Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kanker Payudara (KPD) adalah kanker yang terjadi paling banyak

pada wanita baik dinegara berkembang, ataupun negara maju. Diperkirakan angka

mortalitas yang disebabkan oleh KPD lebih dari 508.000 wanita di seluruh dunia

ditahun 2011 Kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase

kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan

persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar

12,9%. (Ferlay et al., 2015). Menurut data kanker Kemenkes tahun 2013 Secara

nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia

tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792 orang dimana jumlah

pasien kanker payudara di propinsi Bali kurang lebih 8462 orang. Tercatat 68,6%

wanita yang menderita KPD berobat ke dokter pada stadium lanjut lokal (IIIa dan

IIIb), sedangkan stadium dini (stadium I dan II) hanya 22, 4%. Dari beberapa

penelitian tentang prevalensi kejadian KPD di beberapa rumah sakit seperti RS

Pringadi Medan, RS M. Jamil Padang, RS Cipto Mangunkusumo, RS Dharmais

Jakarta, RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang menunjukan kejadian KPD

stadium III dan IV yang tinggi yaitu sekitar 57.9%-76,9%.

KPD lanjut lokal adalah salah satu klasifikasi dari kanker payudara dengan

gambaran karakteristik penyebaran lokal ke organ payudara sekitar tanpa adanya

metastasis jauh. Istilah "lanjut lokal" digunakan juga apabila penyebaran sel

1
2

kanker masih berbatas pada kelenjar limfe regional. Tidak dapat dibantah fakta

bahwa KPD lanjut lokal memiliki karakterisitik molekular biologi heterogen yang

dibagi dalam 4 subtype sesuai konsensus St. gallen 2011 dimana masing masing

subtipe mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari klinikopatologi ataupun

respon terapi. (Aggarwal et al., 2004)

Kemoterapi neoajuvan terintegrasi dalam program terapi multimodalitas KPD


lanjut lokal, sampai sekarang masih terus dilakukan penelitian tentang beberapa
regimen, terutama golongan anthracyclin yang mungkin dapat meningkatkan
kontrol jangka panjang KPD lanjut lokal. Manajemen klinis LABC dapat
dimodifikasi sesuai dengan subtipe biologi molekuler dan pendekatan terapinya
disesuailan atas masing-masing pasien untuk mengoptimalisasi terapi
(Papademetriou et al., 2010). Beberapa jurnal menghubungkan proses resistensi
dengan beberapa agen anti apoptosis yang terekspresi pada inti sel kanker
terutama NF-κB. (Montagut, 2006) Luminal A is the most common subtype of human
breast cancer, with the best prognosis. Clinically high-risk cases are routinely treated with
adjuvant chemotherapy, which may not benefit such tumors with their low proliferation rate.
(Nielsen et al., 2017)

Berbagai penelitian menguraikan aktifitas faktor transkripsi nuclear

factor kappa-B (NF-кB) sebagai agen anti apoptosis di beberapa jenis kanker yang

memblok jalur ekstrinsik dan intrinsik(Godwin et al., 2013) . NF-κB memainkan

peran penting dalam perkembangan proses kemoresisten. Studi praklinis

menunjukkan resistensi melalui aktivitas jalur NF-κB dengan beberapa agen

kemoterapi termasuk anthracyclin dan taxan (Ho, Dickson and Barker, 2005). Hal

ini disebabkan oleh faktor anti apoptotik gen yang diinduksi oleh faktor

transkripsi NF-κB di inti sel (Papademetriou et al., 2010). Hal ini disebabkan oleh

faktor anti apoptotik gen yang diinduksi oleh faktor transkripsi NF-κB di inti sel

(Karin and Lin, 2002).


3

Pemahaman tentang jalur NF-κB dan mengenal lebih jauh karakteristik

selular KPD sangat penting untuk mengembangkan NFKB inhibitor sebagai terapi

(Montagut, 2006). NF-κB sebagai Faktor Transkripsi dapat dianggap sebagai

target penelitian yang menjanjikan karena dapat mempengaruhi transkripsi

onkogen dan dapat memainkan peran penting dalam biomarker prognostik, terapi

serta resistensi Kemoterapi(Karin and Lin, 2002).

I.2 Rumusan Masalah

Dengan berlandaskan pemikiran yang terurai di latar belakang, maka

dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu:

Apakah ekspresi NF-кB berperan sebagai faktor risiko kemoresisten pada

pasien KPD luminal A stadium lanjut lokal yang diberikan neoajuvan

kemoterapi berbasis anthracyclin?

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui peran NF-кB pada proses terjadinya kemoresisten pada pasien

KPD luminal A stadium lanjut lokal yang diberikan neoajuvan kemoterapi

regimen berbasis anthracyclin.

I.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui ekspresi NF-кB sebagai faktor risiko kemoresisten pada pasien

KPD luminal A stadium lanjut lokal yang diberikan neoajuvan kemoterapi

regimen berbasis anthracyclin

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


4

Menambah wawasan pengetahuan dalam rangka mendukung

pengembangan pemanfaatan NF-кB sebagai faktor risiko Kemoresisten

neoajuvan berbasis anthracyclin KPD luminal A stadium lanjut lokal.

1.4.2 Manfaat Klinis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam analisis tentang

prediksi kemoresistensi neoajuvan berbasis anthracyclin dan memberikan

terapi NF-кB inhibitor pada penderita KPD luminal A stadium lanjut lokal

yang mengalami kemoresisten melalui penilaian tingkat ekspresi NF-κB.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Insiden Kanker Payudara, Mortalitas dan Survival

KPD adalah jenis kanker paling banyak di dunia dengan angka kejadian

lebih dari 1,500,000 kasus baru. (Torre et al., 2015) Sebelum tahun 1988

peningkatan angka kejadian tidak begitu signifikan, hingga pertengahan tahun

tersebut diperkenalkan program skrining deteksi pada kanker payudara. Tujuan

dari program skrining adalah untuk mengurangi mortalitas melalui deteksi dini

sebelum timbul gejala. Walaupun deteksi dini dan perkembangan pengobatan

menurunkan angka kematian pada KPD, menurut catatan globocan 2012 kasus ini

tetap menempati posisi kedua penyebab kematian terbanyak pada wanita didunia.

(Ferlay et al., 2015)

Gambar 2.1: Insiden dan rerata mortalitas KPD di dunia (Globocan 2012)
6

KPD telah menjadi salah satu penyakit kanker dengan angka rerata

survival terbanyak dari jenis kanker lainnya di belahan eropa. Di Indonesia sistem

pencatatan angka rerata survival 5 tahun belum dapat diketahui karena sistem

registrasi kanker payudara masih belum tertata baik. Catatan yang dibuat

Globocan 2012 angka survival rate di Asia masih rendah dibandingkan dengan

penderita KPD di Eropa.

Gambar 2.2; Peta global mortalitas penderita KPD (IARC 2012)

2.2 KPD STADIUM LANJUT LOKAL

Mandilaras et., al menyatakan bahwa batasan KPD lanjut lokal adalah

KPD dengan besar tumor lebih dari 5 cm dan berhubungan dengan pembesaran

limfonodi. (Mandilaras et al., 2015) Paradigma KPD lanjut lokal telah meluas
7

menjadi bagian dari KPD yang memiliki sebagian besar karakteristik tumor lanjut

tanpa metastasis jauh tidak hanya secara anatomis tapi juga karakter biologis.

Kebutuhan untuk mengidentifikasi KPD lanjut lokal sebagai kelompok kanker

payudara yang terpisah muncul mengingat tingginya tingkat kegagalan

locoregional dan sistemik (tanpa metastasis jauh). Diakui bahwa terapi

multimodalitas (pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi dalam kombinasi

dengan terapi hormonal dan target jika diperlukan) dapat secara signifikan

meningkatkan hasil pada kelompok ini.(Brackstone, 2015)

Definisi KPD stadium lokal tidak seragam di setiap negara secara global,

mengingat spektrum presentasi yang bervariasi. Pada tahun 2002, edisi keenam

dari American Joint Committee on Cancer (ajcc) Staging manual

mengkategorikan limfadenopati supraklavikula ipsilateral sebagai metastasis jauh;

Namun, penyebaran tersebut direklasifikasi sebagai limfadenopati regional (N3)

di manual AJCC edisi ke-7 pada tahun 2010.(Simos et al., 2014) Banyak

penelitian menunjukkan bahwa terapi multimodalitas yang tepat dapat

menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih baik pada pasien metastasis regional

terbatas pada nodus supraklavikula ipsilateral. Beberapa penulis juga

memasukkan tumor payudara berukuran lebih dari 5 cm tanpa adanya

limfadenopati regional (stadium IIb, T3N0M0) sebagai labc, memicu kontroversi

lebih lanjut dalam menyusun definisi seragam KPD lanjut lokal.(Lee and

Newman, 2007) KPD lanjut lokal inflamatoir adalah subtipe lain dari KPD lanjut

lokal yang biasanya dibahas secara terpisah, mengingat karakteristik

klinikopatologis yang berbeda dengan non-inflamasi (2-4).(Garg, 2014)


8

Pedoman terbaru dari National Comprehensive Cancer Network

U.S. menggambarkan KPD lanjut lokal sebagai kanker stadium lanjut; definisi

tersebut termasuk kanker payudara yang memenuhi kriteria berikut tanpa

metastasis jauh (Smith, 2016):

 Tumor berukuran lebih dari 5 cm dengan limfadenopati regional (N1–3)

 Tumor dalam berbagai ukuran dengan ekstensi langsung ke dinding dada

atau kulit, atau keduanya (termasuk ulcus atau nodul satelit), terlepas dari

limfadenopati regional

 Adanya limfadenopati regional (kelenjar getah bening aksila solitair

dengan atau tanpa salah satu dari limfadenopati infraklavikular,

supraklavikular, atau mamaria interna) terlepas dari stadium tumor primer

Kanker payudara lanjut lokal dibagi menjadi “operable” atau

“inoperable” berdasarkan kemungkinan tercapainya safety margin, dimana hal ini

juga menentukan angka kekambuhan setelah operasi definitif awal. Meskipun

urutan kemoterapi untuk pembedahan (prae vs post) tidak mengubah overall

survival (Simos et al., 2014), dan pemberian kemoterapi neoadjuvant memberikan

kemungkinan KPD lanjut lokal yang tidak dapat dioperasi untuk dapat dilakukan

reseksi R0. National Comprehensive Cancer Network memasukkan stadium

klinis T3N1M0 sebagai KPD lanjut yang yang dapat dioperasi; namun, tumor

payudara T4b juga memiliki spektrum luas dengan keterlibatan kulit bervariasi

dari peau' d orange, ulkus kecil sampai massa jamur besar. T4b dengan

keterlibatan kulit terbatas dapat dimasukkan kedalam KPD lanjut lokal operable.
9

Fakta yang tak terbantahkan bahwa KPD lanjut lokal adalah kelompok

penyakit yang sangat heterogen; Namun, menggunakan istilah umum tersebut

penting bagi ahli bedah onkologi dan peneliti yang bertukar informasi tentang

pasien mereka di berbagai pusat dan untuk mengevaluasi dan membandingkan

hasil berbagai penelitian, termasuk uji coba.(Brackstone, 2015)

2.3 Faktor Prognostik Molekular

Selain marker prognostik histopatologi yang berhubungan dengan

gambaran klinis dan stadium tumor, terdapat beberapa penanda molekuler yang

bisa diperiksa. Marker molekular yang saat ini dapat dijadikan faktor prognostik

dan menjadi landasan pemberian terapi adalah (1) ER/PR, (2) HER2, dan (3) Ki67

2.3.1 Reseptor Estrogen

Hormon reproduksi pada wanita merupakan faktor penting dalam

perkembangan dan pertumbuhan payudara serta menjadi faktor risiko utama

timbulnya KPD. Kurang lebih 75% KPD mengekspresikan reseptor estrogen α,

dengan estradiol sebagai stimulus utama proliferasi.(Rhodes et al., 2000) Fungsi

ER adalah sebagai ligan faktor transkripsi aktif dan mengontrol transkripsi dari

beberapa gen yang terlibat pada proses proliferasi dan survival sel, sehingga sel

dapat tumbuh dan bertahan hidup. Estrogen mengikat ER menyebabkan

pembentukan homodimer yang mengikat elemen respon estrogen (ERs) dalam

gen target dan mengontrol ekspresi mereka. ER menunjukan crosstalk dengan


10

beberapa reseptor growth factor dan jalur signal sel. Ada 2 isoform Estrogen

Reseptor yaitu: Erα dan Erβ, tetapi hanya Erα yang diuji dan digunakan sebagai

biomarker prognostik untuk KPD (Shao and Brown, 2004)

2.3.2 Reseptor Progesteron

Faktor prediktor yang lain adalah status Reseptor progesteron (PgR), suatu

reseptor hormon steroid yang berada di membran plasma sel kanker. Ada

hubungan regulasi ER terhadap ekspresi PgR yang masih dalam penelitian lebih

lanjut apakah PgR mewakili ER melalui jalur fungsional atau tidak. Dalam

penelitian yang dilakukan Bardau et al., KPD dengan hormonal reseptor yang

positif terdapat tiga kemungkinan komposisi hormonal reseptor yaitu ER(+)

PgR(+); ER(+)PgR(-); ER(-)PgR(+) dengan prosentase secara berurutan Sekitar

55%, 22% dan 3% Kehadiran PgR pada sel kanker menjadikan terapi hormonal

lebih efektif apabila dibandingan dengan sel kanker yang tidak memiliki reseptor

ini. (Bardou et al., 2003)

2.3.3 Reseptor HER2

Kurang lebih 15-20% KPD mengalami over ekspresi HER2 (alias ERBB2)

dan kelompok ini disebut dengan subtipe HER2 positif. Tumor ini memiliki

kecenderungan tumbuh cepat dengan prognosis yang buruk, walaupun begitu

marker ini menjadi penanda untuk dapat memberikan terapi target anti HER2

(Saini, K. S., et. al 2011). Over ekspresi reseptor ini dapat diperiksa dengan
11

menggunakan metode IHC dengan sistem skoring semi kuantitatif yang terbagi

atas 4 grup :

0, Negatif = 10% sel atau kurang tercat pada membran

1+, negatif = Pengecatan sebagian pucat pada 10% atau lebih

2+, Borderline = lemah hingga pengecatan moderat pada lebih dari 10%

3+, Positif = Pengecatan Kuat pada seluruh membran > 30%

Tumor positif apabila tercat kuat dan lebih dari 30% membran sel. Tumor

dengan skor 2+ atau borderline harus di uji amplifikasi dengan fluorescent in situ

Hybridisation. (Ellis et al., 2004)

2.3.4 Protein Ki67

Index proliferasi tumor penting dalam progonosis tumor. Penamaan

protein Ki67 atau Kiev67 sebagai protein inti non-histon dikarenakan protein ini

dikode oleh gen MKI-67 pada manusia. gen ini terletak pada kromosom 10q26.2.

Ekspresi Ki67 bervariasi sesuai dengan fase siklus sel. Sel mengekspresikan

antigen ini selama (G1), (S), dan (M), tetapi tidak diekspresi selama fase istirahat

(G0). Kadar Ki67 rendah pada fase G1 dan S, mulai meningkat sampai mencapai

titik tertinggi pada fase mitosis, terutama pada interfase dengan waktu paruh

yang sangat pendek sedangkan pada fase anaphase dan telophase terjadi

penurunan ekspresi secara tajam. (Beresford, Wilson and Makris, 2006) Ki67

terekspresi pada level yang sangat kecil pada jaringan payudara normal atau tumor
12

yang jinak (<3%) (Van diest et al., 2004). Pada beberapa studi terbukti ekspresi

Ki67 berhubungan kondisi klinis penderita KPD. (Colozza et al., 2005)

Setiap marker yang dilakukan pemeriksaan rutin, diperlukan protokol dan

standar baku sehingga hasil yang didapat dapat dipertanggungjawabkan dan

penentuan nilai cut-off harus ditentukan dalam konsensus. Standar baku Ki67

masih terus diperbincangkan , Konsensus St Gallen international Breast Cancer

Conference 2011 mendukung penggunaan Ki67 untuk dilakukan rutin sebagai

pembeda subtipe luminal. (Goldhirsch et al., 2011)

2.4 Subtipe KPD

Para ahli genetika telah melakukan analisa lebih dari 8000 gen pada KPD

manusia yang digunakan untuk membuat kategori kedalam beberapa subtipe

sesuai dengan profil molekular. Pengelompokan subtipe ini berdasarkan

hubungannya dengan pola ekspresi protein yang berhubungan dengan proliferasi,

presentasi hormonal dan reseptor signal HER2. Kategori dimasukkan kedalam 4

subtipe yaitu ER+/Luminal-like, subtipe Basal like, subtipe HER2 enriched dan

subtipe normal like.(Perou et al., 2000) Dengan adanya tambahan pemeriksaan

Ki67, subtipe luminal dibagi dua menjadi subtupe luminal A dan luminal B

(Sørlie et al., 2006)

Pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan reseptor estrogen (ER),

reseptor progesteron (PgR) dan reseptor HER2 wajib dilakukan, sedangkan indeks

Ki67 harus dipertimbangkan pada penderita KPD dengan hormonal reseptor


13

positif untuk penatalaksanaan selanjutnya(Aebi et al., 2011).

Dalam perspektif klinis , KPD dibagi atas 4 subtipe dibedakan atas

pendekatan terapi antara lain (1) Triple Negatif, dimana kemoterapi adalah adalah

satu-satunya modalitas terapi sistemik yang tersedia (2) HER2 positif Hormonal

reseptor negatif, dimana merupakan indikasi untuk pemberian anti HER2 dan

kemoterapi (3) HER2 positif hormonal reseptor positif (4) HER2 negatif dengan

hormonal reseptor positif. Spektrum dari subtipe terakhir adalah Luminal A like

(indeks proliferasi rendah, indeks reseptor tinggi, grade rendah), Luminal B like

(indeks proliferasi tinggi, indeks reseptor rendah, grade tinggi). Dua subtipe

terakhir merupakan indikasi pemberian hormon terapi (Curigliano et al., 2017)

Gambar 2.3: Subtipe KPD secara immunohistokimia berdasarkan konsensus St.


Gallen 2017 (Curigliano et al., 2017)
14

2.5 KPD Subtipe Luminal A

Konsensus St. Gallen 2011 membuat sistem klasifikasi KPD kedalam 4


subgrup. Kriteria ini selanjutnya disempurnakan di konsensus 2013 dimana
ekspresi PR dan level Ki-67 menjadi sangat penting sebagai penanda KPD subtipe
luminal A. Sesuai klasifikasi ini maka luminal A adalah subtipe dengan penanda
molekuler ER positif, HER2 negatif, Ki67 rendah dan PR tinggi (Zorca et al.,
2014). Luminal A is a common molecular subtype of breast cancer with a distinct gene
expression [16, 17]. This subgroup has the best prognosis and is characterized by high expression
of hor- mone receptors [9], and low expression of the cell-growth marker Ki67 and the human
growth factor HER2 [15, 18]

Rendahnya index Ki67 mempunyai korelasi dengan prognosis yang baik dan

angka kekambuhan yang lambat (10 tahun).

Aktivitas proliferatif yang ditandai oleh ekspresi Ki-67 menggambarkan


prilaku agresifitas dari sel KPD dan dapat memperkirakan waktu kekambuhan
terapi adekuat yang dibutuhkan. (Nishimura R 2010) Konsensus dari Konferensi
St Gallen ke 12 telah menentukan cut of point Ki-67 labeling index 14%, namun
pada konsensus 2 tahun berikutnya terdapat pergeseran berkaitan dengan
penetapan cut of point Ki 67 berdasarkan nilai median skor reseptor positif
laboratorium tersebut. (Coates et al., 2015) Luminal A breast cancers that express
estrogen recep-

tors (ERs) and/or progesterone receptors (PRs) and are

negative for human epidermal growth factor receptor 2

(HER2) expressions respond well to endocrine therapy

and have a generally favorable prognosis. The indication of cytotoxic chemotherapy for
lumi- nal A patients lies however at the heart of an ongoing debate. On one hand, it is well estab-
lished that luminal A patients benefit less from cytotoxic therapy than patients with hormone
receptor negative or HER2 positive tumors. On the other hand, there seems to be a subset of
hormone receptor positive luminal A tumor patients for whom the application of an adjuvant
chemotherapy seems to be beneficial [16, 19]. Right now, the decision for the addition of
chemotherapy to adjuvant endocrine therapy for luminal A patients is—next to gene expression
assays—mostly influenced by clinical parameters such as tumor size, nodal status, grading, age
and indices of cell proliferation.

Patients
15

with luminal A breast cancers are not so sensitive to

paclitaxel- and doxorubicin-containing preoperative

chemotherapy.1 Patients with node-positive luminal A

breast cancer gain little benefit from taxane therapy Proceedings from the 12th St.
Gallen

International Breast Cancer Conference held in 2011 showed that the luminal A subtype
was fairly unrespon- sive to chemotherapy and said that node positivity per se was not an
indication for use of chemotherapy, although a large majority of physicians would use it
if more than 3 axillary lymph nodes were involved.4 However, the least benefit of
chemotherapy in all patients with lumi- nal A breast cancer is controversial. The 11th St.
Gallen Conference held in 2009 presented the relative indica- tions for using endocrine
therapy alone or a combination of chemotherapy and endocrine therapy for luminal A
breast cancer.5

2, 3
administered.

In conclusion, chemotherapy could provide little benefit to patients with luminal A breast
cancer, even those with high relapse risk factors including large tumor size and many
positive nodes. However, chemotherapy may bring patients longer relapse-free periods.
Prospec-

Chemotherapy for luminal A breast cancer

55

tive studies and additional subject recruitment are neces- sary to draw definitive
conclusions.

2.6. Pemeriksaan Profil Molekular KPD

Tujuan dari obat-obatan translasi adalah untuk mendapatkan pengetahuan

tentang mekanisme penyakit dalam usaha mengembangkan jenis terapi baru dan

pengobatan tertentu yang lebih bermanfaat terhadap pasien. Memahami apa yang
16

mengatur progresi KPD, mengidentifikasi penanda yang bisa diperiksa mungkin

dapat menentukan pengobatan yang sesuai pada masing-masing pasien.

Beberapa tes dapat digunakan untuk mengetahui profil ekspresi gen untuk

masing-masing individu untuk dapat memperkirakan terapi yang sesuai dan

menghindari penggunaan obat-obatan yang tidak perlu. Pam 50, adalah RT-PCR

suatu pemeriksan profil gen yang mengukur ekspresi 50 gen untuk dapat memberi

penanda gen yang lebih spesifik. Oncotype DX adalah RT-PCR dengan

pemeriksaan berdasarkan 21 gen yng memberikan skor pada pasien yang ER

positif tanpa keterlibatan limfe regional dalam memprediksi rekurensi 10 tahun.

Mammaprint, menggunakan teknologi microarray untuk menilai ekspresi 70 gen

yang masuk kedalam kategori I atu II tanpa keterlibatan limfonodi untuk

menentukan prognosis baik atau buruk. (Reis-Filho and Pusztai, 2011)

Pemeriksaan ekspresi gen menyediakan data variasi yang lengkap, namun

hal ini tidak dapat dilakukan rutin dan metode klasifikasi KPD untuk menentukan

subtipe memerlukan suatu tes yang lebih sederhana dan cukup murah. Cheang et.

al menawarkan suatu analisis IHC dengan memeriksa ER/PgR, HER2, dan Ki67

untuk menentukan subtipe KPD, dan konsensus St Gallen International Breast

Cancer Conference 2011 mendukung metode ini. Klasifikasi ini memungkinkan

untuk diperiksa rutin dengan pengecualian Ki67, yang diperiksa untuk

membedakan subtipe Luminal. Konsensus St Gallen memberikan pilihan apabila

Ki67 tidak dapat diperiksa dapat menggunakan Grade histologi sebagai pengganti

penanda dalam menentukan subtipe luminal. Walaupun beberapa penelitian telah


17

memeriksa penanda sel basal untuk mendapatkan subtipe basal like seperti

cytokeratin 5/6, pengecatan pada protein ini belum dapat diterima dan tidak bisa

dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan pada tingkat klinis (Goldhirsch et

al., 2011)

2.7. Pendekatan Terapi KPD

Terapi utama pada KPD adalah pembedahan, apakah Mastektomi atau

lumpektomi. Ajuvan terapi diberikan setelah pembedahan termasuk Kemoterapi,

radioterapi, targetted terapi, endokrin terapi sesuai dengan subtipe. Terapi

sistemik ini juga dapat diberikan dalam bentuk neoajuvan sebelum operasi. Terapi

yang berbeda akan menghasilkan respon yang berbeda pula terhadap Subtipe

tertentu, oleh karena itu perlu penanganan terukur yang sesuai (lihat tabel 3).

Meskipun beberapa terapi efektif telah berkembang, masih diperlukan terapi

terbaru untuk pasien TNBC dan pasien yang mengalami resistensi baik terapi

endokrin, terapi target ataupun kemoterapi.

Tabel 2.3: Terapi efektif untuk subtipe KPD yang berbeda (modifikasi dari
Goldhirsch, A., 2011)

2.8 Kemoterapi
18

Saat ini kemoterapi masih tetap merupakan komponen penting dalam

pengobatan KPD. Beberapa karakteristik klinis dan tumor yang merupakan

indikasi diberikannya kemoterapi diantaranya adalah ukuran tumor, jenis

histopatologi, grading tumor, dan subtipe intrinsik. Sementara itu status kelenjar

getah bening aksila dan ekspresi reseptor hormon juga penting untuk

dipertimbangkan. Usia pasien, komorbiditas dan status penampilan mereka

memainkan peran penting dalam menentukan perlu tidaknya diberikan

kemoterapi.

Tujuan dari kemoterapi adalah untuk meningkatkan hasil pengobatan,

yang dapat dinilai berdasarkan kelangsungan hidup secara keseluruhan (overall

survival/OS) dan periode bebas penyakit (disease free survival/DFS). Dengan

demikian, satu-satunya cara mengevaluasi pengobatan adalah dengan

mengumpulkan data jangka panjang pasca operasi, tetapi hal ini akan memakan

waktu yang lama, mungkin setidaknya 10 tahun. Untuk mengatasi masalah ini,

dalam mengevaluasi efek dari pengobatan sebenarnya dapat berdasarkan temuan

respon patologis pada kemoterapi neoadjuvan (Denkert et al., 2010).

2.8.1 Anthracyclin

Doxorubicin merupakan antibiotik golongan antrasiklin yang diisolasi

dari Streptomyces peucetius var caesius pada tahun 1960-an (Minotti, 2004). Pada

tahun 1960 dan awal 1970-an doxorubicin muncul sebagai agen terapi baru

terhadap kanker payudara metastatik. Pada tahun 1980-an regimen berbasis

doxorubicin menetapkan diri sebagai kelas utama kemoterapi yang digunakan


19

dalam pengobatan kanker payudara stadium awal dan lanjut (Speth, Hoesel and

Haanen, 1988).

Mekanisme kerja doxorubicin sebagai agen sitotoksik adalah sebagai

berikut ; menghambat sintesis DNA dan RNA dengan cara interkalasi DNA

(Speth et al., 1988); membentuk radikal bebas semiquinon dan radikal bebas

oksigen melalui proses yang berikatan dengan besi dan proses reduktif.

Mekanisme radikal bebas inilah yang diketahui bertanggungjawab pada

kardiotoksisitas.

Anthrasiklin telah menjadi kemoterapi utama selama 30 tahun terakhir

dan telah digunakan secara luas selama ini. Namun doxorubicin mempunyai

toksisitas akumulasi jangka panjang berupa cardiac disfunction, myelodisplasia,

dan leukemia. (Ichikawa et al., 2014) dan memiliki keterbatasan efektifitas pada

KPD akibat resistensi obat (Gupta and Liu, 2013). Tantangan yang dihadapi

dalam pemakaian kemoterapi doxorubicin adalah memilih pasien yang tepat

dengan efek samping yang minimal. Kemampuan untuk memprediksi respon

tumor bisa membantu untuk memilih kemoterapi yang paling tepat dan pemilihan

regimen yang ditargetkan untuk karakteristik molekuler tertentu (Denkert et al.,

2010).

2.8.2 Kemoterapi Neoadjuvan

Walaupun dalam beberapa negara dimana skrining KPD sudah cukup

baik, angka kejadian wanita yang didiagnosa dengan KPD dimana ukuran tumor
20

lebih dari 2 cm atau stadium lanjut lokal masih banyak, dan pada kasus tersebut

masih diperlukan kemoterapi sebelum dilakukan operasi definitif. Dipastikan

bahwa kemoterapi neoadjuvan setidaknya sama efektifnya dengan kemoterapi

adjuvan dalam mencapai overall survival untuk KPD stadium lanjut lokal (Deo et

al., 2003).

Dalam suatu pengamatan sistematik kemoterapi neoadjuvan untuk KPD

yang operabel, konservasi payudara memiliki angka DFS dan overall survival

kurang lebih sama dengan bila dibandingkan dengan pasien yang dilakukan

mastektomi kemudian dilakukan kemoterapi adjuvan [relative risk 0,71; 95%

Confidence Interval (CI) 0,67 – 0,75]. Respon terhadap terapi merupakan faktor

prognostik individu yang kuat, perempuan yang mencapai pCR pada payudara

neoadjuvant kemoterapi diharapkan mengalami bebas penyakit dan kelangsungan

hidup secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan residual penyakit yang

besar. Dalam NSABP B-18, perempuan mencapai pCR lengkap memiliki disease

free survival (DFS) dan overall survival (OS) lebih baik dibandingkan dengan

mereka yang tidak mencapai pCR (Blows et al., 2010).

Kemoterapi neoadjuvant telah ditetapkan sebagai strategi pengobatan

standar untuk pasien tidak hanya pada kanker payudara lanjut lokal tetapi juga

pada stadium dini. Strategi ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan

keuntungan penurunan radikalitas operasi dan menyediakan informasi mengenai

respon tumor terhadap obat kemoterapi (Blows et al., 2010).


21

Tiap subtipe memiliki berbagai perbedaan epidemiologi, faktor risiko,

perjalanan penyakit, dan respons yang berbeda terhadap terapi sistemik (Blows et

al., 2010). Perbedaan ini mengisyaratkan dalam mengelola KPD harus

mempertimbangkan kasus secara individual dalam berbagai subtipe berbeda untuk

mendapatkan panduan terapi yang tepat (Blows et al., 2010).

2.8.3 Evaluasi Kemoterapi

Penilaian respon terapi secara klinis dan radiologis setelah kemoterapi

neadjuvan oleh tim onkologi multidisiplin sangat penting. Penyusutan ukuran

tumor (respon obyektif) dan waktu perkembangan penyakit adalah target penting

dalam uji klinis kanker (Engstrøm et al., 2013) .

Dengan mengetahui respon terapi, mereka yang memiliki respon baik

terhadap kemoterapi harus melanjutkan rencana pengobatan yang telah ditetapkan.

Untuk pasien dengan penyakit progresif, dilakukan transisi ke rejimen lain yang

masih sensitif atau melanjutkan dengan intervensi bedah untuk penyakit yang

operabel. Evaluasi respon terhadap terapi juga diperlukan untuk menentukan

intervensi bedah yang optimal pada setiap kasus secara individual (Eisenhauer et

al., 2009).

Penilaian respon objektif dengan pengukuran pengecilan diameter tumor

terhadap kemoterapi neoadjuvant dapat melalui metode World Health

Organization (WHO) atau metode Response Evaluation Criteria In Solid Tumor


22

(RECIST). Metode WHO dengan mengukur secara bidimensional sedangkan

RECIST secara unidimensional (Eisenhauer et al., 2009).

Tabel 2.4. Perbandingan Kriteria Respon WHO dan RECIST

KRITERIA
WHO RECIST
RESPON
Complete Hilangnya tumor paling Hilangnya tumor paling sedikit
Response sedikit 4 minggu dalam selama 4 minggu
pemeriksaan 2x berturut-
turut
Partial Pengecilan ukuran (volume) Pengecilan ukuran diameter
Response tumor ≥ 50% paling kurang maksimum tumor ≥ 30%, tidak
4 minggu, tidak terdapat lesi ada lesi baru, tidak ada progresi
baru atau progresi penyakit.
Stable disease Pengecilan ukuran tumor < Pengecilan ukuran diameter
50% atau peningkatan maksimum tumor <30% atau
ukuran tumor tidak melebihi membesar < 20% pada satu
25% periode tertentu
Progressive Membesarnya diameter Membesarnya diameter
disease maksimum tumor ≥ 25% maksimum tumor ≥ 20% atau
atau timbulnya tumor pada timbulnya tumor pada tempat
tempat baru baru

2.8.4 Kemoresistensi

Saat ini kemoterapi neoadjuvant dan adjuvant masih diterapkan secara

empiris, karena belum ada uji klinis yang memungkinkan untuk memprediksi

respon dan manfaat dari kemoterapi tertentu. Evaluasi respon klinis tumor solid

terhadap kemoterapi neoadjuvan biasanya dilakukan dengan kaliper, USG, atau

mammografi (Denkert et al., 2010).


23

Resistensi obat merupakan faktor utama yang membatasi efektivitas

kemoterapi. Tumor dapat secara intrinsik resisten sebelum pemberian kemoterapi,

atau diperoleh selama pengobatan (Kerbel, 1997). Proses resistensi ini yang

akhirnya menyebabkan kegagalan pengobatan pada lebih dari 90% pasien KPD

metastasis (Longley and Johnston, 2005).

Memahami mekanisme terjadinya kemoresistensi untuk pendekatan

terapi dalam mengobati kanker sangat penting. Masalah resistensi obat sangat

kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi sensitivitas obat, termasuk :

Bioavailability dipercepat ; aktivasi dan inaktivasi obat ; perubahan dalam target

obat ; metilasi DNA ; pengolahan kerusakan akibat obat ; dan anti apoptosis

(Wilson, Longley and Johnston, 2006).

Gambar 2.4 : Mekanisme resistensi obat kemoterapi pada KPD. Dikutip dari
(Elma. A. O'Reilly et al., 2015)

2.9 Apoptosis

Memahami apoptosis (programmed cell death) dalam KPD sangat

penting, karena hal ini bukan saja memberikan pengertian tentang patogenesis
24

penyakit tetapi juga memberikan kemungkinan untuk mengembangkan cara

pengobatan. Hingga saat ini kemoterapi maupun radiasi ditujukan untuk

membunuh sel kanker melalui apoptosis, akan tetapi fungsi apoptosis pada sel

kanker seringkali terganggu, sehingga tidak jarang menimbulkan resistensi.

Apoptosis merupakan suatu proses fisiologis yang dikendalikan dengan kontrol

genetik, berlangsung melalui proteolisis, kondensasi dan fragmentasi DNA

disusul dengan pengerutan sel. Secara biokimiawi terjadi aktivasi berbagai

endonuklease dan protease, DNA dipecah menjadi fragmen-fragmen dengan

panjang berbeda. Proses ini berakhir dengan fagositosis sel-sel tersebut oleh

makrofag, tanpa merangsang respon inflamasi (Kurosaka et al., 2003).

Dalam kaitannya dengan pengendalian tumorigenesis, apoptosis

merupakan mekanisme penting untuk mencegah proliferasi sel yang mengalami

kerusakan DNA, sehingga dalam hal ini apoptosis berfungsi sebagai salah satu

kontrol checkpoint dalam siklus sel. Kegagalan sel tumor untuk melaksanakan

mekanisme apoptosis merupakan salah satu faktor yang mendasari petumbuhan

tumor, instabilitas genetik dan resistensi terhadap kemoterapi (Kim et al., 2006)

2.9.1 Mekanisme Apoptosis

Mekanisme terjadinya apoptosis melibatkan kaskade aktivasi berbagai

molekul melalui proses yang membutuhkan energi. Caspase adalah molekul

utama dalam mekanisme apoptosis karena merupakan inisiator maupun eksekutor

apoptosis. Ada 2 jalur, melalui mana caspase dapat diaktivasi, yaitu jalur

ekstrinsik atau jalur reseptor kematian (death receptor pathway) dan jalur intrinsik
25

atau jalur mitochondria. Kedua jalur menuju ke arah jalur bersama (common

pathway) yang merupakan jalur eksekutor apoptosis. Terbukti bahwa jalur

ekstrinsik dan intrinsik terhubung satu sama lain dan bahwa molekul di jalur yang

satu dapat mempengaruhi molekul di jalur yang lain. (Elmore, 2007).

Gambar 2.5 : Jalur apoptosis. Jalur ekstrisnsik (death-receptor pathway) dan jalur
intrinsik (jalur mitokondria) diadaptasi dari M.C. De Almagro 2012

2.9.4 Disregulasi Apoptosis Pada Sel Kanker

Malfungsi apoptosis berperan penting pada karsinogenesis. Survival sel

kanker dapat diinduksi melalui inaktivasi sinyal pro-apoptotik atau aktivasi jalur

anti-apoptotik. Ada tiga cara utama yang dapat menekan apoptosis sel kanker,

yaitu: 1) disrupsi keseimbangan antara protein pro-apoptotik dan anti-apoptotik;

2) penurunan fungsi caspase; 3) gangguan sinyal reseptor kematian (Wong, 2011).


26

Gambar 2.6 : Mekanisme yang berkontribusi pada disregulasi apoptosis dan


karsinogenesis (dikutip dari Philchenkov 2016)

2.10. NF- κB

Nuklear Faktor Kappa B (NF-кB) pertama kali di identifikasi pada tahun

1986 sebagai faktor transkripsi yang berikatan dengan sequence DNA spesifik

didalam imunoglobulin rantai pendek kappa pada sel B yang matur (Sen and

Baltimore, 1985). Saat itu diketahui bahwa faktor transkripsi ini mengatur banyak

sel yang berbeda dengan mengikat sequence pada komponen кB promotor atau

enhancer beberapa gen. Terdapat 2 jalur utama NF-кB, yaitu jalur canonical dan

jalur non-canonical (Gamble et al., 2012).

2.10.1 Protein NF- κB

NF-кB pertama kali dijelaskan sebagai faktor transkripsi pada sel B

dewasa yang mengikat elemen yang mengendalikan ekspresi imunoglobulin

kappa rantai ringan (Sen and Baltimore, 1985). Sejak penemuannya pada tahun
27

1986, NF-кB telah dipelajari secara intensif dan ditemukan memiliki peran dalam

mengatur transkripsi beberapa gen target lewat ikatannya dengan situs кB melalui

jalur canonical (klasik) atau noncanonical (alternatif).

NF-κB (Nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cell)

adalah kompleks protein yang mengontrol proses transkripsi DNA. NF-κB

ditemukan di hampir semua tipe sel mamalia dan berperan mengendalikan

sebagian besar proses seluler organisme normal seperti respon imun dan respon

inflamasi, proses perkembangan, pertumbuhan sel dan proses apoptosis. NF-κB

terlibat dalam respon seluler terhadap berbagai stimuli seperti stress, sitokin,

radikal bebas, iradiasi ultraviolet, LDL teroksidasi dan antigen viral atau bakterial.

Faktor transkripsi ini juga aktif secara terus menerus dalam beberapa kondisi

penyakit seperti kanker, arthritis, inflamasi kronis, asma, penyakit saraf

degeneratif dan penyakit jantung (Gilmore, 2006).

2.10.2 Struktur NF-κB

Semua protein dari famili NF-κB sama-sama memiliki domain Rel

homologi pada N-terminus. Subfamily dari protein NF-κB, termasuk RelA, RelB,

dan c-Rel, memiliki “transactivation domain” pada C-Terminal mereka.

Sebaliknya, NF-κB1 dan NF-κB2 protein disintesis sebagai prekursor besar, p105

dan p100, yang mengalami pengolahan untuk membentuk subunit NF-κB matang,

p50 dan p52 . Pengolahan p105 dan p100 diperantarai oleh ubiquitin /jalur

proteasome dan melibatkan degradasi selektif pada daerah C-terminal yang

mengandung ankyrin berulang. Sedangkan pembentukan p52 dari p100 adalah


28

sebuah proses yang diatur ketat, p50 dihasilkan dari pengolahan konstitutif

p105(Gilmore, 2006).

Gambar 2.7. Struktur protein NF-κB. (Gilmore, 2006)

2.10.3 Famili NF-κB

Anggota keluarga NF-κB mempunyai struktural homolog yang sama

dengan retrovirus oncoprotein v-Rel, sehingga mereka diklasifikasikan sebagai

NF-κB/Rel protein. Seluruh anggota keluarga memiliki regio homolog Rel

terminal N 300 asam amino yang bertanggung jawab pada proses dimerisasi,

interaksi dengan protein inhibitor dan sinyal lokalisasi nukleus. RelB, c-Rel dan

p65 juga memiliki domain transaktivasi yang sangat penting dalam aktivitas

transkripsi. Homo dan heterodimer anggota famili NF-κB dapat ditemukan pada

sebagian besar sel (Ghosh et al., 2012).

Ada lima protein dalam mamalia famili NF-κB:

Tabel 2.5. Protein pada NF-κB. (Gilmore, 2006)

Kelas Protein Alias Gen

Kelas I NF-κB1 p105 → p50 NFKB1


29

NF-κB2 P100 → p52 NFKB2

Kelas II RelA p65 RELA

RelB RELB

c-Rel RELC

Dalam keadaan inaktif NF-κB terikat pada protein inhibitor (IκBs)

menutup NLS dan mempertahankannya di sitoplasma. Terdapat 8 protein inhibitor

yaitu : IκBα, IκBβ, IκBε, IκBζ, BCL-3, prekursor proteins p100 dan p105 serta

yang terbaru adalah IκBη [Hinz, M., et. al 2014]. Protein inhibitori ditandai

dengan adanya sequens 5 - 7 ankyrin berulang pada regio C-terminal. Pola ini

juga tampak pada protein p100 dan p105, yang juga menghambat lokalisasi

nukleus serta aktifitas dari NF-κB.

IκBα, IκBβ memiliki domain PEST yang kaya akan asam amino Proline

(P), glutamine (E), Serine (S), dan Threonine (T) yang mengatur balik fungsi NF-

κB (Mathes, E., et. al 2008). Selama proses fosforilasi IκB oleh IκB Kinase

(IKK), protein IκB mengalami ubiquitinasi dan secara perlahan didegradasi oleh

proteasome.

Pelepasan dimer NF-κB memungkinkan protein ini bertranslokasi kedalam

nukleus dan berikatan pada titik κB, bersama dengan co-aktifator atau co-

repressor dan mengatur transkripsi dari gen. Hasil dari transkripsi berbeda

tergantung atas instruksi upstream, ikatan sub unit, co-regulator dan crosstalk

dengan faktor transkripsi lain (Perkins, 2012). Gen-gen target terlibat dalam

berbagai proses termasuk proliferasi, apoptosis, inflamasi dan respon immun.


30

Gambar 2.8: ikatan ikb dan nfkb dan translokasi nfkb sitoplasmic kedalam

nukleus

2.10.4 Jalur NF-κB

2.10.4.1 Jalur Canonical NF-κB

Salah satu arti penting dari NF-κB dalam pengaturan respon selular adalah

bahwa NF-κB termasuk dalam kategori faktor transkripsi primer yang “rapid

acting”, yaitu faktor transkripsi yang terdapat pada sitoplasma dalam keadaan

tidak aktif dan tidak memerlukan sintesis protein baru untuk diaktifkan (anggota

lain dari keluarga ini termasuk faktor-faktor transkripsi seperti c-Jun, STATS, dan

reseptor nuclear hormon). Hal ini memungkinkan NF-κB untuk bertindak sebagai

"kelompok pertama yang merespon" untuk rangsangan seluler berbahaya.

Stimulasi dari berbagai reseptor permukaan sel, seperti RANK dan TNFR, secara

langsung mengaktifkan NF-κB dan membuat perubahan cepat dalam ekspresi

gen. (Gilmore, 2006)

Berbagai produk bakteri dapat mengaktifkan NF-κB. Identifikasi Toll-like

receptors (TLRs) sebagai molekul pengenal pola spesifik dan temuan bahwa
31

stimulasi TLRs dapat mengaktivasi NF-κB memperjelas pemahaman kita

mengenai bagaimana patogen yang berbeda dapat mengaktifkan NF-κB.

(Gilmore, 2006)

Stimulus jalur canonical biasanya dibuat oleh sitokin pro-inflamatori

seperti TNFα dan interleukin-1β. Ikatan sitokin terhadap reseptor akan

menghasilkan IKK kompleks, yang berisi subunit katalisis IKKβ dan IKKα serta

subunit regulator NF-κB Essential Modulator (NEMO) (lihat gambar 9). Aktivasi

kompleks IKK ini melalui trans-autofosforilasi atau melalui enzim IKK kinase

seperti TAK1(Wang, 2001). Percobaan pada tikus menunjukkan IKKβ sebagai

faktor predominan pada jalur ini(Li et al., 1999). IKKβ memfosforilasi IκB,

dimana IκBα berikatan dengan p65/p50 dimer. Subunit p50 dibaca sebagai

prekursor 105kDa yang diproses membentuk p50(Kieran et al., 1990).

Struktur kristalografi IκBα yang terikat dengan p65/p50 menunjukkan

hanya NLS p65 yang tertutup sedangkan NLS p50 tetap terbuka (Huxford et al.,

1998). NLS p50 dan sekuens eksport nukleus (Nuclear Export sequence=NES)

dari IκBα dapat diakses hal ini memungkinkan untuk kompleks IκB α/p65/p50

bertranslokasi keluar masuk dari sitoplasma ke nukleus dan sebaliknya, tetapi

lokasi utama dari kompleks ini tetap di sitoplasma (Johnson et al., 1999).

Fosforilasi dan ubiquitinasi IκB menyebabkan terjadinya degradasi dan pelepasan

dimer NF-κB. IKKβ, sebagaimana kinase lainnya memfosforilasi subunit p65

pada residu serine 536(S536) dalam domain yang transaktifasi (Transactivation

Domain=TAD). Hal ini penting untuk aktivasi transkripsi dimer NF-κB (Sakurai

et al., 2003).
32

Degradasi IκBα menandakan NES pada kompleks dan NLS pada p65/p50

tidak lagi terbuka, dan posisi kompleks tersebut telah berada didalam nukleus.

Dimer NF-κB saat berada didalam nukleus, mengatur transkripsi beberapa gen.

Salahsatu gene yang dibuat adalah IκBα yang berfungsi sebagai mekanisme

umpan balik. Ikatan dimer p65/p50 menghasilkan resintesis IκBα dan

mengembalikannya kedalam sitoplasma untuk berikatan dengan NF-κB melalui

jalur inaktifasi. Protein fosfatase 2A adalah kunci regulasi pada jalur umpan balik

dengan melakukan defosforilasi IKKβ, memungkinkan stabilisasi IκBα yang baru

di sintesis ulang di sitoplasma untuk berikatan dengan dimer NF-κB. (Barisic et

al., 2008)

Gambar 2.9 : Jalur canonical NF-κB. dalam kondisi inaktif, IκBα mengikat dimer
NF-κB p65/p50 didalam sitoplasma. Saat terjadi ikatan ligan (mis: TNFα) dengan
reseptor IKK complex, yang terdiri dari IKKα, IKKβ and NEMO, maka terjadi
prose aktivasi. IKKβ memfosforilasi IκBα, sehingga terjadi proses ubiquitinasi
dan degradasi, membuka NLS p65 lalu bertranslokasi kedalam nukleus.
Fosforilasi p65 juga timbul dalam TAD, yang penting untuk aktivasi
transkripsional . Di inti sel dimer p65/p50 berikatan dengan poin κB sgen-gen
tertentu untuk memulai mengatur transkripsi.

2.10.4.2 Jalur Non Canonical NF-κB


33

Jalur kedua dari NF-κB adalah jalur non canonical atau jalur aletrnatif,

ditemukan tahun 2001. Jalur ini membutuhkan aktifasi IKKα dan tidak seperti

jalur klasik, jalur alternatif ini tidak tergantung pada IKKβ and NEMO (Xiao,

Harhaj and Sun, 2001). Jalur ini diaktifasi dengan ligan faktor aktivasi sel B, CD

40, dan limpotoxin β. Dimer IKKα diaktivasi oleh NF-κB Inducing Kinase (NIK).

Pada kondisi inaktif RelB dikeluarkan di sitoplasma oleh p100, tetapi melaui

aktivasi jalur ini p100 difosforilasi dan dirubah menjadi p52. Proses perubahan

p100 menjadi p52 menghasilkan hilangnya ankyrin berulang pada terminal C dan

memungkinkan translokasi RelB/p52 masuk kedalam nukleus (Fan and Maniatis,

1991).

Sama seperti jalur utama, umpan balik negatif terjadi dengan melibatkan

fosforilasi NIK oleh IKKα. Hasil ini mengakibatkan stabilisasi NIK dan

menurunkan sinyal non canonical yang bertujuan untuk mencegah terjadinya over

aktivasi (Razani et al., 2010). Jalur NF-κB non canonical mengatur gen-gen

pengatur perkembangan organ limfoid dan sistem immun adaptif (Bonizzi and

Karin, 2004)
34

Gambar 2.10: Jalur NF-κB Non-Canonical. Dalam keadaan inaktif, p100


mempertahankan RelB didalam sitoplasma. Di atas permukaan membran sel
terjadi ikatan antara ligan (mis; Lymphotoxin β) dengan reseptor maka jalur ini
menjadi aktif ditandai terjadinya fosforilasi IKKα oleh NIK, yang berfungsi
sebagai homodimer jalur non-canonical. Selanjutnya IKKα memfosforilasi p100
dan merubah menjadi p52. Dimer p52/RelB bertranslokasi ke nukleus, berikatan
pada titik κB gen-gen tertentu dan mulai melakukan transkripsi.( diadaptasi dari
Lindsay, B., 2014)

2.10.5 Target Gen NF-κB

Beberapa target gen dari NF-κB berperan dalam (1) mengendalikan

progresifitas tumor, (2) mengendalikan proses inflamasi, (3) survival sel, (4)

mengendalikan anti apoptosis, (5) mengendalikan angiogenesis, (6)

mengendalikan proliferasi, (7) mengendalikan promosi tumor dan (8)

mengendalikan proses metastasis. Salah satu target gen NF-κB adalah ICAM-1

yang berperan dalam proses Imun.

Tabel 2.6. Target gen NF-κB. (Nishikori, 2005)

Aktifitas Gen

Inflamasi TNF, IL-1, chemokines

Regenerasi sel telomerase

Survival sel BCL-XL, cIAP, XIAP, cFLIP

Angiogenesis VEGF, TNF, IL-1, IL-8

Proliferasi TNF, IL-1,IL-6, cyclin D1, c-Myc

Promosi tumor COX2, iNOS, MMP-9, uPA

Metastasis ICAM-1, VCAM-1, ELAM-1

Target gen NF-кB memainkan peran penting dalam regulasi banyak jalur

yang terlibat dalam hallmark kanker. NF-кB mengatur beberapa gen yang
35

berhubungan dengan inflamasi (TNF, IL-6 dan ICAM), kelangsungan hidup sel

(cIAP1/2, Bcl-2 dan Bci-xL), proliferasi (Cdk2), perkembangan tumor (COX2),

angiogenesis (VEGF), dan kematian sel (Fas dan FasL) .

2.10.6 Disregulasi Mitokondria dan NF-κB

Jalur mitokondria dan aktivasi caspase dikendalikan oleh keluarga

protein Bcl-2 yang bertindak oleh modulasi pelepasan aktivator caspase dari

mitokondria. Cell line kanker prostat, PC3, kadar protein sinyal anti-apoptosis

Bcl-2, Bcl-xL, dan survivin mengalami penurunan dalam menanggapi genistein

inhibitor NF-кB. Penurunan ekspresi protein ini terjadi dalam hubungan dengan

up-regulasi p21, sebuah protein apoptosis dan pro inhibitor siklus sel.

Sel Genistein re-sensitized resisten terhadap docetaxel dan cisplatin

dimediasi apoptosis (Li et al., 2005). Demikian pula cell line agresif kanker

serviks yang resisten cisplatin, SKOV3, ipl, penghambatan sel NF-кB

menyebabkan peningkatan ekspresi Bid dan penurunan kadar Bcl-xL dan Bcl-2.

Pergeseran ekspresi protein pro dan anti apoptosis tercermin dalam peningkatan

sensitivitas sel-sel ini untuk pengobatan cisplatin (Yang et al., 2011). Deregulasi

apoptosis merupakan mekanisme penting melalui penghambatan terhadap NF-кB.

2.10.7 Peran Onkogen NF-кB


36

Dalil Hanahan dan Weinberg’s menyebutkan beberapa langkah

tumorigenesis yaitu adanya mencukupi kebutuhan signal growth factor, ketidak-

pekaan sinyal growth inhibitor, penghindaran dari apoptosis, tidak terbatasnya

potensi replikasi, perangsangan angiogenesis, invasi ke jaringan sekitarnya, serta

metastasis. Jalur NF-кB mengatur transkripsi berbagai gen yang terlibat dalam

respon imun, inflamasi, proliferasi, dan apoptosis (Hanahan and Weinberg, 2011)

NF-кB dapat mengerahkan efeknya pada setiap aspek dari

tumorigenesis, memberikan efek pada setiap aspek dari tumorigenesis melalui

induksi ekspresi protein hilir, dan dengan demikian mungkin menjadi dasar

transisi dari inflamasi ke pertumbuhan kanker. Pada dasarnya, NF-кB

mengontrol proliferasi sel dengan mengaktifkan Growth Factor, IL-2,

granulocyte monocite colony stimulating factor, dan CD 40L.

NF-кB mengatur perkembangan siklus sel dengan mengaktifkan c-myc

dan cyclin D1. NF-кB menghambat program cell death melalui regulasi protein

anti apoptosis; cIAPS, c-FLIP dan anggota family BCL-2. Protein ini sangat

penting dalam menopang sel prekanker diubah secara genetik, dan efek mereka

terhadap perubahan menuju keganasan. NF-кB dapat meningkatkan angiogenesis

dan metastasis tumor melalui regulasi kemokin seperti IL-8 (migrasi), VEGF

(angiogenesis) dan MMP (metastasis) dimana ekspresi gen-gen ini dapat berubah

dengan NF-кB sebagai mediator kunci (Karin and Lin, 2002)


37

2.10.8 Kegunaan Klinis NF-кB

Pada sel-sel tumor, NF-κB aktif disebabkan oleh dua hal. Pertama karena

adanya mutasi pada gen yang menyandikan faktor transkripsi NF-κB itu sendiri

dan karena mutasi pada gen yang mengendalikan aktivitas NF-κB (misalnya gen

IkB). Selain itu, ada beberapa tumor yang mensekresi faktor-faktor yang dapat

menyebabkan NF-κB aktif. Dengan stimulasi dari integrin tertentu sinyal

transduksi NF-κB bertautan dengan reseptor integrin tersebut yang mana

selanjutnya akan mengaktivasi AP-1. Beberapa pengobatan Penghambat NF-κB

terbukti telah menurunkan tingkat regulasi ekspresi beberapa protein anti

apoptosis yang bermanfaat dalam strategi pengobatan anti tumor. (Gupta and Liu,

2013).

2.10.8.1 NF-κB pada KPD

Ekspresi NF-кB dan aktivitas pengikatan DNA meningkat di lini sel

kanker payudara. Ini ditemukan pada tumor mammae tikus dibandingkan dengan

jaringan normal, dan tumor payudara primer manusia. Ekspresi subunit p65 pada

inti (lewat jalur canonical) ditemukan berkorelasi dengan indeks yang tinggi dari

proliferasi, high grade tumor dan ER negatif pada KPD. tetapi pada penelitian

lain cogswell 2000 dan montagut 2006 membantah pernyataan ini dan

menjelaskan bahwa NF-кB mengekspresikan subunit p65 juga melalui jalur

canonical pada KPD dengan hormonal status positif . Aktivitas DNA dari p65 dan

p50 berkorelasi kuat dalam sampel tumor pada KPD. Kurva Kaplan-meier untuk
38

disease free survival (DFS) menunjukan bahwa pasien dengan penampilan DNA

p50 aktivitas tinggi memiliki DFS yang lebih buruk (Zhou et al., 2005).

Subunit yang terlibat dalam kedua jalur NF-кB telah diselidiki. Subunit

p50 dan subunit p52 dari jalur non-canonical NF-кB disajikan dalam nukleus

jaringan tumor payudara. Ketika immunohistokimia dilakukan pada jaringan KPD

dan jaringan normal yang berdekatan, ekspresi subunit p50 dan p52 secara

signifikan lebih tinggi pada jaringan kanker. Dengan western blots fraksi inti

diekstraksi dari jaringan payudara normal dan jaringan kanker yang berdekatan

juga menunjukan peningkatan p52 pada jaringan kanker payudara, disertai

peningkatan mRNA dari gen кB termasuk p50, p52, inhibitory protein IкB, Bcl-3

dan cyclin D1 yang kemungkinan merupakan peningkatan gen transkripsi yang

diatur oleh NF-кB (Cogswell, P. C. et al., 2000).

Beberapa penelitian menunjukan korelasi aktivitas NF-кB dengan

estrogen. Pada sel payudara, level aktivitas NF-кB yang mengikat DNA

meningkat pada ER negatif dibandingkan ER positif. Selain itu, tikus dengan sel

adenokarsinoma mammae dengan fenotip hormon-independen mengalami

peningkatan dua kali lipat pada aktivitas DNAnya dibanding mereka yang tidak

berkembang hormon-independence (Nakshatri et al., 1997).

MCF7 ER positif dengan aktivasi plasmid AKT (sel myrAkt1 MCF7)

memberikan resistensi tamoxifen dan penambahan asam eicosapentaenoic, yang

menghambat AKT, membuat sel peka terhadap pengobatan tamoxifen.

Penyelidikan lebih lanjut menggunakan tamoxifen-resistant myrAKT-1 MCF7,


39

dibandingkan dengan sel MCF7 normal, menunjukan peningkatan kadar

fosforilasi IкBα dan NF-кB DNA-binding dan meningkatkan aktivitas transkripsi.

Penghambatan NF-кB oleh parthenolide atau sebuah non-degradable IкB, yang

menghambat aktivitas NF-кB sel ini, dapat mengembalikan sensitifitas terhadap

tamoxifen (LA et al., 2004).

HER2 telah dilaporkan mengaktifkan NF-кB dan overekspresi HER2

berpengaruh pada respon apoptosis oleh TNFα melalui jalur NF-кB (Biswas et al.,

2004). Sel kanker payudara dengan ekspresi yang berbeda pada ER dan HER2.

Varian ini menunjukan aktivitas intermediate (BT474 dan MCF7/HER2) daripada

HER2 negatif yang diambil dari sel line MCF7 dan T47D (Zhou et al., 2005).

Pengobatan dengan parthenolide dapat mengembalikan sensitivitas

tamoxifen dalam sel MCF7/HER2 dan sel BT474, yang keduanya ER dan HER2

positif, hal ini mendukung hipostesis bahwa HER2 menginduksi aktivasi NF-кB

dan ini memberikan kontribusi terhadap resistensi tamoxifen (Zhou et al., 2005)

Hubungan antara NF-кB dan ER jelas memainkan peran dalam

perkembangan kanker payudara. Sehingga dimungkinkan dibuat target terapi, dan

inhibitor untuk menghambat resistensi endokrin. Salah satu strategi adalah

menargetkan IKKs untuk menghambat fungsi mereka di sinyal hilir NF-кB serta

fungsi independent NF-кB (Gamble et al., 2012).

2.10.8.2 NFкB Dan Resisten Kemoterapi


40

Selain perannya dalam kelangsungan hidup sel kanker, aktivitas NF-кB

juga diidentifikasi sebagai mekanisme kunci resistensi cisplatin (Li et al., 2005).

Aktivitas NF-кB berbanding terbalik dengan sensitivitas sel terhadap kemoterapi

sel karsinoma (Chuang et al., 2002). Sel yang resisten menunjukan adanya

peningkatan ekspresi NF-кB, dibandingkan dengan mereka yang sensitif,

sehingga adanya implikasi NF-кB sebagai mediator potensial resistensi(Godwin

et al., 2013).

Protein inti dari sel-sel yang diberikan kemoterapi tampak lebih banyak

mengaktifkan NF-кB dibandingkan dengan sel kontrol yang tidak diobati, diukur

dari ekspresinya saat mengikat DNA. Peningkatan ekspresi NF-кB yang berikatan

dengan DNA akan menghambat efektivitas potensiasi obat kemoterapi.

Pengobatan sel tumor dengan genistein inhibitor AKT-NFкB, menghambat

aktivitas NF-кB pada murine, memperlihatkan sensitivitas cisplatin (Li et al.,

2005).

Sel kanker mengandalkan ekspresi onkogen untuk pemeliharaan fenotip

ganasnya. Ketergantungan ini memberi pilihan terapi molekuler pada target gen

melalui penghambatan jalur NF-кB, yang berperan dalam mekanisme apoptosis

sel kanker. Aktivitas kompleks NF-кB melibatkan beberapa jalur sinyal dan

koneksi crosstalk yang mempengaruhinya. Oleh karena itu penting untuk

mengidentifikasi jalur tertentu pada sel kanker, untuk memperluas pemahaman

tetang sinyal NF-кB, sehingga memungkinkan untuk seleksi rasional inhibitor

yang sesuai.
41

2.10.9 Pemeriksaan Imunohistokimia (IHC) Protein NF-кB

Pemeriksaan IHC merupakan salah satu pemeriksaan biologi molekuler

terbanyak yang dilakukan saat ini. Hal ini disebabkan metode pemeriksaan ini

menggunakan mikroskop cahaya konvensional sehingga metode ini relatif

sederhana. Kedua, pada metode ini digunakan reaksi antigen-antibodi yang sudah

diidentifikasi sebelumnya. Ketiga, antigen sesuai yang terkumpul pada sel yang

spesifik dapat mudah diamati dengan mata telanjang. Prinsip kerja pemeriksaan

imunohistokimia adalah ikatan antibodi monoklonal dengan molekul antigen

sesuai. Jaringan yang difiksasi dalam parafin blok dapat dilakukan pengecatan

dengan antibodi monoklonal untuk menentukan ekspresi protein yang diinginkan.

Kegunaan IHC antara lain dapat mengidentifikasi dengan akurat tumor

yang tidak dapat dideteksi dengan cara konvensional dan sebagai penanda

biologis untuk menentukan faktor prognosis penderita berdasar profil molekuler.


42

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

KPD masih merupakan jenis kanker terbanyak di dunia dan penyebab

kematian kedua setelah kanker paru. Sebagaimana telah diuraikan oleh

beberapa penelitian bahwa KPD merupakan suatu kumpulan sel abnormal

dengan heterogenitas intra dan intertumoral yang menyebabkan karakteristik

masing-masing individu sel berbeda. Hal ini tidak terlepas dari implikasi yang

terlihat dari gambaran klinis penderita dan respon penderita terhadap

modalitas terapi yang diberikan. Beberapa peneliti telah menyederhanakan

klasifikasi subtipe berdasarkan pemeriksaan IHC dengan pencatatan terbanyak

angka kejadian KPD adalah subtipe luminal.

Di Indonesia sebagian besar penderita KPD datang dalam kondisi lanjut

lokal, subtipe luminal sebagai prevalensi terbanyak. St. Gallen 2017 masih

merekomendasikan pemberian kemoterapi bagi penderita KPD subtipe

lumnial untuk kasus-kasus tertentu tetapi sudah diketahui bahwa subtipe ini

adalah kelompok subtipe paling resisten terhadap pemberian kemoterapi.

Salahsatu mekanisme resistensi kemoterapi adalah adanya disregulasi

apoptosis melalui jalur NFKB, suatu faktor transkripsi yang bertanggung

jawab sebagai jalur penyeimbang untuk sel agar tetap bertahan hidup dalam
43

kondisi stress metabolik. Tingginya Protein NFKB pada sel KPD akan

memungkinkan kemoresistensi dari sel-sel kanker.

Untuk mengetahui apakah NFKB merupakan faktor risiko terjadinya

kemoresistensi dari KPD subtipe luminal, diperlukan penelitian yang

melibatkan penderita dalam kelompok subtipe ini lanjut lokal yang diberikan

kemoterapi.
44

3.2 Konsep Penelitian

Definisi Kasus Kontrol:

Kasus : KPD Luminal A lanjut lokal yang resisten terhadap pemberian NAC 3

seri kemoterapi berbasis Anthracyclin

Kontrol : KPD Luminal A lanjut lokal yang sensitif terhadap pemberian NAC 3

seri kemoterapi berbasis Anthracyclin


45

3.3 Hipotesis

Ekspresi NF-кB merupakan faktor risiko terjadinya kemoresisten pada

penderita KPD stadium Luminal A Lanjut Lokal.


46

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain

case control study.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sub bagian Bedah Onkologi RSUP Sanglah

Denpasar. Waktu penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2018.

4.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah wanita penderita kanker payudara yang dirawat di

sub bagian Bedah Onkologi RSUP Sanglah Denpasar periode 2014-2018.

4.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria penelitian, diperoleh berdasarkan urutan masuknya di rumah sakit dan

setuju untuk dilakukan pemeriksaan status pemeriksaan NF-κB selama kurun

waktu penelitian.

Sampel penelitian diambil dari jaringan tumor pada wanita penderita kanker

payudara yang telah terdiagnosis sebagai kanker payudara (sesuai pemeriksaan

klinis dan histopatologi) subtipe luminal A.


47

4.5 Perkiraan Besar Sampel

Keterangan:

n :besar sampel
Zα : nilai Z untuk α tertentu = 5
Zβ : nilai Z untuk power (1-β) = 0,8
P1 : 0,857
P2 : 0,4
Besar sampel minimalnya : 20 x 2 = 40 (kasus + kontrol )

4.6 Kriteria Inklusi dan kriteria Eksklusi

4.6.1 Kriteria Inklusi:

1. Wanita penderita Kanker payudara

2. Telah dilakukan biopsi histopatologi

3. Pasien telah diberikan NAC Anthracyclin

4. Specimen telah dilakukan pemeriksaan IHK standart

5. Mempunyai catatan Medis lengkap sesuai variabel yang diteliti

4.6.2. Kriteria eksklusi

1. Rekam Medis tidak ditemukan/ tidak lengkap

2. Pasien KPD Luminal A stadium awal (cT1-2)

3. KPD luminal A lanjut lokal hamil


48

4. KPD lanjut lokal Laki-laki

5. Blok paraffin rusak

6. Menolak kemoterapi

7. KPD Luminal A lanjut lokal Kemoterapi NAC tidak lengkap

8. KPD luminal A lanjut lokal kemoterapi NAC regimen lain

9. Menderita jenis kanker yang lain

10. Menderita tumor jinak payudara.

11. Penderita phylloides tumor.

4.7 Parameter Penelitian

Menilai hubungan antara ekspresi protein NF-κB pada pasien kanker

payudara subtipe luminal stadium lanjut lokal dengan respon kemoterapi di RSUP

Sanglah Denpasar.

4.8 Cara Kerja

4.8.1 Alokasi Subjek

Subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi

yang telah dilakukan biopsi, kemudian dilakukan pemeriksaan

Imunohistokimia ekspresi protein NF-κB pada jaringan tumor

payudara.

4.8.2 Cara Penelitian

1. Penderita kanker payudara yang memenuhi kriteria inklusi

dicatat umur, tanda vital, gejala klinik, faktor risiko,

stadium klinis, serta diagnosa klinisnya.


49

2. Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya

mengenai tindakan operasi dan prosedur pemeriksaan

patologi anatomi yang akan dilakukan.

3. Sampel adalah jaringan yang diambil dari jaringan kanker

penderita, dengan ukuran yang disesuaikan dengan

stadium klinis dan telah ditentukan sub type nya, kemudian

jaringan dibawa ke Bagian Patologi Anatomi RSUP

Sanglah Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan ekspresi

NF-κB.

4.9 Alur Penelitian

Populasi Target

Kriteria Inklusi

Populasi Terjangkau

Cara pemilihan sampel

Sampel yang dikehendaki

Kriteria Eksklusi

Sampel yang harus diteliti

Penilaian Respon
Kemoterapi
Neoadjuvan

Kontrol Kasus
Kemosensitif Kemoresisten
50

Penilaian NF-κB Penilaian NF-κB

NF-κB NF-κB
NF-κB NF-κB

Analisis Data

Hasil

4.10. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

Berdasarkan peran dan skalanya variabel dalam penelitian ini

dibagi atas :

1. Variabel bebas adalah ekspresi NF-κB yang merupakan variabel

kategorikal atau Numerik.

2. Variabel tergantung adalah Respon Kemoterapi, yang juga

merupakan variabel ordinal ( variabel kategorikal ).

3. Variabel antara adalah Usia, Ukuran tumor,Grading, LVI dan TIL.

4.11 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. KPD adalah keganasan yang terjadi pada epitel kelenjar dan

saluran payudara, diagnosis ditegakkan secara klinis dan

pemeriksaan histologipatologis.
51

2. KPD Stadium Lanjut Lokal (LABC) adalah kanker payudara

stadium IIIB, dan IIIC.

3. Luminal A subtype, sub type KPD Hormonal reseptor (+) tanpa

faktor pertumbuhan epidermal manusia 2 (HER-2). Ditentukan

dengan pemeriksaan IHK pada panel ER, PR dan HER-2 dengan

atau tanpa pemeriksaan index proliferasi Ki-67.

4. NF-кB adalah kompleks protein yang mengontrol transkripsi DNA,

dalam proses respon imun dan inflamasi, proses pertumbuhan dan

perkembangan sel serta apoptosis. Faktor transkripsi ini terkait

melalui dimerisasi domain DNA-binding N-terminal yang disebut

ReI homolog domain, dimana mereka dapat membentuk

homodimers dan heterodimers, yang mengikat berbagai urutan

DNA target yang disebut кB sites untuk memodulasi gen. Family

NF-кB yang diukur dengan pemeriksaan IHK adalah ReIA (p65).

Kriteria objective :
Level ekspresi NFкB digolongkan 2 bagian :
a. Low ekspresi
b. High Ekspresi (Over Ekspresi)
Ditentukan melalui perhitungan cut of point H-score melaui ROC
(Receiver Operating Characteristic).

5. Usia adalah umur saat penderita terkena KPD terhitung saat

tegaknya diagnosis KPD ditentukan berdasarkan identitas ( KTP ),

dibagi 2 klasifikasi usia diatas 50 tahun dan 50 tahun kebawah.


52

6. Lymphovascular Invasi (LVI) adalah ditemukannya sel maligna

(non hematologik) pada pembuluh darah dan atau limfatik,

memiliki kontur yang unik dimana se-sel tumor dikelilingi oleh

pembuluh darah/limfatik dan endothelium di sekitarnya.

Identifikasi LVI pada preparat digunakan dengan pengecatan

hematoksilin eosin (HE). Dinilai dengan LVI positif atau LVI

negatif.

7. Tumor Infiltrating Lymphocytes (TIL) adalah penilaian secara

histopatologi ada tidaknya dan pola sebaran limfosit pada jaringan

tumor.

Kriteria objektif :
o Tinggi, Termasuk kriteria Positif Kuat dan Sedang. Apabila

limfosit tersebar merata pada jaringan tumor.

o Rendah, Termasuk kriteria Positif Ringan dan negatif.

Apabila infiltrasi limfosit terjadi fokal atau tidak ditemukan

dan tidak tersebar merata pada jaringan tumor.

8. Grade Histologi membagi 2 kelompok tinggi dan rendah


berdasarkan derajat dari fenotip kanker payudara yang terdiri dari
diferensiasi baik (grade 1), sedang (grade 2), buruk (grade 3)
sesuai dengan kriteria Blom dan Richardson, dimana grade tinggi
adalah grade 2 dan grade 3, dan grade rendah adalah grade 1.
9. Respon Kemoterapi adalah penilaian ukuran tumor payudara

sebelum dan sesudah kemoterapi neoajuvan sebanyak 3 seri.

Dibagi menjadi :
53

a. Complete Remission (CR) : tumor menghilang, yang ditentukan

melalui dua penilaian dengan selang waktu yang tidak kurang

dari 4 minggu

b. Partial Remission (PR): ukuran tumor berkurang ≥ 30% yang

ditentukan melalui 2 penilaian dengan selang waktu yang tidak

kurang dari 4 minggu, dan tidak ada pertumbuhan tunor baru

atau peningkatan lesi yang telah ada

Pengukuran dapat berupa:

1) Bidimensional

 Lesi Tunggal : Ukuran tumor berkurang 30%

 Lesi multipel : Jumlah tumor berkurang 30%

2) Undimensional : Ukuran tumor berkurang 30% secara linier

c. No Change (NC) : Ukuran tumor berkurang < 30% atau ada

pertumbuhan sebanyak 25%

d. Progression (P) : Ukuran tumor bertambah besar > 25% atau

ada pertumbuhan tumor baru.

Pada penelitian ini respon kemoterapi dibagi menjadi dua

kelompok : respon positif ( complete response dan parsial

response ) dan respon negatif / tidak berespon ( no response dan

progressive response )
54

4.12 Hubungan Antar Variabel

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Respon
NF-κB Kemoterapi

Variabel Antara

Usia,
Grade Histologi
LVI
TIL

4.13 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan cara pengumpulan data deskriptif

penderita dari bagian rekam medik RSUP Sanglah mulai Maret 2019 serta

pengumpulan data penderita kanker payudara yang sementara dirawat di

bangsal perawatan bedah Onkologi atau yang kontrol di poliklinik rawat

jalan bedah Onkologi sampai jumlah sampel mencukupi.

4.14 Metode Analisis


55

Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis

data, kemudian dipilih metode statistik yang sesuai.

1. Analisis deskriptif, untuk menggambarkan karakteristik subjek

penelitian berdasarkan kelompok kasus dan kontrol.

2. Analisis bivariate, untuk menilai hubungan NF-κB dan respon

kemoterapi, dengan menggunakan chi square test.

Kasus (Resisten) Kontrol (Sensitif)


NF-κB ↑ A B a+b
NF-κB ↓ C D c+d
a+c b+d

OR = ad/bc

OR >1 NF-κB tinggi meningkatkan risiko tidak respon

OR = 1 tidak ada hubungan

3. Analisis multivariate, untuk menilai pengaruh murni dari NF-κB dan

respon kemoterapi dengan memperhitungkan variabel perancu dengan

menggunakan regresi logistik.

Keputusan hasil pengujian hipotesis ditetapkan sebagai berikut :

1. Tidak bermakna, jika nilai p > 0.05

2. Bermakna, jika nilai p ≤ 0.05


56

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Penelitian

Selama periode penelitian diperoleh 40 subyek yang memenuhi kriteria

penelitian. Dari sampel yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan 20 kasus

(50% ) yang berrespon sensitif terhadap kemoterapi serta 20 kasus (50% ) yang

resisten kemoterapi. Gambaran karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur

didapatkan data umur termuda 32 tahun dan yang tertua adalah 72 tahun dengan

rerata dari sampel penelitian adalah 51,4  SD 10,12 tahun. ( Tabel 5.1 ).

Tabel 5.1 Analisis Univariat karakteristik subjek dan variabel penelitian


Karakteristik N %
Usia Mean 51.4 SD 10.12
Menopause
Pre-menopause 23 57.5
Post-menopause 17 42.5
Respon kemoterapi
Sensitif 20 50
Resisten 20 50
Hscore NF-κB Mean 198.25 SD 69.76
Grade
Tinggi 37 92.5
Rendah 3 7.5
57

LVI
Positif 14 35
Negatif 26 65
TIL
Tinggi 8 20
Rendah 32 80

Kelompok umur 50 tahun didapatkan 19 subyek sedangkan kelompok

umur >50 tahun didapatkan 21 subyek. Berdasarkan karakteristik patologi,

keseluruhan sampel adalah invasif carcinoma of NST. Berdasarkan grading

histopatologi didapatkan variasi grade sampel yaitu grade I sebanyak 7 kasus

(17,5%), grade II 19 kasus (47,5%) dan grade III 14 kasus (35%). Keterlibatan

invasi limfovaskular / LVI 14 kasus (35%) positif dan 26 kasus (65%) negatif.

Untuk TIL / Tumor Infiltrating Lymphosit terdapat 33 kasus ( 82,5% ) rendah

( negatif – positif rendah ) dan 7 kasus (17,5%) tinggi ( positif kuat – sedang ).

Penilaian ekspresi dari NF-КB dikategorikan dengan menggunakan

kriteria H-Score dimana nilai terendah dari 40 sampel 2 adalah 75 dan nilai

tertinggi 300 dengan mean 198,25 SD 69,76

Analisis Bivariat

Uji normalitas data dengan Shapiro Wilk menunjukkan seluruh

data tidak berdistribusi normal, yang menandakan bahwa data akan diuji dengan

tes non parametrik. Pada Tabel 5.2 ditunjukkan bahwa dengan uji Statistik Mann

Whitney, tidak ada perbedaan usia yang signifikan antara kelompok yang sensitif
58

dan resisten terhadap kemoterapi (p=0.464). Di sisi lain, juga tidak ditunjukkan

perbedaan signifikan antara status menopause antara kedua kelompok (p=0.523).

Gambar 5.1 : Foto mikroskopis Ekspresi NF-КB (pembesaran 400x) pada


beberapa Sampel KPD luminal A Lanjut lokal: (A) Kontrol Normal ekspresi NF-
КB hasil optimasi reagen memakai jaringan kandung kemih tikus (B) Spec.
1318.15.IV dengan H-Score=80 pada kelompok Kemosensitif (C) Spec.2689.15.I
dengan H-Score=100 pada kelompok Kemosensitif (D) Spec. 0755.15.V dengan
H-Score 300 pada kelompok Kemoresisten (E) Spec. 2689.15.III dengan H-Score
pada Kelompok Kemoresisten.

Hal ini menunjukkan bahwa data pada kedua kelompok memiliki karakteristik

yang sama dari segi usia dan status menopause. Pada penelitian ini, ditunjukkan

bahwa Hscore dapat membedakan antara kelompok yang sensitif dan resisten

terhadap respon kemoterapi dengan p-Value =0.015, sedangkan variabel lain

yaitu: grade, LVI, dan TIL tidak menunjukkan perbedaan Respon kemoterapi

dengan signifikansi masing-masing secara berurutan adalah p=1.00; p=0.741;

p=0.695.
59

Tabel 5.2 Analisis Bivariat


Kelompok Sensitif Resisten Total OR P
(kontrol) (kasus)

Usia 51.9 (SD 8.8) 50.9 (SD - - 0.464


11.5)
Menopause
Premenopause 10 13 23 0.538 0.523
Postmenopause 10 7 7 (95%CI 0.15-
1.92)
H-score NF-κB 169.75 (SD 226.75 - - 0.015
57.23) (70.69)
Grade
Tinggi 19 18 37 2.11 1.000
Rendah 1 2 3 (95%CI 0.17-
25.35)
LVI
Positif 6 8 14 0.643 0.741
Negatif 14 12 26 (95%CI 0.17-
2.38)
TIL
Positif 3 5 8 0.529 0.695
Negatif 17 15 32 (95%CI 0.11-
2.59)

5.3 Analisis Multivariat

Untuk menilai pengaruh murni dari NF-КB dan respon kemoterapi dengan

memperhitungkan variabel perancu dengan menggunakan regresi logistik sebagai

analisis multivariat. Dari analisa logistik regresi didapatkan nilai signifikansi NF-

КB adalah p-Value=0,019, hal ini menunjukkan bahwa Overekspresi NF-КB

(NF-КB ekspresi positif ) merupakan faktor risiko kemoresistensi pada Luminal

A stadium Lanjut lokal di RSUP Sanglah Denpasar. ( Tabel 5.3 )


60

Tabel 5.3 Hasil Analisis Multivariat Hubungan NF-КB dengan Respon


Kemoterapi

Adjusted
Variabel 95% C I Nilai P
OR
NF-КB 0,985 0,972-0,997 0,019
Usia 3,638 0,68-19,31 0,13
Grading 2,5 0,47-13,6 0,27
LVI 1,48 0,298-7,36 0,63
TIL 0,98 0,155-9,219 0,98
61

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Klinikopatologis Pasien KPD Luminal A Stadium Lanjut

Lokal dengan Resistensi Kemoterapi Anthracyclin

Sampel pada penelitian ini adalah pasien wanita KPD luminal A stadium

lanjut lokal yang datang berobat ke bagian bedah Onkologi RSUP Sanglah

Denpasar. Didapatkan masing-masing 20 sampel resisten dan sensitif yang

tercatat didalam Rekam medis dari tahun 2014-2017. Pada penelitian ini rerata

usia sampel penelitian adalah 51.4  SD 10.12 dengan usia termuda adalah 32

tahun dan tertua 72 tahun. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara

kelompok kasus dan kontrol dari segi Usia (p=0,464). Sebaran data usia masing-

masing kelompok pada penelitian ini tidak normal (Saphiro wilk: 0,011) dimana

51.9 (SD 8.8) pada kelompok sensitif dan 50.9 (SD 11.5) pada kelompok resisten.

Hubungan antara usia dengan respon terapi masih kontroversi, dalam suatu

laporan penelitian menjelaskan bahwa usia tidak berhubungan dengan respon

patologis dan respon klinis dari kemoterapi (Gajdos, Tartter and Estabrook, 2002).

Laporan penelitian lain menjelaskan hubungan yang signifikan antara usia dengan

kemoterapi pasien dimana pasien KPD >65 tahun memiliki kemungkinan pCR

yang lebih rendah dibandingkan pasien KPD <40 tahun tetapi hanya terbatas pada

pasien dengan dengan HER (+) /HR (-).(Waldenfels et al., 2018)


62

Pada penelitian ini menunjukkan homogenitas distribusi sampel status

menstruasi baik dari kelompok kasus dan kelompok kontrol (p=0,523). Hal ini

menjadi keuntungan peneliti sehingga akan mengurangi potensi bias dari variabel

kontrol. Pada penelitian yang dilakukan di thailand tentang hubungan status

menstruasi dengan Molekular subtipe, menunjukkan bahwa sebaran Subtipe

luminal A pada pasien dengan premenopause dan post menopause memang tidak

jauh berbeda. (Tubtimhin et al., 2018)

6.2.1 Hubungan antara Grade Histologi KPD Luminal A Stadium Lanjut

Lokal dengan Resistensi kemoterapi berbasis Anthracyclin.

Gambaran grade histologi pada penelitian ini adalah grade I: 6 sampel

(15%), grade 2: 19 (47,5%), grade 3 (37,5%). dalam penelitian ini persentase

sampel dengan grading histologi 2 paling banyak bila dibandingkan dengan grade

1 dan 3. Hal ini inkosisten dengan penelitian yang dilakukan oleh departemen

histologi dan Biologi sel UGM dimana dari 102 pasien dari kelompok Luminal A

grade 3 (50,6%) dan sisanya terbagi atas grade 1 dan 2. (Setyawati et al., 2018)

Analisa bivariat menunjukkan hasil grade histologi tidak berhubungan dengan

proses kemoresistensi dengan nilai signifikansi (p: 1,00). Hal ini mendukung

laporan penelitian yang dilakukan nottingham university yang menyatakan bahwa

grade histologi memberikan informasi prognostik yang penting untuk pasien

KPD, tetapi tidak sebagai faktor prediksi terhadap respon kemoterapi (Blows et

al., 2010)
63

6.2.2 Hubungan antara LVI KPD Luminal A Stadium Lanjut Lokal dengan

Resistensi kemoterapi berbasis Anthracyclin.

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan LVI yang signifikan

antara kelompok kasus dengan kontrol (p=0,741). LVI positif pada 14 sampel

(35%) 6 sampel pada kelompok sensitif dan 8 sampel pada kelompok Resisten.

Terdapat LVI negatif 26 sampel (65%) dengan sebaran 14 sampel pada kelompok

sensitif dan 12 sampel pada kelompok resisten. Pada penelitian yang dilakukan di

Jinan-Shandong University Cina dilaporkan bahwa LVI pada luminal A tidak

berbeda jauh bila dibandingkan dengan subtipe lain.(He et al., 2017) oleh karena

tidak adanya perbedaan LVI pada kedua kelompok yang diuji maka dapat

dipastikan bahwa LVI tidak memiliki hubungan dengan kemoresisten. Sesuai

dengan uraian penelitian yang menyatakan bahwa LVI memiliki nilai prediksi

resistensi Kemoterapi hanya apabila ditemukan keterlibatan limfonodi regional.

(Sasanpour et al., 2018)

6.2.3 Hubungan antara TIL KPD Luminal A Stadium Lanjut Lokal dengan

Resistensi kemoterapi berbasis Anthracyclin.

Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan TIL yang signifikan antara

kelompok resisten dan dan sensitif (p:0,594). Limfosit yang menginfiltrasi tumor

ditemukan 8 (20%) sampel (+) dan 32 (80%) sampel (-). Percobaan fase III pada

pasien KPD BIG02- 98, FinHER, ECOG2197, and ECOG1199 phase III trials in

BC melaporkan bahwa Dibandingkan dengan subtipe yang lain, luminal memiliki

tingkat TIL yang sangat rendah dan merupakan Faktor prediksi hanya pada
64

subtipe TNBC dan HER2 (+).(Kashiwagi et al., 2016) Sesuai dengan referensi

diatas, Penelitian ini menyimpulkan bahwa TIL bukan faktor risiko dari

kemoresisten KPD luminal A lanjut lokal.

6.3 Hubungan Antara Ekspresi NF-КB pasien KPD Luminal A Stadium

Lanjut Lokal dengan Resistensi kemoterapi berbasis Anthracyclin.

Dari analisa univariat menunjukkan mean H-score NF-КB =198,25 SD

69,76, dimana nilai terendah =75 terdapat pada kelompok sensitif dan nilai

terendah = 300 yang terdapat 4 sampel dari kelompok resisten. Melalui

perhitungan yang dilakukan dengan analisa non parametrik Mann Whitney U,

terdapat perbedaan H-score NF-КB dari kelompok resisten dan sensitif dengan

p=0,015; dan setelah di uji dengan regresi Logistik menyimpulkan bahwa NF-КB

merupakan variabel independen dari Kemoresisten Anthracyclin pasien KPD

luminal A stadium lanjut lokal dengan p=0,019 OR 0,985 (95% CI =0,97-0,99).

Sesuai dengan teori yang disampaikan dalam jurnal tahun 2006 oleh C. Montagut

yang menyatakan bahwa penilaian aktivasi IHK NF-kB/p65 melalui pemeriksaan

IHC dapat dijadikan sebagai faktor prediksi resistensi kemoterapi pada pasien

KPD. (Montagut, 2006). Temuan ini sesuai dengan hipotesa bahwa peningkatan

aktivitas NF-кB menyebabkan penurunan ekspresi Bid dan meningkatkan kadar

Bcl-xL dan Bcl-2. Pergeseran ekspresi protein pro dan anti apoptosis tercermin

dalam peningkatan sensitivitas sel-sel ini untuk pengobatan kemoterapi (Yang et

al., 2011). Penelitian lain yang mendukung hal ini juga melaporkan bahwa sel

resisten menunjukan adanya peningkatan ekspresi NF-кB dibandingkan dengan


65

mereka yang sensitif, sehingga adanya implikasi NF-кB dapat digunakan sebagai

mediator potensial resistensi(Godwin et al., 2013).

Pada tahun 2016 telah dilakukan penelitian tentang pengaruh NF-KB terhadap

ekspresi Estrogen Reseptor pada KPD subtipe Luminal B.(Rutering et al., 2016)

dimana hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa NFKB menurunkan ekspresi ER


pada pada KPD subtipe luminal. Pada penelitian in vitro yang dilakukan di Illinois U.S
dengan menggunakan cell line MCF-7 juga menunjukkan konsistensi ER dan NFκB yang
meningkatkan faktor transkripsi gen prosurvival BIRC3 dalam melindungi sel KPD dari
apoptosis(Frasor et al., 2009). Hal ini mendukung dan menjadi prinsip dasar penelitian klinis
dimana telah dibuktikan bahwa NFκB
berperan penting terhadap moifikasi ER dan
mencetuskan terjadinya resistensi terhadap Hormonal terapi pada pasien KPD.
(Leen Sas*1 et al., 2012)

telah dilakukan 2 Penelitian yang belum dipublikasikan di departeman bedah


Onkologi Universitas Hassanudin berkaitan tentang hubungan NFκB terhadap
kemoresisten terhadap beberapa subtype KPD lanjut lokal, dimana hasilnya
menunjukkan bahwa kemoresistensi lebih banyak terjadi pada pasien dengan HR
(-) dan HER2 (+). dan penelitian ini baru pertama kali di Indonesia yang melihat
konsistensi NFκB sebagai agen anti apoptosis pada kasus KPD lanjut lokal
subtype luminal A yang diberikan kemoterapi berbasis ANthracyclin.

Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah ukuran penelitian yang


sangat terbatas, dan dilakukan secara retrospektif dengan kelompok resisten dan
sensitif masing-masing hanya terdapat 20 sampel.ian kami adalah retrospektif, dan
kelompok kemoterapi berisi 24 pasien. Kami tidak dapat menarik kesimpulan

First, mi- croarray analysis has shown that nodal status and tumor size cannot be
correlated with biologically distinct dis- eases.15 These findings suggest that biological
character- istics, not node positivity, are indications for the use of chemotherapy.4
Therefore, in our study, luminal A breast cancer in patients with larger tumors and lymph
node involvement may exhibit lower malignant potential. Sec- ond, the chemotherapy
regimen used in this study was at the lower limit of standard regimens in regard to
66

dosages (epirubicin: 60–100 mg/m2, docetaxel: 60–100 mg/m2, paclitaxel: 80–100


mg/m2). A less-efficacious regimen might be the reason that we did not detect a
significant effect in the chemotherapy group. Third, the size of this study is a limitation.
Our study is retrospective, and the chemotherapy group contained 24 patients. We cannot
draw a conclusion using such a small dataset. Fourth, unknown cases regarding nuclear
grade and/or Ki-67 could affect the results. In our study, nuclear grade in 34 patients was
unknown because the grading is gener- ally used in patients with invasive ductal
carcinoma and there is no consensus to decide nuclear grade in patients with special types
of breast cancer. Ki-67 in 122 patients was unknown because it was introduced in May
2009, and the confidence for specimens embedded in paraf- fin and preserved for long
time is not established. Ki-67 and/or nuclear grade are important factors to distinguish
luminal A and luminal B (HER2 negative type) in the 12th St. Gallen International Breast
Cancer Conference held in 2011. Among them, the cases belonging to lu- minal B (HER2
negative type) could be included and it may influence the result in patients with large
tumor size and lymph node involvement.
67

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Dari penelitian ini disimpulkan bahwa overekspresi NF-КB merupakan

faktor risiko terjadinya kemoresisten Anthrasiklin KPD subtipe

Luminal A lanjut lokal di RSUP Sanglah.

7.2 Saran

1. Overekspresi NF-КB dapat dipertimbangkan sebagai faktor prediksi terjadinya

kemoresisten Anthracyclin pasien KPD luminal A stadium lanjut lokal di RSUP

Sanglah.
68

2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik dan jumlah sampel

yang lebih banyak untuk sampai pada tahap biomarker ini dapat digunakan

sebagai pemeriksaan tambahan dalam penanganan KPD subtipe Luminal A lanjut

lokal yang resisten terhadap kemoterapi anthrasiklin.


69

DAFTAR PUSTAKA
Aebi, S. et al. (2011) ‘Cervical cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for
diagnosis, treatment and follow-up’, Annals of Oncology, 22(Supplement 6), pp.
vi12–vi24. doi: 10.1093/annonc/mdr371.
Aggarwal, B. B. et al. (2004) ‘Nuclear transcription factor NF-kappa B: Role in
biology and medicine’, Indian Journal of Experimental Biology, 42(4), pp. 341–
353.
Bardou, V. J. et al. (2003) ‘Progesterone receptor status significantly improves
outcome prediction over estrogen receptor status alone for adjuvant endocrine
therapy in two large breast cancer databases’, Journal of Clinical Oncology,
21(10), pp. 1973–1979. doi: 10.1200/JCO.2003.09.099.
Barisic, S. et al. (2008) ‘Identification of PP2A as a crucial regulator of the NF-
κB feedback loop: Its inhibition by UVB turns NF-κB into a pro-apoptotic factor’,
Cell Death and Differentiation, 15(11), pp. 1681–1690. doi: 10.1038/cdd.2008.98.
Beresford, M. J., Wilson, G. D. and Makris, A. (2006) ‘Measuring proliferation in
breast cancer: Practicalities and applications’, Breast Cancer Research, 8(6), pp.
1–11. doi: 10.1186/bcr1618.
Biswas, D. K. et al. (2004) ‘NF- B activation in human breast cancer specimens
and its role in cell proliferation and apoptosis’, Proceedings of the National
Academy of Sciences, 101(27), pp. 10137–10142. doi: 10.1073/pnas.0403621101.
Blows, F. M. et al. (2010) ‘Subtyping of breast cancer by immunohistochemistry
to investigate a relationship between subtype and short and long term survival: A
collaborative analysis of data for 10,159 cases from 12 studies’, PLoS Medicine,
7(5). doi: 10.1371/journal.pmed.1000279.
Bonizzi, G. and Karin, M. (2004) ‘The two NF-κB activation pathways and their
role in innate and adaptive immunity’, Trends in Immunology, 25(6), pp. 280–288.
doi: 10.1016/j.it.2004.03.008.
Brackstone, M. (2015) ‘Response to: “Current definition of locally advanced
breast cancer”’, Current Oncology, 22(5), p. e411. doi: 10.3747/co.22.2808.
Chuang, S. E. et al. (2002) ‘Basal levels and patterns of anticancer drug-induced
activation of nuclear factor-κB (NF-κB), and its attenuation by tamoxifen,
dexamethasone, and curcumin in carcinoma cells’, Biochemical Pharmacology,
63(9), pp. 1709–1716. doi: 10.1016/S0006-2952(02)00931-0.
Coates, A. S. et al. (2015) ‘Tailoring therapies—improving the management of
early breast cancer: St Gallen International Expert Consensus on the Primary
Therapy of Early Breast Cancer 2015 A.’, Annals ofOncology, 26(6), pp. 1533–
46. doi: 10.1093/annonc/mdv221.
70

Colozza, M. et al. (2005) ‘Proliferative markers as prognostic and predictive tools


in early breast cancer: Where are we now?’, Annals of Oncology, 16(11), pp.
1723–1739. doi: 10.1093/annonc/mdi352.
Curigliano, G. et al. (2017) ‘De-escalating and escalating treatments for early-
stage breast cancer: the St. Gallen International Expert Consensus Conference on
the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2017’.
Denkert, C. et al. (2010) ‘Tumor-associated lymphocytes as an independent
predictor of response to neoadjuvant chemotherapy in breast cancer’, Journal of
Clinical Oncology, 28(1), pp. 105–113. doi: 10.1200/JCO.2009.23.7370.
Deo, S. V. S. et al. (2003) ‘Randomized Trial Comparing Neo-Adjuvant Versus
Adjuvant Chemotherapy in Operable Locally Advanced Breast Cancer (T4b N0-2
MO)’, Journal of Surgical Oncology, 84(4), pp. 192–197. doi: 10.1002/jso.10323.
Eisenhauer, E. A. et al. (2009) ‘New response evaluation criteria in solid tumours:
Revised RECIST guideline (version 1.1)’, European Journal of Cancer. Elsevier
Ltd, 45(2), pp. 228–247. doi: 10.1016/j.ejca.2008.10.026.
Ellis, I. O. et al. (2004) ‘Updated recommendations for HER2 testing in the UK’,
Journal of Clinical Pathology, 57(3), pp. 233–237. doi: 10.1136/jcp.2003.007724.
Elmore, S. (2007) ‘Apoptosis: A Review of Programmed Cell Death’, Toxicologic
Pathology, 35(4), pp. 495–516. doi: 10.1080/01926230701320337.
Engstrøm, M. J. et al. (2013) ‘Molecular subtypes, histopathological grade and
survival in a historic cohort of breast cancer patients.’, Breast cancer research
and treatment, 140(3), pp. 463–473. doi: 10.1007/s10549-013-2647-2.
Fan, C. M. and Maniatis, T. (1991) ‘Generation of p50 subunit of NF-kB by
processing of p105 through an ATP-dependent pathway’, Nature, 354(6352), pp.
395–398. doi: 10.1038/354395a0.
Ferlay, J. et al. (2015) ‘Cancer incidence and mortality worldwide: Sources,
methods and major patterns in GLOBOCAN 2012’, International Journal of
Cancer, 136(5), pp. E359–E386. doi: 10.1002/ijc.29210.
Frasor, J. et al. (2009) ‘Positive cross-talk between estrogen receptor and NF-κB
in breast cancer’, Cancer Research, 69(23), pp. 8918–8925. doi: 10.1158/0008-
5472.CAN-09-2608.
Gajdos, C., Tartter, P. I. A. N. and Estabrook, A. (2002) ‘Relationship of Clinical
and Pathologic Response to Neoadjuvant Chemotherapy and Outcome of Locally
Advanced Breast Cancer’, (January), pp. 4–11. doi: 10.1002/jso.10090.
Gamble, C. et al. (2012) ‘Inhibitory kappa B kinases as targets for
pharmacological regulation’, British Journal of Pharmacology, 165(4), pp. 802–
819. doi: 10.1111/j.1476-5381.2011.01608.x.
71

Garg, P. K. (2014) ‘Inflammatory breast cancer: A clinical diagnosis’, Singapore


Medical Journal, 55(3), p. 170. doi: 10.11622/smedj.2014043.
Ghosh, G. et al. (2012) ‘NF-κB regulation : lessons from structures’, 246, pp. 36–
58.
Gilmore, T. D. (2006) ‘Introduction to NF-κB: Players, pathways, perspectives’,
Oncogene, 25(51), pp. 6680–6684. doi: 10.1038/sj.onc.1209954.
Godwin, P. et al. (2013) ‘Targeting Nuclear Factor-Kappa B to Overcome
Resistance to Chemotherapy’, Frontiers in Oncology, 3(May), pp. 1–10. doi:
10.3389/fonc.2013.00120.
Goldhirsch, A. et al. (2011) ‘Strategies for subtypes-dealing with the diversity of
breast cancer: Highlights of the St Gallen international expert consensus on the
primary therapy of early breast cancer 2011’, Annals of Oncology, 22(8), pp.
1736–1747. doi: 10.1093/annonc/mdr304.
Gupta, V. and Liu, Y.-Y. (2013) ‘New Insights on Glucosylceramide Synthase in
Cancer Drug Resistance and Myelosuppression’, Biochemistry & Pharmacology:
Open Access, 02(03), pp. 3–5. doi: 10.4172/2167-0501.1000120.
Hanahan, D. and Weinberg, R. A. (2011) ‘Hallmarks of Cancer: The Next
Generation Douglas’, Cell. Elsevier Inc., 144(1), pp. 646–74. doi:
10.1016/j.cell.2011.02.013.
He, K. W. et al. (2017) ‘Prognostic significance of lymphatic vessel invasion
diagnosed by D2-40 in Chinese invasive breast cancers’, Medicine, 96(44), p.
e8490. doi: 10.1097/MD.0000000000008490.
Ho, W. C., Dickson, K. M. and Barker, P. a (2005) ‘Nuclear Factor- κ B Induced
by Doxorubicin Is Deficient in Phosphorylation and Acetylation and Represses
Nuclear Factor- κ B − Dependent Transcription in Cancer Cells Phosphorylation
and Acetylation and Represses Nuclear Factor- K B – Dependent Transcript’,
Cancer Research, 65(10), pp. 4273–4281.
Huxford, T. et al. (1998) ‘The crystal structure of the IκBα/NF-κB complex
reveals mechanisms of NF-κB inactivation’, Cell, 95(6), pp. 759–770. doi:
10.1016/S0092-8674(00)81699-2.
Ichikawa, Y. et al. (2014) ‘Cardiotoxicity of doxorubicin is mediated through
mitochondrial iron accumulation’, The Journal of Clinical Investigation, 124(2),
pp. 617–630. doi: 10.1080/00222339108052141.
Johnson, C. et al. (1999) ‘An N-terminal nuclear export signal is required for the
nucleocytoplasmic shuttling of IkappaBalpha’, EMBO Journal, 18(23), pp. 6682–
93. doi: 10.1093/emboj/18.23.6682.
Karin, M. and Lin, A. (2002) ‘NF-κB at the crossroads of life and death’, Nature
72

Immunology. Nature Publishing Group, 3, p. 221. Available at:


http://dx.doi.org/10.1038/ni0302-221.
Kashiwagi, S. et al. (2016) ‘Abstract P3-07-33: Prediction of the treatment
response to neoadjuvant chemotherapy in breast cancer by subtypes using tumor-
infiltrating lymphocytes’, Cancer Research, 76(4 Supplement), pp. P3-07-33-P3-
07–33. doi: 10.1158/1538-7445.sabcs15-p3-07-33.
Kerbel, R. S. (1997) ‘A cancer therapy resistant to resistance’, Nature, 390(6658),
pp. 335–336. doi: 10.1038/36978.
Kieran, M. et al. (1990) ‘The DNA binding subunit of NF-κB is identical to factor
KBF1 and homologous to the rel oncogene product’, Cell, 62(5), pp. 1007–1018.
doi: 10.1016/0092-8674(90)90275-J.
Kim, H. et al. (2006) ‘Hierarchical regulation of mitochondrion-dependent
apoptosis by BCL-2 subfamilies’, Nature Cell Biology, 8(12), pp. 1348–1358. doi:
10.1038/ncb1499.
Kurosaka, K. et al. (2003) ‘Silent Cleanup of Very Early Apoptotic Cells by
Macrophages’, The Journal of Immunology, 171(9), pp. 4672–4679. doi:
10.4049/jimmunol.171.9.4672.
LA, D. et al. (2004) ‘NF-kappa B inhibition markedly enhances sensitivity of
resistant breast cancer tumor cells to tamoxifen.’, Annals of Surgical Oncology,
15(6), pp. 885–90. doi: 10.1245/s10434-016-5625-1.
Lee, M. C. and Newman, L. A. (2007) ‘Management of Patients with Locally
Advanced Breast Cancer’, Surgical Clinics of North America, 87(2), pp. 379–398.
doi: 10.1016/j.suc.2007.01.012.
Leen Sas*1, 2 et al. (2012) ‘The interaction between ER and NFкB in resistance
to endocrine therapy Leen’, Breast Cancer Research, 14(2), pp. 1–14. doi:
10.1186/bcr3196.
Li, Y. et al. (2005) ‘Inactivation of Nuclear Factor κ B by Soy Isoflavone
Genistein Contributes to Increased Apoptosis Induced by Chemotherapeutic
Agents in Human Cancer Cells Inactivation of Nuclear Factor K B by Soy
Isoflavone Genistein Contributes to Increased Apoptosis In’, (15), pp. 6934–6942.
doi: 10.1158/0008-5472.CAN-04-4604.
Li, Z.-W. et al. (1999) ‘The IKKβ Subunit of IκB Kinase (IKK) is Essential for
Nuclear Factor κB Activation and Prevention of Apoptosis’, The Journal of
Experimental Medicine, 189(11), pp. 1839–1845. doi: 10.1084/jem.189.11.1839.
Longley, D. B. and Johnston, P. G. (2005) ‘Molecular mechanisms of drug
resistance’, Journal of Pathology, 205(2), pp. 275–292. doi: 10.1002/path.1706.
Mandilaras, V. et al. (2015) ‘Concurrent chemoradiotherapy for locally advanced
73

breast cancer—time for a new paradigm?’, Current Oncology, 22(1), pp. 25–32.
doi: 10.3747/co.21.2043.
Minotti, G. (2004) ‘Anthracyclines: Molecular Advances and Pharmacologic
Developments in Antitumor Activity and Cardiotoxicity’, Pharmacological
Reviews, 56(2), pp. 185–229. doi: 10.1124/pr.56.2.6.
Montagut, C. (2006) ‘Activation of nuclear factor-  B is linked to resistance to
neoadjuvant chemotherapy in breast cancer patients’, Endocrine Related Cancer,
13(2), pp. 607–616. doi: 10.1677/erc.1.01171.
Nakshatri, H. et al. (1997) ‘Constitutive activation of NF-kappaB during
progression of breast cancer to hormone-independent growth.’, Molecular and
cellular biology, 17(7), pp. 3629–3639.
Nielsen, T. O. et al. (2017) ‘High-risk premenopausal Luminal A breast cancer
patients derive no benefit from adjuvant cyclophosphamide-based chemotherapy:
Results from the DBCG77B clinical trial’, Clinical Cancer Research, 23(4), pp.
946–953. doi: 10.1158/1078-0432.CCR-16-1278.
Nishikori, M. (2005) ‘Classical and Alternative NF-kB Activation Pathways and
Their Roles in Lymphoid Malignancies’, J.Clin.Exp.Hematopathol Vol.45, 45(1),
pp. 15–24. doi: 10.1007/BF02450729.
Papademetriou, K. et al. (2010) ‘Neoadjuvant therapy for locally advanced breast
cancer: Focus on chemotherapy and biological targeted treatments’
armamentarium’, Journal of Thoracic Disease, 2(3), pp. 160–170. doi:
10.3978/j.issn.2072-1439.2010.02.03.8.
Perkins, N. D. (2012) ‘The diverse and complex roles of NF-κB subunits in
cancer’, Nature Reviews Cancer, 12(2), pp. 121–132. doi: 10.1038/nrc3204.
Perou, C. M. et al. (2000) ‘Molecular portraits of human breast tumours’, Nature.
Macmillan Magazines Ltd., 406, p. 747. Available at:
http://dx.doi.org/10.1038/35021093.
Razani, B. et al. (2010) ‘Negative feedback in noncanonical NF-κB signaling
modulates NIK stability through IKKα-mediated phosphorylation’, Science
Signaling, 3(123), pp. 1–10. doi: 10.1126/scisignal.2000778.
Reis-Filho, J. S. and Pusztai, L. (2011) ‘Gene expression profiling in breast
cancer: Classification, prognostication, and prediction’, The Lancet, 378(9805),
pp. 1812–1823. doi: 10.1016/S0140-6736(11)61539-0.
Rhodes, A. et al. (2000) ‘Frequency of oestrogen and progesterone receptor
positivity by immunohistochemical analysis in 7016 breast carcinomas:
Correlation with patient age, assay sensitivity, threshold valued and
mammographic screening’, Journal of Clinical Pathology, 53(9), pp. 688–696.
doi: 10.1136/jcp.53.9.688.
74

Rutering, J. et al. (2016) ‘NFκB Affects Estrogen Receptor Expression and


Activity in Breast Cancer through Multiple Mechanisms’, Nature Rev Drug
Discovery, 5(6), pp. 1–8. doi: 10.4172/2157-7633.1000305.Improved.
Sakurai, H. et al. (2003) ‘Tumor necrosis factor-α-induced IKK phosphorylation
of NF-κB p65 on serine 536 is mediated through the TRAF2, TRAF5, and TAK1
signaling pathway’, Journal of Biological Chemistry, 278(38), pp. 36916–36923.
doi: 10.1074/jbc.M301598200.
Sasanpour, P. et al. (2018) ‘Predictors of Pathological Complete Response to
Neoadjuvant Chemotherapy in Iranian Breast Cancer Patients’, Asian Pacific
journal of cancer prevention : APJCP, 19(9), pp. 2423–2427. doi:
10.22034/APJCP.2018.19.9.2423.
Sen, R. and Baltimore, D. (1985) ‘lnducibility of K lmmunoglobulin Enhancer-
Binding Protein NFKB by a Posttranslational Mechanism’, 47, pp. 921–926. doi:
10.1016/0092-8674(86)90807-X,.
Setyawati, Y. et al. (2018) ‘The Association between Molecular Subtypes of
Breast Cancer with Histological Grade and Lymph Node Metastases in Indonesian
Woman’, 19, pp. 1263–1268. doi: 10.22034/APJCP.2018.19.5.1263.
Shao, W. and Brown, M. (2004) ‘Advances in estrogen receptor biology:
Prospects for improvements in targeted breast cancer therapy’, Breast Cancer
Research, 6(1), pp. 39–52. doi: 10.1186/bcr742.
Simos, D. et al. (2014) ‘Definition and consequences of locally advanced breast
cancer’, Current Opinion in Supportive and Palliative Care, 8(1), pp. 33–38. doi:
10.1097/SPC.0000000000000020.
Smith, B. D. (2016) ‘Breast Cancer’, Clinical Radiation Oncology, pp. 1329-
1344.e2. doi: 10.1016/B978-0-323-24098-7.00064-2.
Sørlie, T. et al. (2006) ‘Gene expression profiling can distinguish tumor
subclasses of breast carcinomas’, Gene Expression Profiling by Microarrays:
Clinical Implications, 98(19), pp. 132–161. doi:
10.1017/CBO9780511545849.008.
Speth, P. A. J., Hoesel, Q. G. C. M. Van and Haanen, C. (1988) ‘Cinsiyet ve Akıl
Cristopy Turcke.pdf’, 31, pp. 15–31.
Torre, L. A. et al. (2015) ‘Global Cancer Statistics, 2012’, CA: a cancer journal
of clinicians., 65(2), pp. 87–108. doi: 10.3322/caac.21262.
Tubtimhin, S. et al. (2018) ‘Molecular Subtypes and Prognostic Factors among
Premenopausal and Postmenopausal Thai Women with Invasive Breast Cancer :
15 Years Follow-up Data’, 19, pp. 3167–3174. doi:
10.31557/APJCP.2018.19.11.3167.
75

Waldenfels, G. Von et al. (2018) ‘Outcome after neoadjuvant chemotherapy in


elderly breast cancer patients – a pooled analysis of individual patient data from
eight prospectively randomized controlled trials’, 9(20), pp. 15168–15179.
Wilson, T. R., Longley, D. B. and Johnston, P. G. (2006) ‘Chemoresistance in
solid tumours’, Annals of Oncology, 17(SUPPL. 10), pp. 315–324. doi:
10.1093/annonc/mdl280.
Wong, R. S. Y. (2011) ‘Apoptosis in cancer: From pathogenesis to treatment’,
Journal of Experimental and Clinical Cancer Research. BioMed Central Ltd,
30(1), p. 87. doi: 10.1186/1756-9966-30-87.
Xiao, G., Harhaj, E. W. and Sun, S.-C. (2001) ‘NF-␬B-Inducing Kinase
Regulates the Processing of NF-␬B2 p100 another important level of NF-␬B
regulation. The unpro- cessed forms of these proteins function as I␬B-like mol-
ecules, forming latent complexes with NF-␬B members’, Molecular Cell, 7, pp.
401–409. doi: 10.1143/JJAP.46.5595.
Yang, H. et al. (2011) ‘The role of NF-E2-related factor 2 in predicting
chemoresistance and prognosis in advanced non-small-cell lung cancer’, Clinical
Lung Cancer, 12(3), pp. 166–171. doi: 10.1016/j.cllc.2011.03.012.
Zhou, Y. et al. (2005) ‘The NF??B pathway and endocrine-resistant breast
cancer’, Endocrine-Related Cancer, 12(SUPPL. 1), pp. 37–46. doi:
10.1677/erc.1.00977.
Zorca, I. et al. (2014) ‘Clinical Medicine Insights: Oncology’, Clinical Medicine
Insights: Oncology, pp. 107–111. doi: 10.4137/CMO.S18006.Received.

Anda mungkin juga menyukai