Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN GERONTIK

“Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Sensori Persepsi Pada Lansia”

Oleh:

Kelompok 8

Nur Afni Eka Fitri 1911312059

Nurul Ashikin 1911312062

Cantika Dwi Putri 1911312065

Khairunnisa Hazira 1911313001

Cindy Aviola 1911313004

Kelas A2 Keperawatan 2019

Dosen Pengampu : Ns. Windy Freska, S.Kep,. M. Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu/bapak dosen pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen, selaku pembimbing


mata kuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, proposal yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Padang,28 September 2022

Kelompok 8

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 4
BAB II KERANGKA TEORI ................................................................................................. 5
2.1 Definisi Ganguan Persepsi Sensori ............................................................................. 5
2.2 Etiologi Gangguan Persepsi Sensori ........................................................................... 5
2.3 Faktor-faktor Gangguan Persepsi Sensori ................................................................... 6
2.4 Masalah Gangguan Persepsi Sensori........................................................................... 6
2.5 WOC........................................................................................................................... 7
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Persepsi Sensori
Penglihatan ............................................................................................................................. 7
BAB III FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN
FORMAT GORDON ............................................................................................................... 14
3.1 Kasus Persepsi Sensori .............................................................................................. 14
3.2 Pengkajian ................................................................................................................. 14
3.3 Analisis Data Dan Diagnosa Keperawatan ............................................................... 17
3.4 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 18
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 22
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 22
4.2 Saran .......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan Persepsi Sensori merupakan keadaan dalam diri seseorang mengalami
sebuah perubahan bentuk dan jumlah dari rangsangan yang datang dari luar maupun dari
dalam dengan respon yang menurun atau dilebih-lebihkan terhadap rangsangan ini yang
menimbulkan Halusinasi (Shalahuddin, dkk 2021). Beberapa kondisi yang
memprihatinkan yaitu meningkatnya kejadian gangguan jiwa dengan halusinasi dalam
masalah kesehatan. Klien halusinasi yang tidak segera dilakukan penanganan yang baik
akan mengakibatkan masalah yang serius bagi klien, lingkungan maupun masyarakat
sekitar. Kita akan menemukan klien yang melakukan tindakan kekerasan dikarenakan
mengalami halusinasi.

Gangguan mental yang kronis maupun parah diseluruh dunia sekitar lebih dari 21
juta dan 23 juta orang jiwa secara umum, namun diketahui 50% jiwa dengan skinzofrenia
atau halusinasi yang tidak mendapat penanganan berada di Negara berpenghasilan
menengah dan rendah. Pada tahun 2013 sebanyak 1,7 per mil dan mengalami peningkatan
pada tahun 2018 menjadi 7 per mil gangguan jiwa yang terjadi di Indonesia (Shalahuddin,
dkk 2021).

Halusinasi dipengaruhi oleh faktor presipitasi dan faktor predisposisi. Faktor


presipitasi merupakan sebuah rangsangan yang terjadi pada seseorang sehingga
mempersepsikan atau menilai sesuatu yang memerlukan tenaga karena adanya tekanan
dari luar maupun dari dalam. Sedangkan faktor predisposisi mempengaruhi tingkat stress
maupun kecemasan seseorang terhadap suatu masalah yang dialami sehingga tidak dapat
mengendalikan halusinasi (Aldam & Wardani, 2019)

Proses yang menimbulkan terjadinya gangguan persepsi sensori atau halusinasi


yaitu terdapat 4 tahapan, pada tahap yang pertama halusinasi bersifat menenangkan,
untuk tahap kedua maka halusinasi berada pada sifat menyalahkan, tahap ketiga
halusinasi akan bersifat menegndalikan dan pada tahap terakhir akan bersifat menakutkan.
Ada beberapa jenis halusinasi diantaranya yaitu halusinasi penglihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman dan perabaan yang memiliki tanda-tanda seperti bebricara

3
sendiri, tertawa tanpa penyebab, menunjuk ke arah tertentu, muntah atau bahkan
menggaruk-garuk kulit (Nugrahani, 2020).

