Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas

utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 14 juta kasus baru terkait kanker dan

pada tahun 2015 terdapat 8,8 juta kematian yang disebabkan oleh kanker. Jumlah

kasus baru diperkirakan akan meningkat sekitar 70 % selama 2 dekade kedepan.

Menurut WHO, 5 besar kanker di dunia dengan prevalensinya adalah kanker paru-

paru (1,69 juta kematian), kanker hati (788.000 kematian), kanker kolorektal

(754.000 kematian), kanker lambung (723.000 kematian), dan kanker payudara

(571.000 kematian).1,2,3

Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa kanker

payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol

oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol

oleh umur) akibat kanker payudara sebesar 12,9% (Ferlay et al, 2012). Kanker

payudara menempati urutan kelima penyebab kematian akibat kanker secara

keseluruhan (522.000 kematian) dan sementara itu adalah penyebab kematian kanker

yang paling sering terjadi pada wanita di daerah yang kurang berkembang (324.000

kematian, 14,3% dari total), sekarang menjadi penyebab kedua kematian akibat
kanker di wilayah yang lebih berkembang (198.000 kematian, 15,4%) setelah kanker

paru-paru.2,3

Kanker payudara dan kanker paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang

ada di seluruh dunia karena meningkatnya morbiditas dan mortalitas selama

bertahun- tahun. Berdasarkan beberapa data epidemiologi yang telah dijelaskan

sebelumnya, faktor sosiodemografis seperti usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan

riwayat keluarga memiliki hubungan terhadap insiden kanker payudara baik secara

global maupun nasional.1,2,3,4

1.2. Manfaat kegiatan

Sebagai edukasi kepada masyarakat Desa Latta dapat terkait pencegahan

kanker payudara dan kanker paru.

1.3. Tujuan kegiatan

1. Memberikan edukasi terkait pencegahan Kanker Payudara

2. Memberikan edukasi terkait pencegahan Kanker Paru


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kanker Payudara

II.1.1. Definisi

Menurut PNPK (Panduan Nasional Penanganan Kanker) 2015, kanker

Payudara merupakan keganasan pada jaringan yang dapat berasal dari epitel duktus

maupun lobulusnya. Perubahan fibrokistik dapat mendukung peningkatan risiko

untuk perkembangan kanker payudara.5,6

1. Risiko minimal atau tidak meningkatkan risiko terhadap kanker payudara:

fibrosis, perubahan kistik, metaplasia apokrin, hiperplasia ringan

2. Risiko yang agak meningkat (1,5 kali sampai 2 kali): hiperplasia sedang

hingga berat (tanpa atipia), papilomatosis duktal, adenosis sklerotik

3. Risiko yang meningkat secara bermakna (5 kali): hiperplasia atipik, baik pada

duktus atau lobus.

Kanker payudara paling umum menyerang wanita, walaupun laki-laki

mempunya potensi terkena akan tetapi kemungkinan sangat kecil dengan

perbandingan 1 diantara 1000. Kanker payudara terjadi karena kondisi sel telah

kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami

pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara sering
didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari

parenchyma (Kemenkes, 2013).6,7

Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, Kanker payudara

menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Angka kejadian

Kanker payudara di Indonesia diperkirakan 12/100.000 wanita. Penyakit ini juga

dapat diderita oleh laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Lebih dari 80% kasus ca

mammae di Indonesia ditemukan pada stadium lanjut sehingga upaya pengobatan

sulit dilakukan. Pemahaman mengenai upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan

kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik sangat diperlukan agar

pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal (Kemenkes, 2013).3,5,6

II.1.2. Faktor Resiko

1. Faktor Reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya ca

mammae adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih

tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah

bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan

umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker

payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan

bertambahnya umur. Kurang dari 25% ca mammae terjadi pada masa sebelum
menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum

terjadinya perubahan klinis (Harianto, 2005).6

2. PenggunaanMHormon

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya ca mammae. Peningkatan ca

mammae yang signifikan terdapat pada pengguna terapi estrogen replacement. Suatu

meta analisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko ca mammae pada

pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang

lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami ca mammae sebelum menopause.

Sel-sel yang sensitif terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan

degenerasi jinak atau menjadi ganas (Harianto, 2005). 6

3. Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik.

Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat

penderita yang akan dilaksanakan skrining kanker payudara. Terdapat peningkatan

risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara,

ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila

terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas

untuk terjadi kanker payudara 60% pada umur 50 tahun dan 85% pada umur 70

tahun.6
4. Faktor Umur

Semakin bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita

yang paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun, meski

wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat terserang kanker payudara, namun

risikonya lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40 tahun (Depkes, 2009). 6

II.1.3. Pencegahan

Pencegahan primer dilakukan sebagai usaha agar tidak terkena kanker

payudara antara lain dengan mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko yang

diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara .

Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining kanker

payudara adalah pemeriksaan atau usaha menemukan abnormalitas yang mengarah

pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang yang tidak mempunyai

keluhan. Tujuan skrining adalah untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker

payudara dan angka kematian (Khasanah, 2013). 5,6

Skrining untuk kanker payudara adalah mendapatkan orang atau kelompok

orang yang terdeteksi mempunyai kelainan/abnormalitas yang mungkin ca mammae

dan selanjutnya memerlukan diagnosis konfirmasi. Skrining ditujukan untuk

mendapatkan ca mammae dini sehingga hasil pengobatan menjadi efektif; sehingga


akan menurunkan kemungkinan kekambuhan, menurunkan mortalitas dan

memperbaiki kualitas hidup (level-3). Beberapa tindakan untuk skrining adalah :

Periksa Payudara Sendiri (SADARI), Periksa Payudara Klinis (SADANIS), dan

Mammografi skrining (Kemenkes, 2013). 5,6

II.2. Kanker Paru

II.2.1. Definisi

Kanker / karsinoma paru merupakan tumor ganas epitel primer saluran nafas

terutama bronkus yang dapat menginvasi struktur jaringan di sekitarnya dan

berpotensi menyebar ke seluruh tubuh (Masyul, 2014). Kanker paru merupakan

penyebab utama keganasan dan menjadi kanker yang paling umun di dunia, diagnosis

kanker paru mencapai hingga 13% dari semua diagnosis kanker. Kanker paru dalam

arti luas adalah semua penyakit keganasan yang ada di paru, mencakup keganasan

yang berasal dari paru itu sendiri (primer), maupun keganasan dari luar paru

(metastasis di paru). Kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel

bronkus atau karsinoma bronkus. Ciri khas dari penyakit kanker paru yaitu adanya

pertumbuhan sel yang tidak terkontrol pada jaringan paru. Bila tidak dirawat,

pertumbuhan sel ini dapat menyebar ke luar dari melalui suatu proses yang disebut

metastasis ke jaringan yang terdekat atau bagian tubuh lainnya. Perkembangan kanker

paru dipengaruhi oleh pembelahan sel kanker dan metastasis kanker paru. Menurut

Virchow dan Motram yang dikurip dari Tabrani (1996) dasar dari penyakit kanker
paru sama dengan kanker pada umumnya, yakni pertumbuhan ganas yang terjadi

pada sel kanker yang mengalami pembelahan. Semakin pendek masa pembelahan sel

kankes semakin cepat pertumbuhan sel kanker tersebut. Sebagian besar kanker yang

mulai di paru dikenal sebagai kanker paru primer, adalah yang berasal dari sel

epithelium. Jenis kanker paru yang utama adalah SCLC (Small Cell lung Cancer) atau

disebut juga kanker paru sel kecil atau kanker sel gandum, dan NSCLC (Non-Small

Cell Lung Cancer) atau kanker paru bukan sel kecil (Aditama, 2002).7,8

II.1.2. Faktor Resiko

1. Jenis Kelamin

Laki-laki memiliki tingkat metilasi pada gen Ras Association domain Family

1A (RASSF1A) yang lebih tinggi, 17,9%, dibandingkan dengan perempuan yaitu

7,5% dengan nilai P<0,01. dimana gen RASSF1A merupakan salah satu tumor

supresor yang mengkode protein menyerupai RAS efektor protein, sehingga apabila

terjadi metilasi yang menginduksi inaktivasi dari ekspresi gen tersebut maka akan

menimbulkan hilangnya inhibisi pada Cyclin D1 sehingga cell cycle arrest tidak

terjadi. Hal ini tentunya menyebabkan sel membelah secara tidak terkendali dan

menjadi kanker.9

2. Umur
Risiko terkena kanker akan meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian

terdahulu menunjukkan adanya kecenderungan pola merokok sesuai umur turut

mempengaruhi terjadinya kanker paru. Populasi yang berumur 50-75 tahun, 77%

merupakan perokok aktif (p<0,0003) sedangkan pada orang yang berumur diatas 75

tahun, hanya 23% yang merupakan perokok. Populasi yang berumur 45-49 tahun

menunjukkan inaktivasi gen MTHFR paling tinggi dibandingkan kelompok umur

lainnya yaitu 18,5% (P<0,01) yang terkait erat dengan kebiasaan merokok. Golongan

umur 50-64 tahun memiliki inaktivasi gen tertinggi pada gen Cadherin-1 (CDH1) dan

Glutathione S-transferase P-1 (GSTP1) sedangkan golongan umur >70 tahun

memiliki kecenderungan inaktivasi gen GSTP1 dan RASSF1A tertinggi dibanding

kelompok umur lainnya. Hal ini menyebabkan golongan umur diatas 45 tahun

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker paru.9

3. Riwayat Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, apabila memiliki riwayat keluarga yang

mengidap kanker paru-paru, akan lebih berisiko terkena penyakit tersebut lebih dini.

Hal ini terkait dengan adanya kerentanan pada kromosom 6q23–25. 15 Risiko kanker

paru pada individu dengan riwayat kanker paru pada keluarga tingkat pertama (first-

degree relatives) meningkat sebesar 50% dibandingkan dengan mereka yang tidak

memiliki riwayat keluarga yang terkena kanker paru.9,10


4. Merokok

Merokok memiliki hubungan erat dengan kejadian kanker paru. Rokok

mengandung lebih dari 7.000 zat kimia, dan 69 diantaranya diakui sebagai

karsinogen. Karsinogen yang erat kaitannya dengan kanker paru adalah 4- (methyl-

nitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone atau Nicotine-derived nitrosamine ketone

(NNK), N’-nitrosonornicotine (NNN) dan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH).

NNK dengan dosis 1,8mg/kg dapat menginduksi kanker paru pada mencit. Estimasi

dosis terendah NNK pada perokok dengan lama merokok 40 tahun adalah sekitar 1,1

mg/kg sehingga risiko terkena kanker paru akan semakin tinggi apabila waktu

paparan rokok semakin lama. 9,10

Merokok juga mempengaruhi metilasi gen Methylene tetrahydrofolate

reductase (MTHFR), tingkat metilasi gen MTHFR pada orang yang merokok lebih

tinggi secara signifikan yaitu 72,1% (P<0,01) dibandingkan dengan mantan perokok

(63,8%) dan yang tidak merokok (31,6%). MTHFR merupakan produk gen yang

memainkan peran sebagai methionine pool serta memastikan bahwa kadar

homosistein dalam tubuh tidak mencapai level toksik. Enzim MTHFR mengkatalis

sintesis metionin yang dibutuhkan dalam metabolism S- adenosilmetionin yang

memiliki peran penting pada proses metilasi DNA dan ekspresinya dapat mengubah

metilasi DNA yang bersangkutan. Inaktivasi MTHFR menyebabkan penurunan

signifikan 5-metilsitosin yang akan menginduksi hipometilasi DNA yang nantinya

akan mengganggu program cell death yang memicu perkembangan tumor. 9,10
BAB III

METODE KEGIATAN

3.1. Waktu dan Lokasi

3.1.1. Waktu kegiatan

Sosialisasi dilakukan pada hari Rabu tanggal 20 Oktober 2021.

3.1.2. Lokasi kegiatan

Sosialisasi di lakukan pada Gereja Bukit Kasih dan Gereja Elohim Latta
BAB IV

HASIL KEGIATAN

Hasil dari kegiatan ini diharapkan informasi yang diberikan dapat bermanfaat

bagi masyarakat Desa Latta dalam hal pencegahan terjadinya penyakit kanker

payudara dan kanker paru di Desa Latta sehingga dapat menjadi bahan acuan bagi

masyarakat untuk memulai pola hidup sehat dan dapat melakukan screening lebih

awal.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Albar Z. A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukito P., Suardi D. R., Achmad D.,

dkk. 2003, Protokol PERABOI, Bandung.

2. Aster A. K., I Made N., Cornain S. (eds) 2013, Buku Ajar Patologi Robbins,

Elsevier, Singapore.

3. Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran,

Pusdatin Kementerian Kesehatan RI. 2015, Data Riset Kesehatan Dasar,

Proporsi Faktor Risiko Penyakit Kanker pada Penduduk Menurut Kelompok

Umur Tahun 2013, Bakti Husada, Tangerang.

4. Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. 2018, Hasil Utama

RISKESDAS 2018.

5. Badan Pusat Statistik. Kebutuhan Data Ketenagakerjaan untuk Pembangunan

Berkelanjutan. [Online], accessed 26 November 2018, Available at:

wcms_346599.pdf

6. Bessonova L., Taylor T. H., Mehta R. S., Zell J. A., Anton-Culver H. 2011,

„Risk of a second breast cancer associated with hormone-receptor and

HER2/neu status of the first breast cancer‟, Cancer Epidemiol Biomarkers

Prev, vol. 20 no. 2, pp. 389-396.

7. Arga, M. (2017) . Karakteristik Penderita Kanker Paru di Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2016 (Skripsi


yang tidak dipublikasikan). Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin,

Makassar.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,

(2014). Indeks pembangunan kesehatan masyarakat. Diakses dari

http://www.kemkes. go.id/ development/resources/download/ litbangkes

/IPKM_2013_C3.pdf.

9. Bashri, M. (2014). Kanker paru. Jakarta : Indonesia University Press.

Burhan, E. (2007). Angka tahan hidup penderita kanker paru yang layak

dibedah.

10. Hasmi. (2014). Metode penelitian kesehatan. Indonesia : In Media

Anda mungkin juga menyukai