Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERSEPSI SENSORI (GLAUKOMA)

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3

Dosen Pengampu :
Ns. Tegar Maulana Wardiyan, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :
Anisa Putri Andini
(09170000092)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan yang berjudul ‘Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persepsi Sensori (Glaukoma)’. Yang
merupakan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Kedua orang tua yang selalu memberikan do’a, materi dan semangat.
3. Ns. Tegar Maulana Wardiyan, S.Kep., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3.
4. Teman mahasiswa jurusan Ilmu Keperawatan angkatan tahun 2017, atas bantuan
dan motivasinya dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah
memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis serta arahan tentang tata cara dalam
penulisan asuhan keperawatan ini.

Penulis berharap semoga asuhan keperawatan ini bisa menambah pengetahuan para
pembacanya. Namun terlepas dari itu, penulis menyadari bahwa asuhan keperawatan ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan asuhan
keperawatan ini akan penulis terima. Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak baik yang menyusun maupun yang membaca. Sekian dan terima kasih.

Cianjur, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iv
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
C. Tujuan.......................................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
A. Anatomi Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan) ......................................................... 4
B. Fisiologi Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan) ......................................................... 6
C. Definisi Glaukoma ...................................................................................................... 6
D. Klasifikasi Glaukoma .................................................................................................. 7
E. Etiologi ........................................................................................................................ 8
F. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 8
G. Komplikasi .................................................................................................................. 9
H. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................... 9
I. Patofisiologi .................................................................................................................... 9
J. Pathway ......................................................................................................................... 10
BAB III.................................................................................................................................... 11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................................. 11
ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................................ 15
BAB IV .................................................................................................................................... 26
EVIDENCE BASED .............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 33

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Mata Manusia .......................................................................................... 4


Gambar 2.2 Glaukoma ............................................................................................................... 6

iii
DAFTAR TABEL

Table 3.1 Pengkajian Saat Ini .................................................................................................. 17


Table 3.2 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................... 18
Table 3.3 Analisa Data ............................................................................................................. 19
Table 3.4 Asuhan Keperawatan ............................................................................................... 25

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam
melakukan asuhan keperawatan pada individi, kelompok dan masyarakat yang berfokus
pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya.
Menurut American Nurses Association (ANA) mengembangkan proses keperawatan
menjadi lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. (Mifdaturrohmah:2017)

Proses keperawatan adalah pendekatan keperawatan professional yang


dilakukan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis dan mengatasi respon manusia
terhadap kesehatan dan penyakit. Perawat akan menerapkan proses keperawatan agar
dapat memberikan perawatan yang tepat dan efektif. Proses dimulai dari tahan pertama,
yaitu menganalisis seluruh informasi tentang status kesehatan klien. (Induniasih dan Sri
Hendarsih).

Sistem persepsi sensori adalah proses memilih, dan menafsirkan rangsangan


sensorik yang membutuhkan fungsi organ utuh dan rasa, jalur saraf, dan otak.

Glaukoma adalah keadaan yang ditimbulkan akibat adanya penambahan


tekanan dalam mata, yang dapat akut ataupun kronik. Glaukoma disebabkan adanya
cairan dalam bilik anterior yang belum sempat di salurkan ke luar, sehingga tegangan
yang ditimbulkannya dapat menimbulkan tekanan pada saraf optik, yang lama –
kelamaan dapat menghilangkan daya melihat pada mata.

Glaukoma akut terjadi mendadak dan disertai dengan rasa sakit akut yang tak
tertahankan. Pengobatan glaukoma akut dapat dilakukan dengan mempergunakan obat-
obat miotika, guna mengadakan kontraksi pupil; melakukan pengompresan dengan air
panas; ataupun memberi diuretika guna meringankan tekanan intra-okuler. Trepanasi
dilakukan dengan cara membuat perforasi kecil, sehingga memungkinkan cairan yang
ada dalam bilik anterior dapat mengalir ke luar secara tetap. Cara itu sebetulnya adalah
suatu prosedur inta-okuler, sehingga juga memerlukan perawatan pos-operatif yang
sama telitinya seperti perawatan pos-operatif pada operasi katarak.

1
2

Glaukoma simpel (kronik) menimbulkan kesukaran dalam arti glaukoma jenis


ini dapat berkembang bertahun-tahun tanpa disadari, sementara tekanan intra-okuler
yang khas itu perlahan-lahan bertambah juga. Satu-satunya pengobatan setelah
glaukoma itu akhirnya diketahui adalah memasukkan obat miotika secara terus-
menerus sepanjang sisa hidup si penderita, yang sudah tentu membutuhkan disiplin
yang sangat tinggi. Oleh karena itu, adalah penting sekali bahwa seseorang yang hendak
memeriksakan badannya agar memeriksakan matanya juga pada seorang ahli mata.
Perlu diketahui bahwa galukoma simple adalah salah satu penyebab umum terjadinya
kebutaan di negara-negara Barat. (Pearce Evelyn C).

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan jumlah


penderita 60.500.000 padatahun 2010, diperkirakan meningkar menjadi 76.000.000
pada tahun 2020. Kebutaan akibat penyakit glaukoma bersifat menetap. Di antara
jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 74% berasal dari bentuk glaukoma sudut
terbuka primer, sedangkan di Asia sebanyak 87% berasal dari bentuk Glaukoma Sudut
Tertutup Primer Akut. Di Amerika, jumlah penderita glaukoma pada ras kulit hitam 3-
4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Selain itu, ditemukan angka
prevalensi yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, pada kelompok
penduduk yang berusia 70 tahun 3-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
penduduk yang berusia 40 tahun.

Di Indonesia prevalensi glaukoma menurut Jakarta Urban Eye Health Study


tahun 2008 adalah glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer
sudut terbuka 0,48%, dan galukoma sekunder 0,16% dengan total keseluruhan adalah
2,53%. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah
didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46% tetinggi di provinsi DKI
Jakarta (1,85%), diikuti Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi
Tengah (1,21%), Sumatra Barat (1,14%) dan terendah di Provinsi Riau (0,04%).
(Ekarulita Intan:2018).
3

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit glaukoma?
2. Apa saja konsep materi dari glaukoma?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori
(Glaukoma)?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami mengenai materi Glaukoma dan Asuhan
Keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami materi tentang Glaukoma :
1. Anatomi Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan).
2. Fisiologi Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan).
3. Definisi glaukoma.
4. Klasifikasi glaukoma.
5. Etiologi glaukoma.
6. Manifestasi klinis glaukoma.
7. Komplikasi glaukoma.
8. Patofisiologi
9. Asuhan keperawatan pada pasien dengan glaukoma
BAB II

PEMBAHASAN
A. Anatomi Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan)

Gambar 2.1 Anatomi Mata Manusia

Mata adalah salah satu indera manusia yang berfungsi sebagai indera penglihatan.
Berikut bagian-bagian pada mata :
Secara garis besar, mata memiliki 2 bagian, yaitu bagian dalam bola mata, dan bagian
luar bola mata.
1) Mata bagian luar
Mata sebagai alat indera penglihatan tidak hanya bola mata tetapi juga
bagian luar bola mata yang fungsinya tidak kalah penting, yaitu alis mata,
kelopak mata, dan bulu mata.
2) Mata bagian dalam
a. Dinding bola mata
Bola mata ini terdiri dari 4 dinding yang memiliki peran dominan dalam
menjalankan fungsinya sebagai alat sensorik visual. Keempat bagian tersebut
adalah :
a) Sklera

Merupakan bagian luar dari dinding mata, sklera berfungsi untuk


melindungi bola mata dari kerusakan.

4
5

b) Kornea

Di bagian depan sklera ada bagian yang jelas terlihat cembung, kornea
berfungsi untuk melindungi lensa mata dan meneruskan cahaya yang masuk
ke mata.

c) Koroid
Merupakan bagian tengah dinding mata yang berfungsi sebagai
pemasok oksigen dan nutrisi untuk bagian lain.
d) Retina
Merupakan bagian terdalam dari mata yang berfungsi untuk menangkap
bayangan objek karena memiliki sel yang sensitif terhadap cahaya. Retina
adalah bagian yang memiliki reseptor cahaya yang terdiri dari sel-sel saraf
yaitu sel induk (basilus), dan sel kerucut (konus).
e) Iris
Iris adalah bagian yang berperan dalam memberi warna pada bola mata
manusia. Di bagian iris ada pigmen warna, iris terletak di bagian depan bola
mata. Iris dapat menyusut dan mengembang, iris berfungsi untuk mengatur
pergerakan pupil sesuai dengan intensitas cahaya yang masuk.
f) Pupil
Pupil adalah bagian dari lubang di tengah iris yang berfungsi untuk
mengatur jumlah cahaya yang paling sedikit masuk ke mata. Pupil akan
melebar ketika sedikit cahaya memasuki mata (dalam kedaan lebih gelap),
dan akan menyusut ketika banyak cahaya memasuki mata (dalam keadaan
yang semakin cerah). Proses memperbesar dan menyusut pupil berguna agar
cahaya yang masuk tidak berlebih dan tidak terlalu sedikit sehingga kita
masih bisa melihat dengan baik.
g) Lensa
h) Lensa adalah bagian lunak dan transparan yang terletak di belakang iris.
Lensa berfungsi untuk mengumpulkan dan memfokuskan cahaya
sehingga bayangan benda jatuh di tempat yang tepat. Lensa memiliki
kemampuan yang disebut daya akomodasi, yaitu kemampuan untuk
mengentalkan atau menipiskan dan atau meratakan lensa sesuai dengan
jarak objek yang dilihat. Lensa terikat oleh otot pemegang lensa, otot ini
berfungsi dalam
6

kemampuan daya akomodasi lensa. Jika lensa akan lebih cembung saat
melihat objek yang dekat dan semakin pipih saat melihat objek yang jauh.
i) Kelenjar lakrima
Kelenjar lakrima adalah bagian mata yang berfungsi untuk
menghasilkan air mata yang akan membasahi kornea, melindungi mata dari
kuman, menjaga mata dan kelopak mata.
j) Saraf optik
Saraf optic adalah bagian yang befungsi untuk memberikan informasi
visual yang diterima dan diteruskan ke otak.
k) Titik buta
Titik buta adalah bagian yang berfungsi untuk memajukan dan
mebelokkan sinar saraf ke otak. Pada titik buta tidak ada sel yang sensitif
terhadap rangsangan cahaya. Karena itu jika bayangan benda jatuh pada
bagian ini, maka kita tidak bisa melihat.

B. Fisiologi Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan)


Cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek ditangkap oleh mata, menembus
kornea dan dilewatkan melalui pupil. Intensitas cahaya yang telah diatur oleh pupil
melewati lensa mata. Daya akomodasi pada lensa mata mengatur cahaya sehingga jatuh
tepat di titik kuning. Di bintik-bintik gelap, cahaya diterima oleh sel kerucut dan sel
punca, kemudian dikirim ke otak. Cahaya yang dikirim ke otak akan diterjemahkan
oleh otak, sehingga kita bisa tahu apa yang kita lihat.

C. Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani
“Glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut
pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah sekelompok gangguan yang
melibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala akibatnya. (Indriana dan N Istiqomah;
2004).

Gambar 2.2 Glaukoma


7

Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya


tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh
ketidak-seimbangan antara produksi cairan dan pembuangan cairan dalam bola mata
dan tekanan yang tinggi dalam dalam bola mata bisa merusak jaringan-jaringan syaraf
halus yang ada di retina dan di belakang bola mata. (Nurarif Amin Huda dan Hardhi
Kusuma: 2015).
Glaukoma adalah penyakit mata yang kronis dan berjalan progresif, dengan
kerusakan pada serangkaian jalur serabut saraf retina dan diskus optikus disertai bintik
buta pada penglihatan luas lapang pandang yang sangat khas. Tekanan bola mata atau
tekanan intra ocular (TIO) merupakan faktor risiko utama sebagai penyebab timbulnya
penyakit glaukoma. (Goldberg, Ivan dan Remo Susanna Jr: 2017).

D. Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer, sekunder, dan kongenital.

1. Glaukoma Primer
Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk :
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-
95%) yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang
disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabecular. Gangguan vaskularisasi di dalam saluran pembuangan
sehingga menyebabkan pembuangan cairan tidak lancar. Karena gangguan ini,
tekanan dalam bola mata (tekanan intraocular) meningkat secara perlahan.
b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup disebut sudut tertutup karena ruang anterior


secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke
jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schleem. Akibatnya, cairan lama dalam mata tidak dapat dikeluarkan, hingga
akhirnya menyebabkan tekanan bola mata yang meningkat.

Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan viterus,


penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat
8

berupa nyeri mata yang berat, penglihatan kabur. Penempelan iris menyebabkan
dilatasi pupil, tidak segera ditangai akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder muncul karena dampak dari penyakit atau efek samping
dari obat-obatan tertentu. Kondisi tersebut dapat berupa diabetes yang tidak
terkontrol atau tekanan darah tinggi. Beberapa obat yang dapat menyebabkan
glaukoma yaitu obat golongan kortikosteroid.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah
kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan
peka terhadap cahaya.

E. Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)

1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary.


2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata / dicelah pupil.
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan eksresi
atau aliran keluar aqueous humor. Bebrapa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya
glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes mellitus, myopia, ras kulit hitam,
pertambahan usia dan pasca bedah.

F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Muala, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hyperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
8. TIO meningkat. (Tamsuri A, 2010 : 74-75).
9

G. Komplikasi
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma. Agens topical yang
digunakan untuk mengobati glaukoma dapat memiliki efek sistemik yang merugikan,
terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa perburukan kondisi jantung, pernapasan,
atau neurologis.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui glaukoma (Hanarwatiaj,2008)

1. Oftalmoskopi : Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
2. Tonometry : Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila
melebihi 25 mmHg.
3. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang dapat
pandangan yang khas pada glaukoma, secara sederhana, lapang pandang dapat
diperiksa dengan tes konfrontasi.
4. Pemeriksaan Ultrasonotrapi : Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk
mengukur dimensi dan struktur okuler.

I. Patofisiologi
Aqueus humor secara continue diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus
ciliary) bilik mata belakang untuk memberikan nutrient pada lensa. Aqueua humor
mengalir melalui jaring-jaring, trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh
work dan kanal schlem. Tekanan intraokuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21
mmHg tergantung keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) AqH di bilik
mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina,
sehingga dapat merusak serabut syaraf optic menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya
menyebabkan kerusakan jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea sentralis.
Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari daerah nasal atas
dan sisa terakhir pada temporal.
10

J. Pathway

Penyakit mata lain Kelainan anatomis, Glaukoma sudut terbuka


(Trauma, uveitis) kegagalan perkembangan (obstruksi aliran aqueus
organ mata humor) & glaukoma sudut
tertutup (drainase aqueus
Penyempitan sudut humor terganggu)
mata/obstruksi Gangguan aliran drainase
aliran drainage
aqueus humor

Bola mata terlihat Peningkatan tekanan


Nyeri mata di kepala
menonjol intra okulet (TIO)

Tekanan pada saraf vagus Tekanan pembuluh darah Tekanan pada sel
di retina ganglion dan saraf optik

Mual dan muntah


Suplai O2 kemata Kerusakan retina,
menurun gangguan fungsi
Ketidakseimbangan penglihatan
nutrisi kurang dari Iskemik
kebutuhan tubuh
Penurunan fungsi
Resiko retinopati penglihatan, penurunan
(kebutaan) lapang pandang, fotofobia

Nyeri
Gangguan citra tubuh
Kebutaan

Resiko cedera Gangguan persepsi


sensori visual
(Nurarif Amin Huda, 2015)
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identifikasi Klien
Nama, umur / tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan,
tanggal MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
2. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri, mual
muntah, dan penglihatan menurun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal ini meliputi keluhan utama, mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri,

mual muntah, dan penglihatan menurun.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah terdapat

hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal atau

horisontal memiliki penyakit yang serupa.

4. Pengkajian saat ini

a. Pola nutrisi dan metabolik

Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan pada pola

nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola makan dan

komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak

jumlahnya.

11
12

b. Pola eliminasi

Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi tetap

dikaji konsentrasi, banyaknya warna dan baunya.

c. Pola istirahat dan tidur

Pola istirahat dan tidur akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur karena nyeri.

d. Pola gerak dan keseimbangan

Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien

mengalami penurunan.

e. Pola hubungan dan peran

Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan

keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena penyakit yang

dideritanya.

f. Pola personal hygiene

Biasanya klien hanya di seka dan gosok gigi seperti biasanya.

g. Pola spiritual

Klien biasanya masih bisa melakukan ibadah seperti biasa tetapi dilakukakn di

atas tempat tidur.

h. Pola pernafasan

Biasanya klien tidak mengalami permasalahan pada sistem pernafasan.

i. Pola persepsi diri

Klien biasanya merasa cemas dengan penyakitnya.

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta

pemeriksaan TTV.
13

b. Pemeriksaan persistem

Pemeriksaan persistem meliputi:

1) Persepsi sensori (visul)

Biasanya terjadi tekanan intra ocular (TIO).

2) Sistem kardiovaskuler

Kaji apakah pasien memiliki riwayat hipertensi atau tidak.

3) Sistem endokrin

Kaji apakah pasien memiliki riwayat DM atau tidak

4) Sistem neurologis

Biasanya sistem neurologis normal dengan GCS 15.

5) Sistem integument

Pada sistem integument pun biasanya normal dengan turgor kulit baik.

6) Sistem gastrointestinal

Biasanya selera makan berkurang karena adanya mual dan muntah.

7) Sistem musculoskeletal

Biasanya sistem musculoskeletal normal tidak adanya yeri pada tulang

maupun sendi.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Oftalmoskopi : Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometry : Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila
melebihi 25 mmHg.
c. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang dapat
pandangan yang khas pada glaukoma, secara sederhana, lapang pandang dapat
diperiksa dengan tes konfrontasi.
d. Pemeriksaan Ultrasonotrapi : Adalah gelombang suara yang dapat digunakan
untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
14

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang di tandai dengan mual
muntah.
2. Ansietas b.d faktor fisiologis perubahan status kesehatan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan KeperawatanPada Ny. Halimah Dengan Diagnosa Medis Glaukoma Di Ruang
Mawar

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny. Halimah Tusa’diah
Umur / Tanggal Lahir : 50 tahun (25 Mei 1969)
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jln. Puri Teratai
No. RM : 010419
Diagnosa Medis : Glaukoma
TGL Masuk : 13-10-2019 Jam 10.00
TGL Pengkajian : 13-10-2019 Jam 12.00
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. Sarifudin
Usia / Tanggal Lahir : 55 Tahun (17 Juli 1964)
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Puri Teratai
Hubungan dengan pasien : Suami
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada mata sebelah kiri.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke RS pada tanggal 13 Agustus 2019 pukul 10.00 dengan keluhan
nyeri pada mata sebelah kiri, penglihatan nya kabur, dan mual muntah.

15
16

P : Tingginya tekanan bola mata.


Q : Seperti nyud – nyudan.
R : Pada mata sebelah kiri.
S : Skala nyeri 5.
T : Timbul hilang selang 5 menit.

c. Riwayat kesehatan dahulu


Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti ini,
dan belum pernah mengalami penyakit serius sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan di keluarga nya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
dengan pasien, ataupun memiliki penyakit menurun lainnya.
e. Genogram

Keterangan:

Suami pasien 55 tahun

Pasien usia 50 tahun

Anak 1 usia 23 tahun

Anak 2 usia 20 tahun

Meninggal pada usia 65 tahun

Meninggal pada usia 70 tahun


17

3. Pengkajian saat ini

Pola pengkajian Sebelum sakit Selama sakit


Pola pernafasan Pasien dapat bernafas dengan Pasien tidak mengeluh sesak
normal dan tidak ada nafas.
kesulitan bernafas.
Pola nutrisi Pasien makan 3x sehari 1 Pasien makan 2-3x sehari
porsi dan minum 5-8 gelas ½ porsi dan minum 8 gelas
per hari. per hari.
Pola eliminasi BAB 1x sehari, feses lunak, BAB 1x sehari, feses lunak,
warna kekuningan, dan BAK warna kekuningan, dan BAK
lancar, warna jernih lancar, warna jernih
kekuningan. kekuningan.
Pola gerak dan Pasien dapat melakukan Pasien tampak
keseimbangan aktivitas tanpa ada keseimbangannya terganggu
gangguan. karena penglihatan yang
kabur.
Pola istirahat dan tidur Pasien biasa tidur 7-8 jam per Pasien tidur 5-6 jam per
hari. hari karena tidak nyaman
Pola personal hygiene Pasien biasa mandi 2x sehari Pasien mandi dengan di
dan gosok gigi dengan seka oleh suaminya pagi
mandiri. dan sore, serta gosok gigi.
Pola spiritual Pasien beragama islam dan Pasien masih bisa ibadah
bisa biasa melakukan ibadah sholat 5 waktu dengan
sholat 5 waktu. keadaan berbaring.
Pola persepsi diri Sebelum sakit pasien tidak Selama sakit pasien merasa
ada rasa cemas atau cemas, dan khawatir
kekhawatiran. dengan kondisinya.
Pola peran hubungan Pasien berkomunikasi Pasien mau berkomunikasi
dengan baik dengan dengan perawat dengan di
keluarga. damping suaminya.

Table 3.1 Pengkajian Saat Ini


18

4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD : 150/90 mmHg BB : 58 Kg
N : 90x / menit TB : 160 Cm
RR : 20x / menit
Suhu : 37C

5. Pemeriksaan Persistem
a. Sistem persepsi sensori (visual) : Terjadi tekanan intra ocular (TIO)
yaitu 27 mmHg.
b. Sistem kardiovaskuler : Pasien mengaku tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi.
c. Sistem endokrin : Pasien mengaku tidak memiliki penyakit
seperti DM.
d. Sistem Neurologis :Tingkat kesadaran composmentis
dengan GCS 15, tidak mengalami riwayat trauma apapun, wajah dan leher
tampak simetris.
e. Sistem Integumen :Tidak ditemukannya luka ataupun
memar pada kulit, turgor kulit baik dengan tekstur halus, peka terhadap
sentuhan dan tidak menampakan sianosis.
f. Sistem Gastrointestinal :Mulut bersih, tidak ada karies atau
karang gigi, selera makan menurun karena mual hingga muntah, reflek
menelan baik, mukosa mulut berwarna merah muda tidak ada lesi maupun
radang. Abdomen berukuran datar simetris bising usus 20x/ menit, tidak ada
nyeri
g. Sistem Muskuloskeletal :Tidak ada nyeri pada tulang maupun
sendi, tidak ada fraktur ataupun kelainan tulang dan sendi.
6. Pemeriksaan Penunjang
No. Nama pemeriksaan Normal Hasil pemeriksaan
1. Tonometri 21-25 mmHg 27 mmHg
Table 3.2 Pemeriksaan Penunjang
19

B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Pasien mengatakan nyeri dan Peningkatan tekanan Nyeri akut
pandangan kabur pada mata sebelah intraokular (TIO) yang di
kirinya. tandai dengan mual
P : Tingginya tekanan bola mata. muntah.
Q : Seperti nyud - nyudan
R : Pada mata sebelah kiri
S : Skala nyeri 5
T : Timbul hilang selang 5 menit.
DO : Pasien terlihat menahan nyeri
dengan TIO 27 mmHg.
2. DS : Pasien mengatakan cemas dan Faktor fisiologis Ansietas
takut dengan keadaannya saat ini. perubahan status
DO : Pasien terlihat gelisah dan sulit kesehatan.
tidur.
3. DS : Pasien mengatakan dirinya Mual dan muntah Ketidakseimbangan
mengalami mual dan muntah. nutrisi kurang dari
DO : Pasien terlihat lemas dan pucat. kebutuhan tubuh.
Table 3.3 Analisa Data

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang di tandai dengan mual
muntah.
2. Ansietas b.d faktor fisiologis perubahan status kesehatan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah
20

D. ASUHAN KEPERAWATAN
No. Dx Intervensi Implementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri akut b.d peningkatan Tupan : Setelah dilakukan 1. Tanggal 1. Tanggal
tekanan intraokular (TIO) tindakan keperawatan selama 13-10-2019 13-10-2019
Jam 12.00 Jam 14.00
yang di tandai dengan mual 3x24 jam nyeri dapat
muntah. membaik. S : Pasien mengatakan nyeri
Tupen : Setelah dilakukan nya berangsung berkurang.
P : Tingginya tekanan
tindakan keperawatan selama
bola mata.
1x24 jam nyeri berangsung
Q : Seperti nyud - nyudan
berkurang.
R : Pada mata sebelah kiri
Dengan kriteria hasil :


S : Skala nyeri 3
1. Mampu mengontrol
T : Timbul hilang selang
rasa nyeri.
5 menit.
2. Mampu menyatakan
O : Pasien terlihat tidak
rasa nyaman setelah
nyaman karena menahan
nyeri berkurang.
nyeri.
Rencana tindakan :
A : Masalah belum teratasi
1. Pantau skala nyeri
P : Intervensi dilanjutkan
2. Berikan teknik
distraksi.
21

3. Kolaborasi dengan 2. Tanggal 2. Tanggal


dokter untuk 13-10-2019 13-10-2019
Jam 14.00 Jam 15.00
pemberian analgetik.

S : Pasien mengatakan nyeri


nya sudah lebih jauh
berkurang.
P : Tingginya tekanan
bola mata.
Q : Seperti nyud - nyudan

 R : Pada mata sebelah kiri


S : Skala nyeri 2
T : Timbul hilang.
O : Pasien terlihat mulai
merasa nyaman.
A : Masalah teratasi
sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
22

3. Tanggal 3. Tanggal
13-10-2019 13-10-2019
Jam 19.00 Jam 20.00

S : Pasien mengatakan
setelah di berikan obat
analgetik nyeri nya sudah
jarang terasa.
P : Tingginya tekanan
bola mata.

 Q : Seperti nyud - nyudan


R : Pada mata sebelah kiri
S : Skala nyeri 1
T : Timbul hilang.
O : Pasien sudah jarang
mengeluh nyeri lagi.
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
2. Ansietas b.d faktor Tupan : Setelah dilakukan 1. Tanggal 1. Tanggal
fisiologis perubahan status tindakan keperawatan selama 14-10-2019 14-10-2019 Jam 09.00
2x24 jam ansietas nya akan Jam 08.00
kesehatan
hilang. S : Pasien mengatakan masih
Tupen : Setelah dilakukan merasakan cemas namun
tindakan keperawatan selama setelah dilakukan teknik
23

1x24 jam ansietas akan relaksasi rasa cemas nya


berkurang. sudah berkurang.