Dampak dari halusinasi pada klien yaitu perilaku yang tidak dapat mengendalikan
diri-sendiri, beresiko dalam melakukan bunuh diri, serta dapat merusak lingkungan
sekitarnya apabila tidak segera dilakukan penanganan. Peran keluarga sangat penting
untuk proses penyembuhan klien tetapi juga dapat merasakan dampak saat melakukan
perawatan seperti merasa putus asa, takutataupun kecewa dengan perilaku klien sehigga
keluarga cemas dalam situasi sosial, oleh sebab itu keluarga akan merasa bahwa klien
menjadi beban dalam keluarga maupun lingkungannya (Susilawati; Fredrika, 2019).

Peran perawat dalam mengatasi masalah halusinasi adalah dengan pendekatan


nonfarmakologi seperti terapi kelompok aktivitas, interaksi sosial, mengajarkan cara
menghardik halusinasi, mengajarkan cara berfokus saat bercakap-cakap untuk
mengendalikan halusinasi serta membuat sebuah jadwal untuk memonitor kegiatan
sehari-hari klien dan untuk terapi farmakologi bisa menggunakan obat anti depresan
(Zaini, 2019).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui defenisi ganguan persepsi sensori
2. Mengetahui etiologi ganguan persepsi sensori
3. Mengetahui faktor-faktor ganguan persepsi sensori
4. Mengetahui masalah ganguan persepsi sensori
5. Mengetahui pohon/rumusan masalah

1.3 Manfaat Penulisan


1. Dapat memahami apa itu ganguan persepsi sensori
2. Dapat mengetahui etiologi dari ganguan persepsi sensori
3. Dapat mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi ganguan persepsi sensori
4. Dapat mengetahui masalah yang timbul akubat ganguan persepsi sensori
5. Dapat mengetahui pohon masalah dari ganguan persepsi sensori

4
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Definisi Ganguan Persepsi Sensori


Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut disadari
dan dimengerti pengindraannya atau sensasi. Gangguan persepsi adalah ketidak mampuan
manusia dalam membedakan antara rangsangan timbul dari sumber internal (pikiran,
perasaan) dan stimulus eksternal sensori stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam
maupun luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori.
Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat
dan berkembang dengan normal (Dermawan & Rusidi, 2013).

Gangguan persepsi sensori diantaranya penurunan pendengaran terutama berupa


sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan
presbikusis. Penurunan pendengran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak atau jalur
kontrakal pendengaran). Penyebab dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi masih
berkaitan dengan perubahan pada tulang di dalam bagian koklear atau didalam tulang
mastoid.

2.2 Etiologi Gangguan Persepsi Sensori


Salah satu penyebab dari gangguan persepsi sensori adalah gangguan presbiakusis
merupakan salah satu gangguan kesehatan yang berisiko terjadi pada usia lanjut. Hal ini
disebabkan oleh proses penuaan atau degenerasi pada usia lanjut. Presbiakusis merupakan
gangguan sensori yang terjadi pada telinga dan ditandai dengan penurunan kualitas dan
kuantitas suara yang diterima pemilik telinga.

Penyebab dari presbiakusis itu sendiri adalah perubahan pada telinga luar dan telinga
tengah yang berkurang elastisitasnya serta bertambah besar ukuran daun telinga,
bertambah kakunya daun telinga, penumpukan serumen, membran timpani yang
bertambah tebal dan kaku, juga kekakuan pada persendian tulang pendengaran di mulai
terjadinya atrofi di bagaian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun secara progresif
terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah apeks yang pada
akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat dengan manifestasi gangguan
pemahaman bicara. Kejadian presbikusis diduga mempunyai hubungan dengan faktor-

5
faktor herediter metabolisme, aterosklerois, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor
(Ali, 2006).

