Anda di halaman 1dari 24

Textbook Reading

SKIN GRAFT

Oleh:
dr. Wasisto Dwi Yudisaputro

Pembimbing:
Dr. Erythrina Permata Sari, Sp.BP-RE(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012

Skin Graft
Kulit dapat ditransplantasikan secara sempurna dengan melepaskan
integumen dari pendonor dan ditransfer ke penerima donor, yang membutuhkan
sebuah suplai pembuluh darah baru untuk menjamin sel yang ditransplantasikan
tetap hidup. Sebuah metode transplantai kulit dikenal dengan nama skin graft.
Metode lainnya dari transplantasi kulit adalah skin flap. Sebuah flap mengandung
sebagian dari jaringan kulit dan jaringan subkutan dimana diambil dari pendonor,
flap melekat di sekitar kulit melalui pedikel vaskuler. Suplai vaskuler
dipertahankan melalui pedikel agar memastikan flap tetap hidup hingga
mendapatkan suplai pembuluh darah baru dari penerima donor.
Sebuah skin graft mengandung lapisan dermis dan epidermis, komponen
sebagian kulit meliputi salah satu dari seluruh ketebalan atau hanya sebagian
ketebalan dari dermis (Gambar6.2). Dengan demikian skin graf dapat ditemukan
dalam keadaan ketebalan penuh, atau sebagian dari ketebalan tersebut. Autograft
kulit (autogenous graft) adalah graft yang ditransferkan dari pendonor ke
penerima jaringan dalam tubuh yang sama; sebuah allograft (homograft)
ditransplantasikan antara individual yang secara genetik berbeda tapi dari spesies
yang sama; sebuah xenograft (heterograft) adalah transplantasi graft antara
individual yang berbeda spesies. arti dari "isograft adalah pengunaan istilah
dalam transplantasi eksperimental untuk menunjuk sebuah allograft antara
pengaruh genetik yang besar (genetik murni) turunan dari binatang.
Meskipun Bunger (1823) sudah mengaplikasikan graft kulit dari paha ke
hidung, dan Baronio (1804) yang pada penelitian sebelumnya sudah melakukan
graft kulit di domba, kepentingan klinis dari graft kulit sendiri tidak dihargai
hingga akhir abad ke 19. ( lihat bab 1, hal.9)

Gambar 6-2 : representasi skematik dari bagian - bagian kulit yang digambarkan
untuk membandingkan ketebalan dari skin graft. A, garis dari bagian thin split
thickness skin graft (Thiersch). B, garis pada sebagian tebal kulit. C, garis dari
bagian graft pada sebagian tebal kulit yang tebal atau tiga perempat graft pada
sebagian tebal kulit. D, garis pada bagian dari graft pada seluruh tebal kulit.
Catatan bahwa jembatan jaringan yang menghubungkan antara kulit dan jaringan
subkutan ireguler. Tonjolan dari jaringan lemak subkutan kedalam kulit dikenal
dengan nama kolumner adiposa.
Split thickness skin graft yang pertama kali digunakan secara klinis adalah
yang tipe dengan sebagian tebal kulit yang tipis. Ollier (1872) telah menjadi salah
satu ahli bedah pertama yang mengapresiasi pentingnya kulit dari graft,
sebagaimana ia menentang istilah penggunaan graft epidermis oleh Reverdin dan
menggunakan istilah graft dermis- epidermis; Thiersch (1874) meluaskan ukuran
pada graft dermis-epidermis, menggunakan lapisan yang luas dari graft pada
sebagian tebal kulit yang tipis untuk menutup luka. Kepentingan klinis dari graft
pada sebagian besar kulit pertama kali menekankan lebih dari 50 tahun yang lalu
oleh Brown dan Blair (1929) yang mendiskripsikan pengangkatan dari bagian
intermedia dari Split thickness skin graft. Dermatom diperkenalkan oleh Padgett
(1939), yang secara mekanis berarti menghilangkan kalibrasi skin graft, dan

pengembangan dari peralatan mekanikal lainnya yang mempunyai fasilitas


mengambil graft kulit dari berbagai ketebalan.
Full thickness skin graft, meliputi seluruh ketebalan kulit maupun
epidermis digunakan oleh Lawson (1870), Le Fort (1872) dan Wolfe (1875) untuk
meneliti dari ecteropion di kelopak mata. Krause pada tahun 1893 melaporkan
tekhnik penggunaan Full thickness skin graf secara detail. Full thickness skin
graft juga sering disebut sebagai Wolfe graft di forum ilmiah internasional.
Keutamaan mendeskripsikan tekhnik skin graft dan pengaplikasian secara
klinis, revaskularisasi dan kemampuan untuk bertahan hidup (atau "take", istilah
klinis yang lebih sering digunakan), dimana dilakukan autograft secara permanen
dan autograft secara temporer, akan di ulas. Dampak dari xenograft akan dibahas
secara terpisah.
Vaskularisasi skin graft, autograft, dan allograft
Dampak medis dari skin graft sudah menarik perhatian para klinisi dan
peneliti sejak tekhnik tersebut pertama digunakan. Transplanstasi dari jaringan
hidup melibatkan pengangkatan dengan pembedahan dari sel yang masih hidup
dari daerah pendonor dan ditransfer ke tempat penerima donor. Apakah ada atau
tidak sel yang terplanstasi hidup dan menyebarkan sebuah garis keturunan dari sel
yang hidup di penerima donor yang bergantung dari beberapa faktor : (1) Jalur
akses material nutrisi; (2) Sumber daya untuk membuang produk - produk
metabolik yang tidak terpakai; (3) Perbedaan anatomis jaringan antara donor dan
penerima donor; dan (4) hubungan taksonomi dan imunogenerik antara pendonor
dan penerima donor.
Karena kemampuan aksesnya, kulit dapat dengan aman dijadikan bahan
pembelajaran sebagai contoh model transplantasi. Mode dari vaskularisasi dan
berikutnya perubahan vaskuler saat masa hidup jaringan yang di cangkok sudah
diteliti secara ekstensif. Banyaknya pemahaman dasar dari hukum medis

transplantasi jaringan sudah dikelompokkan secara primer dari ilmu tentang skin
graft.
Pada waktu dilakukannya eksisi saat operasi yang diambil dari daerah
pendonor, sebuah skin graft yang secara keseluruhan terputus dari seluruh kulit
dan lapisan jaringan yang terletak di bawahnya., sirkulasinya, drainase limfe dan
kontinuitas sel saraf yang berhenti secara tiba-tiba.
Sudah diakui bahwa kemampuan hidup dari skin graft dipengaruhi oleh
aliran darah

