bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung,
kerusakan otak maupun kematian. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan
(malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia. Sedangkan pada
fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-

13
tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase
laten kadang luka yang infeksius kembali muncul. Gejala dan tanda dari sifilis banyak
dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal.

2.3.5 Mekanisme Penyakit ( RAP )


a) Tahap1
9-90 hari setelah terinfeksi. Timbul: luka kecil, bundar dan tidak sakit chancre-
tepatnya pada kulit yang terpapar/kontak langsung dengan penderita. Chancre tempat
masuknya penyakit hampir selalu muncul di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan
mulut. Pada kasus yang tidak diobati (sampai 1 tahun berakhir), setelah beberapa
minggu, chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh penderita.
b) Tahap 2
1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam
mulut, nyeri otot, demam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan
kemudian akan menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.
c) Tahap 3
Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan
kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan,
tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila.
2.3.6 Mekanisme Penularan Penyakit
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti
kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).
Luka terjadi terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dubur. Luka
juga dapat terjadi di bibir dan dalam mulut, Wanita hamil dengan penyakit ini dapat
terbawa ke bayi. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang
yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks
oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa
kehamilan.
Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai
dengan lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan
hubungan seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina,

14
anus atau mulut melalui lubang kecil. Sifilis sangan infeksius pada tahap 1 dan 2. selain
juga dapat disebarkan per-plasenta.

2.3.7 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan


Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah dengan cara
melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular
penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
a. Tidak berganti-ganti pasangan.
b. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan
‘protective sex’.
c. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang
sudah terinfeksi.
2.4 Konsep Dasar Penyakit Gonore
2.4.1 Definisi Penyakit Gonore
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan
tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore (GO) adalah penyakit Menular Seksual yang paling sering terjdi dan
paling mudah terjadi. Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan
secara langsung dari seseorang ke orang lain melalui kontak seks. Namun
penyakit gonore ini dapat juga ditularkan melalui ciuman atau kontak badan yang dekat.
Kuman  patogen tertentu yang mudah menular dapat ditularkan melalui makanan,
transfusi darah, alat suntik yang digunakan untuk obat bius.
2.4.2 Distribusi Frekuensi
Infeksi gonore ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada
janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan
terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di
antara populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun
(715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada

15
usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap –
tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000
orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak
31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore
semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita. Di Amerika
Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan terdapat
200 juta kasus baru setiap tahunnya.
2.4.3 Etiologi
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan
tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama
kulit dan persendian.Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi
selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.
2.4.4 Gejala
Gejala dari penyakit ini tebagi atas dua yaitu gejala yang terdapat pada laki – laki
dan perempuan, dimana gejala tersebut adalah sebagai berikut :
a. Gejala pada laki – laki
1. Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi.
2. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra, yang beberapa jam
kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan keluarnya nanah dari penis.
3. Penderita sering berkemih dan merasakan desakan untuk berkemih, yang
semakin memburuk ketika penyakit ini menyebar ke uretra bagian atas. Lubang
penis tampak merah dan membengkak.Pada wanita, gejala awal bisa timbul
dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi.
b. Gejala pada wanita
1. Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu
atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra seksualnya
tertular.

16
2. Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa penderita
menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika
berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam.
3. Infeksi bisa menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan
rektum; menyebabkan nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan
hubungan seksual.
4. Nanah yang keluar bisa berasal dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar
lubang vagina.
5. Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui anus
(lubang dubur) bisa menderita gonore pada rektumnya.
6. Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar
cairan. Daerah di sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh
lendir dan nanah.
7. Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir dan cairan di dinding
rektum penderita
8. Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral sex) dengan seorang penderita
gonore bias menyebabakn gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal).
9. Biasanya infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang menyebabkan
nyeri tenggorokan dan gangguan menelan.
10. Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar
(konjungtivitis gonore).
11. Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari ibunya selama proses persalinan,
sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya
keluar nanah.
12. Pada dewasa, bisa terjadi gejala yang sama, tetapi seringkali hanya 1 mata yang
terkena.
13. Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi kebutaan.
2.4.5 Cara Penularan Penyakit\
Orang yang terkena gonore umumnya tertular pertama kali dengan orang yang
terinfeksi saat melakukan hubungan seksual melalui vagina, oral, anus.

17
Sedangkan kontak non seksual terjafi pada ibu hamil yang terkena gonore
kemudian menularkan pada anaknua saat prose persalinan.
Bakteri ini masuk melalui lapisam dalam uretra (saluran kemih), leher rahim,
rektum (jalur usus besar ke anus) dan tenggorokkan atau bagian putih mata
(konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya,
terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan
menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan
reproduksi.
2.4.6 Manifestasi Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah,
dimana ditemukan bakteri penyebab gonore.Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak
ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.Jika diduga terjadi
infeksi tenggorokan atau rektum, diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.

2.4.7 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan


Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari gaya
hidup aseks bebas dan selalu setia kepada pasangan. Dengan melakukan seks bebas, kita
bisa dengan mudah tertutar penyakit gonore ini. Oleh karena itu , untuk memutus rantai
penyakit gonore ini, kita tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual.
Karena kita tidak pernah tahu seseorang tersebut menderita penyakit gonore maupun
penyakit menular seksual yang lainnya.

18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan :

1. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.

2. Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

3. Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria

gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan

tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).

4. Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada

pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV.

19
5. Sifilis dapat di cegah dengan cara melakukan hubungan seksual secara aman

misalkan menggunakan kondom.

6. Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari gaya

hidup seks bebas dan selalu setia kepada pasangan.

3.2 Saran
Bagi instansi terkait :
a. Dalam rangka mencegah penyebar luasan penyakit seksual ini maka perlu
meningkatkan upaya promotif dengan cara melakukan penyuluhan tentang penyakit
menular seksual sehingga masyarakat lebih bias waspada.
b. Melakukan pengendalian terhadap makin banyaknya kegiatan seks bebas.
Bagi masyarakat :
a. Agar dapat mengendalikan dan memutus mata rantai penyebaran penyakit seksual
dengan cara tidak berganti – ganti pasangan.
b. Dan melakukan hubungan seksual secara aman menggunakan alat kontrasepsi.

DAFTAR PUSTAKA
 Djuanda, A , 2007.Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 5. Jakarta: Balai penerbit
FKUI
 Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE.Nelson Essentials of
pediatrics.5th Ed. New York: Elsevier.2007
 Manuaba ,2002. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita .Jakarta: EGC
 Prawirohardjo,S, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
 Ratna DP, 2010. Pentingny amenjaga organ kewanitaan. Jakarta: Indeks
 Pribakti. 2008. Epidemiologi Penyakit Menular Seksual (PMS), Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI.
 Utomo, 2006.Hubungan Timbal Balik PMS dan AIDS, Jakarta :BalaiPenerbit
FKUI.

20

Anda mungkin juga menyukai