2.3 Faktor-faktor Gangguan Persepsi Sensori


Faktor- faktor yang mempengaruhi gangguan presepsi sensori :

1. Perubahan mental
Perubahan mental lansia menuerut Nugroho (2008) dari berupa perubahan
sikap yang semakan egosentrik, mudah curiga dan bertambah pelit atau tampak
jika memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan dalam
masyarakat. Sikap umum yang ditemukan hampir setiap lansia yaitu keinginan
untuk berumur panjang jika meninggal mereka inggin meninggal scara terhormat
dan masuk surga. Faktor yang mempengaruhi perubahan fisik, kesehatan umum,
tingkat pendidikan, keturunan dan lingkuangaan. Nilai seserorang sering diukur
melalui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila
menggalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan
finansial, kehilangan stautus, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan
(Nugroho, 2008).
2. Perubahan fisik Hutapea (2005) menyatakan berubahan fisik yang mempengaruhi
Perubahan pada sistem sensori seperti penururunan pendengaran. Perubahan
karena penuaan di telinga dalam diantaranya yaitu karena hilangnya rambut sel,
penurunan suplai darah, penurunan produksi endolymph, menurunnya fleksibilitas
dari membran basilar, degenerasi spiral sel ganglion, dan hilangnya neuron di
nekleus koklear (Miller, 2012).

2.4 Masalah Gangguan Persepsi Sensori


Perubahan yang terjadi pada lansia sering bertambahnya usia gangguan presepsi
sensori pendengaran degeneratif yang disebut presbikusis. Presbikusis merupakan
gangguan sensoris yang terjadi pada telinga dan ditandai dengan penurunan kualitas dan
kuantitas suara yang diterima pemilik telinga. Penyebab dari presbiakusis itu sendiri
adalah perubahan pada telinga luar dan telinga tengah yang berkurang elastisitasnya serta
bertambah besar ukuran daun telinga, bertambah kakunya daun telinga, penumpukan
serumen, membran timpani yang bertambah tebal dan kaku, juga kekakuan pada
persendian tulang pendengaran (Ali, 2006).

6
Miller (2012) menyatakan sensori presbikusis berhubungan dengan perubahan
degeneratif dari sel rambut dan organ Corti serta dikarakteristikkan oleh penurunan
pendengaran yang meningkat tajam pada frekuensi tinggi penurunan pendengaran
sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi
dengan baik (saraf pendengaran batang otak atau jalur korikal pendengaran) penyebab
dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi masih mungkin bekaitan dengan perubahn
pada tulang telinga tengah dalam bagian koklea atau di dalam tulang mastoid. Perubahan
sensori pendengaran pada ansia menyebabkan berespon tidak sesuai dengan yang
diharapkan, tidak memahami percakapan, dan menghindari interaksi sosial. Perilaku ini
sering disalah pahamkan sebagai kebingunggan atau senil.

2.5 WOC
Lansia

Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan


biologis/fisik Spiritual psikologis sosiologi

Tidak mampu
Penurunan Distorsisensori Hambatan
menerima
massa atau lingkungan
respon
kekuatan
pendengaran
Respon tidak
Linglung
sesuai

Perubahan Gangguan
sistem Persepsi
Prebiskusis
pendengaran Sensori
pada lansia

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Persepsi Sensori


Penglihatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan sebuah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
sebuah pengumpulan daya yang sistematis dari berbagai macam sumber untuk
mengevaluasi dan untuk mnegidentifikasi status kesehatan pasien (Wahyuni, 2016).

7
1) Identitas
Identitas Lansia berupa nama, alamat, jenis kelamin, umur, status, agama, suku,
riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, sumber pendapatan, tempat tinggal
sekarang, lama tinggal. Identitas klien yang biasa dikaji pada gangguan presepsi
sensori penglihatan adalah usia karena gangguan penglihatan sering terjadi pada
lansia dengan umur diatas 50 tahun.
2) Riwayat Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini : keluhan terlazim yang biasa dirasakan lansia dengan
gangguan penglihatan yaitu pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan
dalam memfokuskan pandangan, pusing atau sakit kepala, mata lelah dan
mengantuk (Dwi Antara Nugraha, 2018).
b. Masalah kesehatan kronis : lansia diminta dan diajarkan untuk mengisi format
pengkajian masalah kesehatan kronis yang bertujuan untuk mengetahui
riwayat kesehatan kronis pasien. Instrument yang dipergunakan yaitu
pengkajian masalah kesehatan kronis.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : pada pasien dengan gangguan penglihatan berat
perlu diketahui pasien mengalami cedera mata atau infeksi mata, serta
menanyakan tentang penyakit apa yang terakhir diderita (Dwi Antara
Nugraha, 2018).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : bertanya kepada pasien apakah ada riwayat
kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek (Dwi Antara
Nugraha, 2018).
3) Status Fisiologi
a. Pola Kesehatan Sehari-hari
1. Nutrisi
Mengkaji jenis makanan serta minuman yang dikonsumsi lansia,
kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, pantangan
makan dan keluhan saat makan. Pada pasien dengan gangguan
penglihatan akut seperti contoh glaucoma akut pasien akan merasakan
mual dan muntah saat makan (Dwi Antara Nugraha, 2018)
2. Eliminasi
Mengkaji frekuensi, konsistensi, kebiasaan serta keluhan pasien saat
buang air kecil maupun buang air besar.
3. Istirahat/tidur
8
Mengkaji pola istirahat tidur lansia, kegiatan yang biasa dilakukan
lansia sebelum tidur, rentang waktu lansia tidur saat 38 siang maupun
malam hari. Pada lansia dengan gangguan penglihatan yang berat
biasanya mengalami kesukaran untuk istirahat tidur karena terdapat
rasa nyeri pada kepala.
4. Aktivitas Sehari-hari
Pada lansia dengan gangguan penglihatan berat akan mengalami
kesukaran untuk beraktivitas sehari-hari karena pasien akan mengalami
pandangan kabur, pandangan ganda, kesulitan dalam membaca dan
harus mengkaji apakah terjadi pada satu mata atau dua mata (Dwi
Antara Nugraha, 2018).
5. Personal Hygiene
Pada lansia dengan gangguan penglihatan seperti halnya kebutaan,
katarak, dan glaukoma akan mengalami kesulitan dalam melakukan
perawatan diri, karena pada pasien akan mengalami pandangan seperti
tertutup kabut.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital dan Status Gizi
Keadaan umum : tingkat kesadaran baik dengan GCS 15 yaitu kondisi
sadar sepenuhnya.
2. Sistem respirasi
Inspeksi : bila melibatkan sistem pernapasan, umumnya klien dengan
gangguan penglihatan ditemukan kesimetrisan rongga dada, klien tidak
sesak napas, serta tidak terdapat penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi : fremitus antara kanan dan kiri seimbang
Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas hilang atau melemah, pada sisi yang sakit
biasanya didapatkan suara napas tambahan seperti ronki dan mengi
3. Sistem kardiovaskuler
Nadi mungkin meningkat, pada auskultasi suara S1 dan S2 tunggal
serta tidak terdapat murmur.
4. Sistem Neurosensori
Gejala : keluhan nyeri kepala pada gangguan penglihatan berat,
terjadinya penglihatan kabur, respon terhadap cahaya, pergerakan
9
mata, kejelasan dalam melihat, ada atau tidaknya kekeruhan pada lensa
mata, ketajaman penglihatan yang menurun serta perlu dilakukan
pengkajian pada lapang pandang.
5. Sistem pencernaan
Gejala : ketidakmampuan dalam mengkonsumsi maknan ataupun
cairan yang tidak adekuat karena mual, muntah, anorexia
6. Sistem metabolism-intergumen
Kulit tampak kotor pada pasien dengan gangguan penglihatan berat
karena tidak mampun melakukan perawatan diri. didapatkan mukosa
bibir serta turgor kulit yang mengalami penurunan karena nafsu makan
yang menurun.
7. Sistem genitourinaria
Produksi urine dalam batas normal serta tidak terdapat keluhan pada
sistem perkemihan.
8. Status Kognitif
Terjadi penurunan dalam pemecahan masalah, berkaitan dnegan
memori meliputi memori sensori,memori jangka panjang, jangka
pendek,dan memori jangka panjang kemampuan psikomotor juga
sedikit mengalami penurunan (Azizah, 2011).
9. Status Psikososial dan Spiritual
a. Psikologis Persepsi lansia terhadap proses menua yang sedang
dihadapi apakah lansia menolak atau menerima, kebanyakan lansia
menolak terhadap proses menua yang dihadapinya. Harapan lansia
terhadap proses menua adalah mereka kebanyakan ingin
menghabiskan masa tua dengan orang terdekat. Lansia denga
gangguan persepsi sensori penglihatan biasanya mengalami
kesulitan dalam menjalani kegiatan sehingga terkadang membuat
lansia depresi. Perawat harus mengkaji status depresi lansia dengan
meminta lansia mengisi format pengkajian tingkat depresi lansia.
Instrument yang digunakan Inventaris Depresi Geriatrik dan
Inventaris Depresi Beck.
b. Sosial
Hubungan lansia dengan orang terdekat yang ada disekitarnya yaitu
petugas kesehatan dan teman satu wisma sebagai peran sentral
10
pada 41 tingkat kesehatan serta kesejahteraan. Pengkajian pada
system sosial dapat menghasilkan tentang jaringan pendukung.
Instrument yang digunakan yaitu pada format Apgar Lansia
(Kushariyadi, 2012).
c. Spiritual
Kegiatan keagamaan yang lansia ikuti, keyakinan terhadap
kematian, semakin tua usianya pada umumnya lansia akan semakin
takut pada kematian, dan biasanya lansia lebih sering mengikuti
kegiatan keagamaan dan taat dalam beribadah.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan denganberkurangnya
penglihatan
2) Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri
3) Gangguan Istirahat tidur berhubungan dengan perasaan tidak senang
4) Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan berkurangnya
pendengaran
5) Gangguan persepsi sensori penghiduan berhubungan dengan menurunnya syaraf
penciuman dan perasa
6) Resiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 menurun
7) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema
8) Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan spasme arterial
9) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sesak nafas
10) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak
11) Inkontinensia urin berhubungan dengan frekuensi buang air kecil meningkat
12) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
input nutrisi menurun
13) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan rasa lapar menurun
14) Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan peristaltik usus
menurun
15) Resiko konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun
16) Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan aktivitas fisik menurun
17) Resiko jatuh berhubungan dengan aktivitas fisik menurun
18) Disfungsi seksual berhubungan dengan respon seksual menurun
11
19) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kulit keriput
20) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kasar dan bersisik.
3. Intervensi Keperawatan