adekuat untuk nutrisi dan untuk membuang produk-produk

metabolik yang tidak terpakai. Di interval waktu antara transplantasi dan proses
pre-vaskularisasi, kemampuan hidup sel anoksik graft muncul untuk dapat
memastikan adanya absorbsi cairan dari pendonor (Converse and co-workers,
1957, 1969). Proses dari imbibisi eksudat dari pendonor, pertama kali
dipublikasikan oleh Hubscher pada tahun 1888 dan Goldmann di tahun 1890
dimana mereka memberikan istilah "Die Plasmatische Zirkulation" ( sirkulasi
plasmatik) menampilkan bagaimana pentingnya untuk meyakinkan dalam
pengambilan nutrisi saat periode semntara sebelum pembentukan vaskularisasi
yang tetap; yang tidak mampu, namun pemeliharaan yang tak terbatas akan
kemampuan hidup skin graft yang gagal akan menjadi vaskularisasi yang
sempurna.
Teori dari sebuah vaskularisasi skin graftmasih menjadi perdebatan yang
terlegitimasi. Revaskularisasi dari skin graft sering dikaitkan dengan sebuah
proses atau dengan kombinasi antar tiga proses berikut: (1) Koneksi langsung
antara graft dan pembuluh penerima donor, disebut juga sebagai inokulasi; (2)
Pertumbuhan pembuluh penerima donor menjadi saluran enddotel dari graft; dan
(3) Penetrasi dari pembuluh penerima donor ke graft dermis, yang membuat suatu
saluran endotel. Data - data yang tersedia untuk mendukung tiga proses dari
revaskularisasi dari berbagai macam transplantasi jenis kulit akan

dijadikan

ulasan.

Dari sudut tekhnis, kondisi yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan


melakukan skin graft adalah (1) Vaskularisasi yang sehat dan baik dari sang
penerima donor; (2) Terjadinya imbibisi yang cepat setelah dilakukan graft; (3)
imobilisasi skin graft yang adekuat dalam tubuh penerima donor untuk
memastikan perpindahan nutrisi cairan dan mengurangi segala macam
kecenderungan pengganggu yang terbentuk halus, hubungan vakularisasi antara
pendonor dan penerima donor; dan (4) Vaskularisasi yang cepat dari tubuh
penerima donor.
Fase - fase dari kemampuan hidup skin graft
Fase imbibisi. Hubscher (1888) dan Goldmann (1890) menyarankan agar nutrisi
pasien pada Thiersch graft oleh cairan dari penerima donor yang sebelumnya
untuk membuat keseimbangan antara vaskularisasi yang baru dengan saluram
limfatik di graft. Mereka menyebut istilah ini sebagai proses awal dari pemberian
nutrisi cairan "sirkulasi plasmatik" sebuah graft.
Menggunakan metode dengan tekhnik bilik jaringan Algire untuk evaluasi
skin graft di para tikus. Conway, Stark, dan Joslin (1951) mengobservasi
terjadinya pemborosan aliran pada cairan ekstraseluler dari seluruh area dari host
ke ruang yang lebih jelas dalam 24 jam pertama. Mereka menekankan sirkulasi
plasmati tahap awal, dimana graf dapat digunakan secara berkelanjutan pada post
operasi minggu pertama.
Observasi yang dilakukan oleh Converse, Ballantyne, Rogers, dan
Raisbeck (1957) dalam sebuah xenograft yang diambil dari seekor kelinci dan
diletakkan di atas chorioallantois dari embrio anak ayam yang mengindikasikan
pengambilan cairan secara cepat dalam graft. Skin graft kelinci tersebut diambil
dari permukaan dari membran chorioallantoic dalam interval waktu yang berbeda
- beda dari satu hingga 20 jam post operasi. Graft ini sudah ditimbang sebelum
dilakukan transplantasi dan ditimbang lagi setelah pengangkatan membran saat
traksi. Didapatkan kenaikan berat graft yang signifikan dengan waktu yang telah
ditentukan tadi pada 165 grafts: dengan rerata kenaikan berat graft, dimana terjadi

10 persen setelah 10 jam, dan 52 persen setelah 20 jam. Hal ini mendasari bahwa
skin graft dapat digunakan untuk menyedot cairan dari penerima donor kaena
struktur dermis berbentuk seperti spons, dimana terkanalisasi oleh banyak sekali
celah endotel dan tambahan pembuluh darah yang mengandung lumina dan sistem
limfatik.
Kebanyakan para peneliti menerima konsep pemikiran Hubscher akan
sirkulasi plasmatik yang menjadi faktor penting saat skin graft mendapat nutrisi
pertama kali sebelum terjadi restorasi pembuluh darah yang adekuat. Namun,
Clemesen (1962) percaya jika peran utama dari sirkulasi plasmatik bukan dari
nutrisi. Dia merasa itu akan mencegah pengawetan dari graft dan menjaga graft
vessel paten. Henry, Marshall, Friedman, Dammin, dan merril (1962), bekerja
pada skin graft manusia, melaporkan bahwa pendonor kulit tersbut memperoleh
nutrisi dan oksigenasi dari proses sirkulasi plasmatik setelah dua hari pasca
operasi. Setelah itu tipr dari nutrisi tersebut tidak adekuat untuk menjaga
kemampuan hidup full thickness skin graft kecuali di bantu oleh aliran vaskuler
yang adekuat.
STUDI BIOKIMIA. Di beberapa kesempatan studi ekspermen dengan
penetuan topik biokimia pada skin autograft di tikus, Marckmann dan Zachariae
(1964) dan Marckmann (1965a,b, 1967) menjelaskan respon dari graft dermis
menjadi cedera dari prosedur transplantasi. Saat lima hari pertama masa kritis,
reaksi dari graft ke trauma pembedahan terrefleksikan oleh pembengkakan dan
aktivitas metabolik sulfomucopolysakarida yang berubah - ubah dan dalam
hexosamine, hydroxyperoline, asam uronik, dan histamin. Penulis yakin
perubahan biokimiawi dalam graft berhubungan dengan suplai aliran darah yang
berkurang dan berhubungan dengan perubahan keseimbangan metabolik.
Psillakis et al (1969), setelah transplantasi daun telinga skin autograft di
kelinci, menandakan komposisi elektrolit dan air di graft ssat lima hari pertama.
Temuan itu juga mengindikasikan kenaikan signifikan akan air pada hari pertama,
terus begitu hingga hari ke lima, di ssat lima hari pertama. Temuan itu juga