Dengan kriteria hasil : O : Pasien terlihat lebih
1. Tanda-tanda vital tenang, dengan hasil tanda –
normal. tanda vital :
2. Ekspresi wajah dan TD : 150/90
bahasa tubuh N : 90x/menit
menunjukkan RR : 20x/menit
berkurangnya Suhu : 37C
ansietas. A : Masalah teratasi
Rencana tindakan : sebagian
1. Ajarakan pasien P : Intervensi dilanjutkan
teknik relaksasi.
2. Jelaskan prosedur dan 2. Tanggal 2. Tanggal
arti dari gejala-gejala. 14-10-2019 14-10-2019 Jam 14.00
Jam 14.00
S : Pasien mengatakan
cemasnya sudah berkurang,
karena sudah dijelaskan
mengenai prosedur dan arti
dari gejala-gejala yang
dirasakan.


O : Pasien terlihat kooperatif
pada saat dijelaskan
mengenai prosedur dan arti
gejala-gejalanya, yang
ditandai dengan
TD : 140/90 mmHg
24

N : 90x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 27C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Ketidakseimbangan nutrisi Tupan : Setelah dilakukan 1. Tanggal 1. Tanggal
kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan selama 15-10-2019 15-10-2019 Jam 08.00
2x24 jam mual dan muntah Jam 08.00
tubuh b.d mual dan muntah
akan hilang. S : Pasien mengatakan masih
Tupen : Setelah dilkaukan merasa mual dan muntah.
tindakan keperawatan selama TD : 140/90 mmHg
1x24 jam mual dan muntah N : 90x/menit


berangsur berkurang. RR : 20x/menit
Dengan kriteria hasil : Suhu : 27C
1. Nutrisi pasien dapat O : Pasien terlihat tidak
terpenuhi. bergairah dan pucat.
2. Pasien tidak mengeluh A : Masalah belum teratasi
mual P : Intervensi dilanjutkan
3. Konjungtiva tidak
anemis
Rencana tindakan :
1. Kaji TTV
2. Anjurkan pasien untuk
makan sedikit tapi
sering.
25

3. Kolaborasi dengan 2. Tanggal 2. Tanggal


ahli gizi untuk 15-10-2019 15-10-2019 Jam 14.00
Jam 10.00
pemberian nutrsi yang
S : Pasien mengatakan mual
sesuai dengan keadaan dan muntah nya mulai
pasien. berkurang dan sudah bisa
makan walaupun sedikit tapi


sering.
O : Pasien terlihat lebih
segar dan sudah mulai pulih.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

3. Tanggal 3. Tanggal
15-10-2019 15-10-2019 Jam 20.00
Jam 18.00


S : Pasien mengatakan sudah
tidak mual dan muntah lagi
O : Kondisi pasien sudah
terlihat membaik.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Table 3.4 Asuhan Keperawatan


BAB IV

EVIDENCE BASED

KARAKTERISTIK PASIEN GLAUKOMA BERDASARKAN FAKTOR


INSTRINSTIK DI RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR
LAMPUNG

Yesi Nurmalasari,1Muhammad Rizki Hermawan2

ABSTRAK

Latar Belakang. Glaukoma merupakan dampak dari mekanisme peningkatan tekanan


intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humour akibat kelainan
sistem drainase sudut balik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous
humour ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) angka kebutaan meningkat dari 45 juta pada tahun 2013 menjadi 60 juta
pada tahun 2014. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Provinsi Lampung
sebesar 1,7%.

Tujuan. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien glaukoma berdasarkan faktor


intrinstik di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung Tahun 2015.

Metode. Penelitian merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross


sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Januari - Desember 2015 dan dilaksanakan di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung. Terdapat 78 responden dengan
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Hasil. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa usia diketahui Dewasa muda sebanyak
50 orang (64,1%) dan Usia Lanjut sebanyak 28 orang (35,9%), jenis kelamin didapatkan Laki-
Laki sebanyak 37 orang (47,4%) dan Perempuan sebanyak 41 orang (52,6%), riwayat
hipertensi didapatkan hipertensi sebanyak 57 orang (73,1%) dan tidak ada hipertensi sebanyak
21 orang (26,9%), riwayat diabetes melitus didapatkan Diabetes Melitus sebanyak 20 orang
(25,6%) dan tidak ada Diabetes Melitus sebanyak 58 orang (74,4%).

26
27

Kesimpulan. Berdasarkan kasus di atas dengan hasil penelitian dapat disimpulkan


bahwa penelitian ini memiliki keterkaitan dengan kasus di atas, yang dibuktikan dengan bahwa
di daalam penelitian di simpulkan usia responden glaukoma yang banyak dialami oleh orang
dewasa dengan jenis kelamin perempuan dan dengan memiliki riwayat hipertensi dan diabetes
mellitus. Adapaun pasien dalam kasus di atas adalah orang dewasa yang berusia 50 tahun dan
berjenis kelamin perempuan. Sehingga ada kecocokan antara kasus di atas dengan hasil
penelitian.

Kata kunci: usia, jenis kelamin, hipertensi, diabetes melitus, glaukoma.

Pendahuluan

Bidang kesehatan merupakan salah satu bidang yang menunjang pembangunan


nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan.

Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar pengaruhnya
terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Hal ini erat kaitannya
dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta kualitas harapan hidup,
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran
masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Glaukoma merupakan dampak dari mekanisme
peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous
humour akibat kelainan sistem drainase sudut balik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau
gangguan akses aqueous humour ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) angka kebutaan meningkat dari
45 juta pada tahun 2013 menjadi 60 juta pada tahun 2014. Angka kebutaan Bangladesh tercatat
1% dari jumlah penduduk, Myanmar 0,9% dari jumlah penduduk, Bhutan 0,8% dari jumlah
penduduk, India 0,7% dari jumlah penduduk, Srilangka 0,5% dari jumlah penduduk, Korea
selatan 0,4% dari jumlah penduduk, Thailand 0,3% dari jumlah penduduk. Data di Indonesia
menunjukkan 500.000 penderita glaukoma mengalami kebutaan. Terjadi pada 1 dari 1000
orang yang berusia di atas 40 tahun dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. 3 Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan angka kebutaan sebesar 0,9%,
dengan angka tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan (2,6%) dan terendah di Provinsi
Kalimantan Timur (0,3%) sedangkan di Provinsi Lampung sebesar 1,7%.
28

Faktor penyebab glaukoma dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor instrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik terdiri dari usia dimana glaukoma lebih banyak menyerang
orang berusia di atas 40 tahun, gender (jenis kelamin) pria 3 kali berisiko daripada wanita,
diabetes mellitus beresiko 2 kali lebih sering terkena glaukoma dan hipertensi beresiko 6 kali
lebih sering terkena glaukoma, faktor ekstrinsik terdiri dari trauma serta penggunaan obat-
obatan yang mengandung steroid secara rutin dalam jangka waktu yang lama mempunyai risiko
mengalami glaukoma.

Berdasarkan penelitian Henny Maharani pada tahun 2009, didapatkan hasil bahwa dari
segi usia paling banyak adalah usia <40 tahun (39,9%), jenis kelamin paling banyak adalah
perempuan (56,6%), dan riwayat hipertensi paling banyak adalah memiliki riwayat hipertensi
(56,7%). Sedangkan berdasarkan penelitian Nur Ischa pada tahun 2011, didapatkan hasil
bahwa pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus sebanyak 6 orang (3,3%).

Metode
Penelitian merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari - Desember 2015 dan dilaksanakan di Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung. Terdapat 78 responden dengan memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi.

Kriteria Inklusi

a. Pasien glaukoma yang sudah terdiagnosis.


b. Adanya data pemeriksaan mata

Kriteria Ekslusi

a. Pasien dengan komplikasi


b. Data rekam medik tidak lengkap
29

HASIL DAN PEMBAHASAN


Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia didapatkan distribusi responden yang dapat dilihat pada tabel 4.1
dibawah ini :
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Glaukoma
Frekuensi %
Dewasa Muda 50 64.1
Usia Lanjut 28 35.9
Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa dari 78 responden pada pasien Glaukoma
didapatkan Dewasa muda sebanyak 50 orang (64,1%) dan Usia Lanjut sebanyak 28 orang
(35,9%).

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin didapatkan distribusi responden yang dapat dilihat pada
tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 4, Nomor 2, April 2017

Jenis Kelamin Glaukoma

Frekuensi %
Laki-Laki 37 47.4
Perempuan 41 52.6
Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 78 responden pada pasien Glaukoma didapatkan
Laki-Laki sebanyak 37 orang (47,4%) dan Perempuan sebanyak 41 orang (52,6%).
30

Distribusi Responden Berdasarkan Hipertensi


Berdasarkan Hipertensi didapatkan distribusi responden yang dapat dilihat pada tabel
4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Hipertensi
Hipertensi Glaukoma
Frekuensi %
Ada 57 73.1
Tidak Ada 21 26.9
Jumlah 78 100
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 78 responden pada pasien Glaukoma
didapatkan hipertensi sebanyak 57 orang (73,1%) dan tidak ada hipertensi sebanyak 21 orang
(26,9%).

Distribusi Responden Berdasarkan Diabetes Melitus

Berdasarkan Diabetes Melitus didapatkan distribusi responden yang dapat dilihat pada
tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Diabetes Melitus

Diabetes Melitus Glaukoma


Frekuensi %
Ada 20 25.6
Tidak Ada 58 74.4
Jumlah 78 100
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui dari 78 responden pada pasien Glaukoma didapatkan
Diabetes Melitus sebanyak 20 orang (25,6%) dan tidak ada Diabetes Melitus sebanyak 58
orang (74,4%).

Pembahasan Usia Pada penelitian ini diperoleh 78 orang pada pasien Glaukoma dengan
Dewasa muda sebanyak 50 orang (64,1%) dan Usia Lanjut sebanyak 28 orang (35,9%).
Berdasarkan penelitian Henny Maharani pada tahun 2009, didapatkan hasil bahwa dari segi
usia paling banyak adalah usia <40 tahun (39,9%).8 Berdasarkan data Framingham Study dan
Ferndale Study, menyatakan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 0,7%
penduduk berusia 52-64 tahun, dan meningkat menjadi 1,6% pada usia 6574 tahun, serta
31

menjadi 4,2% penduduk pada usia 75-85 tahun.19 Sedangkan pada penelitian Fidalia,
didapatkan prevalensi kelompok usia di RSMH Palembang, kelompok usia 40-49 tahun
sebanyak 8 orang, 50-59 tahun sebanyak 12 orang, 60-69 tahun sebanyak 16 orang, dan usia
lebih dari 70 tahun sebanyak 5 orang.

