Anda di halaman 1dari 11

Infeksi Luka Pembedahan

Definisi infeksi luka operasi


Karena kulit normalnya dikoloni oleh berbagai mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi, definisi Surgical Site Infection (SSI) memerlukan bukti tanda dan
gejala infeksi dibanding bukti mikrobiologi klinis saja. SSIs sering hanya mengenai
jaringan yang superfisial, tapi beberapa infeksi yang lebih serius mengenai jaringan
profunda atau bagian lain dari tubuh yang dimanipulasi selama prosedur. Mayoritas
SSIs menjadi jelas dalam waktu 30 hari dari prosedur operasi dan paling sering di
antara hari-hari pasca operasi ke-5 dan ke-10. Namun, di mana lokasi prostetik itu
digunakan, SSIs yang mengenai jaringan profunda dapat terjadi beberapa bulan
setelah operasi. Meskipun penilaian terhadap SSI digunakan oleh banyak penelitian
berdasarkan pada definisi standar seperti yang dijelaskan oleh Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (CDC) 9 atau The Surgical Site Infection Surveillance
Service, 1 penilaian valid yang lainnya berdasarkan pada tanda dan gejala klinis yang
telah dijelaskan seperti metode Southampton2 dan ASEPSIS3. Definisi CDC7
menjelaskan tiga tingkatan SSI:

Insisi superfisial, yang mengenai kulit dan jaringan subkutan. Infeksi ini dapat
diitandai dengan tanda-tanda local (Celsian) seperti kemerahan, nyeri, panas

atau bengkak di lokasi insisi atau dengan drainase pus.


Insisi profunda, mengenai fasia dan lapisan otot. Infeksi ini dapat ditandai
dengan adanya pus atau abses, demam dengan nyeri luka, atau terputusnya

tepi sayatan yang mengekspos jaringan yang lebih dalam.


Infeksi organ atau ruang, yang melibatkan setiap bagian dari anatomi selain
sayatan yang dibuka atau dimanipulasi selama prosedur bedah, misalnya sendi
atau peritoneum. Infeksi ini dapat diindikasikan dengan drainase pus atau
pembentukan abses yang terdeteksi oleh pemeriksaan histopatologi atau
radiologi atau selama operasi ulang. Infeksi organ tidak termasuk dalam ruang
lingkup pedoman ini.
Selain itu, juga bisa menjadi bukti mikrobiologi infeksi luka dari kultur yang

diperoleh secara aseptik dari cairan luka atau jaringan. Namun, karena luka kulit
biasanya dikoloni oleh berbagai organisme, kultur luka positif dengan tidak adanya
tanda-tanda klinis jarang menunjukkan SSI. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

infeksi mengenai setiap bagian dari sayatan, sedangkan penelitian lain yang hanya
fokus pada infeksi yang mengenai jaringan profunda seperti ini dapat dianggap lebih
penting dan definisi tersebut kurang subjektif. Sejumlah variasi diperkenalkan melalui
definisi SSIs dan metode yang digunakan untuk mendeteksi harus diperhitungkan
ketika menggabungkan atau membandingkan bukti dari studi yang berbeda. Variasi ini
telah menjadi faktor penting yang membatasi dalam meninjau bukti terhadap pedoman
ini.
Surveilans untuk infeksi luka operasi
Surveilan terhadap SSI memberikan data yang dapat menginformasikan dan
mempengaruhi praktek untuk meminimalkan risiko SSI, serta dapat
mengkomunikasikan dengan lebih jelas mengenai risiko infeksi terhadap pasian.3
Surveillance pertama kali diakui sebagai alat penting dalam mengurangi tingkat infeksi
pada tahun 1980-an.4 Studi mengenai Efikasi Pengendalian Infeksi nosokomial
(SENIC) menunjukkan bahwa program pengawasan dan pengendalian infeksi yang
mencakup pengumpulan, analisis dan umpan balik data infeksi ke ahli bedah dikaitkan
dengan penurunan yang signifikan tingkat SSI.5 Sejak itu, banyak sistem surveilans
nasional telah dibentuk dan telah melaporkan penurunan tingkat SSI dalam
hubungannya dengan pengawasan, umpan balik data ke dokter dan benchmarking
tingkat SSI.6 Kebutuhan konsumen terhadap informasi tentang kinerja penyedia
layanan kesehatan juga menyebabkan pelaporan data publik wajib pada HCAIs,
termasuk SSIs. Di Inggris, pelaporan tingkat SSI setelah operasi ortopedi menjadi
wajib pada bulan April 2004 dan negara-negara lain Inggris juga memiliki program
wajib surveilans SSI setelah beberapa jenis prosedur operasi.
Sistem surveilans nasional, seperti Sistem surveilan infeksi luka operasi di
Inggris dan skema yang sama di Wales dan Irlandia Utara, memberikan metode
pengawasan standar yang memungkinkan rumah sakit untuk membuat batas tingkat
SSI. Benchmarking tersebut dapat menjadi pendorong yang kuat terhadap perubahan
tetapi membutuhkan partisipasi rumah sakit untuk menggunakan metode yang sama
dalam menemukan dan menentukan kasus SSI yang dapat dipercaya mengidentifikasi
sebagian besar infeksi, dan pendekatan yang dapat diandalkan untuk menganailisi
tingkat SSI yang memperhitungkan variasi risiko yang terkait dengan prosedur yang
berbeda dan faktor risiko pada pasien yang menjalani operasi. Kebanyakan target
sistem surveilans nasional terhadap kelompok mendefinisikan pasien menjalani
prosedur operasi yang sama, mengikuti setiap kasus untuk mengidentifikasi yang