mengindikasikan kenaikan signifikan akan air pada hari pertama, terus begitu
hingga hari ke lima, dimana konsentrasi sodium, secara signifikan naik saat hari
pertama, diikuti dengan pengecilan secara progresif. Dengan kontras, konten
potasium menurun secara signifikan saat dua hari pasca operasi tapi naik secara
teratur jika lebih dari tiga hari. Penulis mengkaitkan pembengkakan di graft
adalah untuk substitusi elektrolit dan cairan yang terrefleksikan oleh respon
kolagen ke perlukaan saat grafting, temuan serupa juga didapatkan pada jaringan
yang terkena trauma. Sebagaimana konsekuensinya, dermis graft lebih kaya akan
makromelekul ekstraseluler yang dapat mengabsorbsi air dan kation dari bagian
tubuh resipien tanpakontinuitas pembuluh darah vaskuler secara langsung dengan
pembuluh darah host.
STUDI MENGENAI MIKROSPOKIS PENTING MELALUI CELAH
TRANSPPARENT DAN MICROANGIOGRAOHY. Birch da Braneark (1969),
menggunakan lapisan kulit skrotum dengan ketebalan penuh autograft
ditempatkan di perichondrial resipien yaitu daun telinga seekor kelinci, dimana
mereka mempelajari ruang telinga secara jelas dengan mikroskopis, dan observasi
pembengkakakn grafst segera setelah grafting. Pembengkakan mencapai hasil
yang maksimal pada hari ke tiga pasca operasi. Penulis mengkaitkan
pembengkakan pada substansi dasar depolimerisasi di graft dermis, ke absorbsi
dari cairan jaringan kedalam kompartemen ekstraseluler graft, dan untuk
meningkatkan tekanan kapiler dan permeabilitas di host yang sedang terinflamasi.
Hal yang berkurang secara bertahap saat terjadi pembengkakan pada graft adalah
dengan meningkatkan hemodinamikdimana hasilnya didapat dari keseimbangan
sirkulasi darah dan sistem limfatik. Di sebuah studi tentang kelinci menggunakan
contoh transplantasi yang sama seperti microangiografi, Birch, Branemark, dan
Lundskog (1969) mencapai kesimpulan yang sama tentang pembengkakan pada
graft.
STUDI PADA EKSPERIMEN ORTHOTOPIC GRAFT. Sebuah studi
sirkulasi plasmatik tentang kondisi eksperimen yang berhubungan dengan
aproksimasi yang lebih dekat terjadi saat orthotopic grafting dikemukakan oleh

Converse, Uhl-Schmid, dan Balantyne (1969) di tikus. Mereka menemukan 37,34


persen penambahan berat badan di ketebalan penuh saat autograft dalam 24 jam
pasca operasi, diikuti dengan penambahan berat badan menjadi 25,69 persen
setelah 48 jam. Rata - rata kenaikan secara perlahan menjadi 30,44 persen pada 96
jam dan menetap hingga kembali ke berat badan awal pada hari ke sembilan.
Penulis menyarankan jika kenaikan berat badan antara 48 dan 72 jam bertepatan
dengan pengaturan dari sebuah stereomicroscopically sirkulasi pembuluh darah di
graft. Penambahan berat badan ini sudah dikaitkan dengan pengisisian vaskuler
graft dan drainase vena dan limfe yang tidak adekuat, mungkin juga disebabkan
adanya pembengkakan intersisial. Dengan peningkatan drainase vena untuk
menyeimbangkan jarinagn arteri dan vena, sebuah graft mencapai berat awalnya
setelah 8 hingga 9 hari setelah transplantasi. Nilai minus dicatat pada hari ke 11
yang dicatat untuk menaikkan drainase vena dan sistem limfatik. graft pertama
kali terfixir di tubuh host oleh benang fibrin; kemudian cairan mempenetrasi graft
adalah serum, bukan plasma. Sehingga disebut sebagai istilah "sirkulasi
plasmatik" digantikan oleh istilah "fase imbibisi serum".
STUDI OLEH SUSPENSI INTRAVENA KARBON COLLOIDAL.
Kikuchi dan Omori (1970 ) menginjeksikan suspensi intravena karbon colloidal
ke banyak kelinci dengan selamg waktu berbeda setelah full thickness skin
autografting. Mereka melaporkan , pada dua hari pertama setelah graftin, terjadi
kebocoran plasma yang asalnya dari venula, meskipun kapiler, arteri terminalis,
dan arteriol juga mengalami kebocoran. fenomena ini ada pada jembatan graft
yang berhubungan dengan dengan apa yang disebut sebagai sirkulasi plasmatik.
namun, dalam tiga hari pelabelan karbon yang berbeda pola, menjadi lebih lemah
atau tidak ada, muncul dan mungkin terrefleksikan di fase revaskularisasi graft.
PERGANTIAN WARNA PADA SKIN GRAFT. Graft jika dipotong dari
pendonor akan berwarna putih kapur hingga pucat. Dengan beberapa jam setelah
transplantasi diasumsikan menjadi lebih merah muda, dimana terjadi perubahan
menjadi warna merah muda yang cerah setelah beberapa hari. Douglas (1944)
menulis warnamerah muda hanya terjadi delapan jam pertama setelah grafting.

McLaughin (1954), mempelajari perubahan warna gabungan dari graft pada


tulang rawan dan di kulit dimana ditransferkan ke telinga untuk merekonstruksi
perbatasan lubang hidung, menjadikan perubhan warna dari putih pucat menjadi
lebih selaras dengan warna kulit pada enam jam setelah grafting. Hynes (1954)
mengobservasi bahwa pembuluh darah yang baru terpotong pada skin graft
dengan berbagai ketebalan pasti sudah kolaps dan kosong. Dengan 24 jam setelah
transplantasi, graft vessel menjadi dilatasi, kemudianhanya mempunyai beberapa
elemen darah. Pada 48 jam, pembuluh darah menjadi lebih distensi dan
mengandung lebih banyak eritrosit. Sesuai dengan Hynes (1954), akumulasi dari
eksudat pada perbatasan antara graft dan jaringan host yang terdiri dari plasma,
eritrosit, dan leukosit polimorfonuklear. Eksudat cairan ini, setelah mencetuskan
fibrinogen menjadi bentuk fibrin, mempenetrasi kedalam graft vessel sebagai
suspensi eritrosit yang bebas fibrinogen, dimana memberikan nutrisi pada graft
dan menjelaskan perubahan warna secara cepat hanya beberapa jam setelah
transplantasi.
RINGKASAN PADA FASE IMBIBISI. Pada "fase imbibisi serum"
dideskripsikan sebagai periode saat graft vessel diisi oleh cairan yang bebas
fibrinogen dan sel dari host. arti dari "sirkulasi" sebenarnya merupakan sebutan
yang salah, karena cairan diserap oleh graft dari host secara pasif terjebak di
graft. Klinisnya, skin graft di manusia muncul pembengkakan dan permukaannya
meninggi diatas permukaan kulit saat periode pasca operasi. Beberapa jam setelah
grafting, graft merata dan pembengkakan surut. Fenomena ini merefleksikan
keseimbangan antara aliran plasmatik dan darah dan evakuasi cairan yang terjebak
di dalam graft.
Fase Revaskularisasi Graft - Autografts dan Allografts. Kontroversi
ditimbulkan karena metode graft yang diperbolehkan dan vaskularisasi dari graft.
Hal ini didalamnya juga dilakukan observasi kotor dan stereomikroskopik;
analisis histologi dan hsitokimia pada biopsi spesimen;mikroangiografi yang jelas
pada tiap bilik; dan injeksi pewarna atau isotop radioaktif kedalam sistem

10

vaskuler penerima.Namun metode pembelajaran ini masih belum terlaksana;


faktanya menjelaskan kontroversi dari revaskularisasi.
Bert pada 1865 menjelaskan adanya hubungan awal antara blood vessel
dari graft dan istilah "abouchement" untuk menggambarkan aposisi pembuluh
secara mulut ke mulut. Pada 1874 Thiersch mempelajari eksperimen histologi
tentang full thickness skin graft pada manusia, penggunaan istilah "inokulasi"
untuk menjelaskan koneksi antar graft dan pembuluh darah.
Garre (1889), mempelajari skin graft pada manusia, melaporkan bahwa
mitosis endotel pada host lima setengah jam setelah grafting, sel -sel rdang di
graft setelah sembilan jam, dan invasi aktif sel darah putih ke pembuluh darah
donor setelah sebelas jam. Dia menekankan pentingnya proses inokulasi dan
mendeskripsikan invasi graft, dimana terjadi pada hari ke tiga sampai ke empat,
setelah hampir semua graft vessel yang asli menjadi dilenyapkan. Kesimpulan
Garre bertepatan dangan Hubscher (1888) dan opini yang serupa juga
dikemukakan oleh Goldmann (1890).
Braun (1899) menyatakan bahwa revaskularisasi graft didapatkan setelah
proses gagal tumbuh pembuluh darah host dan anastomosis antara host dan graft
yang asli. Henle (1899), setelah menginjeksi pewarna pada kelinci dengan full
thickness skin graft, mendapatkan kesimpulan yang mirip dengan Garre (1889).
Henle (1899) merasa bahwa beberapa kapiler yang menginvasi host mungkin
terpenetrasi dan tumbuh dalam kanal yang dibentuk oleh graft vessel

yang

mengalami nekrosis.
Banyak dari pionir peneliti yang meyakini pegaruh suplai darah di skin
graft yang di uji cobakan pada split thickness skin graft saat tahun 1888 hingga
1897 (Enderlen, 1897; garre, 1889; Goldmann, 1890; Hubscher, 1888; Juengel,
1891). banyak yang melaporkan penelitian akna porses vaskularisasi pada kulit
yang tertransplantasi, tapi tidak ada usaha serius untuk membuat penelitian
vaskularisasi di kulit dalam berbagai ketebalan.

11

Pada 1925 Davis dan Traut, menggunakan injeksi intrakardiak


menggunakan tinta Cina di anjing, meneliti anastomosis pembuluh darah dan
graft, dimulai secepatnya pada 22 jam pertama dan menetap hingga 72 jam
setelah pengaplikasian pada graft. Mir y Mir (1951), melakukan percobaan
dengan injeksi warna postmortem ke dalam aorta, menganggap ketebalan skin
graft di kulit anjing sebgai faktor penting mengontrol vaskularisasi.; menurut Mir
y mir bahwa restorasi suplai darah di split thickness skin graft didapatkan untuk
meneyeimbangkan kontinuitas vaskuler antara pembuluh darah host dan graft.
Dari studi klasik, Medawar (1944) mengobservasi bahwa revaskularisasi skin
graft di kelinci didapatkan empat hari setelah grafting oleh pertumbuhan ke dalam
oleh pembuluh kapiler; yang mana disebut sebgai "pembuluh luka', menghiang
antara hari ke empat dan delapan pasva operasi.
Peer dan Walker (1951) percaya bahwa restorasi dari sirkulasi di skin graft
didaptakan dengan koneksi langsung antara pembuluh darah di graft terputus dan
jaringan host terkontraksi sehingga didapatkan pentingnya proses awal dari
anstomosis vaskuler untuk bertahan hidup pada sel yang berlokasi di sentral dari
jaringan graft.
Conway, stark, and Joslin (1951), menggunakan celah jaringan yang jelas,
menemukan bahwa vaskularisasi autograft kulit di tikus didapatkan tunas
kapilerdi tubuh host dan pertumbuhan ke dalam dan tumbuh menjadi kapiler
dalam graft. Di 1952 Conway, Joslin, Rees, dan Stark, menggunakan tekhnik
sekat tikus yang sama, dan Ham (1952), dimana injeksi babi dengan tinta India,
menyatakan bahwa allograft kulit tidak akan tervisualisasi. Namun, Taylor dan
Lehrfeld (1953), dengan metode stereomikroskopik , menemukan bahwa allograft
di tikus tervaskularisasi sempurna sesuai dengan reaksi penolakannya; temuan
bahwa autograft dan allograft ter vaskualrisasi dikonfirmasi oleh Converse dan
Rapaport 91956). Diikuti oleh Scothorne dan McGregor 91953) dan Taylor dan
Lehrfeld (1953), Conway, Griffith, Shanon, dan Findley (1957) dan Cnway, Sedar,
dan Shanon mendeskripsikan sirkulasi darah allograft kulit.

12

REVASKULARISASI GRAFT KULIT PADA MANUSIA


Tekhnik

ini

untuk

mengobservasi

pembuluh

darah

kulit

yang

dideskripsikan oleh Lombard di 1911 dan Lewis tahun 1927.


Tekhnik Stereomikroskopik untuk observasi langsung dari vaskularisasi
graft telah dimodifikasi oleh Converse dan Rapaport (1956). Penggantian ini
didapatkan : segera stelah teraplikasi ke resipien pada 24 jam, pembuluh darah
dari graft muncul setelah darah tidak terisi penuh dan tidak terdeteksi di area
resipien. Pada hari pertama setelah dilakukan grafting, banyak pembuluh darah
mengalami distensi dan terisi cepat dengan darah. Pada hari kedua, distensi
pembuluh darah berlanjut, tapi sirkulasi pembuluh darah belum terjadi.
Vakularisasi pada hari ketiga dan keempat berjalan lambat dan emningkat pada
hari kelima hingga keenam.
Studi Histologi. Henry et al (1962,1962) sesuai dengan penelitian histologi
mereka di manusia, diikuti vaskularisasi dari auto dan allograft kulitmenjadi
"inokulasi" kapiler paten kedalam lapisan graft dermis. Sebagai konsekuensinya,
kapiler graft yang superfisial, dimana garis endotel sudah degenerasi saat pasca
operasi hari pertam, sudah disupplai oleh darah dan menjadi dilatasi. Penulis
mengambil kesimpulan jika kemampuan ini terjadi sampai kanalis superfisial dan
dilarutkan oleh sel endotel yang tumbuh sepanjang pembuluh darah. Ketika sistem
pembuluh darah graft dilatasi dan membesar dengan darah yang menetap pada
hari kedua hingga ketiga pasca operasi, dimana pembuluh darah superfisisal
melanjutkan perjalanannya ke membran basal, dengan nukleus endotel yaitu
pyknotic atau tidak ada sama sekali. Proses dari vaskularisasi graft ini sempurna
pada hari ke enam hingga tujuh.
STUDI SELANJUTNYA. Sebuah modifikasi dari sekat Algire yang
dikembangkan oleh Edgerton dan Edgerton (1955) untuk evaluasi aktivitas
vaskuler skin graft pada tikus. Temuan ini serupa dengan temuan Taylor dan
Lehrfeld (1953) dan Converse dan Rapaport (1956). Dalam sekat tersebut,
Edegerton dan Edgerton (1955) menjelaskan bahwa vaskuler yang kuat tumbuh ke

13

dalam dari host ke graft pada awal hari kedua hingga ketiga, dimana terisi dengan
sistem vaskuler dengan darah yang stasis. Opini serupa juga dikemukakan oleh
Kamrin 91960, 1961), dimana tikus dengan auto dan allograft, tunas kapiler
tumbuh dari kontak yang didapat resipiesn dengan graft vessel yang asli pada
akhir hari keempat atau awal esok harinya, dimana peran histologi saat
mengkososngkan dan membentuk ulang eritrosit dari sistem vaskularisasi igraft
dan digantikan dengan darah seluler host yang normal.
Dalam studi sebelumnya oleh Egdahl, Good, dan Varco (1957),
diperhatikan injeksi fluorescein secara intradermal saat tahap awal vaskularisasi di
50 allograft tikus dengaan ketebalan penuh. Penelitian ini menemukan bahwa
pada awal 12 jam saat onset sirkulasi darah, dilihat dengan metode langsung
stereomikroskopis kulit dari Taylor dan Lehrfeld (1953). Castermasn (1957), yang
mengaplikasikan metode mikroskopis baik itu autograft dan allograft ke kulit
tikus, mendapatkan hasil yang sama seperti yang dilaporkan. Seperti kata
Castermans (1957), kapiler graft akan memulai mengisi elemen darah dan dilatasi
pada awal 24 jam setelah grafting, diikuti dengan aliran darah pada 48 jam;
dimana 6 hingga 7 hari pasca operasi, jaringan kapiler daat berfungsi dengan baik,
meskipun teteap distensi.
Sebuah peluang untuk mengevaluasi sumber suplai darah di transplantasi
autologous dan allogeneic pada kulit tikus, Rolle, Taylor, dan Charipper (1959)
emngkombinasikan empat kriteria: mikroskopis kulit, metode histologi rutin,
injeksi tinta India pada jantung ke sistem vaskuler, dan injeksi intravena pewarna
diffusible, Bromophenol biru. Dalam semua penelitian graft, beberapa diantaranya
mempelajari tentang pembuluh darah graft, dikosongkan pada saat pemindahan
graft dari pendonor, memulai untuk mendapatkan darah stagnan dan mulai
mengisi pada akhir 24 jam setelah operasi. Pada tiga hari, sirkulasi darah dalam
pembuluh darah graft dipulihkan dan memulai lagi kecepatan aliran darah normal
pada hari berikutnya; tidak ada bukti histologis dari perubahan degeneratif pada
pembuluh darah graft asli. Rolle dan rekan kerjanya (1959), serta Hildeman dan
Haas (1960), menyimpulkan bahwa pembuluh darah definitif pada suatu graft

14

mampu mendukung sirkulasi aktif yang tampaknya tergantung pada pembentukan


kesinambungan vaskular langsung antara host dan graft, bukan pada pertumbuhan
pembuluh darah baru yang baru dibentuk dari host.
Sebuah metode yang dikombinasikan antara stereomicroangiographic dan
histologis digunakan pada berbagai interval waktu setelah dilakukannya
transplantasi oleh Ljungqvist dan Almgard (1966) untuk menentukan perubahan
vaskular pada kulit autograft dan allograft yang diletakkan pada aurikula kelinci.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pembuluh darah prekapiler
dan kapiler dari dasar host bed, pertama kali dicatat pada dua hari pasca operasi,
memasuki graft dan meluas secara tegak lurus dan spiral ke permukaan
dermoepidermal, menggantikan pembuluh darah graft yang terdegenerasi.
Pembuluh darah yang tumbuh ke dalam membentuk pembuluh darah definitif
pada graft. Sementara itu ada beberapa bukti dari hubungan langsung antara graft
dan sistem darah host, perubahan degeneratif dengan adanya trombosis pada
pembuluh darah graft yang sudah ada sebelumnya menunjukkan peran kecil dan
sementara dari hubungan vascular tersebut.
PENELITIAN HISTOKIMIA. Sampai tahun 1961, metode histokimia,
(Scothorne dan Tough, 1952; Scothorne dan Scothorne 1953; Thompson, 1962;
Russell dan Monaco, 1965) relatif sedikit telah digunakan untuk mengevaluasi
perubahan metabolik yang terjadi pada transplantasi kulit, dan tidak ada upaya
yang dikeluarkan untuk menentukan pola vaskular pada graft. Dalam rangka
untuk mempelajari masalah kondisi-kondisi yang mendasari pada eksperimental
yang dapat terjadi pada okulasi orthotopic, autografts dan allografts kulit
diletakkan pada beberapa mamalia resipien yang dipelajari oleh Converse dan
Ballantyne (1962), menggunakan metode enzim-histokimia.
Reagen yang digunakan, neotetrazolium klorida (NT) dan nukleotida
diphosphopyridine yang diperkecil (DPNH), menunjukkan adanya DPNH
dehidrogenase (diaphorase) pada potongan beku segar (Antopol dan rekan kerja,
1950). Potongan histokimia dari full-thickness skin autografts dan allografts pada
tikus telah menunjukkan bahwa pertumbuhan pembuluh darah kapiler host ke
kulit transplantasi sangat penting untuk pembentukan pembuluh darah definitif

15

dari graft. Perbedaan struktural antara graft yang sudah ada sebelumnya dan
pembuluh darah host baru memungkinkan identifikasi dua jenis pembuluh darah.
Proses revaskularisasi graft oleh host sangat cepat; pembuluh darah kapiler host
telah menembus melalui garis demarkasi menuju dermis graft dalam 12 jam dan
mencapai junction dermoepidermal dalam 48 jam. Data dalam penelitian ini juga
menunjukkan penurunan yang progresif pada aktivitas enzimatik, disertai dengan
perubahan degeneratif, dalam pembuluh darah graft asli selama empat hari
pertama setelah okulasi. Berbeda dengan pembuluh darah dari jaringan host
sekitarnya, pola vaskular pada graft telah berubah. Pembuluh darahnya banyak,
menunjukkan percabangan yang lebih besar dan terdistensi, dan menunjukkan
pertumbuhan yang sejajar dalam arah tegak lurus dari bed resipien ke junction
dermoepidermal dari graft. Pembuluh darah baru semakin progresif membuat pola
halus selama hari-hari berikutnya. Temuan ini muncul untuk menguatkan
pengamatan stereomicroscopic dari distensi progresif pembuluh darah dan
peningkatan jumlah mereka selama beberapa hari pertama pasca operasi (Taylor
dan Lehrfeld 1953;. Converse dan Rapapport, 1956; Ballantyne dan Converse,
1957). Pembuluh darah yang melebar membentuk caliber halus dan menjadi
berkurang jumlahnya pada hari-hari berikutnya. Selama enam hari pertama pasca
operasi, perubahan vaskular terkait dengan revaskularisasi oleh host pada
keduanya baik full-thickness skin autografts dan allografts ini serupa. Namun,
pada hari-hari berikutnya luas pola vaskular pada allografts sangat tergantung
pada waktu perubahan terkait dengan reaksi penolakan dari kulit.
Studi histokimia yang dilakukan Converse dan Ballantyne (1962),
menunjukkan pertumbuhan vaskular yang cepat dari host ke graft, sangat
menyarankan bahwa pembuluh darah baru mampu membuat sirkulasi darah yang
adekuat

pada

graft

dalam

waktu

singkat.

Meskipun

temuan

mereka

mengkonfirmasi bahwa pertumbuhan pembuluh darah baru dari host terjadi, itu
tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa inoskulasi tidak terjadi.
Dalam studi histokimia selanjutnya menggunakan berbagai macam enzim
hidrolitik dan oksidatif split-thickness skin grafts pada babi, Wolff dan
Schellander (1965, 1966) menegaskan temuan enzimatik dari Converse dan

16

Ballantyne (1962) dan tesis asli dari Garre (1889) bahwa pembuluh darah graft
kulit definitif berasal dari pertumbuhan pembuluh darah kapiler host.
PENGISIAN AWAL DARI PEMBULUH DARAH. Haller dan Billingham
(1967) mempelajari asal pembuluh darah pada graft kulit menggunakan kantong
pipi hamster Suriah. Yang dijadikan tanpa pigmentasi dan tambahan, jaringan
yang menyerupai kulit merupakan pipi kantong yang sangat vaskular ini hampir
transparan. Ketika dipindahkan ke host yang kompatibel secara genetik, ia
menawarkan sebuah jendela di mana pengamatan serial pada perkembangan
sirkulasi dapat dipelajari. Para penulis melaporkan bahwa pembuluh darah dari
graft diisi dengan segera setelah transplantasi, tetapi tidak ada aliran yang tercatat
sebelum hari keempat atau hari kelima; pola pembuluh darah pada isografts yang
telah sembuh identik dengan pembuluh graft asli. Mereka mencatat bahwa, ketika
pembuluh darah ini diblokir oleh suntikan karet silicon sebelumnya, graft menjadi
nekrotik,

sangat

menunjukkan

bahwa

pembuluh

darah

intrinsik

graft

dimanfaatkan kembali untuk kelangsungan hidupnya.


REVASKULARISASI DARI BATAS HOST BED. Rees, Ballantyne,
Hawthorne, dan Nathan (1968) memasukkan lembaran karet silikon antara
suprapannicular skin autograft dan host bed pada tikus. Penyisipan lembaran karet
silikon ini gagal untuk mencegah perkembangan supplay darah di graft kulit kecil
ini. Temuan ini mendukung konsep bahwa, ketika pembuluh darah pada host bed
kemungkinan menjadi sumber utama revaskularisasi graft, pertumbuhan
pembuluh darah baru dari batas host bed juga dapat memainkan peran penting
dalam vaskularisasi transplantasi kulit.
STUDI UNTUK MIKROSIRKULASI. Sebuah modifikasi dari ruang
transparan kulit mencit oleh Merwin dan Algire (1956) digunakan oleh Zarem,
Zweifach, dan McGehee (1967) untuk mengevaluasi perkembangan dari
mikrosirkulasi dalam full-thickness skin autografts pada tikus. Temuan
mikroskopis mereka menunjukkan bahwa tunas endotel muncul dari arteri kecil
dan vena di host bed daripada dari kapiler atau arteriol dan venula. Tunas endotel
kemudian berkembang sepanjang pembuluh darah graft asli, yang berfungsi
sebagai saluran nonviable, dan berkembang menjadi pleksus yang belum matang

17

yang berdinding tipis, saluran yang irregular dengan osilasi atau aliran searah
yang lambat. Setelah delapan hari pasca operasi, pleksus yang belum matang
berdiferensiasi menjadi arteriol, kapiler, dan venula. Berdasarkan pengamatan
mereka, penulis meyakini bahwa pembentukan kembali pembuluh darah graft
terjadi terutama sebagai pertumbuhan vaskular dari host.
Baru-baru ini, O'Donoghue dan Zarem (1971), menggunakan teknik ruang
yang sama pada tikus, mengevaluasi perbedaan dalam sifat angiogenik dari fresh
skin autografts, fresh skin allografts, lyophilized autografts, dan freeze-thawed
autografts. Hal tersebut dilaporkan bahwa meskipun perbedaan yang konsisten
dalam sifat angiogenik dari berbagai jenis graft, semua graft mampu menginduksi
hiperemia pada host bed dan neovaskularisasi, yang terdiri dari pembentukan
tunas pembuluh darah host dan pengembangan pembuluh darah yang mempunyai
bentuk seperti sosis memluas ke arah graft. Pada keduanya fresh autograft dan
allografts, hiperemia terlihat pada hari ketiga atau keempat setelah transplantasi,
neovaskularisasi pada hari keenam, dan revaskularisasi graft lengkap pada hari
kedelapan.

Para

penulis

menyimpulkan

bahwa

adanya

jaringan

yang

dicangkokkan memainkan peran penting dalam menstimulasi tunas pembuluh


darah host, baik untuk beranastomosis dengan pembuluh graft asli atau menembus
jaringan graft seluruhnya.
Birch dan Branemark (1969) meletakkan full-thickness scrotal skin
autograft di atas sebuah vaskular bed tipis di luar perichondrium auricular dan
menggunakan ruang telinga yang telah dimodifikasi dari Branemark dan
Lindstrom (1963) untuk evaluasi mikroskopis yang vital. Segera setelah operasi,
penulis mengamati shunting menuju dan dari pergerakan darah dalam pembuluh
darah graft yang sudah ada sebelumnya. Antara 24 dan 28 jam pasca operasi,
lambat, sirkulasi darah yang tidak teratur muncul dalam pembuluh darah graft
asli. Selama 24 jam berikutnya sebagian besar sirkulasi graft telah kembali
mendekati normal. Proliferasi vaskular diamati untuk memulai segera setelah
perkembangan sirkulasi dan berasal dari pembuluh darah graft yang sudah ada
sebelumnya, mencapai puncaknya enam sampai sepuluh hari setelah okulasi. Para

18

peneliti menyimpulkan bahwa aliran darah yang dicatat dalam graft tergantung
pada hubungan vaskular antara graft dan bed resipien dan sirkulasi host.
Dalam sebuah studi berikutnya Birch, Branemark, dan Lundskog (1969)
mengulangi prosedur transplantasi scrotal skin autografts kelinci ke aurikula host
bed untuk studi mikroangiografi dan mencapai kesimpulan yang sama.
Mikroangiogram menunjukkan bahwa sirkulasi awal pada graft muncul sebagai
hasil dari hubungan antara pembuluh darah pada bed resipien dan pembuluh darah
graft besar yang melebar. Antara 48 dan 72 jam setelah transplantasi, kapiler di
host bed menembus lapisan bawah graft; di pinggiran graft, invasi kapiler bahkan
lebih jelas. Namun, penulis menyatakan bahwa invasi host tidak menjelaskan
peningkatan jumlah pembuluh darah kecil yang dicatat dalam lapisan superfisial
dari graft. Sebaliknya, pembuluh darah baru di lapisan ini berasal dari pembuluh
darah graft asli.
Termografi inframerah yang dilengkapi dengan makrofotografi telah
digunakan oleh Birch, Branemark, dan Nilsson (1969) untuk mempelajari pola
emisi panas oleh pembuluh darah dari scrotal skin autograft dan aurikular bed
resipiennya. Temuan tersebut menunjukkan emisi panas yang normal dari
pembuluh bawah host bed di bawah graft segera setelah transplantasi. Menurut
penulis pembuluh darah yang berproliferasi dan melebar pada sisi resipien secara
sedikit meningkatkan suhu daerah graft dalam beberapa hari pertama setelah
operasi, dengan syarat emisi panas tidak tertutup oleh edema graft.
Metode lain untuk menilai kondisi pembuluh darah dan sirkulasi pada
graft kulit dirancang oleh Marckmann (1966). Dengan tikus hidup yang
diposisikan di bawah mikroskop dan dengan penguat layar televisi untuk proyeksi
ke monitor, hal ini memungkinkan untuk memvisualisasikan status sirkulasi darah
pada autografts kulit dan untuk mendapatkan catatan sinematografi. Aliran lambat
bisa dilihat di beberapa daerah graft pada hari kedua pasca operasi, menjadi
kecepatan aliran normal pada hari ketujuh pasca operasi. Para penulis
menyimpulkan bahwa pemulihan mikrosirkulasi dicapai dengan hubungan dari
pembuluh darah graft dengan kecepatan sirkulasi pada bed resipien.

19

SUMBER SUPLAY DARAH. Banyak upaya investigasi telah dilakukan


untuk menentukan sumber yang sebenarnya dari pasokan darah baru di orthotopic
skin grafts dengan pemberian berbagai pewarna, suspensi koloid, atau zat
radioaktif ke dalam sistem vaskular hewan. Kesimpulan dari beberapa penulis,
termasuk Jungengel (1891), Enderlen (1897), Hemle (1899), Davis dan Traut
(1925), Mir y Mir (1951), dan Ham (1952), telah dijelaskan.
Setelah penyuntikan secara intravena

32

P ke dalam kelinci, Ohmori dan

Kurata (1960) mencatat terjadinya sirkulasi darah di full-thickness skin


autographs dan allografts pada hari keempat setelah okulasi. Kecepatan aliran
hemic normal pada autografts pada hari kedua puluh, sedangkan pada allografts
aliran berkurang pada hari keenam dan berhenti pada hari kesembilan. Kemudian,
Pihl dan Weiber (1963) mengukur frekuensi impuls terhadap skin and fullthickness grafts pada kelinci setelah pemberian radioaktif 32P intravena, sebagian
dalam bentuk kristaloid dan sebagian dalam bentuk sel darah merah raying diberi
label. Data menunjukkan peningkatan progresif dalam vaskularisasi dari auto dan
allografts hingga aktivitas maksimal dicapai pada hari kelima. Selama waktu
berikutnya aktivitasnya secara bertahap berkurang pada autografts, bertahan di
atas level yang normal yang dicatat pada kulit normal yaitu pada 11 hari,
sedangkan pada allografts nilainya berkurang dengan degenerasi dan reaksi
penolakan. Ohmori dan Kurata (1960) dan Pihl dan Weiber (1963) tidak
menjelaskan modus sebenarnya dari vaskularisasi tersebut.
Dalam teknik mikroangiografi in vivo dilakukan oleh Bellman dan
Velander (1957) dan Bellman, Velander, Frank, dan Lambert (1964) untuk
menentukan kejadian vaskular di full-thickness skin graft yang diambil dari
auricular kelinci dan kemudian diganti di bed nya . Dalam satu percobaan (1957)
semua graft diputar 90 sebelum digantikan, dan dalam percobaan lain (1964)
graft tidak diputar tapi diganti dengan adaptasi yang tepat. Setelah menganalisis
hasil yang diperoleh dari kedua percobaan tersebut, penulis tidak dapat
menyatakan secara pasti apakah pembuluh darah asli dari kulit transplantasi ikut
berpartisipasi dalam pembentukan pembuluh darah definitif graft; Namun, mereka

20

menuliskan bahwa "penggabungan pembuluh darah graft ke dalam jaringan


pembuluh darah sekitarnya adalah fungsi dari status hemodinamik lokal."
Smahel (1962, 1967) menggunakan suntikan intracardiac dari campuran
gelatin dan tinta India dalam upaya untuk menentukan modus yang tepat dari
vaskularisasi skin graft pada tikus. Dia melaporkan bahwa, selama dua hari
pertama pasca operasi, kapiler host membentuk jaringan seperti arcade yang kaya
pada host bed. Pada hari berikutnya tunas endotel berasal dari jaringan padat ini
dan memasuki graft melalui garis penyatuan; selama hari-hari berikutnya
pembuluh darah host terkait dengan sistem vaskular asli graft. Hal ini telah
disiratkan oleh Smahel (1962) bahwa, jika tunas dari jaringan yang menyerupai
arcade di host bed tidak berkembang, maka pembuluh darah definitif pada graft
tidak akan berkembang. Menurut Smahel dan Ganzoni (1970), revaskularisasi dari
skin graft sangat tergantung pada pembuluh darah graft asli. Namun, mereka juga
meyakini bahwa dalam kondisi tertentu pembuluh darah host dilengkapi
pembuluh darah definitif utama dari graft. Baru-baru ini, Smahel dan Clodius
(1971) telah menyatakan bahwa tingkat vaskularisasi dari skin graft manusia
terutama tergantung pada vaskularisasi dari sisi pendonor dan kedua pada
ketebalan graft.
Smith, Ringland, dan Wilson (1964) menyuntikkan karet silikon dengan
tekanan tinggi ke dalam sistem vaskular host kelinci pada aurikula skin graft
antara satu dan 30 hari pasca operasi; potongan histologis mereka menunjukkan,
seperti yang dilakukan sebelumnya dari Converse dan Ballantyne (1962), sebuah
tunas awal dan mendalam dari kapiler di host bed yang mendasari graft, banyak
tunas kapiler yang berkembang secara paralel ke dalam permukaan graft sekitar
48 jam, dan revaskularisasi cepat dari transplantasi antara 48 jam dan delapan
hari.
INOSKULASI: INTERAKSI YANG TIDAK DISENGAJA? Sebuah studi
yang dilakukan oleh Converse, Smahel, Ballantyne, dan Harper (1975)
mengemukakan bahwa inokulasi antara pembuluh darah dari host dan graft
ditemukan seperti noda dan tidak disengaja. Full-thickness suprapannicular grafts
pada tikus telah dihilangkan pada interval beberapa jam setelah okulasi. Host bed

21

menunjukkan titik perdarahan setelah 24 jam, dan ini terletak di daerah yang
berbeda-beda dari host bed. Pengamatan ini menunjukkan bahwa inoskulasi
terjadi di permukaan yang kotor. Data menunjukkan bahwa revaskularisasi dari
skin graft merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara urut, yang meliputi:
invasi aktif dari dermis graft oleh pertumbuhan tunas kapiler host; pengembangan
anastomosis antara graft dan pembuluh darah host; masuknya darah ke graft
melalui anastomosis vaskular dalam 48 jam setelah transplantasi.
SPLIT-THICKNESS GRAFTS. Hal ini telah umum diasumsikan bahwa
graft tipis pada kulit terjadi revascularisasi lebih cepat daripada graft yang lebih
tebal. Gambaran histologis graft tipis dan tebal menunjukkan bahwa perubahan
degeneratif di transplantasi tergantung pada tingkat vaskularisasi; perubahan
degeneratif di transplantasi tampaknya berbanding terbalik dengan kecepatan
vaskularisasi. Perubahan yang kurang jelas pada split-thickness graft, karena
invasi pembuluh darah yang memiliki jarak yang lebih pendek untuk melintang
melalui seluruh ketebalan dermis pendonor.
Sebuah studi menggunakan metode gabungan mikroskop kulit vital dan
enzim

histokimia

dengan

neotetrazolium

klorida

dan

nukleotida

diphosphopyridine yang dikurangi sebagai reagennya telah dilakukan oleh


Converse, Filler, dan Ballantyne (1965) pada tikus. Mereka berusaha untuk
menentukan sumber yang sebenarnya dan pengembangan suplai darah di splitthickness skin grafts yang diambil, diputar 180, dan dengan segera diganti pada
dermal bed. Sebelum memulai percobaan, penulis telah menganggap bahwa
revaskularisasi

dari

split-thickness

skin

graft

ditransplantasikan

ke

suprapannicular bed akan lebih cepat daripada full-thickness graft karena dua
alasan: (1) split-thickness graft lebih tipis, dan pembuluh darah menginvasi dari
host memiliki jarak yang lebih pendek untuk berpindah; dan (2) sisi host
suprapannicular berisi pasokan yang kaya pembuluh darah. Data histokimia
mereka, bagaimanapun, menunjukkan bahwa kapiler host baru berasal sebagai
tunas endotel dari pembuluh darah yang terdistensi dan tertanam dalam di
epimysium atas dari panniculus carnosus bukan dari pembuluh darah host di dekat
permukaan bawah graft. Pola vaskular di host bed telah berubah; berbeda dengan

22

pembuluh darah dicatat dalam jaringan host sekitarnya, pembuluh darah lebih
banyak dan menunjukkan percabangan yang lebih besar dan terdilatasi. Pembuluh
darah baru menunjukkan pertumbuhan paralel dari epimysium atas melapisi
lapisan pannicular ke junction host-graft. Revaskularisasi lengkap dengan
sirkulasi aktif dari split-thickness grafts terjadi pada tingkat yang sama seperti
pada full-thickness grafts di suprapannicular bed. Berbeda dengan penurunan
yang cepat di awal aktivitas enzimatik di pembuluh darah full-thickness grafts
ditempatkan di suprapannicular bed (Converse, Filler, dan Ballantyne, 1965),
aktifitas yang tertunda dan kehilangan lebih lambat dari dari pembuluh darah pada
split-thickness grafts menyiratkan bahwa onset dan tingkat perubahan degeneratif
dalam pembuluh darah graft bervariasi dengan ketebalan dermis graft. Dalam
graft tipis, cairan nutrisi memiliki jarak yang lebih pendek untuk bercampur, dan
graft yang lebih tipis memiliki unsur seluler yang lebih sedikit yang
membutuhkan makanan. Seperti yang ditekankan oleh Mir y Mir (1951),
kecepatan vaskularisasi dan keadaan gizi dari skin graft dikendalikan oleh
ketebalan dermal graft dan keadaan sisi host. Woodruff (1960) mendukung
hipotesis Mir y Mir (1951) bahwa, dalam graft tipis, imbibisi serum cukup
adekuat untuk menjaga kelangsungan hidup jaringan yang dicangkokkan selama
beberapa hari, dan vaskularisasi awal tidak penting; di graft yang lebih tebal,
namun, vaskularisasi awal yang cepat sangat penting untuk kelangsungan hidup.
Seperti disebutkan dalam bagian sebelumnya Wolff dan Schellander (1965,
1966), enzim studi histokimia yang agak mirip, mencatat bahwa pembuluh darah
definitif split-thickness skin grafts pada babi dibentuk seluruhnya oleh kapiler
yang tumbuh ke dalam dari host, dan pembuluh darah asli yang terdegenerasi.
Peneliti ini menegaskan studi histokimia dari Converse dan Ballantyne (1962)
menggunakan full-thickness skin grafts suprapannicular pada tikus. Temuan
mereka juga sejalan dengan hasil penelitian dari Converse, Filler, dan Ballantyne
(1965) di split-thickness skin grafts pada tikus.
Pada tahun 1964 Clemmesen, setelah memperkenalkan suspensi tinta India
ke dalam sistem vaskular babi di bawah tekanan intrakardiak yang kuat,
disimpulkan dari pemeriksaan histologis nya bahwa revaskularisasi dari split-

23

thickness skin grafts yang tipis sangat tergantung pada sinus seperti saluran antara
pembuluh darah dari jaringan host yang mendasari dan pembuluh darah graft. Dia
menyimpulkan bahwa, selama waktu berikutnya, hubungan yang menyerupai
sinus yang dibentuk oleh interstisi dalam jaringan fibrin di junction host-graft
diubah menjadi pembuluh darah berdinding tipis, yang memungkinkan
pembentukan kembali aliran panas aktif dalam pembuluh darah graft asli.
Berbagai penelitian (stereomicroscopy, histologi, atau histokimia) dari perilaku
dan nasib transplantasi kulit pada hewan, embrio ayam, dan manusia gagal untuk
mengkonfirmasi temuan Clemmesen saluran sinuslike di junction host-graft.
Agaknya, tekanan intrakardiak yang berlebihan dari penyuntikan tinta India
membuat pecah pembuluh darah yang baru terbentuk di permukaan daerah
resipien atau di garis junction antara dua jaringan, sehingga membebaskan solusi
untuk membentuk daerah yang terisi tinta.
KESIMPULAN FASE VASKULARISASI GRAFT. Interpretasi saat ini
adalah bahwa pengisian awal ruang endotel graft dengan cairan yang menyerupai
serum (sebelumnya dianggap cairan yang menyerupai plasma) disertai dengan
infiltrasi eritrosit, sebagai akibat dari anastomosis pembuluh darah graft dengan
pembuluh darah host, ditambah dengan pertumbuhan awal host endotelium.
Peristiwa ini dapat menjelaskan warna merah muda yang muncul di kulit manusia
dalam 12 jam pertama setelah transplantasi. Perubahan warna berubah menjadi
gambaran cherry-red di vaskularisasi graft dengan sirkulasi darah yang baik.
Warna sianotik terjadi pada revaskularisasi yang lebih lambat, yang berdampak
buruk terhadap oksigenasi hemoglobin, mungkin karena aliran hemic yang tidak
adekuat atau tidak memadai disebabkan oleh aliran balik vena atau drainase dari
graft. Berikutnya waktu dan pengembangan sirkulasi ditingkatkan, perubahan
warna terjadi menjadi gambaran cherry-red.

24

Anda mungkin juga menyukai