Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan keganasan yang umumnya menyerang

wanita dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

dunia, baik dilihat dari cara pencegahan maupun penanganannya. Kanker

payudara adalah penyebab kematian tertinggi di dunia, dengan perkiraan

1,7 juta kasus dengan kematian sebanyak 521.900 pada tahun 2012. Kanker

payudara merupakan 25% dari seluruh kasus kanker dan 15% dari seluruh

kematian akibat kanker pada wanita (Torre, 2015). Menurut data riset

kesehatan dasar 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 100

penduduk atau sekitar 347.000 orang (Kemenkes,2017)

Locally Advanced Breast Cancer (LABC) adalah kanker payudara

lanjut yang belum bermestastasis pada organ lain (Giordano et al., 2003).

Diperkirakan angka kejadian kasus baru LABC pertahun di dunia mencapai

300.000-450.000. Di Indonesia diperkirakan angka kejadian lebih dari 50%

kasus kanker payudara pertahun. Terapi multimodalitas dengan tujuan

sebagai kontrol lokal, regional dan sistemik seperti neoadjuvant

chemotherapy, sudah menjadi pilihan dan standar terapi dalam penanganan

LABC (Hortobagyi et al., 2010).

Neoadjuvant chemotherapy (NAC) untuk pengobatan kanker payudara


2

diperkenalkan pada tahun 1970. Istilah neoadjuvan, primer, preoperatif,

dan induksi semua digunakan untuk menggambarkan kemoterapi sistemik

yang diberikan sebagai terapi awal pada kanker payudara. Neoadjuvant

chemotherapy dapat menyebabkan downsizing tumor, sehingga

meningkatkan tingkat konservasi operasi payudara (Costa et al.,2018).

Neoadjuvant chemotherapy sebagai standar pada LABC dari berbagai uji

klinis menunjukkan hasil dengan respon bervariasi. Respon positif adalah

respon NAC dengan partial respons dan complete respons. Respon ini

didefinisikan sebagai massa tumor menghilang, atau minimal terjadi reduksi

ukuran tumor sampai 30% dan tidak ditemukan tumor yang baru. Respon

negatif adalah respon NAC dengan stable disease dan progressive disease.

Respon ini didefinisikan sebagai ukuran tumor berkurang < 30%, ukuran

tumor tetap, ukuran tumor bertambah atau ditemukan tumor yang baru

Regimen CAF merupakan singkatan kombinasi 3 obat kemoterapi

yaitu cyclophospamide, anthracycline/adriamycin dan 5-

flourouracil. Cyclophosmide merupakan golongan alkilator berfungsi untuk

merusak DNA sel tumor sehingga pembelahan sel tidak terjadi,

adriamisin/doxorubicin merupakan golongan antitumor antibiotik/

antrasiklin yang berfungsi menghambat sintesis DNA dari RNA sel tumor

sehingga replikasi dan pembelahan DNA sel tumor tidak terjadi, 5-

flourouracil merupakan golongan antimetabolit yang berperan sebagai

antagonis menghambat enzim timidilat sintetase yang diperlukan untuk

sintesa DNA sel tumor.

Saat ini terdapat beberapa biomarker yang dapat menjadi prediktor


3

terhadap respon neoadjuvant chemotherapy, salah satunya adalah

platelet lymphocyte ratio (PLR). PLR adalah salah satu parameter

hematologi yang dapat digunakan untuk mengetahui respon NAC pada

pasien dengan kanker payudara. PLR dapat digunakan sebagai indikator

untuk mengevaluasi respon inflamasi sistemik pada penderita kanker

(Asano et al., 2016).

PLR tinggi dikaitkan dengan poor overall survival (OS) dan disease-

free survival (DFS). PLR dapat berfungsi sebagai indikator prognosis buruk

pada pasien dengan kanker payudara (Zhu Y et al.,2016). Yuka asano dalam

penelitiannya mendapatkan kelompok nilai PLR yang rendah memiliki

pathological complete response (pCR) yang lebih tinggi. Kesimpulannya PLR

yang rendah menunjukkan respon sensitifitas NAC yang tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa PLR dapat digunakan sebagai prediktor terhadap

respon kemoterapi NAC (Asano et al.,2016).

Belum banyak yang melakukan penelitian mengenai hubungan PLR

dengan respon neoadjuvant chemotherapy NAC pada Locally Advanced

Breast Cancer (LABC). LABC merupakan kanker payudara yang akan

mempengaruhi sistem homeostasis. Pengaruh tumor terhadap faktor

pembekuan darah dan respon inflamasi yang diperankan oleh limfosit akan

mempengaruhi rasio platelet limfosit pada penderita kanker. Platelet

dapat mensekresi berbagai faktor pertumbuhan termasuk platelet derived

growth factor (PDGF), platelet activating factor (PAF), dan vascular

endothelial growth factor (VEGF), yang selanjutnya dapat mendukung

pertumbuhan tumor, angiogenesis dan metastasis. Platelet dapat

mempromosikan
4

perkembangan tumor dengan meningkatkan angiogenesis melalui sitokin

VEGF. Terdapat korelasi langsung antara jumlah trombosit yang

bersirkulasi dengan tingkat VEGF serum. Agregasi platelet dengan sel

tumor mempromosikan sel tumor menjadi hidup lebih lama. Platelet juga

dapat melindungi sel tumor dari eliminasi kekebalan tubuh dan terlibat

dalam pengembangan perilaku tumor agresif (Bambace & Holmes, 2011).

Limfosit memiliki aktivitas antitumor dengan menginduksi kematian sel

sitotoksik dan menghambat proliferasi tumor. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa peningkatan infiltrasi limfosit dalam jaringan tumor

memberikan hasil yang lebih baik pada pasien kanker (Zhu et al.,2016).

PLR merupakan suatu marker yang mudah, murah dan cepat untuk

dihitung namun masih belum banyak yang mengetahui perannya. Kurangnya

penelitian mengenai hubungan PLR terhadap respon NAC pada LABC saat ini

membuat peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut. Dengan mengetahui

hubungan PLR dan respon NAC maka nantinya klinisi dapat mempersiapkan

penatalaksaan yang baik pada penderita kanker payudara.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah platelet lymphocyte ratio rendah memiliki respon positif terhadap

neoadjuvant chemotherapy CAF (cyclophospamide,

anthracycline/doxorubicin, 5- flourouracil) pada pasien locally advanced

breast cancer?
5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan platelet lymphocyte ratio terhadap respon

neoadjuvant chemotherapy CAF (cyclophospamide,

anthracycline/adriamycin, 5- flourouracil) pada pasien locally advanced

breast cancer.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui apakah platelet lymphocyte ratio rendah mempunyai respon

positif terhadap neoadjuvant chemotherapy CAF pada pasien locally

advanced breast cancer.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan pengetahuan mengenai hubungan platelet lymphocyte ratio

terhadap respon neoadjuvant chemotherapy CAF pada pasien locally

advanced breast cancer.

1.4.2. Manfaat praktis

Platelet lymphocyte ratio dapat dijadikan prediktor marker yang andal dan

murah untuk menilai respon neoadjuvant chemoterapy CAF pada locally


6

advanced breast cancer.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Kanker payudara merupakan keganasan yang umumnya mengenai

wanita dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

dunia, baik dilihat dari aspek pencegahan maupun penanganannya.

Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian nomor dua

setelah kanker paru. Di Uni Eropa tahun 2006, kanker payudara merupakan

kasus keganasan terbanyak dengan angka kejadian 429.900 kasus baru, dan

1 juta wanita hidup menderita kanker payudara dengan angka kematian

100.000 pertahun. Diperkirakan 1.4 juta perempuan menderita kanker

payudara di seluruh dunia. Faktor risiko mayor untuk kanker payudara


7

ditentukan 3 kategori utama yaitu: reproduktif (paparan hormonal), genetik,

dan lingkungan. Rata-rata 1 dari 8 perempuan akan didiagnosis kanker

payudara dalam masa hidupnya (Ban & Godellas, 2014).

Berdasarkan data WHO tahun 2014, Indonesia mempunyai jumlah

kematian akibat kanker payudara mencapai 19.739 atau 1,41% dari

angka kematian total dan Age Adjusted Death Rate (AADR) sebesar

19,02 per

100.000 populasi yang menduduki ranking ke 61 kematian terbanyak di dunia.

Prevalensi kanker payudara di Indonesia yang diwakili data Dharmais

Cancer Center (DCC) adalah 63% kanker pada stadium III dan IV (

Kemenkes,2014)

Di Indonesia diperkirakan 133,52 kasus kanker per 100.000 orang

dewasa pada tahun 2012, dan diperkirakan 299.673 kasus secara total.

Kanker payudara menyumbang sekitar 9% penyebab kematian pada wanita

di kawasan Asia-Pasifik secara keseluruhan, peringkat keempat setelah

paru- paru, hati dan gaster. Di Indonesia diperkirakan sekitar 22% wanita

meninggal akibat kanker payudara (Globocan, 2012).

Angka harapan hidup penderita kanker payudara dalam 5 tahun

mencapai 80 % di negara maju, 60% di negara penghasilan menengah dan 40

% di negara penghasilan rendah seperti negara di Afrika (Coleman et

al.,2008).

Di Amerika Serikat angka kejadian LABC relatif rendah yaitu kurang

dari 5% pada kelompok wanita aktif yang mengikuti program skrining secara

berkala, sedangkan pada kelompok wanita yang tidak memiliki akses


8

program skrining, angka kejadian relatif tinggi yaitu sekitar 40% - 60%. Angka

kejadian LABC di Negara berkembang tidak jauh berbeda seperti : India

sekitar 50% - 70%, Arab sekitar 60% - 80% dan diperkirakan 300.000 -

450.000 kasus baru pertahun di dunia. Di Indonesia sampai saat ini belum

ada data rinci, diperkirakan angka kejadian lebih dari 50% kasus

dan di Bali diperkirakan 76,3% kasus LABC (Manuaba, 2010).

