SKIN GRAFT
Oleh:
dr. Wasisto Dwi Yudisaputro
Pembimbing:
Dr. Erythrina Permata Sari, Sp.BP-RE(K)
Skin Graft
Kulit dapat ditransplantasikan secara sempurna dengan melepaskan
integumen dari pendonor dan ditransfer ke penerima donor, yang membutuhkan
sebuah suplai pembuluh darah baru untuk menjamin sel yang ditransplantasikan
tetap hidup. Sebuah metode transplantai kulit dikenal dengan nama skin graft.
Metode lainnya dari transplantasi kulit adalah skin flap. Sebuah flap mengandung
sebagian dari jaringan kulit dan jaringan subkutan dimana diambil dari pendonor,
flap melekat di sekitar kulit melalui pedikel vaskuler. Suplai vaskuler
dipertahankan melalui pedikel agar memastikan flap tetap hidup hingga
mendapatkan suplai pembuluh darah baru dari penerima donor.
Sebuah skin graft mengandung lapisan dermis dan epidermis, komponen
sebagian kulit meliputi salah satu dari seluruh ketebalan atau hanya sebagian
ketebalan dari dermis (Gambar6.2). Dengan demikian skin graf dapat ditemukan
dalam keadaan ketebalan penuh, atau sebagian dari ketebalan tersebut. Autograft
kulit (autogenous graft) adalah graft yang ditransferkan dari pendonor ke
penerima jaringan dalam tubuh yang sama; sebuah allograft (homograft)
ditransplantasikan antara individual yang secara genetik berbeda tapi dari spesies
yang sama; sebuah xenograft (heterograft) adalah transplantasi graft antara
individual yang berbeda spesies. arti dari "isograft adalah pengunaan istilah
dalam transplantasi eksperimental untuk menunjuk sebuah allograft antara
pengaruh genetik yang besar (genetik murni) turunan dari binatang.
Meskipun Bunger (1823) sudah mengaplikasikan graft kulit dari paha ke
hidung, dan Baronio (1804) yang pada penelitian sebelumnya sudah melakukan
graft kulit di domba, kepentingan klinis dari graft kulit sendiri tidak dihargai
hingga akhir abad ke 19. ( lihat bab 1, hal.9)
Gambar 6-2 : representasi skematik dari bagian - bagian kulit yang digambarkan
untuk membandingkan ketebalan dari skin graft. A, garis dari bagian thin split
thickness skin graft (Thiersch). B, garis pada sebagian tebal kulit. C, garis dari
bagian graft pada sebagian tebal kulit yang tebal atau tiga perempat graft pada
sebagian tebal kulit. D, garis pada bagian dari graft pada seluruh tebal kulit.
Catatan bahwa jembatan jaringan yang menghubungkan antara kulit dan jaringan
subkutan ireguler. Tonjolan dari jaringan lemak subkutan kedalam kulit dikenal
dengan nama kolumner adiposa.
Split thickness skin graft yang pertama kali digunakan secara klinis adalah
yang tipe dengan sebagian tebal kulit yang tipis. Ollier (1872) telah menjadi salah
satu ahli bedah pertama yang mengapresiasi pentingnya kulit dari graft,
sebagaimana ia menentang istilah penggunaan graft epidermis oleh Reverdin dan
menggunakan istilah graft dermis- epidermis; Thiersch (1874) meluaskan ukuran
pada graft dermis-epidermis, menggunakan lapisan yang luas dari graft pada
sebagian tebal kulit yang tipis untuk menutup luka. Kepentingan klinis dari graft
pada sebagian besar kulit pertama kali menekankan lebih dari 50 tahun yang lalu
oleh Brown dan Blair (1929) yang mendiskripsikan pengangkatan dari bagian
intermedia dari Split thickness skin graft. Dermatom diperkenalkan oleh Padgett
(1939), yang secara mekanis berarti menghilangkan kalibrasi skin graft, dan
transplantasi jaringan sudah dikelompokkan secara primer dari ilmu tentang skin
graft.
Pada waktu dilakukannya eksisi saat operasi yang diambil dari daerah
pendonor, sebuah skin graft yang secara keseluruhan terputus dari seluruh kulit
dan lapisan jaringan yang terletak di bawahnya., sirkulasinya, drainase limfe dan
kontinuitas sel saraf yang berhenti secara tiba-tiba.