NO. SDKI SLKI SIKI


1. D.0085 L.06053 Minimalisasi
Gangguan persepsi Setelah dilakukan Rangsangan Observasi :
sensori : penglihatan intervensi 1. Periksa status
keperawatan mental, status
selama 3x24 jam sensori, dan tingkat
maka status kenyamanan
neurologis (mis.nyeri,
membaik dengan kelelahan)
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Reaksi 1. Diskusikan tingkat
pupil toleransi terhadap
meningkat beban sensori (mis.
2. Sakit kepala terlalu terang)
menurun 2. Batasi stimulus
3. Pandangan lingkungan (mis.
kabur aktivitas)
menurun 3. Jadwalkan aktivitas
4. Ukuran harian dan waktu
pupil istirahat
membaik
5. Gerakan Edukasi :
mata 1. Ajarkan cara
membaik meminimalisasi
stimulus
(mis.mengatur
pencahayaan
ruangan)
Kolaborasi :

12
1. Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus.

13
BAB III

FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

BERDASARKAN FORMAT GORDON

3.1 Kasus Persepsi Sensori


Seorang perempuan berusia 64 tahun tinggal di panti sejak lima tahun yang lalu. Klien
mengalami penglihatan kabur dan gangguan gaya berjalan. Klien mengatakan tidak
berani berjalan jauh karena takut jatuh disebabkan lingkungan sekitar panti yang
berundak dan lantai yang licin. Klien juga sulit beraktifitas karena keterbatasan melihat.
Kalau berjalan harus memakai tongkat dan kacamata. Klien mengatakan pandangan mata
kabur, kemerah-merahan dan silau jika melihat cahaya atau lampu. Klien sering
terbangun dimalam hari karena BAK dan pernah hampir terjatuh saat terburu-buru ke
kamar mandi. Berdasarkan hasil pemeriksaan inspeksi mata didapatkan gambaran lensa
mata yang berkabut.

3.2 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny. L
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : Minang
Alamat : Jl. Limau manis no.01
Tanggal Masuk : 20 sepember 2022
Tanggal Pengkajian : 20 september 2022
No. Register : 13121911313001
Diagnosa Medis :-
Keluhan Utama : Klien mengalami penglihatan kabur dan gangguan gaya berjalan.

14
Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien mengatakan tidak berani berjalan jauh karena
takut jatuh disebabkan lingkungan sekitar panti yang berundak dan lantai yang licin.
Klien juga sulit beraktifitas karena keterbatasan melihat. Kalau berjalan harus
memakai tongkat dan kacamata. Klien mengatakan pandangan mata kabur, kemerah-
merahan dan silau jika melihat cahaya atau lampu.

B. Status Kesehatan Pola Kebutuhan Dasar (Data bio-psiko-sosio-kultural-


spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien mengatakan pandangan mata kabur, kemerah-merahan dan silau
jika melihat cahaya atau lampu. Klien sering terbangun dimalam hari karena
BAK dan pernah hampir terjatuh saat terburu-buru ke kamar mandi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan inspeksi mata didapatkan gambaran lensa mata
yang berkabut.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit : Tidak terkaji pada kasus
 Saat sakit : Tidak terkaji pada kasus
c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit : Tidak terkaji pada kasus
 Saat sakit : Tidak terkaji pada kasus
2) BAK
 Sebelum sakit : Klien dapat BAK dengan lancar
 Saat sakit : Sering BAK dimalam hari

d. Pola Aktivitas dan Latihan


1) Aktivitas
Kemampuan
0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

15
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat, 4: tergantung total

2) Latihan
 Sebelum sakit : klien dapat beraktivitas
 Saat sakit : Klien sulit beraktivitas karena keterbatasan
melihat
e. Pola Kognitif dan persepsi
Tidak terkaji pada kasus

f. Pola Persepsi dan Konsep diri


Pola persepsi dan konsep diri pada kasus diatas tidak terkaji

g. Pola tidur dan istirahat


 Sebelum sakit : klien dapat tidur dan istirahat dengan teratur
 Saat sakit : Sering terbangun dimalam hari karena BAK
h. Pola peran dan hubungan
Pola peran dan hubungan pada kasus tidak terkaji.

i. Pola Seksual-Reproduksi
Pola seksual pada kasus diatas tidak terkaji.

j. Pola Toleransi Stress-Koping


Pola toleransi stress-koping pada kasus diatas tidak terkaji

k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pola nilai-kepercayaan pada kasus diatas tidak terkaji

C. Pengkajian Fisik
a. Pemerikasaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Tidak terkaji di kasus

2) Pemeriksaan Head to toe


a) Kepala
Tidak terkaji pada kasus
b) Mata

16
Inspeksi mata didapatkan gambaran lensa mata yang berkabut, kemerah-
merahan dan silau terhadap cahaya
c) Hidung : Tidak terkaji pada kasus
d) Mulut : Tidak terkaji pada kasus
e) Gigi : Tidak terkaji pada kasus
f) Telinga : Tidak terkaji pada kasus
g) Leher : Tidak terkaji pada kasus
h) Dada : Tidak terkaji pada kasus
i) Abdomen : Tidak terkaji pada kasus
j) Genetalia : Tidak terkaji pada kasus
k) Ekstremitas:Mengalami gangguan pada ekstremitas bawah yaitu gangguan
gaya berjalan
b. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terkaji pada kasus

3.3 Analisis Data Dan Diagnosa Keperawatan


No. Data Etiologi Diagnosa
1 DS: Pandangan kabur, Gangguan persepsi
silau melihat cahaya sensori (penglihatan)
 Klien mengatakan
pandangan mata kabur,
kemerah-merahan dan silau
Gangguan persepsi
jika melihat cahaya atau
sensori
lampu.
(penglihatan)
DO :
 Gambaran lensa mata yang
berkabut
 Klien mengalami
penglihatan kabur dan
menggunakan kacamata

2 DO: Sensitivitas dan Resiko Jatuh


ketajaman mata
 Klien sulit beraktifitas karena
menurun
keterbatasan melihat

17
 Klien berjalan dengan
menggunakan tongkat dan
kacamata Gangguan persepsi
sensori
 Klien mengalami gangguan
(penglihatan)
gaya berjalan

DS:

 Klien mengatakan tidak Resiko Jatuh

berani berjalan jauh karena


takut jatuh disebabkan
lingkungan sekitar panti
yang berundak dan lantai
yang licin.
 Klien mengatakan sering
terbangun dimalam hari
karena BAK dan pernah
hampir terjatuh saat terburu-
buru ke kamar mandi.