Hal ini terjadi karena Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
umumnya menyerang orang berusia diatas 40 tahun. Risiko terkena glaukoma akan meningkat
pada umur 40 – 64 tahun sebesar 1% dan pada umur 65 tahun keatas sebesar 5% dimana
seseorang dengan usia lebih dari 40 tahun beresiko karena jaringan mata sudah mulai
mengalami degenerasi dan juga pada usia lebih dari 40 tahun sudah banyak penyakit penyerta
yang mampu memperparah kondisi mata diantaranya hipertensi, diabetes melitus dan
dislipidemia. 3 penyakit penyerta tersebut merupakan segitiga berantai yang selalu
menyebabkan kerusakan organ tubuh salah satunya adalah mata.

Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin dari 78 responden pada pasien Glaukoma didapatkan Laki-
Laki sebanyak 37 orang (47,4%) dan Perempuan sebanyak 41 orang (52,6%). Berdasarkan
penelitian Henny Maharani pada tahun 2009, didapatkan hasil bahwa jenis kelamin paling
banyak adalah perempuan (56,6%). 7 Sedangkan pada penelitian Fidalia di RSMH Palembang
didapatkan Laki-laki sebanyak 20 orang dan Perempuan sebanyak 21 orang.20 Hal ini terjadi
karena Glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil pada orang kulit putih ditemukan
bahwa pria 3 kali berisiko daripada wanita, sedangkan pada orang kulit hitam, penderita pria
sama resikonya dengan wanita.

Hipertensi

Berdasarkan Hipertensi, dari 78 responden pada pasien Glaukoma didapatkan


hipertensi sebanyak 57 orang (73,1%) dan tidak ada hipertensi sebanyak 21 orang (26,9%).
Berdasarkan data who pada tahun 2011, diperkirakan tahun 2025 1 miliar penduduk dunia
menderita hipertensi, dua pertiga jumlah itu tinggal di negara berkembang, salah satunya
Indonesia. Berdasarkan penelitian Henny Maharani pada tahun 2009, didapatkan hasil bahwa
riwayat hipertensi paling banyak adalah memiliki riwayat hipertensi (56,7%).7 Sedangkan
pada penelitian Fidalia di RSMH Palembang didapatkan yang memiliki Riwayat Hipertensi
sebanyak 25 orang dan yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebanyak 16 orang.20 Hal ini
terjadi karena Penderita hipertensi berisiko lebih tinggi terserang glaukoma daripada yang tidak
32

mengidap penyakit hipertensi. Penderita hipertensi, beresiko 6 kali lebih sering terkena
glaukoma.

Diabetes Melitus

Berdasarkan Diabetes Melitus, 78 responden pada pasien Glaukoma didapatkan


Diabetes Melitus sebanyak 20 orang (25,6%) dan tidak ada Diabetes Melitus sebanyak 58
orang (74,4%). Menurut WHO, diperkirakan pada tahun 2030 diperkirakan jumlah penderita
diabetes melitus di dunia akan mencapai jumlah 366.210. 100 orang atau naik sebesar 114%
dalam kurun waktu 30 tahun.

Berdasarkan penelitian Nur Ischa pada tahun 2011, didapatkan hasil bahwa pasien yang
memiliki riwayat diabetes melitus sebanyak 6 orang (3,3%).8 Sedangkan pada penelitian
Fidalia di RSMH Palembang didapatkan yang memiliki riwayat diabetes melitus sebanyak 10
orang dan yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus sebanyak 31 orang.

Hal ini terjadi karena penyakit Diabetes Mellitus (DM) dipercaya meningkatkan
terjadinya resiko terkena glaukoma. Penderita Diabetes Mellitus (DM), beresiko 2 kali lebih
sering terkena glaukoma. Sebesar 50% dari penderita Diabetes mengalami penyakit mata
dengan resiko kebutaan 25 kali lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA

Ekarulita, Intan. 2018. Epidemiologi Glaukoma, diakses dari


https://www.alomedika.com/penyakit/oftalmologi/glaukoma/epidemiologi, pada 6
November 2019
Goldber, Ivan dan Remo Susanna Jr. 2017. Glaukoma Langkah Penting Selamatkan
Penglihatan Anda, diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=7DfTDgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=buku+
glaukoma+langkah+penting&hl-
id&sa=X&ved=0ahUKEwjmlOOO2enlAhQbbn0KHcnUDggQ6AECTAA#v=onepage&
q=buku%20glaukoma%20langkah%20penting&f=false, pada 6 November 2019.
Hadi, Abdul. 2015. Pengertian, Bagian-Bagian Mata Dan Fungsinya, diakses dari
https://softilmu.com/2015/02/Struktur-Pengertian-Bagian-Bagian-Fungsi-Mata-
Adalah.html?m=1, pada 6 November 2019.
Hanarwatiaj. 2008. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA
NIC-NOC Edisis Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta.
Indriana dan N. Istiqomah. 2018. Askep Glaukoma, diakses dari
https://www.academia.edu/37854485/Askep_glaukoma.docx, pada 3 Oktober 2019.
Induniasih dan Sri Hendarsih. Tanpa Tahun. Metodologi Keperawatan. Yogyakarya: Pustaka
Baru Press.
Mifdaturrohmah. 2017. Dasar-Dasar Keperawatan Buku Referensi Ilmu Dasar Keperawatan.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarya: Percetakan
Mediaction Publishing Jogjakarta.
Perarce, Evelyn C. Tanpa Tahun. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Diterjemahkan
Oleh: Sri Yuliani Handoyo. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Sidharta, Ilyas. 2004. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarya: Percetakan Mediaction Publishing
Jogjakarta.
Tamsuri, Anas. 2010. Glaukoma, diakses dari https://academia.edu31628610/glaukoma, pada
7 November 2019.

33

Anda mungkin juga menyukai