Sudah diakui bahwa kemampuan hidup dari skin graft dipengaruhi oleh
aliran darah
metabolik yang tidak terpakai. Di interval waktu antara transplantasi dan proses
pre-vaskularisasi, kemampuan hidup sel anoksik graft muncul untuk dapat
memastikan adanya absorbsi cairan dari pendonor (Converse and co-workers,
1957, 1969). Proses dari imbibisi eksudat dari pendonor, pertama kali
dipublikasikan oleh Hubscher pada tahun 1888 dan Goldmann di tahun 1890
dimana mereka memberikan istilah "Die Plasmatische Zirkulation" ( sirkulasi
plasmatik) menampilkan bagaimana pentingnya untuk meyakinkan dalam
pengambilan nutrisi saat periode semntara sebelum pembentukan vaskularisasi
yang tetap; yang tidak mampu, namun pemeliharaan yang tak terbatas akan
kemampuan hidup skin graft yang gagal akan menjadi vaskularisasi yang
sempurna.
Teori dari sebuah vaskularisasi skin graftmasih menjadi perdebatan yang
terlegitimasi. Revaskularisasi dari skin graft sering dikaitkan dengan sebuah
proses atau dengan kombinasi antar tiga proses berikut: (1) Koneksi langsung
antara graft dan pembuluh penerima donor, disebut juga sebagai inokulasi; (2)
Pertumbuhan pembuluh penerima donor menjadi saluran enddotel dari graft; dan
(3) Penetrasi dari pembuluh penerima donor ke graft dermis, yang membuat suatu
saluran endotel. Data - data yang tersedia untuk mendukung tiga proses dari
revaskularisasi dari berbagai macam transplantasi jenis kulit akan
dijadikan
ulasan.
10 persen setelah 10 jam, dan 52 persen setelah 20 jam. Hal ini mendasari bahwa
skin graft dapat digunakan untuk menyedot cairan dari penerima donor kaena
struktur dermis berbentuk seperti spons, dimana terkanalisasi oleh banyak sekali
celah endotel dan tambahan pembuluh darah yang mengandung lumina dan sistem
limfatik.
Kebanyakan para peneliti menerima konsep pemikiran Hubscher akan
sirkulasi plasmatik yang menjadi faktor penting saat skin graft mendapat nutrisi
pertama kali sebelum terjadi restorasi pembuluh darah yang adekuat. Namun,
Clemesen (1962) percaya jika peran utama dari sirkulasi plasmatik bukan dari
nutrisi. Dia merasa itu akan mencegah pengawetan dari graft dan menjaga graft
vessel paten. Henry, Marshall, Friedman, Dammin, dan merril (1962), bekerja
pada skin graft manusia, melaporkan bahwa pendonor kulit tersbut memperoleh
nutrisi dan oksigenasi dari proses sirkulasi plasmatik setelah dua hari pasca
operasi. Setelah itu tipr dari nutrisi tersebut tidak adekuat untuk menjaga
kemampuan hidup full thickness skin graft kecuali di bantu oleh aliran vaskuler
yang adekuat.
STUDI BIOKIMIA. Di beberapa kesempatan studi ekspermen dengan
penetuan topik biokimia pada skin autograft di tikus, Marckmann dan Zachariae
(1964) dan Marckmann (1965a,b, 1967) menjelaskan respon dari graft dermis
menjadi cedera dari prosedur transplantasi. Saat lima hari pertama masa kritis,
reaksi dari graft ke trauma pembedahan terrefleksikan oleh pembengkakan dan
aktivitas metabolik sulfomucopolysakarida yang berubah - ubah dan dalam
hexosamine, hydroxyperoline, asam uronik, dan histamin. Penulis yakin
perubahan biokimiawi dalam graft berhubungan dengan suplai aliran darah yang
berkurang dan berhubungan dengan perubahan keseimbangan metabolik.
Psillakis et al (1969), setelah transplantasi daun telinga skin autograft di
kelinci, menandakan komposisi elektrolit dan air di graft ssat lima hari pertama.
Temuan itu juga mengindikasikan kenaikan signifikan akan air pada hari pertama,
terus begitu hingga hari ke lima, di ssat lima hari pertama. Temuan itu juga
mengindikasikan kenaikan signifikan akan air pada hari pertama, terus begitu
hingga hari ke lima, dimana konsentrasi sodium, secara signifikan naik saat hari
pertama, diikuti dengan pengecilan secara progresif. Dengan kontras, konten
potasium menurun secara signifikan saat dua hari pasca operasi tapi naik secara
teratur jika lebih dari tiga hari. Penulis mengkaitkan pembengkakan di graft
adalah untuk substitusi elektrolit dan cairan yang terrefleksikan oleh respon
kolagen ke perlukaan saat grafting, temuan serupa juga didapatkan pada jaringan
yang terkena trauma. Sebagaimana konsekuensinya, dermis graft lebih kaya akan
makromelekul ekstraseluler yang dapat mengabsorbsi air dan kation dari bagian
tubuh resipien tanpakontinuitas pembuluh darah vaskuler secara langsung dengan
pembuluh darah host.
STUDI MENGENAI MIKROSPOKIS PENTING MELALUI CELAH
TRANSPPARENT DAN MICROANGIOGRAOHY. Birch da Braneark (1969),
menggunakan lapisan kulit skrotum dengan ketebalan penuh autograft
ditempatkan di perichondrial resipien yaitu daun telinga seekor kelinci, dimana
mereka mempelajari ruang telinga secara jelas dengan mikroskopis, dan observasi
pembengkakakn grafst segera setelah grafting. Pembengkakan mencapai hasil
yang maksimal pada hari ke tiga pasca operasi. Penulis mengkaitkan
pembengkakan pada substansi dasar depolimerisasi di graft dermis, ke absorbsi
dari cairan jaringan kedalam kompartemen ekstraseluler graft, dan untuk
meningkatkan tekanan kapiler dan permeabilitas di host yang sedang terinflamasi.
Hal yang berkurang secara bertahap saat terjadi pembengkakan pada graft adalah
dengan meningkatkan hemodinamikdimana hasilnya didapat dari keseimbangan
sirkulasi darah dan sistem limfatik. Di sebuah studi tentang kelinci menggunakan
contoh transplantasi yang sama seperti microangiografi, Birch, Branemark, dan
Lundskog (1969) mencapai kesimpulan yang sama tentang pembengkakan pada
graft.
STUDI PADA EKSPERIMEN ORTHOTOPIC GRAFT. Sebuah studi
sirkulasi plasmatik tentang kondisi eksperimen yang berhubungan dengan
aproksimasi yang lebih dekat terjadi saat orthotopic grafting dikemukakan oleh
10
yang
mengalami nekrosis.
Banyak dari pionir peneliti yang meyakini pegaruh suplai darah di skin
graft yang di uji cobakan pada split thickness skin graft saat tahun 1888 hingga
1897 (Enderlen, 1897; garre, 1889; Goldmann, 1890; Hubscher, 1888; Juengel,
1891). banyak yang melaporkan penelitian akna porses vaskularisasi pada kulit
yang tertransplantasi, tapi tidak ada usaha serius untuk membuat penelitian
vaskularisasi di kulit dalam berbagai ketebalan.
11
12
ini
untuk
mengobservasi
pembuluh
darah
kulit
yang
13
dalam dari host ke graft pada awal hari kedua hingga ketiga, dimana terisi dengan
sistem vaskuler dengan darah yang stasis. Opini serupa juga dikemukakan oleh
Kamrin 91960, 1961), dimana tikus dengan auto dan allograft, tunas kapiler
tumbuh dari kontak yang didapat resipiesn dengan graft vessel yang asli pada
akhir hari keempat atau awal esok harinya, dimana peran histologi saat
mengkososngkan dan membentuk ulang eritrosit dari sistem vaskularisasi igraft
dan digantikan dengan darah seluler host yang normal.
Dalam studi sebelumnya oleh Egdahl, Good, dan Varco (1957),
diperhatikan injeksi fluorescein secara intradermal saat tahap awal vaskularisasi di
50 allograft tikus dengaan ketebalan penuh. Penelitian ini menemukan bahwa
pada awal 12 jam saat onset sirkulasi darah, dilihat dengan metode langsung
stereomikroskopis kulit dari Taylor dan Lehrfeld (1953). Castermasn (1957), yang
mengaplikasikan metode mikroskopis baik itu autograft dan allograft ke kulit
tikus, mendapatkan hasil yang sama seperti yang dilaporkan. Seperti kata
Castermans (1957), kapiler graft akan memulai mengisi elemen darah dan dilatasi
pada awal 24 jam setelah grafting, diikuti dengan aliran darah pada 48 jam;
dimana 6 hingga 7 hari pasca operasi, jaringan kapiler daat berfungsi dengan baik,
meskipun teteap distensi.
Sebuah peluang untuk mengevaluasi sumber suplai darah di transplantasi
autologous dan allogeneic pada kulit tikus, Rolle, Taylor, dan Charipper (1959)
emngkombinasikan empat kriteria: mikroskopis kulit, metode histologi rutin,
injeksi tinta India pada jantung ke sistem vaskuler, dan injeksi intravena pewarna
diffusible, Bromophenol biru. Dalam semua penelitian graft, beberapa diantaranya
mempelajari tentang pembuluh darah graft, dikosongkan pada saat pemindahan
graft dari pendonor, memulai untuk mendapatkan darah stagnan dan mulai
mengisi pada akhir 24 jam setelah operasi. Pada tiga hari, sirkulasi darah dalam
pembuluh darah graft dipulihkan dan memulai lagi kecepatan aliran darah normal
pada hari berikutnya; tidak ada bukti histologis dari perubahan degeneratif pada
pembuluh darah graft asli. Rolle dan rekan kerjanya (1959), serta Hildeman dan
Haas (1960), menyimpulkan bahwa pembuluh darah definitif pada suatu graft
14
15
dari graft. Perbedaan struktural antara graft yang sudah ada sebelumnya dan
pembuluh darah host baru memungkinkan identifikasi dua jenis pembuluh darah.
Proses revaskularisasi graft oleh host sangat cepat; pembuluh darah kapiler host
telah menembus melalui garis demarkasi menuju dermis graft dalam 12 jam dan
mencapai junction dermoepidermal dalam 48 jam. Data dalam penelitian ini juga
menunjukkan penurunan yang progresif pada aktivitas enzimatik, disertai dengan
perubahan degeneratif, dalam pembuluh darah graft asli selama empat hari
pertama setelah okulasi. Berbeda dengan pembuluh darah dari jaringan host
sekitarnya, pola vaskular pada graft telah berubah. Pembuluh darahnya banyak,
menunjukkan percabangan yang lebih besar dan terdistensi, dan menunjukkan
pertumbuhan yang sejajar dalam arah tegak lurus dari bed resipien ke junction
dermoepidermal dari graft. Pembuluh darah baru semakin progresif membuat pola
halus selama hari-hari berikutnya. Temuan ini muncul untuk menguatkan
pengamatan stereomicroscopic dari distensi progresif pembuluh darah dan
peningkatan jumlah mereka selama beberapa hari pertama pasca operasi (Taylor
dan Lehrfeld 1953;. Converse dan Rapapport, 1956; Ballantyne dan Converse,
1957). Pembuluh darah yang melebar membentuk caliber halus dan menjadi
berkurang jumlahnya pada hari-hari berikutnya. Selama enam hari pertama pasca
operasi, perubahan vaskular terkait dengan revaskularisasi oleh host pada
keduanya baik full-thickness skin autografts dan allografts ini serupa. Namun,
pada hari-hari berikutnya luas pola vaskular pada allografts sangat tergantung
pada waktu perubahan terkait dengan reaksi penolakan dari kulit.
Studi histokimia yang dilakukan Converse dan Ballantyne (1962),
menunjukkan pertumbuhan vaskular yang cepat dari host ke graft, sangat
menyarankan bahwa pembuluh darah baru mampu membuat sirkulasi darah yang
adekuat
pada
graft
dalam
waktu
singkat.
Meskipun
temuan
mereka
mengkonfirmasi bahwa pertumbuhan pembuluh darah baru dari host terjadi, itu
tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa inoskulasi tidak terjadi.
Dalam studi histokimia selanjutnya menggunakan berbagai macam enzim
hidrolitik dan oksidatif split-thickness skin grafts pada babi, Wolff dan
Schellander (1965, 1966) menegaskan temuan enzimatik dari Converse dan
16
Ballantyne (1962) dan tesis asli dari Garre (1889) bahwa pembuluh darah graft
kulit definitif berasal dari pertumbuhan pembuluh darah kapiler host.
PENGISIAN AWAL DARI PEMBULUH DARAH. Haller dan Billingham
(1967) mempelajari asal pembuluh darah pada graft kulit menggunakan kantong
pipi hamster Suriah. Yang dijadikan tanpa pigmentasi dan tambahan, jaringan
yang menyerupai kulit merupakan pipi kantong yang sangat vaskular ini hampir
transparan. Ketika dipindahkan ke host yang kompatibel secara genetik, ia
menawarkan sebuah jendela di mana pengamatan serial pada perkembangan
sirkulasi dapat dipelajari. Para penulis melaporkan bahwa pembuluh darah dari
graft diisi dengan segera setelah transplantasi, tetapi tidak ada aliran yang tercatat
sebelum hari keempat atau hari kelima; pola pembuluh darah pada isografts yang
telah sembuh identik dengan pembuluh graft asli. Mereka mencatat bahwa, ketika
pembuluh darah ini diblokir oleh suntikan karet silicon sebelumnya, graft menjadi
nekrotik,
sangat
menunjukkan
bahwa
pembuluh
darah
intrinsik
graft
17
yang berdinding tipis, saluran yang irregular dengan osilasi atau aliran searah
yang lambat. Setelah delapan hari pasca operasi, pleksus yang belum matang
berdiferensiasi menjadi arteriol, kapiler, dan venula. Berdasarkan pengamatan
mereka, penulis meyakini bahwa pembentukan kembali pembuluh darah graft
terjadi terutama sebagai pertumbuhan vaskular dari host.
Baru-baru ini, O'Donoghue dan Zarem (1971), menggunakan teknik ruang
yang sama pada tikus, mengevaluasi perbedaan dalam sifat angiogenik dari fresh
skin autografts, fresh skin allografts, lyophilized autografts, dan freeze-thawed
autografts. Hal tersebut dilaporkan bahwa meskipun perbedaan yang konsisten
dalam sifat angiogenik dari berbagai jenis graft, semua graft mampu menginduksi
hiperemia pada host bed dan neovaskularisasi, yang terdiri dari pembentukan
tunas pembuluh darah host dan pengembangan pembuluh darah yang mempunyai
bentuk seperti sosis memluas ke arah graft. Pada keduanya fresh autograft dan
allografts, hiperemia terlihat pada hari ketiga atau keempat setelah transplantasi,
neovaskularisasi pada hari keenam, dan revaskularisasi graft lengkap pada hari
kedelapan.
Para
penulis
menyimpulkan
bahwa
adanya
jaringan
yang
18
peneliti menyimpulkan bahwa aliran darah yang dicatat dalam graft tergantung
pada hubungan vaskular antara graft dan bed resipien dan sirkulasi host.
Dalam sebuah studi berikutnya Birch, Branemark, dan Lundskog (1969)
mengulangi prosedur transplantasi scrotal skin autografts kelinci ke aurikula host
bed untuk studi mikroangiografi dan mencapai kesimpulan yang sama.
Mikroangiogram menunjukkan bahwa sirkulasi awal pada graft muncul sebagai
hasil dari hubungan antara pembuluh darah pada bed resipien dan pembuluh darah
graft besar yang melebar. Antara 48 dan 72 jam setelah transplantasi, kapiler di
host bed menembus lapisan bawah graft; di pinggiran graft, invasi kapiler bahkan
lebih jelas. Namun, penulis menyatakan bahwa invasi host tidak menjelaskan
peningkatan jumlah pembuluh darah kecil yang dicatat dalam lapisan superfisial
dari graft. Sebaliknya, pembuluh darah baru di lapisan ini berasal dari pembuluh
darah graft asli.