Karena penggunaan skrinning mamografi sudah digunakan secara

luas, persentase pasien yang didiagnosis dengan LABC telah menurun.

Wanita Afrika, Amerika dan Hispanik lebih mungkin didiagnosis kanker

payudara stadium lanjut (stadium III dan IV) daripada wanita kulit putih;

namun, interaksi antara ras dan karakteristik sosioekonomi tetap

kontroversi (Costa Ricardo et al.,2018)

2.2. Faktor Risiko Kanker Payudara

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa sejumlah kondisi dapat

menjadi faktor risiko suatu kanker. Beberapa faktor risiko yang

diidentifikasi untuk kanker payudara meliputi (Angahar L, 2017):

1. Faktor lingkungan

Paparan radiasi pengion karena perang nuklir, prosedur diagnostik

atau terapeutik medis peningkatan risiko mengembangkan kanker

payudara.

2. Faktor sosiobiologis

Jenis kelamin dan usia merupakan faktor risiko penting untuk


9

perkembangan kanker payudara. Secara global, 75% dari kasus baru

dan 84% kematian akibat kanker payudara terjadi pada wanita

berusia

50 dan lebih. Peningkatan ini dapat langsung berhubungan dengan

perubahan hormonal pada wanita dalam kelompok usia ini.

3. Faktor gizi

Asupan tinggi lemak meningkatkan risiko terjadinya kanker

payudara. Diet dengan jumlah tinggi lemak, kafein dan daging merah

merupakan faktor risiko positif untuk kanker payudara. Sementara

konsumsi buah- buahan dan sayuran dapat mengurangi risiko

pengembangan kanker payudara. Fitoestrogen dan jumlah tinggi

kalsium / vitamin D juga bisa efektif untuk mengurangi risiko kanker

payudara.

4. Faktor fisiologis

Kegiatan fisik sedang atau olahraga menurunkan risiko kanker

payudara. Penelitian telah menunjukkan penurunan resiko 30%

dengan melakukan olahraga beberapa jam per minggu dibandingkan

dengan tidak ada latihan sama sekali.

5. Faktor genetik

Meskipun hanya 5% sampai 6% dari kanker payudara dianggap

keturunan, genetika memainkan peran yang terbatas namun penting

sebagai faktor risiko untuk kanker. BRCA-1 dan / atau BRCA-2 positif

memiliki risiko terjadinya kanker payudara sebesar 50% sampai 85%.

6. Faktor risiko keluarga

Kanker payudara dianggap berisiko jika memiliki anggota keluarga


1

yang menderita kanker. Sebuah riwayat kanker keluarga yang positif

merupakan faktor risiko.

7. Alkohol

Bukti bahwa semua jenis minuman beralkohol adalah penyebab dari

sejumlah kanker saat lebih kuat daripada sebelumnya. Alkohol dapat

meningkatkan risiko kanker payudara, termasuk mulut,

tenggorokan, kanker faring, laring, hati, dan kanker usus (pada pria).

8. Riwayat hormonal

Siklus menstruasi wanita memiliki resiko lebih besar terkena kanker

payudara. Tampaknya terkait dengan paparan kumulatif payudara

untuk estrogen dan progesteron. Menarche dini, tidak memiliki anak

atau memiliki setelah usia 30, dan menopause setelah usia 50

terlebih usia 55 tahun. Hal tersebut diakibatkan oleh siklus

menstruasi dan paparan hormone lebih panjang sehingga resiko

menjadi lebih besar.

9. Riwayat kanker payudara

Wanita yang pernah mengalami kanker payudara memiliki risiko

terjadinya kanker payudara kembali, baik pada payudara yang telah

diterapi maupun belum.

10.Obesitas

Wanita yang mengalami obesitas memiliki hormon estrogen yang

lebih tinggi. Hal ini karena sel-sel lemak memproduksi estrogen.

11.Terapi hormon dan kontrasepsi oral

Terapi hormon dan kontrasepsi oral merupakan sumber estrogen, yang


1

merupakan faktor risiko untuk kanker payudara.

12.Sistem kekebalan tubuh

Orang sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih berisiko terjadinya

beberapa jenis kanker. Termasuk orang yang telah transplantasi

organ dan konsumsi obat untuk menekan sistem kekebalan tubuh

mereka untuk menghentikan penolakan organ, HIV atau AIDS, atau

penyakitnya.

13.Tembakau

Lebih dari 80 zat penyebab kanker yang berbeda (agen karsinogenik)

yang terdapat pada asap tembakau. Ketika asap yang dihirup, bahan

kimia masuk ke paru-paru, melewati ke dalam aliran darah dan

diangkut ke seluruh tubuh. Dengan demikan merokok merupakan

faktor risiko yang penting untuk kanker payudara, paru-paru dan

jenis kanker lainnya.

14.Paparan zat penyebab kanker (karsinogen)

Paparan zat-zat penyebab kanker dapat menyebabkan mutasi sel

normal menjadi sel kanker.

2.3. Stadium Kanker Payudara

Stadium kanker payudara penting ditentukan setelah diagnosis

ditegakkan. Stadium akan mempengaruhi prognosis dan modalitas

pengobatan yang digunakan. American Joint Committee on Cancer (AJCC)

pada tahun 2010 telah menetapkan pengelompokkan stadium berdasarkan

Sistem Tumor Nodus Metastasis (TNM), sebagai berikut:


1

T = Ukuran Tumor Primer Kanker Payudara

Ukuran dibuat berdasarka ukuran klinis diameter tumor terpanjang dalam

“cm", ataupun radiologis (MRI) yang lebih akurat dalam menilai volume tumor

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.

T0 : Tumor primer tidak ditemukan.

Tis : Karsinoma insitu.

Tis (DCIS) : Ductal Carcinoma insitu.

Tis (LCIS) : Lobular Carcinoma

insitu.

Tis (Paget) : Penyakit Paget pada puting tanpa ada masa tumor.

(Penyakit Paget dengan masa tumor dikelompokkan berdasar ukuran

tumor). T1 : Tumor dengan ukuran terpanjang 2 cm atau kurang.

T1mic : Ada mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

Tla : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5

cm. Tlb : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm 1 cm.

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.

T2 : Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 2 cm sampai 5

cm. T3 : Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 5 cm.

T4 : Tumor dengan ukuran berapa pun dengan infiltrasi/ekstensi


1

pada

dinding dada atau kulit.

Catatan: Dinding dada termasuk iga/kosta, otot interkostalis dan otot

serratus anterior, tetapi tidak termasuk otot pektoralis (eksterna ataupun

interna).

T4a : Infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis).

T4b : Infiltrasi ke kulit, dalam hal ini termasuk peau d'orange,

ulserasi nodul satelit pada kulit terbatas pada satu payudara

yang terkena.

T4c : Infiltrasi baik pada dinding dada maupun kulit.

T4d : Mastitis karsinomatosa (Inflammatory Breast Cancer/IBC).

N= Nodes (Kelenjar getah bening/KGB)

Klinis:

NX : KGB tidak dapat dinilai.

N0 : Tidak terdapat metastasis pada KGB.

N1 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral, masih mobile.

N2 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksasi,

dan konglomerasi (beberapa KGB menyatu), atau klinis adanya


1

metastasis pada KGB mamaria interna meskipun tanpa

metastasis KGB aksila.

N2a : Metastasis ke KGB aksila terfiksasi atau konglomerasi

ataupun melekat pada struktur lain/jaringan sekitar.

N2b : Klinis metastasis hanya pada KGB mamaria interna

ipsilateral dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila.

N3 : Klinis ada metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral

dengan atau tanpa metastasis pada KGB aksila, atau

klinis terdapat metastasis pada KGB mamaria interna dan

metastasis KGB aksila.

N3a : Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral.

N3b : Metastasis ke KGB mamaria Interna dan KGB

aksila. N3c : Metastasis ke KGB supraklavikula.

Catatan: Terdeteksi secara klinis artinya dengan pemeriksaan fisik dan

imaging (diluar scintigraphy).

Patologi nodes (pN0) (Pathologic classification of breast cancer)

pNx : KGB regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat

sebelumnya, atau tidak dapat diangkat, tetapi klinis tidak ada

pembesaran).

pN0 : Tidak terdapat metastasis ke KGB secara patologi, tanpa

pemeriksaan tambahan terhadap ITC ( isolated tumor cells).


1

pN1 : Metastasis pada 1-3 KGB aksila atau KGB mamaria

interna. pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,00

mm). pN1a : Metastasis pada KGB aksila 1-3 buah.

pN1b : Metastasis pada KGB mamaria interna (klinis negatif*) secara

mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node.

pN1c : Metastasis pada 1-3 buah KGB aksila dan KGB mamaria

interna secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan

secara klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah KGB

aksila yang positif, maka adanya metastasis pada KGB

mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk

menunjukan peningkatan besarnya stadium).

pN2 : Metastasis pada 4-9 KGB aksila atau secara klinis terdapat

pembesaran KGB mamaria interna tanpa adanya metastasis

KGB aksila.

pN2a : Metastasis pada 4-9 KGB aksila (paling tidak ada deposit 1

deposit tumor lebih dari 2 mm).

pN2b : Metastasis pada KGB mamaria interna secara klinis tanpa

metastasis KGB aksila.

pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila, atau

KGB infraklavikula, atau metastasis KGB mamaria interna

(klinis) pada 1 atau lebih KGB aksila yang positif; atau pada

metastasis
1

lebih dari 3 KGB aksila dengan mikroskopis metastasis KGB

mamaria Interna (klinis negatif*); atau adanya metastasis pada

KGB supra-klavikula ipsilateral.

pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila (minimal 1 KGB

dengan deposit tumor > 2mm), atau metastasis pada KGB

infra- klavikula.

pN3b : Metastasis KGB mamaria interna ipsilateral (klinis*) dan

dengan adanya 1 atau lebih KGB aksila positif; atau lebih dari

3 KGB aksila positif dan dengan metastasis mikroskopis pada

KGB mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel

node.

pN3c : Metastasis pada KGB supra-klavikula ipsilateral

*Tidak terdeteksi dengan pencitraan ( kecuali limfoscintigrafi) atau dengan

pemeriksaan klinis

M= Metastasis jauh

MX : Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Tabel 2.3 Stadium kanker payudara (Ajithkumar.,2011)


1

Keterangan:

Stadium 0 : Karsinoma in situ.

Stadium I : Tumor primer kecil tanpa meliputi kalenjar getah

bening. Stadium II : Tumor primer kecil meliputi kalenjar getah

bening.

Stadium III : Ukuran tumor besar dengan perluasan pada kalenjar getah

bening

atau tumor berada pada dinding dada.

Stadium IV : Penyebaran pada organ yang jauh dari tumor primer


1

2.4 Locally Advanced Breast Cancer (LABC)

MD Anderson Cancer Center, mendefinisikan setiap tumor payudara

yang berdiameter lebih dari 5 cm atau yang melibatkan dinding dada atau

kulit atau dengan kelenjar getah bening aksila yang terfiksir umumnya

diklasifikasikan sebagai LABC. Menurut edisi ke-7 dari American Joint

Committee on Cancer (AJCC) (TNM), tumor payudara ini digolongkan

menjadi T3 atau T4 dengan setiap N, atau N2/N3 dengan setiap T dianggap

LABC. Dengan demikian semua pasien dengan penyakit stadium III dan

beberapa pasien dengan penyakit stadium IIB (T3N0) memenuhi kriteria

untuk LABC (Giordano, S. H. 2003). Kepustakaan lain menjelaskan kanker

payudara lanjut lokal atau LABC adalah kanker payudara stadium III

menurut sistem TNM dari UICC dan AJCC; yaitu terdiri dari stadium IIIA (To-

T2 N2 Mo atau T3 N1-2 Mo) dan stadium IIIB (T4 tiap N Mo)

(Purwanto,2012).

Cara pengobatan yang banyak dianjurkan adalah melalui pemberian

neoadjuvant chemotherapy. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pengecilan tumor primer secara klinis terjadi pada 50-60% kasus,

tetapi respon komplit hanya terjadi sekitar 15%. Adanya respon terhadap

neoadjuvant chemotherapy merupakan faktor prognostik untuk perbaikan

disease free survival dan overall survival. Oleh karena itu perlu dipikirkan

berbagai upaya untuk meningkatkan respon pengobatan neoadjuvant

chemotherapy pada LABC (Purwanto,2012).

Karena penggunaan skrining mamografi telah tersebar luas, pasien


1

LABC mengalami penurunan. Data dari program National Cancer Institute

Surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER), yang mencakup

sekitar 14% dari penduduk AS, menunjukkan bahwa 7% pasien memiliki

penyakit stadium III. Dalam populasi yang menerima skrining mamografi

rutin, persentase pasien dengan LABC kurang dari 5% (Costa et al., 2018)

Menurut data Surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER),

survival 3 dan 5 tahun untuk wanita dengan kanker payudara stadium III

masing-masing adalah 70% dan 55%. Kelangsungan hidup rata-rata untuk

wanita dengan penyakit stadium III adalah 4, 9 tahun (Hortobagyi.,2010)

2.5 Platelet dan Kanker

Platelet sangat penting untuk hemostasis, keutuhan pembuluh darah,

angiogenesis, proses peradangan, imunitas bawaan, penyembuhan luka, dan

biologi kanker. Masuknya sel kanker ke dalam aliran darah memicu

pengenalan platelet mediated dan diperkuat oleh reseptor permukaan

sel, produk seluler, faktor ekstraseluler, dan sel imun (Menter et al.,2014).

Platelet digunakan oleh sel tumor untuk memudahkan bermetastasis

lewat jalur hematogen, tumbuh membesar dan angiogenesis. Sel tumor

berikatan dengan platelet dan membentuk coating agar tidak dapat

terdeteksi oleh sistem imun. Kemampuan sel tumor untuk beraggregasi

dengan platelet dikenal dengan istilah tumour cell-induced platelet

aggregation (TCIPA). Sel tumor juga akan terlindungi dari TNF-α karena

coating dari platelet


2

(Bambacee et al, 2011). Sitokin yang menstimulasi trombopoesis melalui

thrombopoetin - dependent mechanism diantaranya adalah interleukin 1 (IL

1), granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) dan

interleukin 6 (IL 6). IL-6 adalah sitokin yang poten terhadap stimulasi

megakariopoiesis dan pematangan megakariosit. Bertambahnya jumlah

megakariosit yang diproduksi dan dimatangkan maka akan terjadi

peningkatan jumlah trombosit yang beredar dalam sirkulasi. Keadaan ini

disebabkan pletelet adalah hasil fragmentasi dari membran megakariosit

(Franco et al.,2015).

Angiogenesis adalah tahap yang sangat penting bagi pertumbuhan,

perkembangan, dan metastasis kanker. Vascular endothelial growth

factor (VEGF) yang dikenal sebagai stimulator poten untuk angiogenesis dan

sumber produksi VEGF adalah platelet. VEGF merupakan protein pro-

angiogenik yang ditemukan dalam kandungan formasi tumor, yang

menyebabkan pembuluh darah menjadi hiperpermiabel dalam

makromolekul yang bersirkulasi (MacDonald et al.,2011). Nilai trombosit

yang meningkat pada pasien kanker menunjukkan korelasi positif dengan

peningkatan kadar VEGF dalam serum, dapat dikatakan prognosis dari

pasien kanker dengan konsentrasi VEGF dan jumlah trombosit yang tinggi

lebih buruk daripada pasien kanker payudara yang punya konsentrasi VEGF

dan jumlah trombosit yang rendah (Bambacee et al, 2011).

Ketika platelet memenuhi fungsi hemostatik normal pada kanker,

trombosit cenderung memulai proses trombotik yang dapat memfasilitasi

perkembangan kanker (Menter et al.,2014). Pembentukan tumor biasanya


2

menginduksi neoangiogenesis di kedua sistem vaskular yang umumnya

membentuk pembuluh dengan permeabilitas abnormal yang menyebabkan

kebocoran. Akibat pembuluh yang bocor akan memfasilitasi masuknya

produk sampingan tumor ke dalam sirkulasi kardiovaskular. Tumor

menghasilkan faktor-faktor yang mengaktifkan kaskade koagulasi untuk

menghasilkan thrombin dan mengaktifkan reseptor Protease activated

receptor (PAR) pada platelet dan sel tumor.

Kanker dianggap sebagai luka kronis yang dapat secara aktif dibantu

oleh sifat mitogenik platelet untuk merangsang pertumbuhan tumor.

Pertumbuhan ini menyebabkan angiogenesis dan intravasasi sel tumor ke

dalam aliran darah. Sel-sel tumor yang bersirkulasi kembali melibatkan

trombosit tambahan, hal ini akan memfasilitasi adhesi sel tumor,

penangkapan, ekstravasasi, dan metastasis (Franco et al., 2015)

Sel tumor mengekspresikan beberapa prokoagulan dimana Tissue

factor (TF) dan prokoagulan kanker adalah prokoagulan yang paling mudah

dideteksi. (Donati & Lorenzet R 2012). Tissue factor (TF) menyebabkan sel

kanker memicu angiogenesis. Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi kaskade

koagulasi memproduksi komponen yang meregulasi angiogenesis. Tissue

factor memiliki kemampuan meningkatkan ekspresi VEGF pada sel tumor

dan endotel vaskular untuk meregulasi angiogenesis. Fibrin memfasilitasi

ekstravasasi dan metastasis jauh, berperan dalam neovaskularisasi tumor,

dan membentuk lapisan untuk melindungi sel tumor (Falanga, Donati.,2001).


2

Platelet berperan dalam pertumbuhan dan homeostasis tumor

dengan mencegah perdarahan intratumor. Korelasi positif antara jumlah

platelet dengan laju pertumbuhan angiogenesis menunjukkan bahwa

platelet melepas faktor proangiogenik dan menstabilkan vaskularisasi

tumor. Sel tumor berinteraksi dengan platelet yang kemudian turut

berperan dalam pembentukan metastasis, angiogenesis, proteksi dari

pertahanan imun, pertumbuhan tumor, dan invasi. Platelet dan fibrin

melindungi sel tumor dari lingkungan sekitar dan dari sel natural killer

(Key et al., 2016).

Gambar 2.5.1 Jalur utama interaksi sel tumor dengan sistem hemostasis.

Keterangan : FV = faktor V; FXIII = faktor XIII; IL-1β = interleukin1 beta;

TNF-α

= tumor necrosis factor alfa; VEGF = vascular endothelial growth factor;

tPA = tissue-type plasminogen activator; PAI-1 = plasminogen activator

inhibitor-1; uPA = urokinase-type plasminogen activator; uPAR = urokinase-

type plasminogen activator receptor (Falanga & Donati, 2001).


2

Gambar 2.5.2 Interaksi tumor dan platelet (Menter et al.,2014)

Interaksi sel tumor dengan trombosit dan faktor sirkulasi lainnya dalam

aliran cairan tubuh sangatlah kompleks ,saat perpindahan cairan

meningkat dari pusat pembuluh darah menuju dinding pembuluh darah.

Prostacyclin (PGI2) yang diproduksi oleh sel-sel endotel akan menghambat

aktivasi platelet. Berbagai molekul yang diproduksi oleh sel tumor atau

sumber lain dapat mengaktifkan platelet sebagai bagian dari kaskade.

Stimulasi progresif oleh TxA2-12 (S) -HETE-ADP-5HT dan pelepasan kalsium

adalah peristiwa yang termasuk dalam kaskade molekul kecil. Pembentukan

vWF-GpIb akan mendukung gulungan sel atau pembentukan molekul

ultralarge vWF, yang akan menarik platelet dan akan meningkatkan

ikatannya. GPIb-GPVI mulai menstabilkan adhesi dan memicu αIIbβ3 dan

α2β1 bersama dengan aktivasi


2

lainnya diikuti dengan penyebaran, agregasi, dan invasi. Dalam kaskade yang

sama, generasi thrombin mempromosikan lapisan platelet pembentukan

formasi emboli dan yang memungkinkan sel tumor untuk menghindari cell-

mediated imunity. Produk sel tumor termasuk exosom, PGE2, faktor jaringan,

dan koagulasi faktor yang bertindak sebagai pemicu aktivasi platelet

(Menter et al.,2014)

2.6 Limfosit dan Kanker

Infiltrasi leukosit kedalam tumor yang sedang berkembang saat ini

diakui sebagai titik penting dari perkembangan kanker (Collota et al.,

2009). Diperkirakan bahwa respon imun awal pada neoplasma dini

mencerminkan respon terhadap cedera akut jaringan, yang diikuti dengan

infiltrasi berbagai populasi mieloid yang akhirnya diikuti dengan infiltrasi

limfosit (Clark et al., 2007). Perkembangan tumor dan sel-sel neoplastik itu

sendiri mengubah local immune microenvironment, sehingga akan cukup

sulit membedakan respon imun terhadap cedera/ infeksi dengan respon

imun terhadap perkembangan tumor. Inflamasi kronis dalam jaringan lokal

akan terjadi jika pembersihan calon sel kanker tidak terjadi dan tejadi

kegagalan respon inflamasi akut awal. Saat ini telah diketahui secara luas

bahwa inflamasi kronis berperan dalam pertumbuhan dini kanker melalui

beberapa mekanisme yang dimediasi terutama oleh myeloid-lineage

cells, meliputi tumor associated macrophages, immature myeloid cells

yang memiliki
2

aktivitas supresi dan Tie2-expressing monocytes (De Palma &

Coussens, 2008). Immune microenvironment jaringan neoplastik tidak

hanya menekankan pada komposisi leukosit yang melakukan infiltrasi,

tetapi juga fungsi bioefektor sel-sel tersebut di dalam sel. Oleh karena itu,

baik keberadaan sel didalam tumor dan ekspresi sitokin, kemokin dan

mediator imun lainnya sangat menentukan tipe respon imun yang muncul;

anti-tumor atau pro-tumor ( Mantovani et al., 2008).

Penelitian mengenai interaksi sistem imun dengan kanker

menunjukkan peran aktif mekanisme efektor sistem imun adaptif dan

innate dalam pengenalan dan pengendalian tumor. Sel-sel yang mengalami

transformasi pada tahap awal akan dideteksi secara spesifik oleh sel

natural killer (NK). Proses tersebut akan mengakibatkan destruksi sel-sel

tersebut yang selanjutnya akan masuk dalam mekanise uptake yang

melibatkan makrofag dan sel dendrit. Sel-sel dendrite dan makrofag

kemudian menghasilkan sitokin-sitokin inflamasi dan mempresentasi kan

tumor cell- derived molecules pada sel-sel B dan T. Aktivasi sel-sel B dan T

menghasilkan sitokin-sitokin yang akan mengaktifkan innate immunity dan

memicu produksi dan ekspansi tumor-specific T cells dan antibodi. Sistem

imun adaptif tersebut akan mengeliminasi sel-sel tumor dan menghasilkan

sistem imun memori spesifik terhadap komponen tumor yang mencegah

rekurensi (Finn, 2012). Efektor imunitas adaptif, seperti sel T helper

CD+, sel T sitotoksik CD8+ dan antibodi, secara spesifik bekerja terhadap

antigen tumor; molekul yang diekspresikan pada sel tumor, tetapi tidak

diekspresikan pada
2

sel normal. Antigen tumor adalah protein seluler yang secara abnormal

diekspresikan sebagai akibat dari mutasi genetik (Ruffell et al., 2010).

Limfosit T berkembang dalam organ timus dari progenitor limfoid

dan dibentuk melalui ekspresi reseptor sel T (TCR) yang bertanggung jawab

dalam pengenalan antigen yang dipresentasikan oleh major

histocompatibility complex (MHC). Sel T dibedakan menjadi limfosit

sitotoksik CD8+ (CTL), yang mengenali peptida yang dipresentasikan

oleh MHC I dan sel T helper CD4+ (TH) yang mengenali peptida yang

dipresentasikan oleh MHC II. Sel TH lebih lanjut dibagi menjadi sel TH1 dan

sel TH2. Sel TH1 mengekspresikan interferon (IFN)-γ dan tumor necrosis

factor (TNF)-α, sedangkan sel TH2 mengekspresikan interleukin (IL) 4, IL-5

dan IL-13. Semua sub set limfosit T tersebut berperan dalam perkembangan

tumor dan imunitas anti-tumor. Sel NK, γδT dan CD8+ merupakan

komponen utama dalam imunitas anti tumor. Sel-sel tersebut menginduksi

kematian sel- sel neoplastik (Ruffell et al., 2010).

Sistem imun adaptif berperan sebagai immune surveillance dan

mampu mengeliminasi tumor-tumor yang baru tumbuh, namun respon imun

adaptif yang efektif selalu ditekan pada tumor yang telah terbentuk

melalui beberapa jalur, meliputi inhibisi proses aktifasi dan diferensiasi

sel dendrit, infiltrasi sel T dan tumor associated macrophages. Limfosit

merupakan komponen penting dari sistem imun adaptif, dan infiltrasi

limfosit menunjukkan adanya respon imun seluler anti tumor yang efektif.

Rendahnya
2

nilai limfosit perifer menandakan respon imun terhadap tumor yang buruk

dan menunjukkan prognosis yang buruk pula (He et al., 2012).

Gambar 2.6 Imunitas anti tumor limfosit (Ruffell et al., 2010)

2.7. Rasio Platelet-Limfosit Pada Kanker

Hubungan antara inflamasi, koagulasi dan progresi kanker telah

menjadi masalah yang sering diteliti. Ketika mekanisme patofisiologi pasti

yang mengatur siklus antar parameter koagulasi, inflamasi dan sel

tumor masih belum jelas, terdapat penelitian biomarker di bidang

onkologi yang menguji coba interaksi ketiganya. Biomarker tersebut

menghubungkan status preinflamasi dan prekoagulasi pada kanker dengan

kemampuan residu endogen antikanker; dimana rasio neutrofil limfosit dan

rasio platelet limfosit (NLR dan PLR) khususnya diteliti sebagai biomarker

yang realibel dan murah (Seratis et al., 2012).

Penghitungan platelet lymphocyte ratio didapatkan dari nilai

platelet absolut dibagi nilai limfosit absolut. PLR yang tinggi berkaitan

dengan
2

rendahnya survival dan rendahnya disease of survival pada populasi Asia

dan buruknya disease free survival pada pasien Asia dan non Asia (Zhu Y et

al., 2016). Penelitian Lal I et al (2013) menunjukkan bahwa peningkatan

jumlah platelet pada pasien karsinoma mammae memiliki kecendrungan

metastasis dan prognosis yang buruk.

Platelet lymphocyte ratio adalah salah satu parameter hematologi

yang dinilai sebagai biomarker/prediktor prognosis pada pasien dengan

kanker payudara. Pada tujuh penelitian meta analisis dengan 3.741 pasien,

PLR tinggi dikaitkan dengan poor overall survival (OS) = HR = 1,55, 95% CI =

1,07-2,25, p = 0,022) dan disease-free survival (DFS) (HR = 1,73, 95% CI =

1,3- 2,3, p <0,001) pada pasien kanker payudara. Analisis subkelompok

mengungkapkan bahwa peningkatan PLR dapat memperburuk prognostik

pada penderita kanker payudara. Selain itu, PLR tetap menjadi penanda

prognostik yang signifikan untuk OS pada pasien yang menerima

pengobatan sistemik dan pasien yang menerima kemoterapi. PLR tinggi

juga menunjukkan DFS yang buruk pada pasien yang menerima kemoterapi,

operasi dan pengobatan sistemik. Kesimpulan dari meta-analisis penelitian

tersebut mengungkapkan bahwa PLR dapat berfungsi sebagai indikator

prognosis yang buruk pada pasien dengan kanker payudara (Zhu Y et

al.,2012).

Asano Y et al (2016) melakukan penelitian dan didapatkan bahwa

Platelet lymphocyte ratio (PLR) dapat digunakan sebagai indikator untuk

mengevaluasi respon inflamasi sistemik pada penderita kanker. Selain itu


2

beberapa laporan menunjukkan adanya korelasi antara PLR dan prognosis

serta sensitivitas kemoterapi. Penelitian tersebut juga untuk membuktikan

apakah PLR dapat menjadi predictor terapeutik pada neoadjuvant

chemotherapy (NAC) (Asano Y et al.,2016).

Pada penelitian tersebut, nilai PLR dievaluasi pada 177 pasien kanker

yang yang diterapi dengan NAC 5-fluorouracil, epirubicin

dan cyclophosphamide, diikuti oleh paclitaxel setiap minggu dan operasi

kuratif. Korelasi antara PLR dan prognosis, dan antara PLR dengan

respon NAC, dievaluasi secara retrospektif. Hasilnya kelompok dengan nilai

PLR yang rendah secara bermakna memiliki lebih banyak pasien > 56 tahun

(p = 0,001) dan wanita pasca menopause (p = 0,001) dibandingkan nilai

kelompok dengan PLR tinggi. Kelompok nilai PLR yang rendah juga memiliki

tingkat respon patologis lengkap (pCR) yang lebih tinggi (p = 0,019). Pada

korelasi PLR dengan prognosis, kelompok PLR rendah ditemukan

memiliki kelangsungan hidup bebas penyakit yang lebih lama secara

bermakna (p = 0,004) dan kelangsungan hidup secara keseluruhan (p =

0,032) dari pada kelompok PLR tinggi. Kesimpulan penelitian tesebut

mengungkapkan bahwa pada pasien dengan kanker payudara yang diterapi

dengan NAC, nilai PLR yang rendah menunjukkan respon sensitivitas

kemoterapi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PLR dapat berfungsi

sebagai penanda prediktif dari efek terapeutik NAC (Asano Y et al.,2016).

Pada penelitian lain dengan nilai cut off PLR 138,19 didapatkan hasil

pada kelompok non-pCR, 58,9% (n = 129) memiliki PLR≥138.19 dibandingkan


3

dengan 44,7% (n = 38) pada kelompok pCR. Pasien dengan PLR tinggi kurang

mungkin mencapai pCR dibandingkan dengan PLR yang rendah (p = 0,026,

OR: 1,77, 95% CI: 1,07-2,94). PLR tinggi akan membuat respon yang buruk

terhadap neoadjuvant chemotherapy pada kanker payudara (Rafee S et

al.,2016). Pada penelitian lainnya digunakan nilai cut off 150,0 (Asano Y et

al.,2016).

2.8. Kemoterapi

2.8.1 Indikasi dan Tujuan Kemoterapi

Saat ini kemoterapi masih tetap merupakan komponen penting

dalam pengobatan kanker payudara. Beberapa karakteristik tumor yang

merupakan indikasi kemoterapi diantaranya adalah ukuran tumor, jenis

histopatologi, grading tumor, dan subtipe intrinsik. Status kelenjar getah

bening aksila dan ekspresi reseptor hormon juga penting untuk

dipertimbangkan. Usia pasien, komorbiditas dan status umum juga

menentukan perlu tidaknya diberikan kemoterapi (Vincent T. de Vita, 2008).

Tujuan dari pemberian kemoterapi adalah untuk pengobatan,

mengurangi massa tumor, meningkatkan kelangsungan hidup dan

memperbaiki kualitas hidup, mengurangi komplikasi. Selain itu tujuan

kemoterapi juga untuk meningkatkan hasil pengobatan, (overall survival /

OS) dan DFS (disease free survival / DFS) (Takimoto, 2001).


3

2.8.2 Neoadjuvant Chemotherapy

Modalitas terapi utama LABC adalah pembedahan namun dalam

perkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan paradigma pada awal tahun

1970, bahwa kanker payudara merupakan penyakit sistemik dengan

ketahanan hidup tergantung dari eradikasi mikrometastasis,

maka perkembangan terapi multimodalitas kombinasi semakin dapat

diterima. Terapi multimodalitas dengan tujuan sebagai kontrol loko-

regional dan sistemik seperti kemoterapi, sudah menjadi pilihan dan

standar terapi dalam penanganan LABC (Hortobagyi, et al., 2010). Hasil

dari beberapa uji klinis acak telah menunjukkan dengan tegas bahwa

neoadjuvant chemotherapy meningkatkan disease-free survival (DFS) (Peto

et al., 2012).

Kemoterapi adjuvan umumnya direkomendasikan untuk kanker

payudara stadium 2 atau 3 dan untuk penyakit stadium 1 dengan risiko

tinggi (Carlson et al., 2009). Peneliti dari national surgical adjuvant breast

and bowel project (NSABP) mempunyai hipotesis bahwa pemberian NAC

akan meningkatkan survival dan eliminasi micrometastatic (Fisher et al.,

1997).

Meskipun neoadjuvant chemotherapy tidak meningkatkan masa

bebas penyakit dan kelangsungan hidup secara keseluruhan, proporsi wanita

yang menerima terapi neoadjuvant mampu menjalani operasi konservasi

payudara lebih banyak dibandingkan dengan kelompok adjuvant. Oleh

karena itu, tujuan utama neoadjuvant chemotherapy adalah untuk


3

meningkatkan
3

pilihan operasi dan konservasi payudara (Kaufmann et al, 2007).

Neoadjuvant chemotherapy sebagai terapi standar pada LABC untuk

membantu pembedahan perlu dioptimalkan. Dari berbagai uji klinis NAC

menunjukkan hasil dengan respon yang bervariasi. Rangkuman dari hasil

penelitian prospektif tentang pemberian terapi NAC pada LABC

menunjukkan berbagai hasil seperti : partial response (PR) 50% - 98%,

complete clinical response (cCR) 5% - 52% dan pathological complete

response (pCR) 4% - 28% (Hortobagyi et al., 2010).

Neoadjuvant chemotherapy untuk pengobatan kanker payudara

diperkenalkan pada tahun 1970 untuk pasien dengan penyakit lokal lanjut.

Istilah neoadjuvant, primer, preoperatif, dan induksi semua digunakan

untuk menggambarkan kemoterapi sistemik yang diberikan sebagai terapi

awal. Neoadjuvant chemotherapy dapat menyebabkan downsizing tumor,

sehingga meningkatkan tingkat konservasi operasi payudara. Dalam kasus

penyakit yang lebih lanjut, neoadjuvant chemotherapy dapat menyebabkan

tumor yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi. Pedoman NCCN

(National Comprehensive Cancer Network) menunjukkan preferensi untuk

regimen neoadjuvan yang mengandung anthracycline dan taxane untuk

pasien dengan LABC (Costa R et al.,2018).

Respon terhadap terapi merupakan faktor prognostik individual yang

kuat. Perempuan yang mencapai respon lengkap patologis pada payudara

neoadjuvant berikut kemoterapi diharapkan mengalami bebas penyakit


3

sangat baik dan kelangsungan hidup secara keseluruhan dibandingkan

dengan wanita dengan penyakit residual besar. Dalam national surgical

adjuvant breast and bowel project (NSABP) protocol B-18, perempuan

mencapai respon lengkap patologis memiliki disease free survival (DFS) dan

overall survival (OS) lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak

mencapai respon lengkap patologis (Rastogi et al, 2008).

Neoadjuvant chemotherapy telah ditetapkan sebagai strategi

pengobatan standar untuk pasien tidak hanya pada kanker payudara lokal

lanjut tetapi juga pada stadium dini. Strategi ini memungkinkan pasien

untuk mendapatkan keuntungan penurunan radikalitas operasi dan

menyediakan informasi mengenai respon tumor terhadap obat kemoterapi

(Rastogi et al, 2008).

2.8.3 Regimen Kemoterapi CAF

CAF merupakan kombinasi 3 obat yaitu cyclophospamide,

anthracycline/ doxorubicin dan 5-flourouracil. Prinsip kombinasi

kemoterapi adalah:

1. Untuk mencapai sel terbunuh maksimum dalam rentang toksisitas

yang ditoleransi oleh host untuk setiap obat

2. Menawarkan rentang yang lebih luas dari line sel resisten dalam
3

populasi tumor heterogen

3. Mencegah atau memperlambat resisten baru terhadap obat

Cyclophosmide merupakan golongan alkilating agen yang dapat

berikatan dengan kelompok alkil pada DNA. Zat ini menyebabkan kematian

sel dan menghentikan petumbuhan tumor dengan cara cross-link baik

interstrand maupun intrastrand di basa guanin posisi N-7 pada DNA double

helix. Ikatan ini menyebabkan DNA akan terpisah atau pecah, sehingga sel

gagal membelah dan mati. Alkalating agen bekerja pada siklus sel non

spesifik pada semua fase.

Anthracycline/doxorubicin merupakan golongan antitumor antibiotic

dengan mekanisme kerja sebagai topoisomerase inhibitor (replikasi dan

perbaikan DNA tidak terjadi), interkalasi DNA sehingga menghambat

sintesis DNA dari RNA, pengikatan membran sel yang menyebabkan

aliran dan transport ion, pembentukan radikal bebas semiquinon dan

radikal bebas oksigen yang mengakibatkan sel tumor mati. Seperti pada

alkalating agen, antitumor antibiotic bekerja pada siklus sel non spesifik

pada semua fase.

5-Flourouracil merupakan golongan antimetabolit yang berperan

sebagai antagonis menghambat enzim timidilat sintetase. Enzim ini sangat

penting dalam sintesa DNA sel yaitu mengubah deoksiuridilat menjadi

deoksitimidilat. Antimetabolit bekerja pada siklus sel spesifik pada fase S.

(Ajithkumar et al.,2011)
3

Gambar 2.10.3 Cara kerja kemoterapi (Ajithkumar et al.,2011)

2.8.4 Evaluasi Kemoterapi

Setelah pasien telah memulai neoadjuvant chemotherapy,

penilaian rutin respons terapi secara klinis dan radiologis oleh tim onkologi

multidisiplin sangat penting. Penilaian perubahan massa tumor sangat

penting dalam evaluasi klinis dari terapi kanker. Penyusutan ukuran tumor

(respon obyektif) dan waktu perkembangan penyakit adalah target penting

dalam uji klinis kanker (Eisenhauer et al., 2009).

Dengan mengetahui respon terapi, mereka yang memiliki respon baik

terhadap kemoterapi harus melanjutkan rencana pengobatan yang telah

digariskan. Untuk pasien dengan penyakit progresif, dilakukan transisi

ke regimen non-resisten silang atau melanjutkan dengan intervensi bedah

untuk penyakit yang operabel. Evaluasi respon terhadap terapi juga

diperlukan untuk menentukan intervensi bedah yang optimal pada setiap

kasus secara individual (Engstrom et al., 2013).


3

Penilaian respon terhadap neoadjuvant chemotherapy dapat

diklasifikasikan menurut response evaluation criteria in solid tumors

(RECIST), dengan kriteria sebagai berikut :

1. Pathological complete response (pCR), yaitu tidak ada bukti

klinis tumor pada payudara dan kelenjar getah bening aksila.

2. Partial response (PR), yaitu pengurangan dalam diameter massa

tumor terbesar melebihi 30 %.

3. Stable disease, yaitu pengurangan massa tumor kurang dari 30 %

atau meningkat hingga 20 % pada diameter terbesar.

4. Progressive disease, yaitu tumor dengan kenaikan lebih dari 20 %

pada diameter terbesar atau munculnya nodul baru (Eisenhauer et

al., 2009).

Respon patologis dievaluasi sesuai dengan kriteria Kuerer et al.

Secara khusus, pathological complete response ( pCR ) pada spesimen

pasca operasi didefinisikan sebagai tidak adanya residu invasif pada

jaringan payudara atau kelenjar limfe (Qin Qinghong, 2011).

Evaluasi respon klinis tumor terhadap neoadjuvant chemotherapy

biasanya dilakukan dengan caliper, USG, atau mamografi setelah siklus ke

tiga. Teknik ini dapat diterapkan dengan mudah, namun pengukuran

tersebut lemah secara metodologis dan tidak cukup sensitif untuk

mendeteksi efek biologis awal seperti perubahan pada proliferasi,

apoptosis dan respon seluler yang mendasari penyusutan massa tumor

tersebut (Denkert et al., 2011). Variabel konvensional seperti ukuran

tumor, status nodal dan derajat


3

keganasan tidak berkorelasi dengan kepekaan terhadap jenis obat

kemoterapi tertentu (Vincent T. de Vita, 2008 Qin-Guo Mo1, Chang-

Yuan Wei1).

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3

3.1. Kerangka Berpikir

Locally Advanced Breast Cancer (LABC) adalah kanker payudara

lanjut yang belum bermestastasis pada organ lain dengan berbagai kriteria

klinis (Giordano et al., 2003). Diperkirakan angka kejadian kasus baru LABC

pertahun di dunia mencapai 300.000-450.000. Di Indonesia sampai saat ini

belum ada data rinci, diperkirakan angka kejadian lebih dari 50% dari kasus

kanker payudara pertahun.

Saat ini terdapat beberapa biomarker yang dapat menjadi prediktor

respon neoadjuvant chemotherapy terhadap respon NAC salah satunya

adalah platelet lymphocyte ratio (PLR). PLR adalah salah satu parameter

hematologi yang dapat digunakan untuk mengetahui respon neoadjuvant

chemotherapy pada pasien dengan kanker payudara. PLR dapat digunakan

sebagai indikator untuk mengevaluasi respon inflamasi sistemik pada

penderita kanker (Asano et al., 2016).

Platelet digunakan oleh sel tumor untuk memudahkan bermetastasis

lewat jalur hematogen, tumbuh membesar dan angiogenesis. Sel tumor

berikatan dengan platelet dan membetuk coating agar tidak dapat

terdeteksi oleh sistem imun. Kemampuan sel tumor untuk beraggregasi

dengan trombosit dikenal dengan istilah tumour cell-induced platelet

aggregation (TCIPA). Sel tumor juga akan terlindungi dari TNF-α karena

coating dari trombosit (Bambacee et al, 2011). Platelet dapat mensekresi

berbagai faktor
4

pertumbuhan termasuk Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Platelet

Activating Factor (PAF), dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF),

yang selanjutnya dapat mendukung pertumbuhan tumor, angiogenesis dan

metastasis. Platelet dapat mempromosikan perkembangan tumor dengan

meningkatkan angiogenesis melalui sitokin VEGF. Terdapat korelasi

langsung antara jumlah trombosit yang bersirkulasi dengan tingkat VEGF

serum.

Limfosit memainkan peran penting dalam respon inflamasi tumor.

Limfosit memiliki aktivitas antitumor dengan menginduksi kematian sel

sitotoksik dan menghambat proliferasi tumor. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa peningkatan infiltrasi limfosit dalam jaringan tumor

memprediksi hasil hidup yang lebih baik pada pasien kanker.

Neoadjuvant chemotherapy merupakan kemoterapi sistemik yang

diberikan sebagai terapi awal pada kanker payudara. Neoadjuvant

chemotherapy dapat menyebabkan downsizing tumor, sehingga

meningkatkan tingkat konservasi operasi payudara (Costa R et al.,2018).

Neoadjuvant chemotherapy sebagai terapi standar pada LABC dari berbagai

uji klinis menunjukkan hasil dengan respon bervariasi. Belum banyak yang

melakukan penelitian mengenai hubungan PLR dengan respon neoadjuvant

chemotherapy pada locally advanced breast cancer.

Pada penelitian ini digunakan NAC dengan regimen CAF dimana

regimen tersebut merupakan kombinasi 3 obat yaitu cyclophospamide,

anthracycline / doxorubicin dan 5-flourouracil. Cyclophosmide merupakan


4

golongan alkilator berfungsi untuk merusak DNA sel tumor sehingga

pembelahan sel tidak terjadi, anthracycline/doxorubicin merupakan

golongan antitumor antibiotic yang berfungsi menghambat sintesis DNA

dari RNA sel tumor sehingga replikasi dan pembelahan DNA sel tumor tidak

terjadi, 5- flourouracil merupakan golongan antimetabolit yang berperan

sebagai antagonis/menghambat enzim timidilat sintetase yang diperlukan

untuk sintesa DNA sel tumor.

Banyak faktor yang mempengaruhi respon pemberian NAC terhadap

kanker payudara seperti : usia penderita, ukuran tumor, grading histologis,

jenis histopatologi dan beberapa aspek biologi molekuler seperti :

angiogenesis, status reseptor (ER, PR), ekspresi HER2/neu, ekspresi faktor

proliferasi (Ki67), p53, pro & antiapoptosis (Bcl-2 dan BAX).

Platelet lymphocyte ratio dapat digunakan menjadi salah satu

prediktor untuk mengetahui respon dari neoadjuvant chemotherapy. Dari

penelitian sebelumnya, pasien dengan kanker payudara yang diterapi dengan

NAC, nilai PLR yang rendah menunjukkan respon positif pada

sensitivitas NAC, begitupun sebaliknya. Melalui penelitian ini, peneliti

mencoba mencari hubungan PLR terhadap neoadjuvant chemotherapy.


4

LABC Faktor perancu:


Usia
Status Reseptor hormona l
Ekpresi Her
Respon inflamasi

Sitokin inflamasi
: Sistem imun:
IL-1 Sel dendrit
IL-3 Makrofag
IL-6
GM-

PLR
Penyakit
komorbid

PLR PLR

NA NA

Respon Respon
Respon Respon

Gambar 3.1 Kerangka berpikir


4

3.2Kerangka Konsep

LABC

PLR

PLR PLR Tinggi

NAC NAC

Respo n + Respo n - Respo n +

Respo n -

Gambar 3.3 Kerangka Konsep

3.3Hipotesis Penelitian

PLR (platelet lymphocyte Rratio) yang rendah mempunyai respon positif

terhadap NAC (neoadjuvant chemotherapy) pada LABC (locally advanced

breast cancer).
4

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan

menggunakan studi cross sectional dimana pengukuran variabel dependen

dan independen dilakukan pada satu kali dan bersamaan.

4.2Tempat dan waktu

Tempat penelitian dilakukan di ruang rekam medis RSUP sanglah

Denpasar. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli 2018 sampai Januari

2019.

4.3 Populasi penelitian

4.3.1 Populasi target

Pasien Locally Advanced Breast Cancer di RSUP Sanglah Denpasar

4.3.2. Populasi terjangkau

Pasien Locally Advanced Breast Cancer di RSUP Sanglah Denpasar

yang menjalani neoadjuvant chemotherapy menggunakan regimen CAF dari

tahun 2015-2018.
4

4.4Sampel dan teknik pengambilan sampel

4.4.1 Besar sampel

Untuk menentukan besar sampel tunggal, minimal pada uji hipotesis

dengan menggunakan koefisien korelasi ( r ) diperlukan informasi:

1. Perkiraan koefisien korelasi

2. Tingkat kemaknaan, α

3. Power, atau Zβ

Rumus yang digunakan adalah:

n= (Zα + Zβ) 2

+3
0,5 In ((1+r/1-r))

n = Jumlah sampel minimal yang

diperlukan Zα = Kesalahan tipe I,

ditetapkan 5% 1,96

Zβ = Kesalahan tipe II , ditetapkan 20%, sehingga power = 80%; Zβ=

0,84 r = Koefisien korelasi = 0,35

n= (1,96 + 0,84) 2

+3
0,5 In ((1+0,35/1-0,35))

Dari perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel minimal sebesar 62

4.4.2 Teknik pengambilan sampel

Sampel penelitian diperoleh dari rekam medis pasien RSUP Sanglah


4

Denpasar yang menjalani neoadjuvant chemotherapy CAF dari tahun 2015-

2018 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penentuan sampel

dilakukan secara consecutive sampling yaitu pengambilan sampel yang

dilakukan secara berurutan selama jangka waktu penelitian, sampai jumlah

sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.5.Kriteria Restriksi

4.5.1. Kriteria inklusi

1. Pasien wanita dengan locally advanced breast cancer dengan tipe

histopatologis invasif ductal carsinoma mammae.

2. Pasien yang telah menjalani neoadjuvant chemotherapy (NAC)

menggunakan regimen CAF (cyclophospamide, anthracycline /

doxorubicin, 5-flourouracil) sebanyak 3 siklus.

3. Mempunyai data rekam medis yang terdokumentasi secara detail dan

akurat (hasil laboratorium, biopsi payudara, USG mamme, USG axila,

USG liver dan rontgen thoraks).

4.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Mempunyai riwayat penyakit ko-morbid yang berat seperti penyakit

gangguan perdarahan, penyakit infeksi, diabetes melitus, penyakit

ginjal, penyakit liver dan penyakit immune compromised yang dilihat


4

dari data rekam medis.

2. Pasien memiliki lebih dari satu jenis kanker.

4.5.3 Kriteria drop out

1. Pasien meninggal dunia saat menjalani kemoterapi.

2. Pasien menjalani kemoterapi neoadjuvan kurang dari 3 siklus.

3. Data rekam medis pasien tidak lengkap.

4.6. Variabel penelitian

1. Variabel bebas/independen

- PLR (Platelet Lymphocyte Ratio)

2. Variabel tergantung/dependen

- Respon NAC (Neoadjuvan Chemotherapy)

3. Variabel perancu

- Usia

- Status reseptor hormonal (ER, PR)

- Ekspresi HER 2

- Ekspresi faktor proliferasi (Ki67)


4

4.7. Definisi Operasional

1. PLR (Platelet Lymphocyte Ratio)

PLR adalah rasio yang dihitung antara jumlah platelet absolut dibagi

nilai absolut limfosit yang didapatkan dari pemeriksaan

laboratorium patologi klinik RSUP Sanglah yang terkalibrasi sebelum

dilakukan neoadjuvant chemotherapy.

PLR tinggi : > 150,0

PLR rendah : < 150,0

2. NAC (neoadjuvant chemotherapy)

Kemoterapi yang diberikan sebelum dilakukan operasi definitif

dengan tujuan memperkecil ukuran tumor sehingga tumor dapat

dioperasi(operable)

3. Regimen CAF

Regimen neoadjuvant chemotherapy dengan menggunakan obat CAF:

- Cyclophospamide 500 mg/m2

- Adriamycin/doxorubicin 50 mg/m2

- 5 Flourouracil 500 mg/m2

Siklus diulang rata-rata 21 hari selama 3 siklus

4. LABC (Locally Advanced Breast Cancer)


4

LABC adalah keganasan payudara dengan kriteria klinis menurut

hasil patologi anatomi ukuran tumor minimal ≥ 5 cm dengan adanya

penjalaran pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau KGB

infraklavikula ipsilateral tanpa adanya metastase pada organ lain.

Yang termasuk LABC adalah T3, T4 dengan N2 atau N3.

(Manuaba.,2010)

5. Respon Klinis

Respon klinis adalah pengecilan ukuran tumor yang diasumsikan

sebagai representasi dari sensitivitas seluruh sel tumor terhadap

kemoterapi secara klinis. Evaluasi massa dan ukuran tumor dilihat

dari catatan medik pasien setelah menjalani siklus neoadjuvant

chemotherapy ketiga dengan regimen CAF.

Rumus untuk menghitung respons klinis terhadap kemoterapi :

% Respon klinis = (Ukuran tumor awal – Ukuran tumor akhir) x100

Ukuran tumor awal

Hasil perhitungan persentase respons klinis tersebut diatas kemudian

diinterpretasikan berdasarkan kriteria RECIST (response evaluation

criteria in solid tumor).

a. Clinical complete response (cCR):

Tidak didapatkannya residu tumor pada tumor primer dan

kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik.

b. Partial response (PR)


4

Terjadi penurunan ukuran diameter terpanjang tumor > 30%

yang diukur dengan caliper dan tidak ditemukan tumor yang

baru.

c. Stable disease

Ukuran tumor berkurang <30% atau tetap atau bertambah

kurang dari 20% dan tidak ditemukan tumor yang baru.

d. Progressive Disease

Ukuran tumor bertambah > 20% atau muncul nodul baru.

Yang mana pada penelitian ini respon kemoterapi digolongkan

menjadi 2 bagian yaitu respon (+) dan respon (-).

- Respon neoadjuvant chemotherapy (+)

Yang termasuk kelompok ini adalah respon kemoterapi NAC

dengan partial respons dan complete respons. Respon ini

didefinisikan sebagai massa tumor menghilang, atau

minimal terjadi reduksi ukuran tumor sampai 30% dan tidak

ditemukan tumor yang baru yang dinilai dari catatan rekam

medis pasien dan pemeriksaan penunjang (USG mamme, USG

axila, USG liver dan rontgen thoraks).

- Respon neoadjuvant chemotherapy (-)

Yang termasuk kelompok ini adalah respon kemoterapi NAC

dengan Stable disease dan progressive disease. Respon ini di

definisikan sebagai ukuran tumor berkurang < 30%, ukuran


5

tumor tetap, ukuran tumor bertambah atau ditemukan tumor

yang baru yang dinilai dari catatan rekam medis pasien dan

pemeriksaan penunjang (USG mamme, USG axila, USG liver

dan rontgen thoraks).

4.8. Instrumen Penelitian

1. Rekam Medis

Data sekunder yang didapatkan dari ruang rekam medis RSUP Sanglah

Denpasar untuk mengetahui data pasien dan riwayat penyakit pasien

yang menderita LABC yang berobat pada tahun 2015-2018.

2. SIMRS Sanglah

Aplikasi terintegrasi RSUP Sanglah Denpasar yang dapat diakses

secara on line menggunakan komputer atau laptop yang digunakan

untuk melihat hasil pemeriksaan penunjang berupa hasil

laboratorium patologi klinik, hasil imaging berupa thoraks foto, USG

mamme, USG axila, USG liver dan hasil patologi anatomi yang telah

dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar.

3. Kalkulator

Alat untuk menghitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan


5

pembagian. Digunakan untuk menghitung rasio platelet dan limfosit

dengan ketepatan desimal perseratus

4.9Cara Pengambilan Data

Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan :

1. Peneliti meminta surat laik etik ke Litbang FK UNUD.

2. Peneliti meminta izin kepada Ketua Departemen Ilmu Bedah,

Koordinator Program Studi Ilmu Bedah, Direktur Utama, Direktur

Pelayanan Medis, dan Direktur SDM RSUP Sanglah Denpasar

untuk melakukan penelitian.

3. Peneliti meminta izin kepada Kepala Instalasi Rekam medis untuk

mendapatkan data pasien kanker payudara (LABC) yang berobat ke

poli onkologi dari tahun 2015-2018 RSUP Sanglah Denpasar sesuai

dengan kriteria penelitian.

4. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian (inklusi dan eksklusi)

selanjutnya dikumpulkan menjadi sampel penelitian.

5. Pasien dengan LABC yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan

patologi anatomi dan imaging (rontgen thoraks, USG liver, USG

mamme). Kemudian dilihat hasil rasio platelet dan limfosit (PLR)


5

sebelum neoadjuvant chemotherapy CAF.

6. Dilakukan evaluasi terhadap respon neoadjuvant chemotherapy,

apakah respon (+) atau respon (-) dengan melihat hasil klinis dan

imaging (USG mamme, USG Axilla, USG liver, rontgen thoraks,) pada

catatan rekam medis setelah kemoterapi neaodjuvan.

7. Dilakukan analisa mengenai hubungan PLR dan respon neoadjuvant

chemotherapy pada pasien LABC.

4.10Alur Penelitian

LABC di Bali

Kriteria Inklusi Rekam medis pasien LABC di RSUP Sanglah


Kriteria Eksklusi

PLR Drop Out

NAC 3
Siklus

Respon Respon

Respon Respon -
5
5

Analisa Data

Hasil Penelitian

Gambar 4.10 Alur Penelitian

4.11 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis

univariat dan bivariat.

1. Analis Univariat

Dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk

menggambarkan karekteristik dan sosio-demografik, variable

bebas dan variable tergantung dalam bentuk table distribusi

frekuensi dan persentase, serta menghitung nilai rata-rata (mean)

dan standar deviasi untuk variable yang berskala numerik.

Tabel 4.11.1 Karakteristik umum sampel penelitian

Karakteristik Respon (+) Respon (-)

Usia:

 <45
5

 >45

Status menstrulasi:

 Premenopose

 Postmenopause

Ukuran Tumor

 5-8cm

 >8cm

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

masing- masing variable bebas secara tersendiri dengan variable

tergantung. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-

square. Analisis chi-square dilakukan guna mendapatkan 95%

confidence interval dan nilai p (p-value). Nilai P < 0,05 menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara

variable bebas dan variable tergantung.

Tabel 4.11.2 Tabel tabulasi 2x2 bivariat

Respon (+) Respon (-)

PLR tinggi A B

PLR rendah C D

Jumlah A+C B+D


5

Rasio prevalens dapat dihitung dengan rumus:

RP= A/(A+B) : C/(C+D)

Adapun interpretasi dari RP adalah:

- Jika RP > 1, maka PLR tinggi menurunkan respon NAC

- Jika RP < 1, maka PLR rendah meningkatkan respon NAC

- Jika RP =1, maka PLR tidak berhubungan dengan respon NAC

4.12Anggaran Biaya

Dalam Penelitian ini, diperkirakan biaya yang akan digunakan adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.12 Anggaran Biaya

Anggaran Biaya

Biaya peminjaman rekam medis Rp 500.000,-

Alat tulis, kertas dan tinta Rp 300.000,-

Biaya print Rp 700.000,-

Biaya penggandaan proposal dan Rp 800.000,-

hasil

Biaya ethical clearance Rp 200.000,-


5

Biaya presentasi proposal dan hasil Rp 500.000,-

Biaya tidak terduga Rp 300.000,-

Total Rp 2.800.000,-

DAFTAR PUSTAKA

Ajithkumar, T., & Hatcher, H. 2011. Preface. Specialist Training in Oncology.


Mosby Elseiver, 115-133.
Angahar, L. T. 2017. An Overview of Breast Cancer Epidemiology, Risk
Factors, Pathophysiology, and Cancer Risks Reduction. MOJ Biology
and Medicine, 1(4). doi:10.15406/mojbm.2017.01.00019
Asano, Y., Kashiwagi, S., Onoda, N., Noda, S., Kawajiri, H., Takashima,
T, Hirakawa, K. 2016. Platelet–Lymphocyte Ratio as a Useful Predictor
of the Therapeutic Effect of Neoadjuvant Chemotherapy in Breast
Cancer. PLOS ONE, 11:(7).
5

Bamal, R., Chintamani, Tandon, M., Mittal, M. K., & Saxena, S. 2014.
Evaluation and Validation of Neo-Adjuvant Response Index
(NRI) and It’s Correlation with Various Predictive Biomarkers and
RECIST in Locally Advanced Breast Cancer. Indian Journal of
Surgical Oncology, 5(3), 171-177. doi:10.1007/s13193-014-0336-1
Bambace, NM., Holmes, CE. 2014. The Platelet Contribution to Cancer
Progression, Journal of Trombosis and Haematology, Vol 9, p: 237-
249.
Ban, K. A., & Godellas, C. V. 2014. Epidemiology of Breast Cancer.
Surgical Oncology Clinics of North America, 23(3): 409-422.
Bufi, E., Belli, P., Costantini, M., Cipriani, A., Di Matteo, M.,
Bonatesta, A.,Bonomo, L. 2015. Role of the Apparent Diffusion
Coefficient in the Prediction of Response to Neoadjuvant
Chemotherapy in Patients With Locally Advanced Breast Cancer.
Clinical Breast Cancer, 15(5), 370-380.
doi:10.1016/j.clbc.2015.02.002.
Cihan, Y. B., Arslan, A., Cetindag, M. F., & Mutlu, H. 2014. Lack of
Prognostic Value of Blood Parameters in Patients Receiving Adjuvant
Radiotherapy for Breast Cancer. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention, 15(10):4225-4231.
Costa, R., Hansen, N., & Gradishar, W. J. 2018. Locally Advanced
Breast Cancer. The Breast, 819-831.
Coussens, L. M., & Werb, Z. 2002. Inflammation and cancer. Nature,
420(6917):860-867.
Donati MB, Lorenzet R. 2012 Thrombosis and cancer: 40 years
of research.Thromb Res, 129:348-52.
Educational abstract. 2010. Breast Cancer Research, 12(S3).
doi:10.1186/bcr2704.
Falanga A, Donati MB. 2001. Pathogenesis of thrombosis in patients with
malignancy. Int J Hematol, 73:137-44.
Franchini M, Montagnana M, Targher G, Manzato F, Lippi G.
2007. Pathogenesis,clinical and laboratory aspects of thrombosis in
cancer.
5

J Thromb Thrombolysis, 24:29-38.

Franco, A. T., Corken, A., & Ware, J. 2015. Platelets at the interface of
thrombosis, inflammation, and cancer. Blood, 126(5): 582-588.
Giordano, S. H. 2003. Update on Locally Advanced Breast Cancer. The
Oncologist, 8(6): 521-530.
Gonzalez-Angulo, A. M., & Hortobagyi, G. N. 2010. Neoadjuvant
Systemic Therapy for Breast Cancer. Breast Surgical Techniques and
Interdisciplinary Management, 731-739.
Goubran HA, Bumouf T.Platelets cogulation and cancer: Multi faceted
interactions.American Medical Journal 2012;3(2):130-140.
Green, M. C., Giordano, S. H., & Hortobagyi, G. N. (n.d.). Medical Therapy
of Locally Advanced Breast Cancer. Breast Cancer and Molecular
Medicine, 427-447.
Hanahan D, Weinberg W A. Hall 2011. Mark of Cancer: The Next generation.
Cell: 144.
Ho, A., & Powell, S. N. 2012. Locally Advanced Breast Cancer. Target Volume
Delineation and Field Setup, 79-85.
Hortobagyi, G.N., Singletary, S.E., Strom, E.A. 2010. Locally Advanced Breast
Cancer. In: Harris J.R., Lippman, M.E., Morrow, M., Osbonrne,
C.K., editors. Disease of The Breast. 4rd Ed. Lippincott William
Wilkins. Philadelphia. p. 746 – 61.
Kemenkes RI. 2017. Kementrian Kesehatan Ajak Masyarakat Cegah Dan
Kendalikan Kanker. tersedia:
http//www.depkes.go.id/article/view/20170202/kemenkes-ajak-
masyarakat-cegah-dan-kendalikan-kanker.html. diakes 02 Februari
2018.

Key NS, Khorana AA, Mackman N, McCarty OJT, White GC, Francis CW,et al.
2016. Thrombosis in cancer: research priorities identified by a
national cancer institute/national heart, lung, and blood institute
strategic working group. Cancer Res, 76:1-5.
6

Liebman HA, Weitz LC. Hypercoagulable states. In: Cronenwett JL, Johnston
KW, editors. 2014. Rutherford’s vascular surgery. 8th ed. Philadelphia:
Elsevier, p. 599-610.
Luangdilok, S., Samarnthai, N., & Korphaisarn, K. 2014. Association
between Pathological Complete Response and Outcome Following
Neoadjuvant Chemotherapy in Locally Advanced Breast Cancer
Patients. Journal of Breast Cancer, 17(4),
376.
doi:10.4048/jbc.2014.17.4.376.
MacDonald N. 2011. Chronic inflammatory states: Their relationship to
cancer prognosis and symptoms. J R Coll Physiicians Edinb, 41:246-
53.
Manuaba, T.W. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Solid. PERABOI. 2010. Sagung Seto. Ed. I. p.
18 - 50.
Marinho FCA, Takagaki TY. 2008. Hypercoagulability and cancer. J Bras
Pneumol,34:312-22
Menter, D. G., Tucker, S. C., Kopetz, S., Sood, A. K., Crissman, J. D.,
& Honn, K. V. 2014. Platelets and cancer: a casual or
causal relationship: revisited. Cancer and Metastasis Reviews,
33(1): 231- 269.
Oh J, et al. 2014. Reoperative thrombocytosisis an independent poor
prognostic factor in patients with epithelial ovarian cancer .Clin
Exp Tromb Hemost, 1(1):17-21.
Purwanto H. 2012. Kanker Payudara Lanjut Lokal dan Kemoterapi Neoajuvan
Sebagai Upaya Peningkatan Respon. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Hal: 4.
Rafee, S., McHugh, D., Greally, M., Ayodele, O., Keegan, N., Lim, M., O'Reilly,
S. 2016. Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) and platelet-to-
lymphocyte ratio (PLR) as predictive biomarkers of pathologic
complete response (pCR) in neoadjuvant breast cancer: an Irish
Clinical Oncology Group study (ICORG 16-20). Annals of
Oncology, 27(suppl_6). doi:10.1093/annonc/mdw392.20.
6

Rastogi, P. 2008. Chemoprevention in postmenopausal women. Menopause,


15(Supplement), 810-815. doi:10.1097/gme.0b013e318178863e.
Rochet N , et al. 2012. The role of complete blood count in prognosis .
Oncology & hematology Review,(1):76-82.
Rodriguez, CL., Kluin-Nelesman, HC., Corbu, AL.2009. AP-1 regulates the
basal develompmentally induced transcription of the CD11c
leukocyte intgrin gene, Hospital of The Princess, Madrid, Spain.
Roland T Skeel, Lippincott & Wilkins. 2007. Book of cancer
chemotheraphy.Walters Kluwer.
Seretis C, et al. 2012. Enchancing the Accuracy of platelet to lymphocyte
ratio after adjustment for Large Platelet Count: A Pilot Study in
Breast Cancer Patients. International Journal of Surgical Oncology,
Volume :7
.
Singh, J., Singh, B., Joneja, A., & Gupta, S. 2016. Role of
Neoadjuvant Chemotherapy with Cyclophosphamide, Adriamycin,
5-Fluorouracil (Caf Regimen) in Down Staging in Breast Cancer.
Annals of International medical and Dental
Research, 2(6). doi:10.21276/aimdr.2016.2.6.sg7
Sirohi, B. (2015). Outcome of neoadjuvant chemotherapy in locally advanced
breast cancer: A tertiary care centre experience: Retraction. Indian
Journal of Medical and Paediatric Oncology, 36(1), 71.
doi:10.4103/0971-5851.151798
Stone R L. 2010. The role of patient in ovarian carcinoma .UT SGBS
Dissertations and theses (open acces).Paper: 46.
Torre LA, Bray F, Siegel RL, Ferlay J, Lortet-Tieulent J, Jemal A. 2012. Global
cancer statistics. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25651787,
65(2):87-108.
Zhu y, Zhang M, Zhu B, Jie Y, Chong Y, Meng X.2016. Predictive value of the
tumor- infiltrating neutrophil-to-lymphocyte ratio in patients with
colorectal cancer.Int J ClinExp Med:9.
6

Zhu, Y., Si, W., Sun, Q., Qin, B., Zhao, W., & Yang, J. 2016. Platelet-lymphocyte
ratio acts as an indicator of poor prognosis in patients with breast
cancer. Oncotarget, 8(1).

Anda mungkin juga menyukai