Diagnosa :

1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) b.d gangguan penglihatan d.d Klien


mengalami penglihatan dan pandangan mata kabur, gambaran lensa mata yang
berkabut.
2. Resiko jatuh b.d gangguan persepsi sensori penglihatan d.d gangguan gaya
berjalan, penggunaan alat bantu berjalan, lingkungan sekitar panti yang
berundak dan lantai yang licin.

3.4 Intervensi Keperawatan


NO. SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan persepsi Setelah dilakukan Minimalisasi Rangsangan
sensori (penglihatan) tindakan keperawatan (I.08241)
b.d gangguan 3x24 jam diharapkan

18
penglihatan persepsi sensori klien Tindakan
membaik dengan kriteria
Observasi
hasil :
 Periksa status
 Verbalisasi
sensori dan tingkat
melihat bayangan
kenyamanan
membaik
 Respon sesuai Terapeutik
stimulus membaik  Diskusikan tingkat
 Konsentrasi toleransi terhadap
membaik beban sensori (mis.
 Orientasi terlalu terang)
membaik  Batasi stimulus
lingkungan
(mis.cahaya,
aktivitas, suara)
 Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu
istirahat

Edukasi

 Ajarkan cara
meminimalisir
stimulus (mis.
mengatur
pencahayaan
ruangan,
mengurangi
kebisingan,
membatasi
kunjungan)

Kolaborasi

 Kolaborasi dalam

19
meminimalkan
prosedur/tindakan

2. Resiko Jatuh b.d Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh


penurunan persepsi tindakan keperawatan (I.14537)
dalam penglihatan 3x24 jam diharapkan Tindakan
tingkat jatuh pasien Observasi
menurun dengan kriteria
 Identifikasi fsktor
hasil :
resiko jatuh (mis.
 Jatuh saat berdiri gangguan
menurun penglihatan)
 Jatuh saat berjalan  Identifikasi faktor
menurun lingkungan yang
 Jatuh saat meningkatkan
dikamar mandi resiko jatuh (mis.
menurun lantai licin,
penerangan kurang)
Dan fungsi sensori klien
 Hitung resiko jatuh
membaik dengan kriteria
dengan
hasil :
menggunakan skala
 Ketajaman (mis. Fall Morse
penglihatan Scale,dll)
membaik  Monitor
kemampuan
berpindah

Terapeutik

 Orientasi ruangan
pada pasien dan
keluarga
 Pasang hendrall
ditempat tidur
 Atur tempat tidur

20
mekanis pada posisi
terendah
 Gunakan alat bantu
berjalan (mis. kursi
roda, walker)
 Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien

Edukasi

 Anjurkan
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
 Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak licin
 Anjurkan
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan persepsi sensori diantaranya penurunan pendengaran terutama berupa
sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan
presbikusis. Penurunan pendengran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak atau jalur
kontrakal pendengaran). Salah satu penyebab dari gangguan persepsi sensori adalah
gangguan presbiakusis merupakan salah satu gangguan kesehatan yang berisiko terjadi
pada usia lanjut. Hal ini disebabkan oleh proses penuaan atau degenerasi pada usia lanjut.
Presbiakusis merupakan gangguan sensori yang terjadi pada telinga dan ditandai dengan
penurunan kualitas dan kuantitas suara yang diterima pemilik telinga.

4.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan yang dimiliki oleh penulis,
oleh karena itu penulis sangat berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Dan harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa keperawatan Universitas Andalas. Atas
perhatian teman-teman, pembaca, penulis berterima kasih banyak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aprina, Titi Astuti & Syamsu Rahmanin. (2019). Komunikasi Keperawatan. Bandar
Lampung : Pusaka Media

Dwi, A. N. (2018).Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Pendengaran. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Boedhi, D. R. 2018. Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi ke – 4.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai