Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Teknik Full Thickness Skin Graft

Disusun oleh :
Nicholas Christian Tinambunan, dr.

DIVISI BEDAH UMUM


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2020

1
PENDAHULUAN

Bedah plastik merupakan tindakan bedah yang bertujuan untuk mengubah dan
memperbaiki bentuk (rekonstruksi bentuk). Deformitas yang dapat diperbaiki dapat disebabkan
oleh kelainan bawaan, trauma, penyakit infeksi, tumor atau keganasan. Replantasi
(menyambung kembali) jari yang teramputasi melalui bedah mikrovaskular juga digolongkan
sebagai bedah rekonstruksi.
Tindakan membedah sesuatu yang pada hakikatnya normal dan mengubahnya menurut
keinginan yang bersangkutan disebut bedah ekstetik atau bedah kosmetik. Bentuk yang ingin
dicapai dengan bedah kosmetik harus dirembukkan sebelumnya dengan pasien.
Kulit menutupi seluruh permukaan tubuh manusia dan merupakan bagian tubuh yang
terpapar dengan dunia luar. Kulit memiliki fungsi yaitu melindungi jaringan bagian dalam
tubuh dari trauma, radiasi, infeksi, mengatur suhu tubuh dengan cara berkeringat,
vasokonstriksi atau vasodilatasi.
Luka yang tidak dapat ditutup secara primer, dapat dilakukan penutupan dengan
berbagai cara diantaranya dengan melakukan skin graft.
Skin graft telah dilakukan di India sejak 2000 tahun yang lalu tetapi tidak mengalami
perkembangan hingga abad ke-19. Pada abad ke-19 skin graft mulai diperkenalkan di dunia
barat. Selama 100 tahun terakhir, alat dan metode yang digunakan mengalami banyak
perubahan. Beberapa nama berhubungan dengan perkembangan awal skin graft yaitu Bunger
tahun 1823 melakukan pemindahan kulit dari paha ke hidung. Reverdin tahun 1869 melakukan
eksisi kulit kecil dan tipis (epidermic graft) yang diletakkan pada permukaan granulasi. Ollier
(1872) dan Thiersch (1874) mengemukakan dan mengembangkan tentang thin split thickness
skin graft.

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar:


1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-
kelenjar kulit merupakan kelenjar epitelial.
2. Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin,
dan sel-sel lemak pada dermis.
3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot polos, yaitu
otot penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah,
sedangkan jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah.
4. Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa
ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan
badan Pacini.
Struktur kulit Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis
berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat
selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat terutama
terdiri dari jaringan lemak.

2
Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak
mempunyai pembuluh darah maupun limfe oleh karena itu semua nutrien dan oksigen
diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis.
Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang
disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis
basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-
sel ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam
sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel ini mati dan secara tetap dilepaskan
(terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20 sampai 30
hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel
epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan
pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit.
Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum
spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.

Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua
lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.

Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia
berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama
sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang
dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan
gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke
dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak
daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya.
Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit
lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen,
paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut
pannikulus adiposus.

3
PENYEMBUHAN LUKA PADA KULIT

Penyembuhan luka adalah suatu proses dinamik kompleks yang menghasilkan


pemulihan terhadap kontinuitas anatomik dan fungsi jaringan setelah terjadi perlukaan.
Penyembuhan luka dibagi dalam tiga tahap yang saling berhubungan dan tumpang
tindih dalam waktu terjadinya, yaitu: 1) peradangan; 2) pembentukan jaringan
(proliferasi); dan 3) remodeling jaringan.
Salah satu tujuan utama tubuh pada proses perbaikan luka kulit ialah
mengembalikan fungsi kulit sebagai sawar fungsional. Reepitelisasi luka kulit dimulai
24 jam setelah luka melalui pergerakan sel-sel epitel dari tepi bebas jaringan melintasi
defek dan dari struktur folikel rambut yang masih tersisa pada dasar luka partial
thickness.
Sel-sel epitel berubah bentuk baik secara internal dan eksternal untuk
memudahkan pergerakan. Metamorfosis selular ini meliputi retraksi tonofilamen
intrasel, disolusi desmosom intersel dan hemi-desmosom membran basal, serta
pembentukan filamen aktin sitoplasma perifer. Sel-sel epidermis pada tepi luka
cenderung kehilangan polaritas apiko-basal dan menjulurkan pseudopodia dari tepi
basolateral bebas ke dalam luka.
Pola pasti dari migrasi epidermis yang mengalami regenerasi ini belum
diketahui, tetapi kemungkinan berupa migrasi sel tunggal melintasi permukaan luka
dengan mekanisme “lompat-katak” (leap-frogging) atau “jejak-traktor” (tractor tread).

2.2 Prinsip Dasar Bedah Plastik dan Rekonstruksi

A. Teknik Insisi dan Eksisi


Sayatan bedah sedapat mungkin sesuai dengan arah lipatan atau kerutran kulit
agar luka sembuh optimal tanpa meninggalakan parut yang mencolok. Arah kerutan
kulit tersebut merupakan garis-garis yang memiliki tegangan kulit yang paling rendah
dibandingkan dengan garis-garis di arah lainnya. Istilah untuk menyebut garis-garis
tersebut adalah RSTL (released skin tension lines).
Insisi dilakukan untuk membuat luka di area wajah, tangan, atau luka yang
relatif kecil dan sangat memerlukan detail bentuk sayatan mata pisau berukuran kecil.
Garis lipatan kulit dan daerah berambut merupakan tempat-tempat yang baik untuk

4
menyembunyikan garis insisi. Tempat insisi kulit sebaiknya tidak mengalami tegangan,
karena akan menimbulkan parut yang lebih lebar dan kurang baik dalam sisi kosmetika.
Desain eksisi yang paling baik adalah desain lentikuler ganda atau elips dengan
rasio panjang terhadap lebar 4:1.

B. Teknik Atraumatik
Pada teknik atraumatik, penting sekali untuk menangani jaringan secara hati-
hati. Trauma dapat dikurangi sedapat mungkin dengan mengurangi penggunaan
instrumen bedah secara kasar, dan menggunakan benag dan jarum jahit dengan jenis,
ukuran, dan bentuk yang tepat. Posisi operator dan/atau asisten diatur sedemikian rupa
untuk mengurangi tremor dan manuver atau gerakan tidak diperlukan yang dapat
menyulitkan operator dan asisten.
Tampilan akhir parut bergantung kepada teknik atraumatik; teknik menjahit
yang betul, menggunakan benang atau material yang tepat sesuai kondisi jaringan dan
luka, eversi tepi luka sewaktu menutup luka, dan penempatan parut menurut arah
kerutan kulit.

C. Penutupan Luka
Konsep umum penutupan suatu defek kulit mengikuti skema anak tangga
rekonstruksi (reconstructive ladder), yaitu urutan pilihan rekonstruksi mulai dari teknik
yang sederhana hingga kompleks. Urutan teknik tersebut adalah penyembuhan
sekunder (membiarkan luka sembuh sendiri), penutupan sederhana dengan penjahitan
langsung, penutupan menggunakan skin graft, transfer jaringan flap secara lokal,
regional, hingga jauh, dan transfer jaringan flap secara bebas yang hampir selalu
menggunakan teknik bedah mikro. Skema anak tangga ini berfungsi sebagai panduan
menutup suatu defek, tetapi bila terdapat keahlian dan fasilitas penunjang, kadang-
kadang sebuah anak tangga dapat dilampaui dan digunakan teknik yang lebih kompleks
agar memberikan hasil yang lebih baik.
Penutupan sederhana suatu luka dapat dilakukan dengan penjahitan biasa.
Menggunakan plester kulit steril, stapler, klip kulit, atau perekat luka. Teknik jahitan
yang digunakan meliputi jahitan satu-satu, jahitan matras vertikal, jahitan matras
horizontal setengah terbenam, jahitan jelujur subkutikuler, dan jahitan jelujur untuk
menyelesaikan tindakan dengan cepat. Benang jahit yang digunakan dapat berupa

5
benang yang dapat diserap dan yang tidak dapat diserap sesuai dengan jaringannya dan
kondisi luka.
Faktor yang menentukan kualitas bekas jahitan pada kulit adalah lamanya
benang jahit berada pada tempat jahitan, tegangan jahitan, hubungan antara benang jahit
dan tepi luka (inert atau reaktif), lokasinya pada tubuh (misalnya dekat sendi), adanya
infeksi, kecenderungan pembentukan keloid, benang jahit yang ada di bawah kulit, dan
posisi pertemuan tepi luka.
Setiap defek pada kulit/epitel kulit harus ditangani sesuai dengan komponen
yang hilang, penyebab yang mendasari, lokasi anatomi, gangguan fungsi yang terjadi,
dan ketersediaan jaringan donor dan resipien. Kesesuaian donor dan resepien dapat
dinilai dari warna, tekstur, dan ketebalan kulit, serta kerapatan tumbuhnya rambut.
Kondisi umum pasien juga perlu diperhatikan karena berhubungan erat dengan
suksesnya proses penyembuhan luka.
Kadang defek yang harus ditutup terlalu luas untuk bisa ditutup dengan skin
graft atau flap lokal sehingga dibutuhkan perluasan jaringan donor menggunakan
eksapander (peregang). Sebuah kantung silikon yang dapat diisi, dimasukkan dibawah
kulit dan secara bertahap diisi dengan larutan salin sehingga kulit diatasnya akan
bertambah luasnya. Kulit donor yang sudah lebih luas ini dapat digunakan untuk
menutup defek sebagai flap lokal.

D. Debridemen dan Irigasi


Debridemen berarti membuang jaringan mati dan terkontaminasi dengan tetap
menjaga struktur-struktur yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo, dan
tulang. Meskipun secara teknis mudah, debridemen luka yang benar memerlukan
penilaian bedah yang cermat dan inspeksi yang teliti. Luasnya debridemen disesuaikan
dengan kondisi luka.
Selain debridemen, irigasi luka dengan atau tanpa antibiotik juga penting dalam
mengatasi infeksi.

2.3 Skin grafting.


A. Definisi
Skin grafting merupakan bagian penting dalam bedah plastik. Cara ini antara
lain diperkenalkan oleh Reverdin dan Thiersch yang melakukan transplantasi sebagai
tebal kulit. Skin grafting adalah tibndakan memindahkan sebagian (split thickness) atau
6
keseluruhan tebal kulit (full thickness) dari suatu tempat ke tempat lain secara bebas,
dan untuk menjamin kehidupannya jaringan tersebut bergantung pada pertumbuhan
pembuluh darah kapiler baru dijaringan penerima (resepien). Bagian kulit yang
diangkat meliputi epidermis dan sebagian atau seluruh dermis tergantung dari tebal
kulit yang dibutuhkan.

Skin grafting digunakan dalam berbagai situasi klinis, seperti luka yang
disebabkan oleh trauma, cacat setelah reseksi onkologis, rekonstruksi luka bakar,
pelepasan kontraktur bekas luka, defisiensi kulit bawaan, , vitiligo, dan rekonstruksi
puting-areola. Skin grafting umumnya dihindari dalam pengelolaan luka yang lebih
kompleks. Kondisi dengan ruang yang dalam dan tulang yang terbuka biasanya
membutuhkan penggunaan skin flap atau muscle flap.
Skin grafting dilakukan bila; (1) penutupan luka secara primer tidak dapat
dilakukan, (2) jaringan disekitar luka tidak cukup baik (dalam hal luas, kualitas, lokasi,
dan tampilan) untuk dapat dipakai sebagai penutup luka, (3) luka pascaeksisitumor
ganas yang tidak diyakini bebas tumor, sehingga teknik rekonstruksi yang lebih
kompleks diperkirakan lebigh merugikan dari sisi morbiditas, resiko, hasil, atau
komplikasinya, dan (4) terdapatnya berbagai faktor lain, seperti status gizi, umur,
kondisi komorbid, perokok, kepatuhan, atau biaya, yang tidak memungkinkan
dilakukannya teknik rekonstruksi yang lebih kompleks.
Menurut lokasi donor kulit, skin grafting dapat menjadi autograft (graft berasal
dari individu yang sama), homograft (graft berasal dari individu lain yang sama
spesiesnya), serta heterograft atau xenograft (graft berasal dari makhluk lain yang
berbeda spesies). Yang paling sering dilakukan adalah autograft, karena jenis graft

7
yang lain hanya dapat dimanfaatkan sebagai penutup luka temporer. Homograft dan
heterograft akan direjeksi setelah beberapa lama (lebih kurang dalam 2 minggu).
Pembiakan atau kultur epitel kulit memberikan tambahan modalitas pada skin
grafting. Kultur epitel autograft dapat dipanen setelah 3 minggu untuk digunakan
sebagai autograft. Walaupun menjanjikan, modalitas ini masih memiliki kelemahan
yaitu biaya yang mahal dan kualitas graft yang lebih rapuh dan kemungkinan
penerimaan graft (take) lebih rendah dibandingkan graft kulit normal.

B. Vaskularisasi Skin graft


Skin graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk dapat hidup, sebelum
terjalin hubungan erat dengan resipien dan setelah ada jalinan dengan resipien. Setelah
kulit dilepas dari donor akan berubah menjadi pucat oleh karena terputus dari suplai
pembuluh darah dimana terjadi kontraksi kapiler pada graft dan sel darah merah
terperas keluar. Setelah graft ditempelkan ke resipien secara perlahan tampak
perubahan warna graft menjadi pink seperti ada sirkulasi kembali, hal ini terjadi
diakibatkan perpindahan pasif sel darah merah yang bebas ke dalam kapiler graft. Efek
kapiler terjadi selama 12 jam pertama.
Nutrisi pada skin graft dimulai dengan proses sirkulasi plasmatik dimana terjadi
proses inhibisi plasma / serum dan oksigen kedalam graft. Graft secara pasif menyerap
nutrient secara spons kemudian akan menjadi oedem secara bertahap dan beratnya
bertambah hingga 40%.
Setelah periode penyerapan nutrient, terjadi hubungan kapiler dari resipien ke
graft. Anastomose kapiler resipien dengan graft (revaskularisasi) terjadi mulai 22 jam
dan menetap 72 jam setelah penempelan graft.
Revaskularisasi pada skin graft merupakan kombinasi dari ke 3 proses dibawah
ini yaitu :
 Hubungan anastomose langsung antara graft dengan pembuluh darah resipien
disebut proses inokulasi.
 Pertumbuhan ke dalam dari pembuluh darah resipien ke dalam saluran
endothelial graft.
 Penetrasi pembuluh darah resipien ke dalam dermis dari graft yang akan
membentuk saluran endothelial baru.

8
Revaskularisasi dari split thickness skin graft di daerah resipien lebih cepat
dibandingkan full thickness skin graft oleh karena split thickness skin graft lebih tipis
sehingga masuknya pembuluh darah dari resipien menempuh jarak yang lebih pendek.
Syarat-syarat skin graft yang baik yaitu :
● Vaskularisasi resipien yang baik
● Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien
● Imobilisasi

2.3 Kontraksi Pada Skin graft

Setelah skin graft diangkat, terjadi pengkerutan yang dikenal sebagai kontraksi
primer. Pada full thickness skin graft terjadi pengkerutan sekitar 44%, sedangkan pada
split thickness skin graft mengkerut 9-22% tergantung ketipisannya, makin tipis
semakin sedikit terjadi pengkerutan segera / kontraksi primer. Kontraksi primer akan
hilang dengan sendirinya saat menjahit graft tersebut pada resipien.
Kontraksi yang sebenarnya pada skin graft adalah pengkerutan yang terjadi
kemudian yang disebut dengan kontraksi sekunder dimana kontraksi yang terjadi
setelah proses revaskularisasi pada masa penyembuhan graft. Full thickness skin graft
mengalami sedikit kontraksi sekunder dibandingkan split thickness skin graft.
Kontraksi sekunder berlangsung sampai graft matang kira-kira 3-6 bulan.

2.4 Split thickness Skin grafting (STSG)

Split thickness skin grafting (STSG) adalah transplantasi kulit bebas yang terdiri
atas epidermis dan sebagian tebal dermis. STSG dibedakan lagi atas tebal atau thick
(epidermis disertai ¾ tebal lapisan dermis), sedang atau medium (epidermis disertai ½
tebal lapisan dermis), dan tipis atau thin (epidermis disertai ¼ tebal lapisan dermis).
Split thickness skin grafting (STSGs) dibagi lagi menjadi STSGs tipis, sedang
dan tebal.
 Split-thickness skin graft-thin (STSG-T; 0,008-0,012 in. atau 0,2-0,3 mm)
 Split-thickness skin graft-medium (STSG-M; 0,012-0,018 in. atau 0,3-0,45 mm)
 Split-thickness skin graft-thick (STSG-THK; 0,018-0,030 in. atau 0,45-0,75 mm)

9
Keuntungan prosedur STSG adalah kemungkinan penerimaan (take) skin graft
lebih besar, dapat dipakai untuk menutup defek yang luas, kulit donor dapat diambil
dari daerah tubuh yang mana saja, dan daerah yang diambil kulitnya (daerah donor)
dapat sembuh sendiri melalui epitelisasi. Kerugian STSG antara lain ada
kecenderungan besar mengalami kontraksi sekunder, perubahan warna (hiper- atau
hipopigmentasi), permukaan kulit tampak mengkilat sehingga secara ekstetik kurang
baik, dan diperlukan waktu penyembuhan luka pada daerah donor. Pada transplantasi
sebagian tebal kulit, semakin tipis skin graft, semakin besar kemungkinan keberhasilan
transplantasi, tetapi semakin banyak pula pengerutan dan perubahan warna kulit yang
terjadi. Sebaliknya, semakin tebal skin graft, semakin kecil keberhasilan transplanstasi,
tetapi semakin sedikit pengerutan dan perubahan warna.
Pengambilan sebagian kulit dari daerah donor dapat dilakukan dengan
dermatom agar lebih rapi dan tepat ketebalannya. Dermatom dapat berupa pisau khusus
elektris maupun non-elektris.

Meshed graft
Permukaan skin graft dapat diperluas dengan membuat irisan-irisan yang teratur
dan sistematis pada kulit donor yang bila diregang akan membentuk jala sehingga luas
kulit donor bertambah 1,5 kali hingga 6-9 kali luas semula. Pembuatan skin graft yang
berbentuk seperti jaring atau mesh ini amat dapat bermanfaat bila kulit donor sangat
terbatas, misalnya pada luka bakar yang luas. Mesh dapat digunakan pada permukaan
yang ireguler, mengurangi kemungkinan hematom atau seroma, namun penampilan
ekstetiknya kurang baik karena meninggalkan parut yang berbentuk seperti jala.

2.5 Full thickness skin grafting (FTSG)

Full thickness skin grafting (FTSG) adalah transplantasi kulit bebas yang terdiri
atas epidermis dan seluruh tebal dermis tanpa lapisan lemak dibawahnya. Graft diambil
setelah suatu pola yang sesuai dengan defek yang akan ditutup digambar terlebih
dahulu. Vaskularisasi yang baik didaerah resipien, tidak adanya infeksi, dan keadaan
umum penderita yang memadai dan fiksasi merupakan syarat keberhasilan skin
grafting.
Keuntungan FTSG adalah kecenderungannya yang lebih kecil untuk terjadinya
kontraksi sekunder, perubahan warna, permukaan kulit yang mengkilat, sehingga
10
penampilan ekstetik lebih baik bila dibanding dengan STSG. Kerugiannya adalah
kemungkinan take lebih kecil, hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas,
daerah donor harus ditutup dengan STSG bila tidak dapat dijahit primer dengan
sempurna, daerah donor FTSG terbatas dibeberapa tempat saja seperti inguinal,
supraklavikular, retroaurikular, dan beberapa tempat lain.

2.7 Teknik Mengerjakan Skin graft


A. Split thickness skin graft
Donor dapat diambil dari daerah mana saja ditubuh seperti perut, dada,
punggung, bokong, ekstremitas. Umumnya yang sering dilakukan diambil dari paha.
Untuk mengambil split thickness skin graft dilakukan dengan menggunakan :
Pisau / Blade :
Yang biasa dipakai mata pisau no. 22 yang mempunyai keuntungan yaitu tajam, tipis
dan rata.
Pisau khusus :
Ketebalan graft dapat diatur dan merata : Humby.
Dermatome :
Mempunyai kemampuan mempertahankan jarak antara mata pisau dengan tebal kulit
yang disayat.: Dermatome tangan (drum dermatome), dermatome listrik dan tekanan
udara.

11
Prinsip penggunaan alat-alat diatas adalah menggerakkan pisau untuk
memotong kulit agar mendapatkan selapis kulit yang ketebalannya tergantung pada
kontrol dari operator atau berdasarkan kalibrasi yang ada pada alat tersebut.

Jika ada defek yang mau dikoreksi dengan STSG, ukuran lesi diukur dengan
tepat, bisa juga sutura (jahitan) dilakukan untuk mengecilkan size defek supaya donor
STSG juga diminimalisirkan. Area donor yang bagus seperti anterior-lateral atau medial
paha, pantat, atau aspek medial dari tangan. Untuk defek yang lebih besar, STSG donor
haruslah permukaan yang rata.

Pemilihan daerah donor tergantung besarnya defek harus area yang bisa
tertutupi pakaian dan mudah untuk terapinya pasca donor. Langkah awal yaitu daerah
donor dianestesi lokal dengan/ tanpa epinefrin dan bisa dikembungkan untuk
pengangkatan.

Alat-alat yang digunakan untuk STSG adalah Freehand dermatom, powered


dermatom.razor blade, pisau bedah biasa (no.22) atau pisau humby. Powered dermatom
dipakai untuk STSG dengan daerah yang lebih luas karena ketebalan graft yang diambil
harus sama. Setelah pemilihan alat yang sesuai lokasi donor dibersihkan dengan NaCl.
Dimulai dengan melukis “sterile tongue depressor” diarea donor didepan surgeon,
tepatnya didepan permukaan dipotong dermatom (alat pemotong kulit) untuk
menyediakan permukaan yang rata.

Kadang bisa dipakai oPSite agar memudahkan masalah jaringan graft.


Kemudian surgeon mengarahkan dermatom dengan tahanan yang tetap pada

12
permukaan kulit dengan sudut 300- 45o .Gerakan dermatom harus dalam arah “taking
off”/ landing pesawat.. Graft kemudian diambil dengan hati-hati dan diletakkan dalam
NaCl yang steril.

Tahap selanjutnya graft bebas dimodifikasi surgeon. Graft diletakkan hati-hati


pada area yang terbuka untuk ditutup dengan well-padded dressing, staples atau
beberapa stitches kecil. Bila resipen luas, dapat dibantu dengan membuat lubang-lubang
pada graft seperti jala (mesh graft). Area donor ditutup dengan dressing nonaderen steril
selama 5-7 hari untuk mencegah infeksi.

Kulit yang di graft ditekan mengikuti ratio yang butuhkan. Bolster (bantalan)
bisa diberi pada graft supaya meminimalkan daya tarik dan menjaga kelembaban graft.
Jika boster digunakan atau staples keduanya bisa di aff setelah 7-10 hari. Pada keadan
tertentu, transplantasi dan harvest bisa ditunda 2-3 minggu supaya jaringan bisa
bergranulasi terutama untuk transplantasi pada jaringan yang avaskuler.. Skin graft
biasanya sembuh dengan sedikit skar dan biasanya terlihat seperti kulit normal
disekitarnya.

B. Full thickness skin graft

- Jika yang dipakai adalah teknik FTSG, pilih daerah yang bebas dari lesi malignant
dan pre malignant yang mempunyai warna, tekstur dan kualiti sebasea yang mirip
dengan area defek.Lokasi yang sering jadi donor adalah kelopak mata, daerah
nasolabial, pre auricular, post auricular, concha, supra clavicula, axillaris,
antecubital, dan lipatan inguinal. Lokasi lain yang bisa digunakan adalah kulit yang
berlebih dibuang pada rencana rekonstruksi.Seperti halnya STSG, diukur tepat
sutura sutura “tali pusse” disekitar area defek bisa meminimalkan ukuran graft
yang bakal diambil untuk reparasi defek. Kadang dipakai tempelete dilokasi defek
seperti gauze telfa yang ditransfer ke lokasi donor.
- Eksisi daerah donor sesuai dengan pola yang telah digambar dengan ketebalan
tepat diatas jaringan lemak didaerah dermal subdermal junction.
- Dilakukan pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat dengan gunting.
- Defek daerah donor ditutup dengan menggunakan undermining pada tepi luka dan
sedapatnya ditutup secara primer tanpa ketegangan.
13
- Penutupan defek pada daerah resipen dilakukan setelah prosedur hemostatis
sempurna.
- Untuk lebih menjamin kontak skin graft dengan resipen, ditambah jahitan kasur
diatas skin graft.
- Untuk mencegah hematoma/seroma, dibuat sayatan kecil multiple pada skin graft.
- Graft yang ditempel dijahit, ditutup dengan kasa tebal dan dilakukan tie over.
- Setelah dibalut, dipasang perban elastic.

Gambar 3 Full Thickness Skin Graft

Defek yang ada dibuat patron dari kasa atau karet sarung tangan bedah,
kemudian dibuat disain pada daerah donor sesuai dengan patron. Donor dapat diambil
dari retro aurikuler, supra klavikula, kelopak mata, perut, lipat paha / inguinal, lipat
siku, lipat pergelangan volar.
Dilakukan penyuntikan NaCl 0,9% atau lidokain dicampur adrenalin 1:200.000
yang berguna untuk :
 meratakan permukaan kulit pada daerah donor yang tidak rata
 membantu pemisahan lapisan dermis dengan jaringan lemak di bawahnya
 lapangan operasi relatif lebih bersih dari perdarahan, membuat batas dermis dan
subkutis lebih jelas sehingga mempermudah pengambilan graft
Dilakukan insisi sesuai disain sampai sedalam dermis dengan menggunakan
pisau no.15 atau no.10. Dilakukan pemisahan dermis dengan subkutis dimana keadaan

14
kulit dalam keadaan tegang dengan bantuan countertraction dari asisten. Setelah kulit
didapat, selanjutnya dilakukan pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat saat
pengambilan graft.

2.8 Penempelan Skin graft


Tekhnik dasar penempelan split thickness skin graft dan full thickness skin graft
adalah sama. Sebelum penempelan graft, daerah resipien harus dilakukan hemostasis
dengan baik sehingga permukaan resipien lebih bersih tidak ada perdarahan atau
bekuan darah.
Dilakukan penjahitan interrupted di sekeliling graft dengan benang non
absorble 4-0 atau 5-0 yang biasanya menggunakan silk. Jahitan dimulai dari graft ke
tepi luka resipien, dari suatu yang lebih mobil ke tempat yang lebih fixed. Diatas kulit
ditutup tulle yang dilapisi kasa lembab NaCl 0,9% dan selanjutnya dilapis dengan kasa
steril kering.
Dibuat beberapa lubang kecil diatas skin graft untuk jalan keluar yang ada
kemudian dilakukan irigasi untuk membuang sisa bekuan darah di bawah graft dengan
spuit berisi NaCl 0,9%.
Untuk membantu keberhasilan tindakan, dilakukan balut tekan menggunakan
verban elastis sedangkan pada daerah yang tidak memungkinkan untuk dipasan verban
elastis seperti pada muka, leher maka untuk menjamin fiksasi dilakukan tie over. Tie
over adalah cara yang terbaik untuk fiksasi skin graft, bila akan melakukan tie over saat
menjahit tepi graft beberapa sisa simpul dibiarkan panjang untuk fiksasi.
Defek daerah donor split thickness skin graft akan sembuh sendiri dimana
terjadi proses epiteliasasi. Ini dimungkinkan oleh karena masih ada unsur-unsur epitel
didalam dermis seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar minyak / sebasea.
Luka donor pada split thickness skin graft ditutup tulle dan kasa steril kemudian dibalut
dengan verban elastis.
Defek daerah donor full thickness skin graft ditutup dengan melakukan
undermining pada tepi luka dan sedapatnya ditutup primer tanpa ketegangan. Bila tidak
dapat ditutup primer, luka ditutup dengan split thickness skin graft. Pada donor full
thickness skin graft setelah pengambilan graft harus dijahit karena lapisan yang diambil

15
tidak menyisakan asesori kulit yang mengandung unsu-unsur epitel sehingga tidak
memungkinkan terjadi epitelialisasi
2.9 Cara Perawatan Skin graft
Bila diyakini tindakan hemostasis darah resipien telah dilakukan dengan baik
dan fiksasi skin graft telah dilakukan dengan baik, balutan dibuka pada hari ke-5 untuk
mengevaluasi take dari skin graft dan benang fiksasi dicabut. Take dari skin graft
maksudnya adalah telah terjadi revaskularisasi, dimana skin graft memperoleh cukup
vaskularisasi untuk hidup. Disarankan pada penderita paska tindakan skin graft di
ekstremitas tetap memakai pembalut elastis sampai pematangan graft kurang lebih 3-6
bulan.
Bila diduga akan adanya seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah kulit
sebaiknya dalam waktu 24 - 48 jam dilakukan pengamatan skin graft, oleh karena bila
terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft akan mengurangi
kontak graft dengan resipien sehingga akan menghalangi take dari skin graft tersebut.
Pada pengamatan ini dilakukan pembukaan balutan dengan hati-hati jangan sampai
merusak graft (terangkat atau tergeser). Seroma, hematoma atau bekuan darah harus
segera dievakuasi dengan melakukan insisi kecil pada skin graft tepat diatas seroma,
hematoma atau bekuan darah tersebut dan selanjutnya dilakukan pembalutan kembali.
Bila evakuasi tersebut dilakukan dalam waktu 24 jam pertama maka graft masih dapat
terjamin take 100%.

2.10 Perawatan Luka Daerah Donor


Pada donor split thickness skin graft, balutan baru dibuka setelah proses
epitelialisasi. Pada daerah donor terjadi penyembuhan atau epitelialisasi untuk thin split
thickness skin graft 7-9 hari, intermediate split thickness skin graft 10-14 hari
sedangkan thick split thickness skin graft memerlukan 14 hari atau lebih. Perawatan
split thickness skin graft secara umum diambil rat-rata 14 hari.
Luka donor full thickness skin graft diberlakukan seperti luka jahitan biasa yaitu
hari ke-3 kontrol luka dan hari ke-7 jahitan dapat diangkat.

16
2.11 Sebab-Sebab Kegagalan Tindakan Skin graft
Penyebab kegagalan tindakan skin graft yaitu :
1. Hematoma dibawah skin graft
Hematoma atau perdarahan merupakan penyebab kegagalan skin graft yang
paling penting. Bekuan darah dan seroma akan menghalangi kontak dan proses
revaskularisasi, sehingga tindakan hemostasis yang baik harus dilakukan
sebelum penempelan skin graft.
2. Pergeseran skin graft
Pergeseran akan menghalangi / merusak jalinan hubungan (revaskularisasi)
dengan resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah operasi dari geseran
dengan cara fiksasi dan imobilisasi yang baik.
3. Daerah resipien yang kurang vital
Suplai darah yang kurang baik pada daerah resipien, misalnya daerah bekas
crush injury, akan mengurangi kemungkinan take, kecuali telah dilakukan
debridement yang adekuat. Penempelan skin graft pada daerah yang avaskuler
seperti tulang, tendon, syaraf membuat tindakan skin graft gagal.
4. Infeksi
Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering. Infeksi luka
ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan jumlah
mikroorganisma. Bila jumlah mikroorganisma lebih dari 104/gram jaringan
kemungkinan terjadinya infeksi yaiu 89%, sedangkan bila jumlah
mikroorganisma dibawah 104/gram jaringan kemungkinan terjadi infeksi yaitu
6%. Pada luka-luka dengan jumlah mikroorganisma lebih dari 105/gram
jaringan hampir dipastikan akan selalu gagal.
5. Teknik yang salah
 Menempelkan skin graft pada daerah berepitel (sel basal epidermis)
 dipermukaannya.
 Penempelan skin graft terbalik.
 Skin graft terlalu tebal.

17
KESIMPULAN

Dari hasil penjelasan diatas, dapat disimpulkan:


1. Tindakan bedah plastik dan rekonstruksi juga diperlukan dalam proses penyembuhan luka
pada jaringan kulit dan salah satu tindakan yang biasa dilakukan yaitu skin graft.
2. Skin graft merupakan tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari
donor ke resipien yang membutuhkan revaskularisasi untuk menjamin kelansungan hidup
kulit yang dipindahkan tersebut.
3. Tindakan skin graft bergantung kepada tebal / tipisnya skin graft yang akan dipindahkan
dari donor ke resipien.
4. Perawatan dan evaluasi pasca dilakukan tindakan skin graft juga diperhatikan untuk
mengetahui apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau gagal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Kalangi, S.J. 2013. Histofisiologi Kulit. Bagaian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 3,
Suplemen, November 2013, hlm. S12-20
Lubis, R.D. 2009. Skin graft. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Medan
Seyhan, T. 2011. Skin Grafts - Indications, Applications and Current, Split-Thickness Skin
Grafts. Adana Numune Educ. & Train. Hospital Turkey. Research, Dr. Marcia
Spear (Ed.), ISBN: 978-953-307-509-9
Shimizu, R., Kishi, K. 2012. Skin Graft. Department of Plastic and Reconstructive Surgery,
Keio University, School of Medicine, 35 Shinanomachi, Shinjukuku, Tokyo 160-
8582, Japan. Hindawi Publishing Corporation Plastic Surgery International
Volume 2012, Article ID 563493, 5 pages
Sjamsuhidajat, Wim De Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya, edisi 4. EGC: Jakarta.
Townsend, et al. 2010. Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston, edisi 17. EGC: Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai