01 02 03
Central Line- Surgical Site Stress Ulcer
associated Infection (SSI)
Bloodstream
Infection
(CLABSI)
01
Central Line-associated
Bloodstream Infection (CLABSI)
Central Line-associated
Bloodstream Infection
(CLABSI)
Insiden :
CLABSI menurut CDC us National
Healthcare (NHSN ) merupakan istilah yang
dipakai untuk surveilans pada populasi
berisiko yaitu pasien dengan akses sentral .
CLABSI merupakan infeksi aliran darah
primer, dimana tidak ditemukan sumber
infeksi lainnya dan terjadi setelah 48 jam
pemasangan kateter sentral
Penyebab CLABSI
Secara garis besar infeksi dapat terjadi ekstraluminal dan
intraluminal. Pada proses ekstraluminal terjadi kontaminasi pada
akses kateter, oleh karena teknik insersi kateter yang tidak tepat
ataupun kebersihan lokasi insersi yang buruk dapat
menyebabkan infeksi. Bakteri akan bermigrasi sepanjang akses
kateter dan melekat pada lapisan protein yang terbentuk. Pada
proses intraluminal, kontaminasi terjadi akibat menggunakan
ujung akses yang terkontaminasi tanpa desinfeksi yang tepat ,
sehingga bakteri terdorong masuk ke aliran darah melalui kateter
vena dan menyebabkan CLABSI.
Faktor Resiko CLABSI
Penerapan metode six sigma untuk menurunkan angka kejadian CLABSI meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Define
Pada tahap ini mengidentifikasi pasien dengan central venous catheters (CVC) yang
beresiko terkena CLABSI, mengidentifikasi pelanggan termasuk perawat, apoteker,
dokter, spesialis perawat klinis spesialis trauma, dan staf pencegahan infeksi
memberikan perawatan kepada pasien tersebut.
2. Measure
Bertujuan untuk membantu mengidentifikasi masalah dan mengenali kesenjangan
antara kinerja dan harapan pelanggan saat ini.
3. Analyze
Dilakukan untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah, sehingga dapat menemukan
sumber masalah dan apa saja yang mungkin berkontribusi terhadap masalah itu
4. Improve
Pada tahap ini strategi untuk perbaikan dalam penyediaan perawatan CVC dengan
melibatkan pasien, lingkungan perawatan, dan staf multi-profesional.
5. Control
Pada tahap ini merupakan perbuatan proses baru yang sesuai standar praktek. Hal ini
dilakukan dengan memodifikasi yang sudah ada, memantau hasil kinerja secara berkala
untuk memastikan hasil yang berkelanjutan.
02
Surgical Site
Infection (SSI)
Insiden SSI
Bedah ginekologi menunjukkan insidensi ILO Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS)
yang lebih tinggi dibandingkan bedah sendiri angka kejadian ILO dari Laporan
obstetri. Pada rute abdominal hysterectomy, Kasus Infeksi Rumah Sakit Hasan Sadikin
tingkat kejadian ILO lebih tinggi Bandung pada tahun 2015 tercatat kejadian
dibandingkan rute vaginal hysterectomy. ILO sebanyak 1,43% dari seluruh operasi
Hasil tersebut serupa dengan penelitian yang yang dilakukan. Namun angka kejadian ILO
dilakukan oleh Lake dkk (2013) di Amerika pada pasien pasca laparotomi akibat peritonitis
Serikat bahwa rute vaginal hysterectomy angka kejadian ILO berkisar 16-28 %.
lebih direkomendasikan karena tingkat Tingginya angka kejadian ILO pada pasien
kejadian ILO superfisial dalam 30 hari post pasca laparotomi akibat peritonitis perforasi
operasi lebih rendah dibandingkan rute diduga akibat adanya kontaminasi bakteri
laparotomy salurancerna pada luka operasi.
Penyebab SSI
Penyebab terjadinya infeksi pada tempat operasi
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi jenis
pembedahan, lama operasi, teknik operasi, komorbiditas
dan derajat kontaminasi pada tempat operasi.
Suhu sangat berpengaruh terhadap terjadinya SSI. Hipotermia dapat merusak fungsi
immun (oxidative killing by neutrophils) dan terjadi vasokonstriksi kulit dan mengurangi
aliran darah ke tempat operasi, dan selanjutnya meningkatkan resiko Surgical Site
Infection (SSI). Bobie Thene (2008) pada penelitian SSI pada kasus bedah di Instalasi
Gawat Darurat RSCM untuk laparotomi angka SSI didapatkan 48,5%, dan faktor-faktor
risiko yang berhubungan dengan Surgical Site Infection secara statistik adalah waktu
penundaan operasi, nilai ASA, komorbid DM, sifat operasi, durasi operasi, cedera
vaskuler (Alsen & Sihombing, 2014).
Diagnosis SSI
SSI dibedakan atas SSI insisional dan SSI spasial atau
organ untuk tujuan klasifikasi surveilens.
SSI insisional kemudian dibedakan atas SSI insisional
superfisialis, yang hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutis dan SSI insisional dalam yang mencapai jaringan
lunak dalam (misalnya fasia dan otot). SSI spatial/organ
melibatkan bagian anatomis (organ atau spatium) selain
dari insisi yang terbuka atau dimanipulasi selama operasi.
Surgical Site Infection (SSI) insisional superfisialis adalah infeksi yang terjadi pada tempat
insisi dalam 30 hari pasca operasi yang mengenai kulit dan subkutis tempat operasi dan
dijumpai satu diantara kriteria berikut ini :
A. Adanya drainase purulen dari insisi superfisialis
B. Organisme yang diisolasi dari kultur cairan atau jaringan dari insisi
superfisialis yang diambil secara asepsis.
C. Setidaknya dijumpai satu dari tanda dan gejala infeksi berikut ini : nyeri,
edema lokal, eritema, atau rabaan hangat dan insisi supefisialis dibuka dengan
sengaja oleh ahli bedah, kecuali hasil kulturnya negatif.
D. Diagnosa SSI insisional superfisialis ditegakkan oleh dokter bedah atau
dokter yang memeriksa.
SSI insisional dalam adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak tempat operasi dan terjadi dalam 30
hari setelah operasi bila tanpa pemasangan implant prosthesis atau terjadi dalam satu tahun bila
disertai pemasangan implant, dan infeksi diakibatkan oleh prosedur operasi atau infeksi melibatkan
jaringan lunak dalam (misalnya fasia dan otot) tempat insisi dan memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
A. Drainase purulen dari insisi dalam tetapi bukan dari komponen organ/spatium tempat
operasi.
B. Suatu insisi dalam yang mengalami dehisen secara spontan atau dibuka dengan
sengaja oleh ahli bedah ketika pasien mengalami setidaknya satu dari gejala dan tanda
berikut ini: demam (>38oC), nyeri lokal, nyeri tekan, kecuali bila hasil kultur hasilnya negatif.
C.Suatu abses atau infeksi lainnya yang melibatkan insisi dalam ditemukan pada
pemeriksaan langsung, selama operasi, atau oleh pemeriksa histopatologi atau radiologi.
D. Diagnosa SSI insisional dalam ditentukan oleh ahli bedah atau dokter yang memeriksa.
SSI organ / spasial melibatkan bagian anatomis, selain luka insisi, yang dibuka atau dimanipulasi selama oprasi.
Ada tempat-tempat spesifik yang digunakan untuk identifikasi SSI organ/spasial ditempat tertentu. Contohnya
appendektomi dengan abses subdiafragmatika, harus dilaporkan sebagai SSI organ intraabdominal site
SSI organ/spasial harus memenuhi satu dari kriteria berikut ini:
A. Infeksi terjadi dalam 30 hari pasca-operasi tanpa insersi implant atau dalam satu tahun bila disertai insersi
implant dan infeksi disebabkan oleh tindakan operasi dan infeksi melibatkan bagian anatomi manapun selain
tempat yang dibuka atau dimanipulasi selama operasi, dan setidaknya ditemukan satu dari hal berikut ini:
B. Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk melalui organ/spasium. (tanpa infeksi pada
tempat tusukan)
C. Kuman yang diisolasi dari kultur cairan atau jaringan organ/spasium yang diambil secara aseptik.
D. Suatu abses atau infeksi yang melibatkan organ/spasium pada pemeriksaan langsung, selama oprasi, atau
melalui pemeriksaan histopatologi atau radiologi.
E. Diagnosa SSI organ/spasial ditegakkan oleh ahli bedah atau dokter yang memeriksa.
Manajemen dan Strategi Pencegahan SSI
A. Langkah-langkah pencegahan pra-operasi
2. Mechanical Bowel Preparation (MBP) dan antibiotik oral untuk pembedahan kolorektal elektif
pada Pasien Dewasa
3. Pencukuran Rambut
6. Meningkatkan Nutrisi
A B
Faktor agresif yang utama adalah Faktor defensif adalah faktor
asam lambung yang bersifat korosif yang mempertahankan keutuhan
dan pepsin yang bersifat proteolitik. mukosa seperti mukus,
Faktor agresif lain seperti asam bikarbonat, regenerasi sel, retensi
empedu, merokok, alkohol, bakteri,
mukosa, aliran darah mukosa
obat-obatan NSAID, histamin, dll.
(mikro-sirkulasi), dan hormonal
Faktor Resiko Stress Ulcer
Ulkus stres adalah lesi superfisial yang biasanya melibatkan lapisan mukosa lambung
yang muncul setelah stres seperti trauma, pembedahan, luka bakar, sepsis, atau
kegagalan organ.
Faktor risiko untuk pengembangan ulkus stres meliputi: koagulopati, pasien yang
membutuhkan ventilasi mekanik untuk lebih dari 48 jam, pasien dengan riwayat ulserasi
GI atau perdarahan dalam satu tahun terakhir, sepsis, ICU tinggal lebih lama dari 1
minggu, perdarahan samar yang berlangsung lebih dari 6 hari, dan penggunaan steroid
dosis tinggi (>0,250 mg hidrokortison) atau setara.
Diagnosis Stress Ulcer
A B C
Anamnesis Pemeriksaan Diagnosis
Fisik Banding
D E F
Dyspesia Gastroesophaeal Gastroenteritis
Fungsional & Sindrom
Reflux Disease
Koroner Akut
dan Gastritis
Manajemen dan Pencegahan Stress Ulcer
○ Terapi operasi
Terapi profilaksis
Diindikasikan untuk pasien-pasien yang diperkirakan berada dalam resiko tinggi untuk
timbulnya stress ulcer. Pada dasarnya terapi profilaksis diberikan untuk :
1. Mengurangi/menghambat produksi asam lambung, sebab asam lambung memainkan
peranan yang sangat penting dalam perkembangan lesi-lesi mukosa akut.
Pengurangan asam lambung juga dapat mencegah lesi-lesi mukosa yang dini agar
tidak berkembang menjadi perdarahan yang nyata secara klinis Targetnya adalah
menekan produksi asam lambung dan mempertabankan PH 3,5-7.
2. Menjaga integritas mukosa lambung secara menyeluruh termasuk: Mencegah
terjadinya iskemik mukosa lambung (menjaga aliran darah mukosa lambung)
THANK
YOU