Anda di halaman 1dari 24

Paper Kanker Payudara

(Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Kelas C)

Dosen Pengampu :

Tri Damayanti Simanjuntak, S.KM., M.Epid.

Disusun oleh Kelompok 6

Ahmad Ali Mansur 212110101104

Nyuwandari Ardelia W 212110101118

Aditya Nur Kumala Dewi 212110101123

Farah Amiratun Nisa’ F 212110101138

Elshinta Susanthika J 212110101140

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2023
A. Definisi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah kanker yang terbentuk di jaringan payudara.
Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada jaringan di payudara tumbuh secara
tidak terkendali dan mengambil alih jaringan payudara yang sehat dan sekitarnya.
Payudara terdiri dari tiga bagian utama: lobules, ducts, and connective tissue.
Lobulus adalah kelenjar yang menghasilkan susu. ducts adalah tabung yang
membawa susu ke puting susu. Jaringan ikat (yang terdiri dari jaringan berserat
dan lemak) mengelilingi dan menyatukan semuanya (Centers for Disease Control
and Prevention, 2022)
Jenis jenis kanker payudara yang sering terjadi:
1. Invasive ductal carcinoma. Jenis kanker payudara yang tumbuh di
duktus dan bisa menyebar ke jaringan sekitarnya, bahkan bisa
menyebar ke area tubuh yang lain. IDC terjadi pada 70–80% kasus
kanker payudara.
2. Invasive lobular carcinoma. Jenis kanker yang awalnya tumbuh di
kelenjar air susu tetapi kemudian menyebar ke jaringan di sekitarnya.
Kanker jenis ini juga bisa menyebar melalui darah dan saluran getah
bening menuju bagian tubuh lain.
B. Epidemiologi Kanker Payudara
Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk
Indonesia. Pada umumnya kanker payudara menyerang kaum wanita, dan dapat
menyerang pria namun dengan kemungkinan yang sangat kecil yaitu 1:1000
(Arafah & Notobroto, 2018).
Menurut laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan, 2020) dari
World Health Organization (WHO), terdapat 19.292.789 penyakit kanker yang
menyerang penduduk dunia, terdapat 396.914 penyakit kanker yang menyerang
penduduk indonesia pada tahun 2020. Berdasarkan jenis penyakitnya, terdapat
lima kanker terbanyak di dunia, dimana kanker payudara menjadi kanker paling
banyak dialami dengan jumlah kasus baru 2.261.419 (11,7% persen), diikuti
kanker paru (11,4 persen), kanker colorectum (10 persen), kanker liver (7,3
persen) dan serviks (3,1 persen). Di Indonesia sendiri penyakit kanker yang paling
banyak dialami adalah kanker payudara yaitu sebanyak 65.858 kasus. Jumlah ini
setara 16,6% dari total kasus penyakit kanker di tanah air. Sementara itu, untuk
jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus.
Terdapat 3 provinsi di Indonesia dengan prevalensi kanker payudara
tertinggi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (2,4% atau 4.325 kasus), Kalimantan
Timur (1,0% atau 1.879 kasus), dan Sumatera Barat (0,9% atau 2.285 kasus)
(KEMENPPPA, 2022). Penyebab tingginya prevalensi kanker payudara di 3
provinsi tersebut, salah satunya disebabkan karena masih rendahnya kesadaran
masyarakat akan deteksi dini dan pemeriksaan kanker payudara secara klinis.
Sebesar 70 persen dideteksi sudah di tahap lanjut saat melakukan pemeriksaan.
Berdasarkan data dari Global Burden of Cancer Study, penyakit yang lebih
banyak dialami oleh wanita dunia adalah penyakit kanker dengan jumlah
2.261.419 (24,5%), pada laki-laki lebih banyak mengalami kanker paru-paru.
Begitu pula di Indonesia, kanker payudara lebih banyak menyerang pada kaum
Wanita yaitu dengan jumlah 65.858 kasus. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan bagi pria untuk tetap memiliki risiko mengalami kanker payudara.
Pada tubuh pria tetap memiliki jaringan payudara, tetapi perkembangannya tidak
sebanyak pada wanita. Jaringan inilah yang kemudian berisiko terserang kanker.
Angka kejadian kanker, terutama kanker payudara dari tahun ke tahun
semakin meningkat, salah satunya diakibatkan karena gaya hidup yang semakin
modern dan tidak sehat, serta kurangnya kesadaran wanita untuk memeriksakan
payudaranya. Berdasarkan data dari cancer.gov diketahui mayoritas kanker
payudara terdiagnosis pada wanita dengan kelompok usia 65 – 74 tahun (26,5%).
Namun yang perlu juga diperhatikan faktanya sebesar 2,0% kanker payudara
dialami oleh wanita dengan kelompok usia 20 – 34 tahun. Oleh karena itu sudah
menjadi kebutuhan bagi setiap wanita untuk rutin melakukan deteksi dini kanker
payudara sejak usia muda. Semakin cepat diketahui adanya sel kanker pada tubuh
maka semakin cepat penanganan dan semakin tinggi tingkat keberhasilan
terapinya.
C. Etiologi Kanker Payudara
Etiologi kanker payudara hingga saat ini belum sepenuhnya dapat dijelaskan,
tetapi ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko pada individu tertentu
1. Genetik
Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara
berhubungan dengan gen tertentu. Riwayat keluarga menjadi faktor risiko
kejadian kanker payudara. Wanita yang memiliki riwayat keluarga
menderita kanker payudara memiliki risiko 2 kali lipat terkena kanker
payudara dibanding wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga. Hal ini
disebabkan oleh mutasi gen BRCA1 dan BRCA2(Azmi et al., 2020).
Keluarga yang memiliki gen BRCA1 yang diturunkan memiliki risiko
terkena kanker payudara lebih besar (Eismann et al., 2020). Apabila
terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas (resiko untuk menderita)
kanker payudara, probabilitas atau peluang untuk menjadi kanker
payudara adalah sebesar 60%. (Anggorowati, 2013)
2. Hormon
Ketidakseimbangan hormon sangat berperan penting dalam
progressivitas kanker payudara. Kelebihan hormon pada wanita
premenopause dan pasca-menopause dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara (Admoun & Mayrovitz, 2022). Salah satu
faktor risiko penting yang berhubungan dengan kanker payudara adalah
keadaan hormonal yang disebabkan oleh hormon estrogen yang berperan
dala proses tumbuh kembang organ seksual perempuan. Keterpaparan
hormon estrogen dalam tubuh manusia dalam waktu yang lama akan
menambah risiko untuk terkena kanker payudara. Rata-rata kanker
payudara berkembang pada usia 40-49 tahun sebelum memasuki usia 50
tahun keatas (Hasnita et al., 2019).
3. Lingkungan
Pengaruh lingkungan terhadap insiden kanker payudara berbeda-
beda setiap kelompok masyarakat. Pada suatu lingkungan terdapat
berbagai substansi yang bersifat karsinogen atau inisiator terjadinya
kanker, seperti sinar ultraviolet, virus, senyawa yang terkandung dalam
rokok, polusi lingkungan, serta berbagai substansi kimia seperti obat
kanker.
D. Patofisiologi Kanker Payudara
Berdasarkan jurnal Pathophysiology and Diagnosis of Breast Cancer, kontak
antara faktor lingkungan (eksternal) dan inang yang rentan secara genetik dapat
menyebabkan kanker payudara. Sel normal akan melakukan pembelahan secara
terus-menerus dan berhenti setelah sel tersebut mencukupi kebutuhannya. Sel
yang telah mengalami pembelahan akan menempel pada sel lain dan tetap berada
di jaringan dalam waktu yang lama. Sel akhirnya menjadi ganas ketika kehilangan
kemampuan untuk berhenti membelah, menempel pada sel lain dan mati pada
waktunya. Berbagai proteom dan jalur melindungi sel dari kematian sel
terprogram. Salah satu pelindung jalur adalah jalur PI3K/AKT, yang lainnya
adalah jalur RAS/MEK/ERK. Umumnya, protein PTEN mematikan jalur
PI3K/AKT ketika sel-sel dipersiapkan untuk kematian sel terprogram. Pada
beberapa kanker payudara, gen protein PTEN diubah sehingga jalur PI3K/AKT
terhenti pada posisi "on" dan sel kanker tidak merusak diri sendiri (Kunupo,
2022).

Dalam buku Patologi dan Patofisiologi Penyakit, beberapa jenis kanker


payudara menunjukkan disregulasi onkogen Met, hormone HGF, dan terjadi
ekspresi berlebihan enzim PTK-6. Patofisiologi kanker payudara terbagi menjadi
4 tahapan, meliputi (Hasdianah & Suprapto, 2014) :
1. Transformasi
Sel-sel normal dalam tubuh bertransformasi menjadi sel-sel kanker
diakibatkan oleh adanya tahap inisiasi dan promosi.
2. Fase Inisiasi
Sel dapat menjadi ganas apabila terdapat perubahan dalam bahan
genetik sel. Perubahan dalam bahan genetik sel diakibatkan oleh suatu
agen bernama karsinogen.
3. Fase Promosi
Dalam fase ini, sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel tidak akan mencapai fase ini jika belum melewati
tahapan inisiasi. Keganasan juga dapat terjadi jika ada faktor lain yang
mempengaruhi.
4. Fase Metastasis
Pada kanker payudara, metastasis menuju tulang merupakan hal yang
seringkali terjadi dan diantaranya disertai dengan komplikasi.
E. Faktor Resiko Kanker Payudara
Menurut Centers for Disease Control and Prevention tahun 2022 risiko
terkena kanker payudara diakibatkan oleh adanya berbagai macam faktor, salah
satunya yaitu bertambahnya usia dan jenis kelamin wanita yang menjadi faktor
utama. Kanker payudara sebagian besar ditemukan pada wanita berusia 50 tahun
ke atas. Namun, seseorang yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker
payudara kuat atau memiliki perubahan gen BRCA1 dan BRCA2 juga berisiko
tinggi terkena kanker payudara. Selain faktor risiko diatas terdapat faktor risiko
lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker payudara diantaranya yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah (Centers
for Disease Control and Prevention, 2022). Berikut merupakan faktor risiko yang
tidak dapat diubah dari terjadinya kanker payudara :
1. Usia
Seiring bertambahnya usia, risiko terkena kanker payudara
semakin meningkat. Rata-rata seseorang didiagnosis kanker payudara
setelah usia 50 tahun (Centers for Disease Control and Prevention,
2022). Berdasarkan penelitian Rahmadhani et al tahun 2019 wanita
yang berusia tua memiliki risiko lebih besar terkena kanker dan
berisiko terlambat dalam melakukan pemeriksaan kanker di pelayanan
kesehatan. Wanita yang berusia lebih tua cenderung kurang peduli
tentang risiko kanker baik gejala dan tanda kanker payudara.
Kurangnya pengetahuan menyebabkan kurangnya kesadaran dan
pemahaman tentang kanker. Selain itu, mobilitas wanita berusia tua
cenderung terbatas sehingga jarak dan dukungan keluarga
mempengaruhi penderita pergi ke pelayanan kesehatan (Rahmadhani
et al., 2019).
2. Mutasi Genetik
Kanker payudara dan ovarium akan lebih berisiko terjadi pada
wanita yang mengalami mutasi gen tertentu, seperti BRCA1 dan
BRCA2 (Centers for Disease Control and Prevention, 2022).
Berdasarkan penelitian Amelia & Srywahyuni tahun 2023, gen BRCA
normal dalam DNA berperan untuk mengontrol pertumbuhan sel
secara normal. Namun, gen BRCA yang mengalami mutasi menjadi
BRCA1 dan BRCA2 menyebabkan hilangnya fungsi pengontrol
pertumbuhan sel sehingga tumbuhnya sel menjadi tidak terkontrol atau
menimbulkan kanker. Adanya mutasi BRCA1 dan BRCA2 telah
meningkatkan risiko kanker secara signifikan yang ditandai terjadinya
5-10% kasus dari seluruh kanker payudara (Amelia & Srywahyuni,
2023).
3. Memiliki Payudara yang Padat
Wanita yang memiliki payudara padat lebih berisiko terkena
kanker payudara dikarenakan payudara yang padat memiliki lebih
banyak jaringan ikat daripada lemak. Jaringan ikat yang banyak ini
berdampak pada kesulitan saat melihat tumor pada mammogram
(Centers for Disease Control and Prevention, 2022). Berdasarkan
analisis Gunawan tahun 2021, mammografi merupakan tes skrining
yang direkomendasikan sebagai pilihan pertama, tetapi sensitivitasnya
turun signifikan untuk kanker payudara seiring meningkatnya
kepadatan payudara, sedangkan risiko kanker payudara lebih tinggi
pada wanita dengan payudara padat. Sensitivitas skrining kanker
payudara yang kurang mampu menyebabkan overdiagnosis dan false
positif (Gunawan, 2021).
4. Riwayat Pribadi Kanker Payudara atau Penyakit Payudara Non-
Kanker Tertentu
Wanita yang pernah menderita kanker payudara bisa menderita
kembali untuk yang kedua kalinya. Adanya penyakit payudara non-
kanker seperti karsinoma lobular in situ atau hyperplasia atipikal juga
dikaitkan dengan terjadinya risiko lebih tinggi terkena kanker
payudara (Centers for Disease Control and Prevention, 2022).
5. Riwayat Keluarga Kanker Payudara atau Ovarium
Kanker payudara atau ovarium yang diderita oleh ibu, saudara
perempuan, atau anak perempuannya (kerabat tingkat pertama) atau
anggota keluarga lain dari pihak ibu atau ayah dapat meningkatkan
risiko seorang wanita terkena kanker payudara. Selain itu, saudara
kandung tingkat pertama dengan kanker payudara juga dapat
meningkatkan risiko seorang wanita terkena kanker payudara (Centers
for Disease Control and Prevention, 2022). Berdasarkan penelitian
Purwanti et al tahun 2021, wanita dengan riwayat keluarga kanker
berisiko 4,5 kali terkena kanker dibandingkan dengan yang tidak
mempunyai riwayat. Gen keluarga yang terkena kanker payudara akan
turun-menurun dimana keluarga yang memiliki gen BRCA1 berisiko
tinggi mengalami kanker akibat kelainan saat bermutasi (Purwanti et
al., 2021).
6. Sejarah Reproduksi
Peningkatan risiko terkena kanker payudara dimulai saat periode
menstruasi sebelum usia 12 tahun dan menopause setelah usia 55
tahun. Hal ini dikarenakan wanita terpapar hormon jauh lebih lama
(Centers for Disease Control and Prevention, 2022). Berdasarkan
penelitian Hero tahun 2021, usia menarche dini (<12 tahun) memiliki
nilai OR = 2,638 yang berarti wanita dengan kejadian menarche dini
beresiko 2,6 kali lebih tinggi mengalami kanker payudara
dibandingkan wanita yang tidak mengalami menarche dini. Usia
menarche awal membuat wanita terpapar hormon (estrogen dan
progesteron) jauh lebih lama yang mempengaruhi proses poliferasi
jaringan payudara dan meningkatkan kemungkinan abnormalitas
jaringan payudara akibat adanya efek rangsangan terhadap epoel
mammae (Hero, 2021).
7. Pengobatan Menggunakan Terapi Radiasi
Wanita yang menjalani terapi radiasi sebelum berusia 30 tahun
pada dada atau payudaranya karena pengobatan limfoma hodgin dapat
meningkatkan risiko terkena kanker payudara di kemudian hari
(Centers for Disease Control and Prevention, 2022). Berdasarkan riset
Muninggar & Hunga tahun 2019, paparan radiasi ke sel-sel tubuh
menyebabkan energi menumpuk pada materi yang dilalui. Radiasi ini
dapat menyebabkan ionisasi, pemutusan ikatan kimia penting atau
dapat membentuk radikal bebas reaktif. Ikatan kimia peting ada pada
struktur DNA seperti kromosom. Perubahan DNA yang diteruskan
pada sel berikutnya dapat menyebabkan penyakit kanker dan genetik.
Diagnose atau terapi dengan menggunakan radiasi jika memungkinkan
bukan termasuk pilihan kecuali tidak ada cara lain pengobatan
(Muninggar & Hunga, 2019).
8. Paparan Obat Dietilstilbestrol (DES)
Pada tahun 1940 dan 1971 di Amerika Serikat beberapa wanita
hamil diberikan DES untuk mencegah keguguran. Wanita yang
mengonsumsi DES atau wanita hamil yang mengonsumsi DES
memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara (Centers for
Disease Control and Prevention, 2022).
Setelah penjelasan mengenai faktor risiko yang tidak dapat diubah, berikut
merupakan faktor risiko yang dapat diubah dari terjadinya kanker payudara :
1. Obesitas Setelah Menopause
Wanita yang telah memasuki menopause dan mengalami obesitas
memiliki risiko kanker payudara lebih tinggi dibandingkan wanita
menopause dengan berat badan yang sehat (Centers for Disease
Control and Prevention, 2022). Berdasarkan literature study yang
dilakukan oleh Alfiani et al tahun 2022, obesitas merupakan faktor
risiko utama pada kejadian triple negative breast cancer pada wanita.
Angka kekambuhan/rekurensi atau metastasis pada wanita obesitas
jauh lebih tinggi daripada wanita yang tidak obesitas. Angka ini
mampu membuat wanita lebih rentan mengalami penyakit kanker
payudara triple negatif (Alfiani et al., 2022).
2. Sejarah Reproduksi
Wanita yang hamil anak pertama setelah usia 30 tahun, tidak
pernah hamil cukup bulan, dan tidak menyusui dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker payudara (Centers for Disease Control and
Prevention, 2022). Berdasarkan penelitian Hero tahun 2021, wanita
yang hamil saat usia lebih tua akan mengakibatkan siklus menstruasi
lebih banyak daripada sebelum hamil. Siklus menstruasi ini
menimbulkan beberapa perubahan pada jaringan payudara, termasuk
ketidaknormalan saat proses regenerasi sel. Namun, hamil di umur
muda mampu memiliki efek proteksi untuk mencegah kanker
payudara. Ibu yang menyusui juga mampu menurunkan risiko kanker
payudara dikarenakan menyusui mampu menekan siklus menstruasi
dan menimbulkan perubahan sel payudara agar lebih tahan mutasi
(Hero, 2021).
3. Malas Bergerak
Ketika wanita jarang melakukan aktivitas fisik, maka risiko
terkena kanker payudara menjadi lebih tinggi (Centers for Disease
Control and Prevention, 2022). Berdasarkan penelitian Hero tahun
2021, aktivitas fisik memiliki hubungan dengan kejadian kanker
payudara dimana seseorang akan berisiko 1,2 kali lebih besar terkena
kanker jika aktivitas fisik <4 jam perminggu. Aktivitas yang cukup
akan mempengaruhi penurunan sirkulasi hormonal sehingga
berdampak pada penurunan proses poliferasi dan penurunan hormon
seks untuk mencegah kanker (Hero, 2021).
4. Pengambilan Hormon
Peningkatan risiko kanker payudara dapat terjadi jika melakukan
terapi penggantian hormon (baik estrogen maupun progesteron)
hingga lebih dari lima tahun pada wanita yang telah mengalami
menopause (Centers for Disease Control and Prevention, 2022).
5. Minum Alkohol
Semakin banyak alkohol yang diminum akan semakin
meningkatkan risiko wanita terkena kanker payudara (Centers for
Disease Control and Prevention, 2022). Berdasarkan penelitian
Azzahra et al tahun 2022, alkohol mampu meningkatkan kadar
estrogen dalam sirkulasi tubuh yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara (Azzahra et al., 2022)
6. Terpapar bahan kimia
Terpapar bahan kimia yang dapat menyebabkan kanker, merokok,
dan terjadinya perubahan hormon akibat shift malam juga dapat
meningkatkan risiko terkena kanker payudara (Centers for Disease
Control and Prevention, 2022). Berdasarkan Salam et al tahun 2019,
asap pada rokok mengandung zat karsinogen (Hidrokarbon Aromatik
Polisiklik) dan asap pada rokok terdiri dari 4.000 campuran bahan
kimia kompleks, termasuk radikal bebas dan oksidan dalam
konsentrasi tinggi yang mampu meningkatkan risiko kanker payudara
(Salam et al., 2019).
F. Diagnosis
Diagnosis kanker payudara dilakukan dengan cara triple diagnostik, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu proses ketika dokter berusaha
memperoleh informasi dari pasien terkait kondisi yang dideritanya.
Informasi tersebut berupa keluhan dari pasien seperti apakah terdapat
benjolan di area payudara, apakah benjolan tersebut terasa nyeri atau
tidak ketika ditekan, dan onset atau usia pertama kali saat benjolan
tersebut muncul. Perkembangan dari onset benjolan tersebut mampu
menentukan tingkat keganasan kanker. Progresifitas onset benjolan
yang terhitung bulan dikatakan memiliki risiko lebih besar untuk
menjadi ganas dibandingkan dengan progresifitas yang terhitung
tahun. Selain itu, dokter juga menanyakan beberapa keluhan lain
terkait apakah pasien menderita batuk dalam waktu yang lama,
mengalami nyeri pada beberapa titik seperti tulang dan abdomen, dan
adanya gangguan pencernaan untuk mencari tahu apakah ada
perluasan penyebaran penyakit. Hal lain yang perlu diketahui adalah
beberapa faktor risiko lain seperti adakah riwayat genetik, riwayat
reproduksi dan ginekologi, dan gaya hidup dari pasien tersebut yang
mana informasi-informasi tersebut mampu membantu atau
mengarahkan dokter untuk mendiagnosis penyakit pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik payudara dilakukan dengan dua cara, yaitu
inspeksi dan palpasi. Saat melakukan inspeksi, pasien diminta untuk
duduk tegak dalam posisi sejajar dengan pemeriksa. Awalnya posisi
tangan pasien terletak bebas di samping tubuhnya, selanjutnya pasien
mengangkat tangannya ke atas kepala, kemudian yang terakhir posisi
tangan pasien berada di pinggang. Pemeriksa memperhatikan pada
bentuk kedua payudara pasien apakah payudara kiri dan payudara
kanan simetri, warna kulit payudara, kelainan letak dan bentuk pada
puting susu, retraksi papila, adanya bintik seperti kulit jeruk pada
payudara akibat edema kulit, ulkus/ luka, dan juga benjolan. Kemudian
setelah melakukan inspeksi, dilakukan palpasi pada payudara dengan
melakukan pemijatan pada payudara. Saat melakukan palpasi, pasien
dalam kondisi terbaring agar posisi payudara rata. Saat melakukan
palpasi, jangan lupa untuk memastikan apakah payudara
mengeluarkan cairan atau tidak. Pada pasien dalam kondisi normal,
payudara akan mengeluarkan cairan dari puting susu. Sedangkan
apabila payudara mengeluarkan darah, maka perlu dicurigai terjadinya
papiloma intraduktal atau papilokarsinoma. Selain itu palpasi juga
dilakukan pada daerah axilla dan supraclavicular untuk memastikan
apakah kanker sudah menyebar sampai pada kelenjar getah bening.
3. Pemeriksaan penunjang
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi yang mampu
membantu dokter mendapatkan gambaran yang lebih jelas terkait
kondisi pasien. Beberapa pemeriksaan radiologi yang dianjurkan
untuk mendiagnosis kanker payudara diantaranya adalah Mamografi,
Ultrasonografi (USG), CT Scan, Bone Tumor, dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Melalui pemeriksaan radiologi, dapat
dilakukan deteksi morfologi palpable massa payudara untuk tingkat
keparahan benjolan payudara yang mengacu pada breast imaging
reporting and data systems (BIRADS) (Ketut, 2022). BIRADS sendiri
terbagi menjadi 7 kategori, yaitu kategori 0 untuk inkomplet, kategori
1 untuk negatif, kategori 2 untuk jinak, kategori 3 untuk kemungkinan
jinak, kategori 4 untuk curiga ke arah ganas, kategori 5 untuk sangat
curiga ganas, serta kategori 6 untuk hasil biopsi positif ganas.
Apabila pada pemeriksaan radiologi ditemukan beberapa kelainan yang
mengarah pada keganasan tetapi hasil core biopsi masih meragukan, maka dapat
dilakukan biopsi terbuka baik dengan mengambil semua massa tumor sembari
menyertakan sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor (eksisional) atau hanya
mengambil sedikit dari bagian tumor (insisional) untuk diperiksa secara anatomi.
Selain itu, dari sampel yang telah diambil kemudian dilakukan pemeriksaan
sitologi melalui Immunohistochemistry (IHC) dengan mikroskop.

G. Gambaran Klinis
Penderita kanker payudara paling banyak ditemukan dengan adanya
beberapa manifestasi klinis. Penderita kanker payudara stadium awal, biasanya
tidak merasakan adanya gejala atau asimptomatik pada dirinya. Hal ini
menyebabkan kanker payudara baru bisa terdeteksi ketika sudah melewati
stadium lanjut. Namun, penderita kanker payudara stadium awal dapat melakukan
deteksi dini dengan beberapa manifestasi.
Manifestasi klinis berupa retraksi nipple, peau d'orange, dimpling ulkus,
eritema, masa terfiksir dengan dinding dada,dan retraksi nipple, peau d'orange,
ulkus, eritema, masa terfiksir dengan kulit paling banyak terjadi pada pasien
kanker payudara (Santosa et al., 2020). Adapun manifestasi klinis yang seringkali
ditemukan pada pasien penderita kanker payudara adalah:
1. Perubahan tekstur payudara
2. Munculnya benjolan pada payudara yang tidak normal
3. Munculnya benjolan pada ketiak
4. Terjadi retraksi papila
5. Munculnya cekungan pada payudara
6. Penyusutan abnormal pada payudara
7. Perubahan bentuk pada puting payudara baik perubahan retraksi
(masuk) atau inversi (keluar) serta puting terasa sangat lembek
8. Terjadi perubahan kulit menjadi bersisik, ruam-ruam kemerahan,
dan pembengkakan disertai rasa nyeri pada payudara
9. Kemerahan dan pembesaran pori-pori payudara sehingga
morfologi kulit payudara berubah menyerupai kulit jeruk.
10. Puting payudara mengeluarkan cairan baik berwarna bening
maupun berwarna kuning padahal pasien tidak sedang dalam
kondisi hamil dan menyusui
11. Puting payudara mengeluarkan darah
H. Komplikasi
Penanganan yang terlambat pada kanker payudara akan mengakibatkan
terjadinya komplikasi-komplikasi yaitu metastase pada jaringan di area
sekitarnya. Metastase merupakan bergeraknya sel kanker dari satu organ atau
jaringan ke organ atau jaringan lainnya melalui pembuluh darah dan saluran getah
bening (Suryani, 2020). Penyebaran sel kanker ini dapat terjadi di mana saja,
namun pada umumnya sel kanker payudara menyebar menuju paru-paru, tulang,
dan otak . Ketika metastasis kanker payudara menuju paru-paru dapat
mengakibatkan gangguan ventilasi pernapasan yang mengakibatkan sesak napas
dan batuk kronis sampai disertai darah (Despitasari, 2017). Metastasis tulang dari
kanker payudara menyebabkan terjadinya fraktur patologis yang merupakan
kejadian patah tulang akibat penyakit tertentu. Metastasis ini paling sering terjadi
dan biasanya dialami pada penderita dengan stadium lanjut. Kejadian ini akan
menyebabkan rasa nyeri yang luar biasa pada tulang bahkan hingga menyebabkan
kelumpuhan permanen (UNAIR, 2022). Selain itu, metastasis ini seringkali
disertai dengan hiperkalsemia yakni kondisi ketika kadar kalsium dalam tubuh
terlalu tinggi. Hiperkalsemia ini menyebabkan penipisan pada tulang hingga
melemahkan kekuatan tulang dan rentan terjadi keretakan sampai patah tulang
(fraktur) serta menyebabkan jantung sering berdebar karena irama jantung yang
tidak seimbang. Penyebaran sel kanker payudara pada otak seringkali
menimbulkan efek sakit kepala, kejang-kejang, hingga menyebabkan darah
menggumpal pada otak (Silalahi et al., 2018).
Komplikasi pada kanker payudara juga disertai limfedema dan neuropati.
Limfedema pada kanker payudara mengakibatkan terganggunya sistem limfatik
pada tubuh sehingga menyebabkan terakumulasinya cairan protein yang
berlebihan dan memunculkan pembengkakan di beberapa area tubuh tertentu
seperti bahu dan lengan serta leher (Prayogo, 2021). Kondisi ini menyebabkan
masalah berupa gangguan pada pernafasan seperti sesak dan kesulitan bernafas
hingga terjadi edema kronis, menimbulkan rasa ketidaknyamanan, sampai
kehilangan fungsi tubuh. Neuropati merupakan kondisi sistem saraf tubuh yang
terganggu yang menyebabkan mudah kesemutan dan kelemasan pada otot hingga
kesulitan bergerak. Kondisi-kondisi ini dapat dilihat secara fisik oleh orang sekitar
sehingga tidak jarang penderita mengalami gangguan psikologis seperti stress dan
depresi berat. Keadaan tersebut akan memperparah keadaan tubuh mereka.
Komplikasi dari kanker payudara yang berkelanjutan ini tidak jarang berujung
pada kematian atau sembuh dengan keadaan yang tidak sama seperti semula
(kecacatan).
I. Pencegahan
Pencegahan merupakan bentuk pengendalian terjadinya suatu penyakit
yang paling baik. Dengan adanya pencegahan akan mengurangi angka kejadian
terjadinya penyakit. Pencegahan kanker payudara dapat dilakukan melalui
beberapa metode antara lain:
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuan agar seseorang tidak menderita atau terhindar dari kanker
payudara. Pencegahan primer dapat berupa meminimalisir faktor-
faktor resiko yang berpotensi tinggi menyebabkan peningkatan
kejadian kanker payudara seperti menghindari rokok dan asap rokok,
tidak mengkonsumsi alkohol, dan menerapkan pola hidup sehat
(Kementrian Kesehatan RI, 2013)
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit dalam tubuh sedini mungkin untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat secepatnya demi terhindar dari
dampak yang lebih buruk. Pencegahan sekunder pada kanker payudara
dapat dilakukan dengan metode skrining kanker payudara untuk
menemukan kondisi tidak normal pada payudara yang merujuk pada
kanker payudara. Tindakan ini meliputi Periksa Payudara Sendiri
(SADARI), Periksa Payudara Klinis, dan Mammografi Skrining
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
1. SADARI dilakukan setiap bulan sekitar 7-10 hari setelah haid
oleh masing-masing penderita dengan usia mulai dari 20 tahun
keatas. Kondisi yang harus diamati ketika melakukan SADARI
adalah memperhatikan bentuk, ukuran, dan warna dari kedua
payudara. Keadaan tidak normal dapat berupa pembengkakan
kulit, bentuk dan posisi puting payudara, hingga warna dan
tekstur kulit yang kemerahan, keriput, dan bengkak. Edukasi
SADARI biasanya dilakukan oleh petugas terlatih yang
mengajarkan secara langsung mulai dari tingkat pelayanan
kesehatan primer.
2. SADANIS dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih
sekurang-kurangnya 3 tahun sekali atau setelah ditemukan
kondisi tidak normal pada proses melakukan SADARI.
Pemeriksaan SADANIS menyimpulkan apakah payudara
dalam kondisi normal maupun terdapat kelainan yang bersifat
jinak dan ganas. Dari proses SADANIS ini memunculkan
rekomendasi untuk merujuk pada tingkat pelayanan kesehatan
lebih lanjut untuk memperoleh perawatan dan pengobatan
yang lebih baik.
3. Mammografi Skrining merupakan salah satu metode
pencegahan primer yang sangat akurat dengan menggunakan
sinar X dengan dosis yang cukup rendah. Mammografi
Skrining dapat mendeteksi adanya tumor atau sel kanker yang
sangat kecil dan terletak di area yang sulit dijangkau atau
dideteksi secara langsung.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan tindakan pencegahan dengan
sasaran yang biasanya telah positif menderita suatu penyakit.
Tindakan ini dilakukan kepada individu untuk segera mendapatkan
pengobatan dan perawatan secara intensif dengan harapan mengurangi
resiko terjadinya kematian dan memperpanjang angka harapan hidup
serta meminimalisir terjadinya kecacatan. Pencegahan tersier
memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan
penderita dengan mencegah terjadinya komplikasi akibat suatu
penyakit tertentu. Pencegahan tersier pada kanker payudara dilakukan
melalui pemberian obat-obatan, operasi dan pembedahan, serta
pemberian terapi seperti kemoterapi, terapi hormon, dan juga
pelayanan paliatif yang diyakini dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
STUDI KASUS

Hubungan Faktor Keturunan Dengan Kanker Payudara DI RSUD Abdoel


Moeloek

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi


masalah kesehatan masyarakat. Wanita memiliki kemungkinan terkena kanker
payudara 100 kali lipat dibandingkan pada pria. Kanker payudara dapat sporadis,
familial dan herediter. Kanker payudara sporadis berarti penderita tidak memiliki
riwayat keluarga yang menderita kanker payudara sebaliknya kanker payudara
familial berarti terdapat riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
Wanita yang memiliki Riwayat keluarga memiliki risiko 2 kali menderita kanker
payudara dibanding wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga. Hal ini
disebabkan oleh mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, kedua gen ini yang 90%
bertanggung jawab sebagai penyebab kanker ovarium yang diturunkan kepada
keturunan yang menderita kanker ovarium, sedangkan angka harapan hidup
penderita yang membawa gen mutasi BRCA1 dan BRCA2 sebesar 15%-60%
sehingga sangat diperlukan dilakukan skrining kepada penderita yang membawa
gen mutasi BRCA1 dan BRCA2.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan faktor


riwayat hereditas dengan kanker payudara di RSUD Dr. Abdul Moeloek
menggunakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker payudara
yang tercatat pada rekam medik 2019 diambil secara total sampling. Analisis data
menggunakan analisis univariat dan analisis bivarait menggunakan Chi-Square.
Hasil dari penelitian ini adalah Frekuensi diketahui distribusi riwayat herediter
pada pasien kanker payudara terbanyak dengan riwayat keluarga kanker payudara
sebesar 61,0%. Diketahui ada hubungan yang signifikan antara faktor riwayat
herediter dan kanker payudara (nilai p: 0,000; 0R: 10, 9). SSp value : 0,000 (α <
0,05) yang artinya Ha diterima sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang signifikan antara riwayat keluarga dengan kejadian kanker payudara di
RSUD Abdul Moeleok Tahun 2019, dimana nilai OR didapatkan 10,9 dengan
confidence interval (CI) 95% sebesar (1,2-3,5), artinya responden dengan riwayat
keluarga kanker payudara meningkatkan risiko kejadian kanker payudara sebesar
10 kali daripada responden tanpa riwayat keluarga kanker payudara.
KONTRIBUSI MASING - MASING ANGGOTA
Nama / NIM Kontribusi
● Mencari materi tentang
Ahmad Ali Mansur
komplikasi Kanker Payudara.
212110101104
● Mencari materi tentang
pencegahan Kanker Payudara.
● Membantu edit PPT
● Membantu edit paper
● Mencari materi tentang definisi
Nyuwandari Ardelia W
Kanker Payudara.
212110101118
● Mencari materi tentang
Epidemiologi Kanker Payudara
● Mencari materi tentang etiologi
Kanker Payudara
● Membantu edit PPT
● Edit Paper.
● Mencari materi tentang
Aditya Nur Kumala Dewi
Patofisiologi Kanker Payudara
212110101123
● Mencari materi tentang Faktor
Risiko Kanker Payudara
● Membantu edit ppt
Farah Amiratun Nisa’ F ● Mencari materi tentang diagnosis
212110101138 Kanker Payudara.
● Mencari materi tentang gambaran
klinis dan laboratorium Kanker
Payudara
● Membantu edit PPT
● Mencari studi kasus melalui
Elshinta Susanthika J
jurnal nasional
212110101140
● Membantu edit ppt.
● Memeriksa kesesuaian paper.
DAFTAR PUSTAKA

Admoun, C., & Mayrovitz, H. N. (2022). the Etiology of Breast Cancer. The Lancet,
220(5693), 776–780. https://doi.org/https://doi.org/10.36255/exon-
publications-breast-cancer-etiology

Alfiani, D., Widayanti, & Putri, M. (2022). Literature Study : Obesitas sebagai
Faktor Risiko pada Kanker Payudara Triple Negative. Medical Science, 2(1),
326–329. https://doi.org/https://doi.org/10.29313/bcsms.v2i1.760

Amelia, D., & Srywahyuni, A. (2023). Gambaran Faktor Risiko Kanker Payudara
pada Penderita Kanker Payudara di Bukittinggi. 10(1), 40–46.

Anggorowati, L. (2013). Faktor Risiko Kanker Payudara Wanita. KESMAS - Jurnal


Kesehatan Masyarakat, 8(2), 121–126.
https://doi.org/10.15294/kemas.v8i2.2635

Arafah, A. B. R., & Notobroto, H. B. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan


Perilaku Ibu Rumah Tangga Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri
(Sadari). The Indonesian Journal of Public Health, 12(2), 143.
https://doi.org/10.20473/ijph.v12i2.2017.143-153

Azmi, A. N., Kurniawan, B., Siswandi, A., & Detty, A. U. (2020). Hubungan Faktor
Keturunan Dengan Kanker Payudara DI RSUD Abdoel Moeloek. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 702–707.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.373

Azzahra, F., Dewi, Y. I., & Woferst, R. (2022). Hubungan Pengetahuan tentang
Kanker Payudara Terhadap Sikap Remaja Putri dalam Pencegahan Kanker
Payudara. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia, 7(2), 52–60.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.51933/health.v7i2.822

Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Breast Cancer.


https://www.cdc.gov/cancer/breast/basic_info/risk_factors.htm
Despitasari, L. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga dan Pemeriksaan Payudara
Sendiri (SADARI) dengan Keterlambatan Pemeriksaan Kanker Payudara Pada
Penderita Kanker Payudara di Poli Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah, 2(1). https://doi.org/10.30651/jkm.v2i1.1110

Eismann, J., Heng, Y. J., Fleischmann-rose, K., Tobias, A. M., Wulf, G. M., Kansal,
K. J., Israel, B., Medical, D., Medical, H., Israel, B., Medical, D., Israel, B.,
Medical, D., Israel, B., Medical, D., Israel, B., Medical, D., & Medical, H.
(2020). for Breast Cancer : Case Reports and Review of the Literature. 19(1),
1–18. https://doi.org/10.1016/j.clbc.2018.11.007.Interdisciplinary

Globocan. (2020). BREAST CANCER. Global Cancer Observatory.


https://gco.iarc.fr/

Gunawan, A. (2021). Pemilihan Pemeriksaan Imaging untuk Skrining Karsinoma


Mammae. Cermin Dunia Kedokteran, 48(6), 347–349.
https://doi.org/https://doi.org/10.55175/cdk.v48i6.86

Hasdianah, & Suprapto, S. I. (2014). Patologi dan Patofisologi Penyakit (I). Nuha
Medika.

Hasnita, Y., Harahap, W. A., & Defrin. (2019). Penelitian Pengaruh Faktor Risiko
Hormonal pada Pasien Kanker Payudara di RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas, 8(3), 522–528.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/1037/951

Hero, S. K. (2021). Faktor Risiko Kanker Payudara. Jurnal Medika Hutama, 3(1),
1533–1538. http://jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/310

KEMENPPA. (2022). KEMENPPPA DORONG MASYARAKAT LAKUKAN


DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DENGAN SADARI DAN SADANIS.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia.
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3889/kemenpppa-
dorong-masyarakat-lakukan-deteksi-dini-kanker-payudara-dengan-sadari-dan-
sadanis

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Pengendalian Kanker


Payudara dan Kanker Leher Rahim. Igarss 2013, 1, 1–5.
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/pedoman-teknis-
pengendalian-kanker-payudara-kanker-leher-rahim

Ketut, S. (2022). Kanker payudara: Diagnostik, Faktor Risiko dan Stadium.


Ganesha Medicine Journal, 2(1), 2–7.

Kunupo, J. (2022). Pathophysiology and Diagnosis of Breast Cancer. Trans Med,


12(3), 1–2. https://doi.org/10.35248/2161-1025.22.12.260

Muninggar, J., & Hunga, A. I. (2019). Faktor Risiko Kanker Payudara dan Kanker
Serviks pada Perempuan Focus Group Discussion PKK Salatiga. Window of
Health : Jurnal Kesehatan, 2(3), 231–242.

Nasional, K. P. K. (2015). Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara. Journal


of Controlled Release, 11(2), 430–439.

NEWS, U. (2022). Pengaruh Inflamasi pada Proses Metastasis Kanker Payudara.


https://unair.ac.id/pengaruh-inflamasi-pada-proses-metastasis-kanker-
payudara-2/

Prayogo, D. (2021). Risiko Terjadinya Limfedema pada Pasien Kanker Payudara


yang Mengalami Infeksi Setelah Menjalani Operasi Terkait Usia di Rumah
Sakit Dharmais. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi), 6(1), 46–52.
https://doi.org/10.51143/jksi.v6i1.261

Purwanti, S., Syukur, N. A., & Haloho, C. B. R. (2021). Faktor Risiko Kejadian
Kanker Payudara Wanita. Jurnal Bidan Cerdas, 3(4), 168–175.
https://doi.org/10.33860/jbc.v3i4.460
Rahmadhani, W., Bakhtiar, R., Nugroho, E., Irawiraman, H., & Duma, K. (2019).
Analisis Rentang Waktu Pemeriksaan Penderita Kanker Payudara di Pelayanan
Kesehatan Samarinda. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 215–222.
https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1143

Salam, D. M., Muhartono, Sukohar, A., & Bakri, S. (2019). Analisis Hubungan
Variabel Lingkungan Terhadap Kejadian Metastase Kanker Payudara di Rsud
Dr . H . Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2018. Prosiding SNPBS
(Seminar Nasional Pendidikan Biologi Dan Saintek) Ke-4, 334–339.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/11284

Santosa, A., The, F., & Kasuba, N. B. (2020). KARAKTERISTIK DAN GAMBARAN
KLINIS PASIEN KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR
H CHASAN BOESOIRIE TERNATE TAHUN 2019. 2(1).

Silalahi, L., Rahmi, E., & Sutarni, S. (2018). Tumor Otak Metastasis Dari Kanker
Payudara. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 3(1), 48.
https://doi.org/10.21460/bikdw.v3i1.116

Suparna, K., & Sari, L. M. K. K. S. (2022). KANKER PAYUDARA:


DIAGNOSTIK, FAKTOR RISIKO, DAN STADIUM. Ganesha Medicine,
2(1), 42-48.

Suryani, Y. (2020). Kanker Payudara (1st ed., Issue 1). PT. Freeline Cipta
Granesia.

Anda mungkin juga menyukai