mana berkembang menjadi SSI, meskipun sensitivitas temuan kasus akan dipengaruhi
oleh metode yang digunakan.6 Hal ini memungkinkan tingkat SSI diperhitungkan
dengan menggunakan jumlah prosedur sebagai penyebut. Umpan balik tingkat SSI
terhadap tim bedah individu dan perbandingan dengan tingkat benchmark merupakan
komponen penting dari surveillance.5 Indeks risiko yang dikembangkan oleh CDC di
Amerika Serikat, yang memperhitungkan penyakit yang mendasari pasien, durasi
operasi dan klasifikasi luka prosedur, umumnya digunakan untuk mengatur tingkat SSI
dan meningkatkan validitas perbandingan di mana kasus campuran dapat bervariasi
dari waktu ke waktu atau antara pusat pelayanan.4 Namun, perbandingan antara
sistem surveilans yang berbeda adalah rumit karena variasi dalam metode
pengawasan dan penerapan dan interpretasi definisi kasus.3
Karena beberapa SSIs mungkin membutuhkan beberapa hari untuk
berkembang, bukti infeksi dapat menjadi tidak jelas sampai setelah pasien telah
dipulangkan dari rumah sakit. Surveilan yang difokuskan pada deteksi SSI selama
rawat inap adalah cenderung meremehkan tingkat SSI sebenarnya, sehingga menjadi
masalah yang diperburuk oleh meningkatnya tren mengenai lama pendeknya pasca
operasi di rumah sakit dan hari operasi.2 Oleh karena itu, sistem yang memungkinkan
kasus SSI diidentifikasi setelah keluar dari rumah sakit meningkatkan nilai
pengawasan. Namun, terdapat sejumlah kesulitan praktis pada masyarakat dalam
mengidentifikasi SSI yang terpercaya dan diperlukan metode indentifikasi SSI yang
sistematis dan akurat jika dibuat perbandingan tingkat yang valid.1
Faktor risiko
Risiko SSI meningkat oleh faktor-faktor yang:

meningkatkan risiko kontaminasi endogen (misalnya, prosedur yang melibatkan

bagian tubuh dengan konsentrasi tinggi flora normal seperti usus)


meningkatkan risiko kontaminasi eksogen (misalnya, operasi berkepanjangan

yang meningkatkan lama waktu di mana jaringan menjadi terpapar)


menurunkan efektivitas respon imun general (misalnya, diabetes, kekurangan
gizi, atau terapi imunosupresif dengan radioterapi, kemoterapi atau steroid)
atau respon imun lokal (misalnya, benda asing, kerusakan jaringan atau
pembentukan hematoma).
Percobaan random terkontrol, yang memerlukan penilaian perbandingan antar

kelompok, belum dilakukan untuk faktor risiko. Sedangkan data tentang faktor risiko

untuk SSI tersedia dari studi observasional yang menggunakan analisis regresi, faktor
yang signifikan dalam satu jenis operasi mungkin tidak dapat digeneralisasikan ke
prosedur bedah lainnya.
Usia
Lima penelitian diidentifikasi.5
Satu studi observasional prospektif menggunakan regresi logistik untuk
menganalisis data yang dikumpulkan dari 142 pusat kesehatan mengeidentifikasi usia
sebagai faktor risiko independen untuk SSI.21 [EL = 2+] Perawat terlatih mengumpulkan
data tentang faktor-faktor risiko yang melekat dan operatif untuk SSI pada pasien yang
menjalani operasi umum dan vaskular. Dari 163 624 pasien yang dilibatkan dalam
penelitian ini, 7035 mengalami SSI dalam waktu 30 hari dari operasi. Pasien berusia di
atas 40 tahun memiliki peningkatan risiko SSI yang signifikan secara statistik
dibandingkan mereka yang di bawah 40 tahun (OR 1,24, 95% CI 1,07-1,44). Penelitian
observasional prospektif lain menguji SSI pada pasien yang menjalani penggantian
panggul total, hemiarthroplasty atau prosedur revisi sebagai bagian dari surveilan SSI
di Inggris.10 [EL = 2+] Personil terlatih mengumpulkan data klinis dan operatif sepanjang
durasi tinggal di rumah sakit. Kasus yang terdeteksi dari SSI dengan demikian
diklasifikasikan sebagai yang terjadi pada periode pasca operasi langsung. Usia di atas
75 ditemukan menjadi faktor risiko yang signifikan (dibandingkan dengan batas usia di
bawah 65) ketika semua jenis penggantian pinggul dipertimbangkan bersamaan (untuk
usia 75-79 tahun OR 1,56, 95% CI 1,16-2,10, untuk usia 80 tahun OR 1,66, 95% CI
1,24-2,21).
Sebuah studi observasional retrospektif yang dilakukan di Amerika Serikat
meliputi pasien yang menjalani bedah umum dengan antibiotik profilaksis di komunitas
rumah sakit.22 [EL = 2-] Informasi demografis dan klinis diekstraksi dari database
termasuk admisi ulang hingga 28 hari pasca-operasi. Teknik regresi digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko independen terhadap SSI yang terdeteksi dini
(antara 2 dan 7 hari pasca operasi), yang memerlukan admisi ulang atau
menyebabkan kematian. Umur ditemukan menjadi faktor risiko yang signifikan secara
statistik untuk kejadian SSI dini (kejadian SSI untuk setiap kenaikan usia satu dekade
OR 1,22, P <0,01).
Satu studi prospektif besar (n = 23 649 luka) termasuk anak-anak dan orang
dewasa yang menjalani prosedur pada luka yang sebagian besar bersih

distratifikasikan berdasarkan kelompok usia.23 [EL = 2-] Pengamatan SSI dibuat


selama 28 hari pasca operasi dan dilaporkan adanya tren luas peningkatan kejadian
SSI sesuai dengan bertambahnya usia. Sebuah studi kohort prospektif pasien bedah
dewasa (n = 144 485) dari 11 rumah sakit melaporkan tingkat kejadian SSI 1,2%.24 [EL
= 2+] Telah dilaporkan suatu tren linier langsung peningkatan risiko SSI profunda atau
rongga organ dari usia 17 sampai usia 65 tahun (1,1% untuk setiap tahun usia, P
<0,002). Namun, untuk pasien yang berusia di atas 65 tahun, risiko SSI menurun 1,2%
untuk setiap tahun kehidupan (P = 0,008).
Penyakit yang mendasarinya
Klasifikasi status fisik dari skor The American Society of Anesthesiologists
(ASA) digunakan untuk menilai kondisi fisik pasien pra operasi dan memberikan
penilaian sederhana dari keparahan penyakit yang mendasarinya. Empat penelitian
diidentifikasi di mana ditemukan skor ASA menjadi indikator berkembangnya SSI.2,5
Sebuah studi kohort prospektif pasien bedah dewasa (n = 144 485) dari 11
rumah sakit melaporkan tingkat kejadian SSI sebesar 1,2%.24 [EL = 2+] Telah
dilaporkan sebuah kejadian SSI yang bermakna lebih tinggi secara statistik untuk
mereka dengan skor ASA 3 atau lebih dibandingkan dengan orang-orang dengan skor
ASA dari 1 atau 2 (OR 3,0, 95% CI 2,6-3,2). Efek ini juga ditunjukkan dalam sebuah
studi observasional prospektif yang meneliti SSI pada pasien yang menjalani
penggantian panggul total, hemiarthroplasty atau prosedur revisi.6 [EL = 2 +] Kasus SSI
yang terjadi pada periode pasca operasi langsung, diikutsertakan. Secara keseluruhan,
tingkat kejadian SSI adalah 3.07% (n = 24 808 prosedur, kasus SSI = 761). Analisis
multivariat menunjukkan skor ASA 3 atau lebih menjadi faktor risiko independen SSI
(OR 1,55, 95% CI 1,29-1,88).
Sebuah studi observasional prospektif yang menggunakan regresi logistik untuk
menganalisis data yang dikumpulkan dari pasien yang menjalani operasi umum atau
pembuluh darah di 142 pusat kesehatan juga mengidentifikasi nilai ASA sebagai faktor
risiko independen untuk SSI.21 [EL = 2+]. Tingkat kejadian SSI adalah 4,3%.
Dibandingkan dengan skor ASA 1, skor 3 dan skor 4 atau 5 ditemukan berhubungan
dengan SSI secara statistik signifikan (masing-masing OR 1.97, 95% CI 1,53-2,54 dan
OR 1,77, 95% CI 1,34-2,32).
Dalam satu studi observasional retrospektif, analisis data dari Sistem Surveilan
Infeksi Nosokomial Nasional (n = 84 691 operasi) menemukan kejadian SSI

keseluruhan 2,8%.17 [EL = 2-] Sebagian besar pasien (94%) menjalani operasi bersih
atau terkontaminasi bersih. Memperkirakan kekuatan hubungan antara skor ASA dan
risiko perkembangan SSI (Goodman-Kruskal G statistik = 0,34, standard error (SE) =
0,01) dan hasil stratifikasi skor ASA menunjukkan bahwa tingkat SSI meningkat 4,7
sebagaimana skor ASA berkisar antara 1 (1,5 SSIS per 100 operasi) sampai 5 (7,1
SSIs per 100 operasi). Selain itu, ada beberapa penyakit tertentu yang mendasari atau
kondisi independen terkait dengan peningkatan risiko SSI.
Sejumlah studi pada operasi jantung, tulang belakang, pembuluh darah dan
umum telah menunjukkan bahwa diabetes sangat terkait dengan peningkatan risiko
SSI.21,23,25-29 Penelitian melaporkan peningkatan resiko SSI dua sampai tiga kali lipat
pada pasien dengan diabetes. Hal ini mungkin berkaitan dengan perubahan fungsi
imun seluler. Sebuah studi kohort prospektif (dengan analisis kasus-kontrol paralel)
dari 1.044 pasien bedah kardiotoraks menunjukkan bukti bahwa tingkat SSI secara
independen terkait dengan hiperglikemia pasca operasi (OR 2,02, 95% CI 1,21-3,37)
dan bahwa risiko SSI berkorelasi dengan tingkat hiperglikemia selama periode pasca
operasi (untuk pasien dengan kadar glukosa dari 200-249 mg / dl, 250-299 mg / dl dan
300 mg / dl pasca operasi, OR SSI masing-masing adalah 2.54, 2.97 dan 3.32,).3 [EL
= 2+].
Satu studi prospektif besar terhadap prosedur luka yang bersih pada anak-anak
dan orang dewasa melaporkan bahwa kekurangan gizi meningkatkan kejadian SSI dari
1,8% menjadi 16,6% (analisis univariat). [EL = 2-] Dua penelitian telah diidentifikasi
menemukan bahwa albumin serum yang rendah menjadi indikator perkembangan
SSI.1,2
Dalam sebuah penelitian kohort prospektif besar pasien bedah umum dan
vaskular (n = 163 624 pasien), analisis multivariat menunjukkan bahwa orang-orang
dengan albumin serum pra operasi yang rendah ( 3,5 g / dl) lebih mungkin mengalami
SSI (OR 1,13, 95% CI 1,04-1,22), dibandingkan dengan mereka dengan levels serum
albumin yang normal.3[EL = 2+].
Hasil studi observasional retrospektif pasien yang menjalani bedah umum
dengan antibiotik profilaksis (n = 9016) menyatakan bahwa serum albumin rendah
dikaitkan dengan perkembangan SSI dalam 2-7 hari pertama pasca operasi (OR 2.27,
P <0,01, persen penurunan per gram).4 [EL = 2-]

Satu studi diidentifikasi menemukan pengobatan yang berhubungan dengan


terapi anti-kanker menjadi indikator perkembangan SSI.6 Kohort prospektif dari pasien
bedah umum dan vaskular juga menemukan bahwa radioterapi dalam waktu 90 hari
sebelum operasi (OR 1,37, 95% CI 1,08-1,74 ) dan penggunaan steroid (OR 1,39, 95%
CI 1,18-1,63) secara independen memprediksi pengembangan SSI.21 [EL = 2+]
Kegemukan
Jaringan adiposa memiliki vaskularisasi dan efek oksigenasi jaringan serta
fungsi respon imun yang buruk dianggap meningkatkan risiko SSI. Selain itu, operasi
pada pasien yang mengalami obesitas dapat lebih kompleks dan memanjang.4 Efek
obesitas terhadap risiko SSI telah diteliti pada operasi jantung dan tulang belakang dan
caesar. Studi melaporkan OR antara 2 dan 7 untuk SSI pada pasien dengan indeks
massa tubuh 35 kg / m2 atau more.2,5
Merokok
Proses penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh efek vasokonstriksi dan
penurunan kapasitas darah pembawa oksigen yang berhubungan dengan rokok.
Empat penelitian telah diidentifikasi yang menyelidiki hubungan antara merokok
dengan perkembangan SSI.3,6
Satu studi observasional prospektif, menggunakan regresi logistik untuk
menganalisis data yang dikumpulkan dari pasien (n = 163 624) yang menjalani operasi
umum dan pembuluh darah di 142 pusat kesehatan, mengidentifikasi merokok sebagai
faktor risiko independen untuk SSI.21 [EL = 2+] Perokok memiliki risiko statistik
signifikan lebih besar terkena SSI dibandingkan dengan non-perokok (OR 1,23, 95%
CI 1,04-1,22).
Sebuah studi kasus-kontrol orang dewasa yang menjalani operasi jantung (n =
117) meneliti faktor risiko SSI.29 [EL = 2+] Secara statistik signifikan lebih banyak
pasien perokok yang mengalami SSI dibandingkan dengan kontrol yang tidak terinfeksi
(28,2% vs 14,1%) dan, analisis regresi logistik berikutnya, merokok tetap menjadi
faktor risiko independen untuk SSI (OR 3.27, 95% CI 1,04-10,20)
Sebuah studi observasional prospektif menginvestigasi SSI pada pasien yang
menjalani pembedahan pengurangan payudara.32 [EL = 2+] Peserta (n = 87)
diperintahkan untuk berhenti merokok setidaknya 4 minggu sebelum operasi. Dua
puluh empat pasien mengalami SSI, rata-rata yang terjadi 8 hari pasca operasi. Lebih

banyak perokok mengalami SSI secara statistik signifikan dibandingkan non-perokok


(37,2% berbanding 18,2%, P <0,05). Enam belas dari 43 perokok mengalami SSI.
Mereka yang merokok lebih banyak jumlah rokoknya lebih mungkin untuk mengalami
SSI (diperkirakan rerata rokok yang dihisap 146 000 kisaran 29 200-228 125 vs rerata
10 950 kisaran 9125-54 750, P <0,001) dan orang-orang yang telah merokok untuk
waktu yang lama juga mengalami infeksi lebih bermakna secara statistik (rata-rata 20
pack, kisaran 4-31 dibandingkan rata-rata 2 pack, kisaran 1-8, P <0,001).
Sebuah studi observasional retrospektif operasi jantung (n = 3008) menyelidiki
faktor risiko untuk SSI, menggunakan teknik regresi logistik, menemukan bahwa
perokok mengalami banyak SSIs sternal bermakna secara statistik (OR 1,39, 95% CI
1,05-1,86) dan SSIs sternum profunda (OR 2.41 , 95% CI 1,42-4,10) dibandingkan
non-perokok dan penyakit pembuluh darah perifer juga merupakan faktor risiko
independen dalam perkembangan SSI (OR 2.11, 95% CI 1,09-4,09) .4 [EL = 2+]
Sebuah studi prospektif pasien operasi jantung lebih lanjut melaporkan 199
SSIs terjadi dalam 2345 termasuk peserta.28 [EL = 2+] Analisis multivariat juga
menunjukkan bahwa penyakit pembuluh darah perifer umum meningkatkan risiko SSI
bermakna secara statistik (OR 1,64, 95% CI 1,16-2,33 ).
Klasifikasi luka
Arti penting dari flora mikroba normal yang mengkoloni lokasi operasi pada
risiko SSI berikutnya telah diakui selama beberapa dekade. Klasifikasi luka yang
dikembangkan oleh National Academy of Sciences pada tahun 1960 membedakan
empat tingkat risiko, dari bersih, di mana prosedur melibatkan situs tubuh steril, kotor,
di mana prosedur melibatkan situs yang terkontaminasi berat (lihat Daftar Istilah). Tiga
studi telah diidentifikasi yang meneliti hubungan klasifikasi luka dengan kejadian SSI.2,5
Dalam analisis retrospektif dari satu set data surveilans suatu infeksi besar,
tingkat kejadian SSI per 100 operasi adalah 2,1, 3,3, 6,4, 7,1 untuk masing-masing
kelas luka bersih, terkontaminasi bersih, terkontaminasi dan kotor.5 [EL = 2-] Studi
prosedur umum dan vaskular lain melaporkan bahwa kelas luka adalah prediktor
independen dari SSI (operasi bersih SSI OR 1, SSI OR untuk masing-masing kelas
luka bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor adalah 1,04, 1,7 dan 1,5, , P
<0,0001), 2 [EL = 2+] sementara studi prospektif ketiga menemukan bahwa SSI secara
statistik meningkat secara signifikan pada luka yang terkontaminasi dan kotor (kelas
luka > 2 OR 2,3, 95% CI 2,0-2,7).24 [EL = 2+]

Lokasi dan kompleksitas prosedur


Untuk berbagai jenis operasi terdapat bukti bahwa risiko SSI dipengaruhi oleh
lokasi khusus operasi, misalnya laminectomy servikal dikaitkan dengan risiko SSI yang
lebih rendah dibanding laminectomy dilakukan di tingkat lainnya (OR 6,7, 95% CI 1.4
ke 33.3).3 Kompleksitas prosedur ini juga diindikasikan sebagai faktor risiko SSI. Salah
satu studi bedah umum dan vaskular memperkirakan bahwa ada dua sampai tiga kali
lipat peningkatan risiko SSI dengan meningkatnya kompleksitas bedah yang diukur
sebagai satuan nilai relatif kerja.2 Namun, operasi yang kompleks lebih sering
dibedakan dengan durasi prosedur yang lama. Dalam studi operas jantung3 dan
penggantian pinggul,6 ada 1,5 hingga 1,75 kali lipat peningkatan risiko SSI terkait
dengan durasi operasi yang lebih lama.
Sementara beberapa dari karakteristik pasien, seperti obesitas, hiperglikemia,
kekurangan gizi dan merokok, dapat dimodifikasi sebelum operasi, lainnyas, seperti
kompleksitas prosedur dan penyakit yang mendasarinya pada pasien, tidak bisa.
Mekanisme penghintungan variasi karakteristik intrinsik dari pasien atau prosedur yang
mempengaruhi risiko SSI penting dalam sistem surveilans untuk memungkinkan
perbandingan kecepatan yang valid di antara ahli bedah, antara rumah sakit, atau
uraian waktu. Sistem surveilans dini1 menggunakan klasifikasi luka dasar untuk
menyesuaikan risiko SSI tetapi analisis situasi data besar pada berbagai prosedur
operasi mengidentifikasi sedikit kunci faktor risiko yang dikaitkan dengan peningkatan
risiko SSI dan bila digunakan secara bersamaan memberikan indikator risiko SSI yang
lebih baik dibanding klasifikasi luka.3,6 Indeks resiko sistem National Nosocomial
Infection Surveillance (NNIs) ini didasarkan pada adanya faktor-faktor risiko berikut:
1. Pasien dengan skor penilaian preoperatif ASA 3, 4 atau 5 (ukuran sederhana
dari keparahan penyakit yang mendasari pasien)
2. Operasi diklasifikasikan sebagai terkontaminasi atau terinfeksi kotor
3. Sebuah operasi yang berlangsung selama T jam, di mana T tergantung pada
prosedur operasi yang dilakukan.3,17 Waktu T adalah persentil ke-75 dari
distribusi waktu operasi untuk kategori tertentu dari prosedur dibulatkan ke jam
terdekat.
Sementara indeks risiko NNIs ini tidak mengukur semua faktor yang
berkontribusi terhadap risiko perkembangan SSI, hal tersebut menyediakan cara
praktis untuk menyesuaikan kecepatan terhadap faktor resiko pasien utama dan
operatif dan digunakan untuk stratifikasi tingkat SSI oleh sebagian besar sistem

surveilans nasional. Sistem stratifikasi risiko yang lebih kompleks lainnya untuk
memprediksi risiko SSI juga telah dikembangkan.3,4
Pernyataan bukti faktor risiko
Usia
Usia pasien merupakan prediktor independen yang signifikan dari risiko perkembangan
SSI umumnya dan untuk perkembangan SSI dini. [EL = 2+]
Selain itu, tren linear langsung peningkatan risiko SSI pada orang dewasa sampai usia
65 telah dibuktikan. [EL = 2-]
Untuk mereka yang berusia di atas 65 tahun, ditemukan tren linear terbalik dari risiko
SSI, meskipun temuan ini dapat dikenakan seleksi bias (yaitu hanya mereka yang
cocok cukup menjalani operasi). [EL = 2+]
Penyakit yang mendasarinya
Pasien dengan skor ASA 3 atau lebih memiliki penyakit sistemik yang parah dan telah
ditemukan memiliki risiko SSI lebih tinggi secara signifikan. [EL = 2+]
Penelitian telah berulang kali menunjukkan bahwa diabetes sangat terkait dengan
peningkatan risiko SSI. [EL = 2+]
Malnutrisi telah terlibat sebagai faktor risiko untuk SSI. [EL = 2-]
Ada bukti dari studi prospektif [EL = 1 +] dan retrospektif [EL = 2-] bahwa risiko SSI
meningkat pada pasien dengan albumin serum yang rendah. Radioterapi dan
penggunaan steroid keduanya telah dikaitkan dengan peningkatan risiko SSI. [EL = 2+]
Kegemukan
Penelitian telah berulang kali menunjukkan bahwa obesitas sangat terkait dengan
peningkatan risiko SSI. [EL = 2+]
Merokok
Merokok, durasi merokok dan jumlah rokok yang dihisap berhubungan dengan
peningkatan risiko SSI. [EL = 2+]

Penyakit pembuluh darah perifer telah terbukti meningkatkan risiko SSI dalam studi
prospektif [EL = 1 +] dan retrospektif [EL = 2-]
Klasifikasi luka
Terdapat bukti yang konsisten bahwa risiko infeksi meningkat dengan tingkat
kontaminasi luka. [EL = 2+]
Interpretasi GDG
Penelitian observasional menjelaskan telah mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan peningkatan risiko perkembangan SSI yang signifikan pada pasien.
Terlepas dari sistem penilaian ASA, belum ada penilaian yang sistematis terhadap
faktor risiko untuk memberikan 'skor risiko' keseluruhan dalam menilai kemungkinan
SSI pada masing-masing pasien yang menjalani prosedur operasi tertentu. Belum
terdapat informasi yang cukup untuk membuat rekomendasi yang spesifik.

Anda mungkin juga menyukai