Anda di halaman 1dari 19

BAB III

ANTI KANKER

II.1 Target Kerja Anti-kanker


II.1.1 Estrogen Receptor Alpha
(PDB ID: 2IOK,Res: 2.40 A) [7] kompleks dengan selektif ampuh inhibitor ˚N -
[(1R) -3- (4-hidroksifenil) -1-methylpropyl]-2-(2-fenil-1H-indol-3-YL) dan
struktur dari semua phytochemical (Anderson, dkk., 2012; Murray, dkk., 2006).
Akan tetapi, baru-baru ini ilmuwan dari Institute of Biochemistry and Molecular
Biology, College of Medicine, National Taiwan University melalui paper ilmiah
Science (2011) mengungkapkan bahwa adanya peluang yang besar untuk
mendesain obat anti-kanker melalui pendekatan struktur protein. Dan Estrogen
Receptor Alpha (ESR1) inilah yang digunakan sebagai target untuk memodifikasi
dan mendesain obat anti-kanker tersebut. ESR1 merupakan salah satu enzim yang
berfungsi dalam regulasi pemotongan helix pada DNA sehingga struktur DNA
dapat terdegradasi. Bagian yang terurai oleh ESR1 adalah bagian phosphodiester
pada DNA. Jika degradasi struktur DNA terjadi secara terus menerus dan tidak
mengalami penggabungan, akan menyebabkan kematian pada sel. Sehingga
dihipotesiskan bahwa dengan meningkatkan jumlah ESR1 pada sel, kematian sel
pun akan meningkat. Apabila targetnya adalah sel kanker, maka diasumsikan akan
dapat mematikan sel kanker tersebut.
Dan tentu saja, tidak hanya mengandalkan peran ESR1 untuk mengobati kanker.
Akan tetapi diperlukan obat anti-kanker atau tanaman dari bahan alam yang
berperan untuk membantu meningkatkan efektifitas kerja dari ESR1 dalam proses
interaksinya dengan DNA. Obat yang biasa digunakan untuk anti-kanker adalah
jenis Tamoxine dimana biasanya Etoposide digunakan juga sebagai kemoterapi
kanker. Akan tetapi, kurangnya studi tentang stabilisasi struktur komponen obat
tersebut akan menghambat kerja dari ESR1 dan resistensi terhadap obat masih
belum terpecahkan. Sehingga perlu dipelajari struktur tiga dimensi untuk
mengetahui mekanisme interaksi antara ESR1, DNA, dan Etoposide.Metode
paling akurat untuk mempelajari struktur kimia adalah dengan kristalografi. Pada
metode tersebut diawali dengan proses pengkristalan yang selanjutnya akan
dilakukan difraksi oleh X-Ray. Kemudian dengan menggunakan metode

1
penghitungan matematika, hasil difraksi tersebut dapat dilihat melalui software
komputer. Analisis dari interaksi ESR1 dan Tamoxine tersebut akan memberikan
informasi tentang bagaimana mengembangkan strategi dan mendesain bentuk lain
dari ESR1 sehingga kerjanya dapat lebih spesifik. Meskipun dalam eksperimen ini
masih diuji cobakan pada tikus, akan tetapi tujuan utama obat ini adalah pada
manusia. Jika pengembangan obat ini berjalan dengan baik, dimungkinkan ini
akan menjadi obat anti-kanker pertama di dunia. Sehingga dalam bidang
kedokteran dan farmasi stuktur kimia perlu dipelajari khususnya untuk mendesain
obat. Sebenarnya ilmu-ilmu dasar pun perlukan dikembangkan untuk aplikasi
ilmu lain yang lebih bermanfaat.
Sumber:
Wu, Chyuan-Chuan., Li, Tsai-Kun., Farh, Lynn., Lin, Li-Ying., Lin, Te-Sheng.,
Yu, Yu-Jen., Yen, Tien-Jui., Chiang, Chia-Wang., Chan, Nei-Li. (2011). Saba
Ferdaous, Muh.Usman Mirza, Usman Saeed. Docking Studies reveal
Phytochemicals as the long searched anticancer drugs for Breast Cancer
Sumber gambar: http://modernmedicalguide.com

II.2 Kanker
Kanker merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
Berdasarkan data World Health Organization dalam World Cancer Burden (2012)
ada sekitar 14 juta kasus kanker baru dan 8,2 juta kematian yang disebabkan oleh
kanker pada tahun 2012, dan kanker hati adalah kanker kedua penyebab kematian
di seluruh dunia. Menurut laporan American Cancer Society dalam Cancer Facts
& Figures (2014) diperkirakan ada 33.190 kasus baru kanker hati di AS selama
tahun 2014. Angka kejadian kanker hati sekitar tiga kali lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Dari tahun 2006 sampai 2010, nilai meningkat 3,7%
per tahun pada pria dan 2,9% per tahun pada perempuan. Diperkirakan kematian
akibat kanker hati pada tahun 2014 adalah 23.000 (7.130 perempuan,15.870 pria)
dan sebanyak 80% kasus kematian adalah karsinoma hepatoselular (KHS),
Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah kanker hati primer. Faktor resiko
terjadinya KHS terkait dengan beberapa jenis penyakit, seperti infeksi hepatitis B
dan C kronis, hepatitis alkoholik, nonalcohol steatohepatitis (NASH), diabetes

2
melitus dan gangguan metabolik (ACS, 2015). Terapi konvensional untuk KHS
meliputi operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Di antara terapi tersebut,
kemoterapi dengan agen sitotoksik adalah pengobatan umum untuk KHS (Wang
dkk., 2013). Dalam kemoterapi konvensional, efek samping biasanya terjadi di
sebagian besar kasus karena tingkat toksisitas yang tinggi. Selain itu,
pengembangan resistensi obat terhadap agen kemoterapi sering mencegah
penggunaan jangka panjang terhadap keberhasilan kemoterapi untuk kanker hati
(Liu dkk., 2013). Maka perlu dilakukan pengembangan obat kemoterapi dengan
aktivitas yang tinggi dan toksisitas yang rendah.

II. 3Karsinoma Mammae


Kanker Payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan
atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara, Hal ini bisa
terjadi terhadap wanita maupun pria. Dari seluruh penjuru dunia, penyakir kanker
payudara (Breast Cancer/ Carcinoma mammae) diberitakan sebagai salah satu
penyakit kanker yang menyebabkan kematian nomor lima (5) setelah; kaker paru,
kanker rahim, kanker hati dan kanker usus. Kanker payudara, dengan kejadian
10,4% adalah jenis kanker urutan kelima , setelah kanker paru-paru. sel payudara
normal dan sebagian besar sel-sel kanker payudara memiliki reseptor untuk
mengikat estrogen dan progesteron yang beredar dalam darah. Hormon ini
berikatan dengan reseptor dan menghasilkan respon pertumbuhan dalam bentuk
kaskade sinyal yang mengarah ke proliferasi sel dan pertumbuhan. Perannya
dalam sel-sel kanker tidak dapat dirusak sebagai estrogen dan progesteron fungsi
dengan onkogen dan tumor gen supresor menyebabkan sel untuk tumbuh di luar
kendali.
sel-sel payudara yang reseptor estrogen dan progesteron positif (yaitu, ER + dan
PR +) lebih mungkin untuk merespon terapi hormonal (misalnya, Tamoxifen,
Raloxifene, Toremifene) dan memiliki prognosis lebih baik dari kanker yang
reseptor hormon negatif. Tamoxifen (Nolvadex R) adalah obat dalam bentuk
tablet,yang mengganggu aktivitas estrogen. Beberapa efek samping yang paling
umum dari Tamoxifen adalah efek samping yang serius dari Tamoxifen termasuk
pembekuan darah, stroke, kanker rahim,dan katarak. Raloxifene dapat

3
menyebabkan pembekuan darah serius untuk membentuk di kaki, paru-paru, atau
mata.Reaksi lainnya mengalami mencakup kaki bengkak / nyeri, kesulitan
bernapas, nyeri dada, perubahan visi.Oleh karena itu, efek samping membuat obat
ini cocok untuk menggunakan dan memerlukan studi pada alternatif yang lebih
baik.
Patofisiologi Kanker Payudara
1. Fase Inisiasi
Fase inisiasi merupakan fase dimana terjadinya suatu perubahan dalam bahan
genetik sel yang memicu sel menjadi ganas. Perubahan dalam genetik sel ini
disebabkan oleh karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia,
virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki
kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau
bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap
suatu karsinogen.Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi
lebih peka untuk mengalami suatu kerusakan yang ganas.
2. Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh
oleh promosi. Hal ini juga terjadi karena beberapa faktor lain sampai terjadinya
keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
3. Fase Metastasis
Metastasis yang berakibat ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker
payudara, beberapa diantaranya disertai komplikasi lain. Tulang merupakan
jaringan unik yang terbuat dari matriks protein yang mengandung kalsium dengan
kristal hydroxyappatite sehingga mekanisme yang biasa digunakan oleh sel
kanker untuk membuat ruang pada matriks ekstraselular dengan penggunaan
enzim metaloproteinase matriks tidaklah efektif.
Diagnosa Penyakit Kanker Payudara
Penyakit kanker payudara dapat diketahui dengan pasti dengan cara pengambilan
sample jaringan sel payudara yang mengalami pembenjolan (tindakan biopsi).
Dengan cara ini akan diketahui jenis pertumbuhan sel yang dialami, apakah
bersifat tumor jinak atau tumor ganas (kanker).

4
Tipe Penyakit Kanker Payudara
Melalui pemeriksaan yang di sebut dengan mammograms, maka tipe kanker
payudara ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu:
1. Kanker payudara non invasive, kanker yang terjadi pada kantung (tube)
susu {penghubung antara alveolus (kelenjar yang memproduksi susu) dan
puting payudara}. Dalam bahasa kedokteran disebut ‘ductal carcinoma in
situ‘ (DCIS), yang mana kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan
kantung susu.
2. Kanker payudara invasive, kanker yang telah menyebar keluar bagian
kantung susu dan menyerang jaringan sekitarnya bahkan dapat
menyebabkan penyebaran (metastase) kebagian tubuh lainnya seperti
kelenjar lympa dan lainnya melalui peredaran darah.

II.4 Perancangan Obat Berbasis Komputer


Perancangan obat berbasis komputer (Computer-Aided Drug Design, CADD)
memiliki peran yang besar dalam pengembangan suatu molekul untuk
kepentingan terapetik. CADD tidak hanya untuk menjelaskan dasar molekuler
suatu aktivitas terapetik, tetapi juga dapat memprediksi derivat-derivat yang
mungkin dari suatu molekul yang dapat meningkatkan aktivitas. Dalam penemuan
obat, CADD biasanya digunakan untuk tiga tujuan:
1. Menyaring sejumlah besar senyawa ke dalam suatu set kecil senyawa-
senyawa yang diprediksi aktif dan dapat diujikan secara ekperimental.
2. Mengarahkan optimasi senyawa penuntun, baik untuk meningkatkan
afinitas atau untuk optimasi profil metabolisme dan farmakokinetik obat
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi dan potensi toksisitas
(ADMET).
3. Mendesain senyawa baru dengan modifikasi pada gugus fungsi.

Pendekatan yang paling lazim digunakan dalam CADD adalah Virtual High
Throughput Screening (vHTS) yaitu suatu pendekatan komputasi untuk
melakukan penapisan library molekul dalam jumlah besar sehingga diperoleh
senyawa yang mempunyai kecocokan dengan target. vHTS diaplikasikan dalam

5
beberapa bentuk, mencakup penelusuran kemiripan secara kimia melalui
fingerprint atau topologi, pemilihan senyawa berdasarkan aktivitas biologi
melalui hubungan kuantitatif struktur aktivitas (HKSA) atau pemetaan
farmakofor, dan virtual docking senyawa ke dalam target.

CADD dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu berdasarkan struktur dan
berdasarkan ligan.CADD berdasarkan struktur mengandalkan data struktur protein
target untuk menghitung energi interaksi setiap senyawa uji, sedangkan CADD
berdasarkan ligan menggunakan data molekul-molekul yang diketahui aktif dan
tidak aktif melalui penelusuran kemiripan secara kimia atau berdasarkan HKSA
(Sliwoski, dkk., 2013).

II.5 Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA)


Hubungan struktur dan aktivitas dilakukan terhadap suatu seri senyawa kimia
yangmemiliki kemiripan struktur, karena struktur yang hampir sama akan
melibatkan interaksi yang spesifik dengan reseptor yang sama. Parameter
fisikomia dari suatu struktur berhubungan secara kuantitatif dengan aktivitas
biologi dari senyawa tersebut danmenentukan interaksi antara reseptor dengan12
obat, transpor dan distribusimolekul obat. Sifat hidrofobik, elektronik, dan sterik
merupakan sifat yang paling penting(Patrick, 1995).

II.5.1 Efek Hidrofobik


Sifat hidrofobik obat adalah parameter penting yang menentukan apakah suatu
molekul obat dapat dengan mudah melewati membran sel dan mempengaruhi
interaksi obat dengan reseptor. Perubahan subtituen pada molekul obat dapat
menimbulkan efek signifikan terhadap karakter hidrofobik dan aktivitas biologi
obat tersebut(Patrick,1995). Efek hidrofobik obat ditunjukkan oleh koefisien
partisi (P). Senyawa hidrofobik memiliki nilai P yang tinggi, sedangkan senyawa
hidrofilik akan memiliki nilai P yang rendah. Nilai P dapat diukur melalui
pengujian distribusi relatif suatu obat dalam campuran oktanol dan air. Molekul
hidrofob akan terlarut dalam lapisan oktanol, sedangkan molekul hidrofil akan
terlarut dalam lapisan air. Nilai P yang menunjukkan distribusi relatif senyawa

6
obat dalam pelarut oktanol dan dalam pelarut air dihitung sesuai persamaan (2.1).
Perubahan subtituen dari senyawa induk akan menghasilkan sejumlah senyawa
analog dengan nilai-nilai P tertentu. Koefisien partisi suatu analog dipengaruhi
oleh kontribusi rantai samping. Kontribusi konstituen terhadap konstanta
hidrofobik senyawa ditunjukkan oleh π, konstanta hidrofobik subtituen yang
didefinisikan sebagai ukuran seberapa hidrofob subtituen, dibandingkan relatif
terhadap hidrogen. Nilai π positif menunjukkan subtituen lebih hidrofobik
dibandingkan hidrogen, dan nilai π negatif menunjukkan subtituen kurang
hidrofobik dibandingkan hidrogen (Patrik, 1995).

II.5.2 Efek elektronik


Efek elektronik berbagai subtituen akan mempengaruhi ionisasi atau polaritas
senyawa, yang akan menentukan kemudahan suatu obat melewati membran sel
atau kekuatan ikatan obat dengan reseptor (Patrick, 1995). Ukuran pengaruh efek
elektronik dari subtituen pada cincin aromatik ditunjukkan oleh nilai konstanta
subtitusi Hammet (σ). Pengukuran σ yang merupakan parameter kekuatan tarikan
elektron atau sumbangan elektron subtituen ditentukan melalui uji disosiasi seri
senyawa benzoat tersubtitusi dibandingkan dengan disosiasi asam benzoat.
Konstanta subtitusi Hammet (σ) untuk hidrogen adalah 0. Subtituen penarik
elektron seperti Cl, NO2, atau CF3 memiliki nilai σ positif, sedangkan subtituen
pendorong elektron seperti Me, Et, dan But memiliki nilai σ negatif. Konstanta
Hammet dipengaruhi oleh efek resonansi dan induktif. Sehingga nilai dari
subtituen tertentu akan mempengaruhi posisi subtituen tersebut (posisi meta atau
para). Pada gugus nitro, pada posisi meta kekuatan penarikan elektron dipengaruhi
oleh efek induktif, sedangkan untuk posisi para efek induktif dan resonansi ikut
mempengaruhi, sehingga nilai σ para lebih besar. Pada gugus OH, pada posisi
meta yang mempengaruhi adalah induktif dan penarikan elektron, sedangkan pada
posisi para, pengaruh donor elektron karena resonansi lebih signifikan daripada
pengaruh penarikan elektron karena induksi. Untuk studi HKSA yang
memilikilebih dari 1 substituen, nilai σ merupakan penjumlahan (Σ σ) (Patrick,
1995).

7
II.5.3 Efek Sterik
Ukuran, bentuk dan keruahan (bulky) molekul dapat mempengaruhi interaksi obat
dengan reseptor atau enzim. Sebagai contoh, subtituen yang meruah dapat bekerja
seperti perisai dan penghalang pada interaksi obat dan reseptor. Selain itu,
subtituen yang meruah dapat membantu orientasi obat untuk berikatan maksimum
dengan reseptor dan meningkatkan aktivitasnya. Pengaruh keruahan, ukuran dan
bentuk molekul terhadap interaksi obat-reseptor disebut efek sterik. Kuantifikasi
sifat-sifat sterik lebih sulit daripada kuantifikasi efek hidrofobik dan efek
elektronik (Patrick, 1995).

II.6 Analisis statistik


Analisis statistik yang sering digunakan untuk mempelajari hubungan struktur dan
aktivitas suatu molekul obat adalah analisis regresi multilinear. Dalam analisis
regresi, variabel independen (X) mencakup parameter fisikokimia molekul dan
variabel dependen (Y) adalah aktivitas biologis. Analisis regresi merupakan
prosedur matematik, sebab korelasi yang diperoleh dari data eksperimen
mengandung error. Rumusan matematik regresi linier dinyatakan dengan
persamaan (2.2). Dimana y : Aktivitas biologis (variabel tergantung) x : Parameter
kimia fisika (variabel tidak tergantung) a, b : Konstanta Persamaan di atas apabila
sifat fisikokimia yang mempengaruhi aktivitas biologis (Y) hanya mengandung
satu paramater (X). Apabila terdiri dari dua parameter, maka persamaan
regresinya sesuai dengan persamaan (2.3). dan apabila terdiri dari tiga parameter
atau tiga predictor, maka memenuhi persamaan regresi (2.4). dengan x1, x2, x3
adalah parameter 1, 2 dan 3. Keabsahan persamaan yang diperoleh dan arti
perbedaan parameter yang digunakan dalam hubungan struktur aktivitas dapat
dilihat dengan beberapa kriteria statistik, seperti r, r2, F, t dan s. Arti dari setiap
kriteria statistik tersebut dikemukakan sebagai berikut: a) Nilai r (koefisien
korelasi) menunjukan tingkat hubungan antara data aktivitas biologis pengamatan
percobaan dengan data hasil perhitungan berdasarkan persamaan yang diperoleh
dari analisis regresi. Koefisien korelasi adalah (2.2) (2.3) (2.4)yang bervariasi
mulai dari 0 sampai 1. Semakin tinggi nilainya semakin baik hubungannya. Untuk

8
mendapatkan nilai koefisien korelasi yang dapat diterima tergantung jumlah data
penelitian. Semakin banyak jumlah data penelitian semakin rendah koefisien
korelasi atau nilai r yang dapat diterima. Dalam penelitian hubungan struktur
aktivitas dicoba dicapai suatu nilai r yang lebih besar dari 0,9. b) Nilai r2
menunjukan berapa persentase aktivitas biologis yang dapat dijelaskan
hubungannya dengan parameter sifat kimia fisika yang digunakan. Contoh: suatu
hubungan yang mempunyai nilai koefisien korelasi (r) = 0,99 berarti dapat
menjelaskan (0,99)2 x 100% = 98% dari variasi antar data. c) Nilai F menunjukan
makna hubungan bila dibandingkan dengan tabel F. makin besar nilai F makin
besar derajat kemaknaan hubungan. Nilai F adalah indikator bilangan untuk
menunjukan bahwa hubungan yang dinyatakan oleh persamaan yang didapat,
adalah benar atau merupakan kejadian kebetulan. Semakin tinggi nilai F semakin
kecil kemungkinan hubungan tersebut adalah kebetulan. d) Nilai t menunjukan
perbedaan koefisien regresi a, b, c dan d dari persamaan regresi bila dibandingkan
dengan tabel t. e) Nilai s (simpangan baku) menunjukan nilai variasi kesalahan
dalam percobaan. Alasan untuk menggunakan logaritma pada respons biologis
mempunyai dasar termodinamik. Energi bebas yang diberikan oleh suatu molekul,
dianggap merupakan jumlah energi bebas dari gugus-gugus subtituen. Sebagai
contoh, kelebihan energi bebas dari ionisasi pada asam p-metilbenzoat terhadap
asam benzoat adalah sama dengan sumbangan dari gugus p-metil. Persamaan
yang menggunakan log (Kx/Ko) termasuk energi bebas karena penetapan
keseimbangan adalah logaritma yang berhubungan dengan energi bebas. Ini
merupakan logika mengapa dalam hubungan struktur aktivitas digunakan
logaritma parameter-parameter respon biologis (Siswandono dan Soekardjo,
1995).
Aplikasi docking biasanya menilai kompleks ligan-protein yang terbentuk secara
cepat dan akurat, misalnya berupa perkiraan energi interaksinya. Docking sebuah
ligan mungkin akan menghasilkan ratusan atau ribuan konformasi kompleks
ligan-protein, dan fungsi penilaian yang efisien dibutuhkan untuk meranking
kompleks-kompleks tersebut sekaligus membedakan prediksi model pengikatan
yang valid dan yang tidak valid (Sliwoski, dkk., 2013). Secara umum fungsi
penilaian dibagi menjadi tiga macam yaitu fungsi fisika, fungsi emprik dan fungsi

9
statistik. Fungsi fisika telah dikembangkan untuk digunakan dalam simulasi dan
pemodelan molekul. Fungsi ini memakai koordinat atom sebuah sistem molekul
dan menghitung perkiraan energi potensialnya melalui pemodelan secara jelas
pada gaya fisika seperti interaksi Van deer Waals, ketahanan ikatan untuk
membengkok dan merenggang, interaksi sterik karena adanya ikatan yang mampu
berotasi, dan gaya elektrostatik. Untuk docking, biasanya hanya gaya
intermolekuler (gaya Van deer Waals dan elektrostatik) yang dipertimbangkan
untuk penilaian akhir. Energi intermolekul kompleks hasil suatu docking dapat
memberikan estimasi afinitas ikatan kombinasi antara ligan-protein (Dhanik dan
Kavraki, 2012).Dalam fungsi empirik, energi bebas diuraikan menjadi beberapa
komponen energi seperti ikatan hidrogen, interaksi ionik, interaksi hidrofobik dan
entropi ikatan. Setiap komponen dikalikan dengan koefisiennya dan kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh penilaian akhir. Koefisien diperoleh dari analisis
regresi sejumlah set kompleks ligan-protein yang sesuai dan telah diketahui
afinitas pengikatannya.Fungsi penilaian statistik menggunakan analisis statistik
struktur kristal ligan-protein untuk memperoleh frekuensi interaksi interatom
dan/atau jarak antara ligan dan protein. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa banyak
interaksi namun dalam hal ini interaksi atom dalam kompleks ligan-protein yang
paling sering terjadi yang dipilih untuk selanjutnya dikonversi menjadi energi
potensial (Meng, dkk., 2011).

II.7 Prediksi Farmakokinetika (ADME) In Silico


Farmakokinetik adalah studi tentang perjalanan waktu obat dalam tubuh dan
termasuk proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) (Smith
dkk., 2001). Parameter farmakokinetik yang berasal dari pengukuran konsentrasi
obat dalam darah atau plasma. Parameter farmakokinetik merupakan kunci dan
penting untuk rejimen dosis dan ukuran dosis (Raevsky dkk., 2000). Mengikuti
perkembangan studi di akhir 1990-an menunjukkan bahwa farmakokinetik dan
toksisitas yang buruk penyebab penting dari kegagalan tahap akhir dalam
pengembangan obat, sehingga hal ini harus dipertimbangkan sedini mungkin
dalam proses penemuan obat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kimia
kombinatorial dan high-throughput screening secara signifikan meningkatkan

10
jumlah senyawa yang memerlukan data awal absorpsi, distribusi, metabolisme,
ekskresi (ADME) dan toksisitas (T), yang selanjutnya mendorong pengembangan
dari berbagai media dan high-throughput pada uji ADMET in. Di sini, kita
menggambarkan bagaimana pendekatan in silico akan lebih
meningkatkankemampuan kita untuk memprediksi dan model farmakokinetik
yang paling relevan, metabolik dan toksisitas endpoint, sehingga mempercepat
proses penemuan obat (Van de Waterbeemd dan Gifford, 2003). Model ADME
dapat membantu upaya penemuan obat yaitu (1) Membantu kimiawan dalam
memilih molekul yang terbaik untukdilakukan pengujian dari sejumlah besar
molekul, (2) Memberikan informasi dari risiko ADME sehingga risiko tersebut
dapat diselidiki sebelumnya dalam proses penemuan obat, (3) Membantu
kimiawan menafsirkan data ADME eksperimental, dan (4) Membimbing
pengambilan keputusan dan memprioritaskan sintesis (Merz dkk., 2013) Salah
satu yang sederhana dan secara luas digunakan dalam pendekataan dengan
komputasi adalah memprediksi absorpsi yang dikembangkan oleh Lipinski,
berdasarkan evaluasi dari nilai sifat fisika kimia tertentu dari obat.
Berdasarkanevaluasi ini, Lipinski mengusulkan ' Lima Aturan' yang menyatakan
bahwa absorpsi yang buruk lebih mungkin untuk diamati ketika (Lipinski dkk.,
1997.) : (1) Berat molekul lebih besar dari 500, (2)Log P lebih besar dari 5, (3)
ada lebih dari lima ikatan Hidrogen donor, dinyatakan sebagai jumlah dari semua
OHs dan NHs, dan (4) ada lebih dari 10 ikatan Hidrogen akseptor, dinyatakan
sebagai jumlah dari semua Os dan Ns. Namun, ada beberapa pengecualian
mencolok yang tidak dapat dijelaskan oleh aturan-aturan ini.
Pemodelan secara in silico untuk memprediksi aktivitas/toksisitas suatu senyawa
didasarkan pada pengetahuan terhadap sifat tertentu dan struktur kimanya. Sifat-
sifat seperti fisika-kimia atau sifat secara struktural dapat dikalkulasi secara
komputasi menggunakan beberapa software, atau ditentukan secara
ekpserimental. Untuk prediksi toksisitas secara komputasional dapat
menggunakan pendekatan pemodelan HKSA atau expert system. Pemodelan
HKSA melakukan pencarian hubungan/korelasi matematika antara struktur kimia
dan sifat toksisitas. Sifat kimia diterjemahkan sebagai sekumpulan deskriptor
yang dikorelasikan dengan sifat toksisitasnya secara statistik dan diformulasikan

11
dalam bentuk algoritma.Sebaliknya expert system menyusun gugus-gugus fungsi
yang bertanggung jawab terhadap efek toksik suatu senyawa. Gugus fungsi ini
disebut sebagai structural alert (SA) atau toksikofor. Pemodelan ini didasarkan
pada pengetahuan yang diperoleh dari hasil analisis efek toksik senyawa-senyawa
kimia tertentu. Terdapat beberapa software untuk prediksi toksisitas yang
menggunakan expert system, salah satu di antaranya adalah ADMET Predictor
(Cronin dan Madden, 2010)

II.8 Prediksi Toksisitas In Silico


Toksikologi in silico dipandang sebagai salah satu alternatif untuk pengujian
hewan. Istilah ini secara luas diambil, untuk menunjukkan berbagai teknik
komputasi yang berhubungan dengan struktur kimia terhadap toksisitas. Tujuan
dari toksikologi in silico adalah untuk memberikan teknik pengambilan data yang
relevan dan/atau membuat prediksi tentang nasib dan efek senyawa kimia. Di
dalam istilah 'in silico' digunakan dengan cara yang sama seperti in vitro dan
invivo, dengan 'silico' yang berkaitan dengan pekerjaan berbasis komputasi.
Keuntungan dalam teknik silico, termasuk efektivitas biaya, kecepatan
dibandingkan dengan pengujian tradisional, dan penguranganpenggunaan hewan
(Cronin dan Madden, 2010) Prediksi toksisitas secara in silico didasarkan pada
prinsip-prinsip ilmiah. Awalnya, Informasi dikumpulkan daripengamatan
sebelumnya seperti pengumpulan data toksisitas dari kelompok senyawa kimia.
Sifat-sifat senyawa kimia ini diselidiki untuk menetapkan fitur yang bertanggung
jawab terhadap sifat toksik senyawa tersebut, yaitu untuk mengetahui hubungan
antara sifat molekul spesifik dari senyawa dan toksisitas yang terkait. Informasi
ini kemudian dapat digunakan untuk membangun model yang dapat menjelaskan
mengapa senyawa tertentu dapat (atau tidak) menimbulkan efek tertentu dan
untuk memprediksi efek yang mungkin ditimbulkan oleh senyawa yang belum
memiliki data toksisitas. Maka, untuk memperoleh data validitas model dapat
diuji dan penyesuaian dilakukan seperlunya. Dalam model in silico menggunakan
metode komputasiuntuk memprediksi aktivitas senyawa berdasarkan pengetahuan
tentang struktur kimia dan sifat yang dipilih (misalnya fisika-kimia atau sifat
struktural) kemungkinan dapat dihitung secara komputasi dengan menggunakan

12
berbagai perangkat lunak, atau ditentukan secara eksperimental (Cronin dan
Madden, 2010) Saat ini, metode toksikologi in silico menunjukkan kegunaan
dalam menghasilkan informasi untuk industri farmasi pada tahap desain untuk
membantu mengidentifikasi senyawa yang memiliki toksisitas rendah, sehingga
memungkinkan pemilihan kandidat senyawa untuk optimasi dan pengembangan
obat yang potensial (Valerio, 2009). Dalam beberapa tahun terakhir semakin
banyak penelitian telah dilakukan dengan metode komputasi (disebut in silico)
yang digunakan untuk memprediksi sifat fisikokimia dan aktivitas biologi
(toksisitas akut, karsinogenisitas, mutagenisitas, dll) dari senyawa kimia (Reisfeld
dan Mayeno, 2012).

II.9 Molecular Docking


Pendekatan molecular docking dapat digunakan untuk memodelkan interaksi
antara molekul kecil dan protein pada tingkat atom, yang memungkinkan kita
untuk mengkarakterisasi perilaku molekul kecil di situs pengikatan protein target
serta untuk menjelaskan proses dasar biokimianya (McConkey dkk., 2002). Proses
docking melibatkan dua langkah dasar, yaitu prediksi konformasi serta posisi dan
orientasi ligan pada sisi pengikatan (sering disebut sebagai pose) dan penentuan
afinitas pengikatan (Meng, dkk., 2011). Efisiensi proses docking akan meningkat
jika daerah pengikatan diketahui. Dalam banyak kasus, daerah pengikatan perlu
diketahui sebelum proses docking dilakukan. Biasanya daerah pengikatan dapat
diketahui dari struktur ko-kristal suatu protein target atau protein lainnya yang
masih berelasi (Sliwoski, dkk., 2013).
Metode docking dapat dibedakan menjadi tiga kelas berdasarkan pada
rearrangement yang dibolehkan terjadi baik pada ligan atau proteinnya.
1. Rigid-body docking. Docking dilakukan terhadap ligan pada suatu resptor
di mana keduanya memiliki konformasi yang kaku (fix conformation).
Ligan diujikan pada reseptor dengan lokasi dan orientasi yang berbeda.
2. Semi flexible atau flexible ligan docking. Ligan dibiarkan bebas mengubah
konformasinya melalui rotasi ikatan internalnya, sedangkan reseptor
dipertahankan dalam keadaan rigid. Flexibel liganddocking merupakan
tipe metode docking yang sering digunakan.

13
3. Flexible receptor docking. Reseptor yang digunakan bersifat fleksibel
tetapi secara terbatas karena fleksibiltas yang penuh dapat menyebabkan
masalah dalam interaksi. Seringkali dilakukan dengan mengambil bentuk
alternatif konformasi rantai sampingnya atau penandaan terhadap ikatan
khusus yang berperan sebagai engsel (Dhanik dan Kavraki, 2012).
Penentuan sisi pengikatan pada suatu protein dapat dilakukan dengan
membandingkan sisi pengikatan protein sejenis yang memiliki fungsi yang sama
yang telah dikristalkan dengan ligan lain. Sedangkan untuk sisi pengikatan yang
belum diketahui dapat dideteksi dengan menggunakan program atau server online.
Dimana docking yang belumdiketahui sisi pengikatannya disebut blind docking
(Meng dkk., 2011).Blind docking merupakan teknik docking yang diperkenalkan
untuk mendeteksi situs aktif protein yang mungkin mengikat ligan dengn
memindai seluruh permukaan protein target.Pendekatan blind docking untuk
mencari sisi pengikatan pada seluruh permukaan protein dan mengoptimalkan
konformasi dari protein digunakan AutoDock (Hete´nyi dan Spoel, 2006).
AutoDock merupakan program yang secara otomatis untuk memprediksi interaksi
ligan dengan target biomakromolekular. Pada dasarnya AutoDock terdiri atas dua
program utama: AutoDock yang membantu proses docking dari ligan ke
sekumpulan grids yang mendeskripsikan protein yang dituju, AutoGrid yang
membantu perhitungan grids tersebut.Menggunakan algoritma Lamarckian
Genetic dan fungsienergy scoring yang memberikan hasil docking yang
reproduksibel pada ligan sekitar 10 ikatan yang fleksibel. Dari hasil interaksi
antara suatu ligan dengan makromolekul targetnya, perangkat lunak ini dapat
memvisualisasikan ikatan hidrogen yang terbentuk berikut jarak ikatan hidrogen,
serta menampilkan parameter energi dan tetapan inhibisi (Ki) dari interaksi
tersebut (Morris, dkk., 2012).
Konformasi suatu molekul adalah kedudukan/posisi atom-atom dari suatu molekul
di dalam ruang. Terbentuknya konformasi terutama disebabkan oleh rotasi atom-
atom tersebut terhadap ikatan tunggal, oleh karena itu seringkali terbukti bahwa
molekul yang memiliki banyak ikatan tunggal, dapat membentuk lebih banyak
konformasi daripada molekul yang memiliki banyak ikatan rangkap. Ikatan
tunggal lebih mudah berotasi karena hanya memiliki ikatan sigma, sedangkan

14
ikatan rangkap lebih sulit berotasi karena selain memiliki elektron sigma, juga
memiliki elektron pi yang menstabilkan ikatan rangkap tersebut (Levita dan
Mustarichie, 2012).
Pencarian algoritma dalam penentuan jumlah konformasi suatu molekul telah
dikembangkan atau diadaptasi untuk aplikasi docking. Biasanya pencarian
algoritma di klasifikasikan sebagai metode sistematik, stochastic dan
deterministic simulation-based (Kortagere, 2013)
Jumlah konformasi diprediksi menggunakan metode sistematik dengan
menghitung konformasi melalui setiap sudut dihedral ikatan tunggal molekul,
sebagaimana dirumuskan dengan persamaan:

Jumlah konformasi = (360/ϴ)n

Di mana ϴ adalah sudut dihedral molekul dan n adalah jumlah ikatan tunggal
yang dapat berotasi. Jumlah konformasi akan meningkat secara eksponensial
seiring dengan bertambahnya jumlah ikatan tunggal yang dapat berotasi.
Metode stochastic melakukan perhitungan secara acak pada puncak minimum
lokal permukaan energi potensialnya, oleh karena itu metode ini memiliki
kecepatan perhitungan lebih tinggi dibandingkan dengan metode sistematik.
Monte Carlo dan genetic algorithms merupakan dua tipe algoritma yang termasuk
dalam metode ini (Levita dan Mustarichie, 2012).
Metode deterministic simulation-based, seperti simulasi dinamika molekul,
menyelesaikan persamaan Newton dari suatu pergerakan atom dalam sistem untuk
menghasilkan suatu lintasan yang menjelaskan perubahan posisi atom setiap
waktunya. Gambaran hasil lintasan tersebut kemudian dapat diperlakukan untuk
proses minimisasi dalam rangka menyusun suatu rangkaian konformasi dengan
energi minimum (Leach dan Gillet, 2007).

II.9.1Preparasi Molekul Training Set dan Decoy


Proses preparasi training set meliputi penggambaran struktur dua dimensi dari
senyawa-senyawa yang telah diketahui memiliki aktivitas enzimatik terhadapN -
[(1R)-3-(4-hidroksifenil)-1-methylpropyl]-2-(2-fenil-1H-indol-3-YL) Muhammad
Usman Mirza,dkk, (2013) dengan menggunakan Marvin Sketch (ChemAxon,

15
2016) diikuti dengan optimasi geometri tiga dimensi dengan medan gaya
MMFF94 (Halgren, 1996)pada piranti lunak Avogadro (Hanwell dkk. 2012).
Struktur tiga dimensi dari Estrogen Receptor Alpha diekstraksi dari PDB 2IOK
dan konformasinya dipertahankan karena akan digunakan sebagai acuan dalam
proses penjajaran molekul (molecular alignment). Selain itu juga dipersiapkan
sebanyak 500 senyawa sebagai decoy yang diambil dari database UI(Irwin dan
Shoichet 2005) dengan menggunakan piranti lunak DecoyFinder (Cereto-
Massagué dkk. 2012). Kriteria pemilihan senyawa yang dapat digunakan sebagai
decoy (Irwin, 2008)adalah:

1. Berat molekul ≤25 Da


2. Ikatan yang dapat berotasi ±1
3. Donor ikatan hidrogen ±1
4. Akseptor ikatan hidrogen ±2
5. LogP ±1
6. Koefisien Tanimoto antara calon decoy dan senyawa aktif ≤0.75
7. Koefisien Tanimoto antara calon decoy dan decoy terpilih ≤0.9

Luaran struktur decoy yang akan didapat sudah dalam bentuk tiga
dimensi.Prosedur konstruksi database multikonformer training set dan decoy
dilakukan dengan menggunakan metode stokastik pada piranti lunak MOE
(Chemical Computing Group, 2014).

Tabel II.1. Skema Confusion Matrix

In Vitro
Aktif Inaktif

In Silico

Aktif Positif Asli (PA) Positif Palsu (PP)


Inaktif Negatif Palsu (NP) Negatif Asli (NA)
Sensitivitas = Spesifisitas =
PA/(PA+NP) NA/(NA+PP)

16
Filter Drug-likeness, Toksisitas, dan PAINS
Senyawa yang diperoleh dari penapisan berbasis farmakofor kemudian disaring
berdasarkan kriteria drug-likeness dengan menggunakan fitur yang tersedia pada
Pharmit. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel II.2. Kriteria Drug-likeness


Parameter Rule of Five (Veber dkk., 2002) Aromatisitas
(Lipinski dkk. (Ritchie dan
1997) Macdonald 2009)
Berat Molekul ≤500
(Da)
CLogP ≤5.0
Donor Ikatan ≤5 ≤12 (Donor +
Hidrogen Akseptor) (dapat
Akseptor Ikatan ≤10 ditukargantikan
Hidrogen dengan PSA)
Rotatable Bond ≤10
Polar Surface ≤140 (dapat
Area (Å) ditukargantikan
dengan donor +
akseptor)
Inti Aromatik ≤3

Hasil yang diperoleh kemudian disaring lebih lanjut dari senyawa yang
mengandung gugus toksikofor dan PAINS (Pan Assay Interference Compounds)
(Baell dan Holloway 2010)dengan menggunakan web serverFAF-Drugs3
(http://fafdrugs3.mti.univ-paris-diderot.fr) (Lagorce dkk. 2015). PAINS
merupakan senyawa-senyawa berpotensi bersifat positif palsu terhadap uji HTS
melalui beberapa mekanisme diantaranya interaksi kovalen ligan-protein, disrupsi
membran, dan pembentukan kompleks dengan logam.

II.10 Penambatan Molekul


II.10.1 Penambatan Molekul Tahap I (Rigid Receptor Docking)
Penambatan molekul tahap pertama dilakukan dengan menggunakan protokol
rigid receptor docking dengan menggunakan MOE. Proses ini diawali dengan

17
preparasi kompleks protein yang akan digunakan (PDB:2IOK). Tahapan ini terdiri
dari eliminasi molekul air dan aplikasi modul LigX yang mencakup beberapa
proses:
1. Modul Structure Preparation (Untuk melengkapi informasi sekuens asam
amino)
2. Modul Protonate 3D (Untuk menambahkan atom hidrogen pada kompleks
protein) (Labute 2009)
3. Minimisasi energi dan penambahan muatan parsial (Amber12:EHT)

Sementara itu, training set maupun decoy juga dipreparasi dengan memberikan
muatan parsial MMFF94X. Setelah itu dilakukan proses validasi terhadap metode
yang akan digunakan. Validasi diawali dengan proses re-docking ligan alami
(Estrogen Receptor Alpha) terhadap protein. Luaran yang diharapkan adalah
diperoleh metode yang menghasilkan docking pose dengan nilai RMSD terendah
(nilai cut-off< 2.0 Å). Metode terpilih kemudian divalidasi lebih lanjut untuk
menguji kemampuan scoring dan ranking dengan melakukan proses virtual
screening terhadap dua puluh senyawa training set dan 500 senyawa decoy.
Diharapkan metode terpilih memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan
meranking senyawa training set pada urutan teratas dibandingkan dengan decoy.
Alur kerja validasi metode penambatan molekul mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh (Planesas dkk. 2011) yaitu dengan mencoba kombinasi beberapa
placement function dan scoring function yang tersedia pada MOE. Parameter
validasi yang digunakan adalah nilai Enrichment Factor 1%, 5%, 10%, dan 20%
serta nilai AUC ROC (Triballeau dkk. 2005) dengan menggunakan web server
Screening Explorer (Empereur-Mot dkk. 2016). Titik penyaringan dipilih
berdasarkan EF dengan nilai tertinggi.
𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓/𝑛
EF x% = 𝐴𝐾𝑇𝐼𝐹/𝑁
x% = persentase dataset
aktif = jumlah senyawa training set yang berada pada x% dataset teratas
n = jumlah senyawa yang berada pada x% dataset teratas
AKTIF = jumlah senyawa training set pada dataset
N = jumlah senyawa pada dataset

18
II.11 Molecular Dynamics (MD)
Simulasi MD dilakukan dengan menggunakan GROMACS (Abraham dkk. 2015).
Proses diawali dengan konstruksifile topologi dan parameter protein serta ligan.
Khusus untuk ligan, proses dilakukan dengan menggunakan script ACPYPE (da
Silva dan Vranken 2012). Tahapan selanjutnya adalah proses solvasi dengan
menggunakan model air TIP3P(Jorgensen dkk. 1983) dan penambahan ion lawan
(Na+ dan Cl-). Minimisasi struktur protein dilakukan dengan medan gaya
Amberff99SB-ILDN (Lindorff-Larsen dkk. 2010), sementara untuk struktur ligan
digunakan medan gaya GAFF (Wang dkk. 2004). Sebelum dilakukan proses
simulasi, dilakukan ekuilibrasi sistem terhadap temperatur (310 K, 250 ps) dengan
menggunakan termostat velocity rescale (Bussi dkk., 2007), serta terhadap
tekanan (1 bar, 250 ps) dengan menggunakan barostat Parrinello-Rahman
(Parrinello dan Rahman 1981). Simulasi MD kemudian dilakukan selama 20ns.
Analisis hasil MD dilakukan dengan melihat grafik RMSD backbone protein serta
RMSF residu asam amino protein.

19

Anda mungkin juga menyukai