Termografi inframerah yang dilengkapi dengan makrofotografi telah
digunakan oleh Birch, Branemark, dan Nilsson (1969) untuk mempelajari pola
emisi panas oleh pembuluh darah dari scrotal skin autograft dan aurikular bed
resipiennya. Temuan tersebut menunjukkan emisi panas yang normal dari
pembuluh bawah host bed di bawah graft segera setelah transplantasi. Menurut
penulis pembuluh darah yang berproliferasi dan melebar pada sisi resipien secara
sedikit meningkatkan suhu daerah graft dalam beberapa hari pertama setelah
operasi, dengan syarat emisi panas tidak tertutup oleh edema graft.
Metode lain untuk menilai kondisi pembuluh darah dan sirkulasi pada
graft kulit dirancang oleh Marckmann (1966). Dengan tikus hidup yang
diposisikan di bawah mikroskop dan dengan penguat layar televisi untuk proyeksi
ke monitor, hal ini memungkinkan untuk memvisualisasikan status sirkulasi darah
pada autografts kulit dan untuk mendapatkan catatan sinematografi. Aliran lambat
bisa dilihat di beberapa daerah graft pada hari kedua pasca operasi, menjadi
kecepatan aliran normal pada hari ketujuh pasca operasi. Para penulis
menyimpulkan bahwa pemulihan mikrosirkulasi dicapai dengan hubungan dari
pembuluh darah graft dengan kecepatan sirkulasi pada bed resipien.
19
32
20
21
menunjukkan titik perdarahan setelah 24 jam, dan ini terletak di daerah yang
berbeda-beda dari host bed. Pengamatan ini menunjukkan bahwa inoskulasi
terjadi di permukaan yang kotor. Data menunjukkan bahwa revaskularisasi dari
skin graft merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara urut, yang meliputi:
invasi aktif dari dermis graft oleh pertumbuhan tunas kapiler host; pengembangan
anastomosis antara graft dan pembuluh darah host; masuknya darah ke graft
melalui anastomosis vaskular dalam 48 jam setelah transplantasi.
SPLIT-THICKNESS GRAFTS. Hal ini telah umum diasumsikan bahwa
graft tipis pada kulit terjadi revascularisasi lebih cepat daripada graft yang lebih
tebal. Gambaran histologis graft tipis dan tebal menunjukkan bahwa perubahan
degeneratif di transplantasi tergantung pada tingkat vaskularisasi; perubahan
degeneratif di transplantasi tampaknya berbanding terbalik dengan kecepatan
vaskularisasi. Perubahan yang kurang jelas pada split-thickness graft, karena
invasi pembuluh darah yang memiliki jarak yang lebih pendek untuk melintang
melalui seluruh ketebalan dermis pendonor.
Sebuah studi menggunakan metode gabungan mikroskop kulit vital dan
enzim
histokimia
dengan
neotetrazolium
klorida
dan
nukleotida
dari
split-thickness
skin
graft
ditransplantasikan
ke
suprapannicular bed akan lebih cepat daripada full-thickness graft karena dua
alasan: (1) split-thickness graft lebih tipis, dan pembuluh darah menginvasi dari
host memiliki jarak yang lebih pendek untuk berpindah; dan (2) sisi host
suprapannicular berisi pasokan yang kaya pembuluh darah. Data histokimia
mereka, bagaimanapun, menunjukkan bahwa kapiler host baru berasal sebagai
tunas endotel dari pembuluh darah yang terdistensi dan tertanam dalam di
epimysium atas dari panniculus carnosus bukan dari pembuluh darah host di dekat
permukaan bawah graft. Pola vaskular di host bed telah berubah; berbeda dengan
22
pembuluh darah dicatat dalam jaringan host sekitarnya, pembuluh darah lebih
banyak dan menunjukkan percabangan yang lebih besar dan terdilatasi. Pembuluh
darah baru menunjukkan pertumbuhan paralel dari epimysium atas melapisi
lapisan pannicular ke junction host-graft. Revaskularisasi lengkap dengan
sirkulasi aktif dari split-thickness grafts terjadi pada tingkat yang sama seperti
pada full-thickness grafts di suprapannicular bed. Berbeda dengan penurunan
yang cepat di awal aktivitas enzimatik di pembuluh darah full-thickness grafts
ditempatkan di suprapannicular bed (Converse, Filler, dan Ballantyne, 1965),
aktifitas yang tertunda dan kehilangan lebih lambat dari dari pembuluh darah pada
split-thickness grafts menyiratkan bahwa onset dan tingkat perubahan degeneratif
dalam pembuluh darah graft bervariasi dengan ketebalan dermis graft. Dalam
graft tipis, cairan nutrisi memiliki jarak yang lebih pendek untuk bercampur, dan
graft yang lebih tipis memiliki unsur seluler yang lebih sedikit yang
membutuhkan makanan. Seperti yang ditekankan oleh Mir y Mir (1951),
kecepatan vaskularisasi dan keadaan gizi dari skin graft dikendalikan oleh
ketebalan dermal graft dan keadaan sisi host. Woodruff (1960) mendukung
hipotesis Mir y Mir (1951) bahwa, dalam graft tipis, imbibisi serum cukup
adekuat untuk menjaga kelangsungan hidup jaringan yang dicangkokkan selama
beberapa hari, dan vaskularisasi awal tidak penting; di graft yang lebih tebal,
namun, vaskularisasi awal yang cepat sangat penting untuk kelangsungan hidup.
Seperti disebutkan dalam bagian sebelumnya Wolff dan Schellander (1965,
1966), enzim studi histokimia yang agak mirip, mencatat bahwa pembuluh darah
definitif split-thickness skin grafts pada babi dibentuk seluruhnya oleh kapiler
yang tumbuh ke dalam dari host, dan pembuluh darah asli yang terdegenerasi.
Peneliti ini menegaskan studi histokimia dari Converse dan Ballantyne (1962)
menggunakan full-thickness skin grafts suprapannicular pada tikus. Temuan
mereka juga sejalan dengan hasil penelitian dari Converse, Filler, dan Ballantyne
(1965) di split-thickness skin grafts pada tikus.
Pada tahun 1964 Clemmesen, setelah memperkenalkan suspensi tinta India
ke dalam sistem vaskular babi di bawah tekanan intrakardiak yang kuat,
disimpulkan dari pemeriksaan histologis nya bahwa revaskularisasi dari split-
23
thickness skin grafts yang tipis sangat tergantung pada sinus seperti saluran antara
pembuluh darah dari jaringan host yang mendasari dan pembuluh darah graft. Dia
menyimpulkan bahwa, selama waktu berikutnya, hubungan yang menyerupai
sinus yang dibentuk oleh interstisi dalam jaringan fibrin di junction host-graft
diubah menjadi pembuluh darah berdinding tipis, yang memungkinkan
pembentukan kembali aliran panas aktif dalam pembuluh darah graft asli.
Berbagai penelitian (stereomicroscopy, histologi, atau histokimia) dari perilaku
dan nasib transplantasi kulit pada hewan, embrio ayam, dan manusia gagal untuk
mengkonfirmasi temuan Clemmesen saluran sinuslike di junction host-graft.
Agaknya, tekanan intrakardiak yang berlebihan dari penyuntikan tinta India
membuat pecah pembuluh darah yang baru terbentuk di permukaan daerah
resipien atau di garis junction antara dua jaringan, sehingga membebaskan solusi
untuk membentuk daerah yang terisi tinta.
KESIMPULAN FASE VASKULARISASI GRAFT. Interpretasi saat ini
adalah bahwa pengisian awal ruang endotel graft dengan cairan yang menyerupai
serum (sebelumnya dianggap cairan yang menyerupai plasma) disertai dengan
infiltrasi eritrosit, sebagai akibat dari anastomosis pembuluh darah graft dengan
pembuluh darah host, ditambah dengan pertumbuhan awal host endotelium.
Peristiwa ini dapat menjelaskan warna merah muda yang muncul di kulit manusia
dalam 12 jam pertama setelah transplantasi. Perubahan warna berubah menjadi
gambaran cherry-red di vaskularisasi graft dengan sirkulasi darah yang baik.
Warna sianotik terjadi pada revaskularisasi yang lebih lambat, yang berdampak
buruk terhadap oksigenasi hemoglobin, mungkin karena aliran hemic yang tidak
adekuat atau tidak memadai disebabkan oleh aliran balik vena atau drainase dari
graft. Berikutnya waktu dan pengembangan sirkulasi ditingkatkan, perubahan
warna terjadi menjadi gambaran cherry-red.
24