Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kanker payudara merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional yang

penting, termasuk dalam keganasan paling sering pada wanita di Negara maju.

Menurut World Health Organization (WHO), 8-9% wanita akan mengalami kanker

payudara dalam hidupnya. Berdasarkan International Agency for Research on

Cancer (IARC) tahun 2012, kasus baru kanker payudara adalah sebesar 43,1 per

100.000 perempuan, dengan angka kematian sebesar 12,9 per 100.000 perempuan

(Sobri et al., 2017). Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Kanker Payudara

Jakarta, 10 dari 10.000 penduduk Indonesia terkena kanker payudara, 70% pasien

datang ke dokter atau rumah sakit pada keadaan stadium lanjut. Tingkat kesadaran

masyarakat yang rendah menyebabkan tingginya tingkat stadium pasien kanker

payudara di Indonesia (YKPJ, 2005). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah

Sakit (SIRS) tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien

rawat inap di seluruh Indonesia yaitu 21,69% dari seluruh pasien kanker. Di bagian

subdivisi bedah onkologi RSUP H. Adam Malik sendiri jumlah kasus keganasan

payudara yang tercatat dalam kurun waktu tahun 2012-2014 adalah sebanyak 1.107

kasus. (RSUP. H. Adam Malik, 2015)

Kanker payudara pada wanita remaja dan dewasa muda didefinisikan sebagai

keganasan payudara pada rentang umur ≤ 35 tahun dengan jumlah insiden 18,8 per

100.000 wanita menduduki 14% dari seluruh kasus kanker dan menempati 7% dari

1
seluruh diagnosis kanker payudara pada seluruh umur. Secara global terdapat

peningkatan insiden kanker payudara pada remaja dan wanita muda yang diakibatkan

karena peningkatan populasi dunia itu sendiri, peningkatan kesadaran baik pasien

maupun klinisi dalam mendiagnosis penyakit dan peningkatan pelaporan kasus serta

kontribusi faktor – faktor risiko lainnya (Partidge, 2009). Kanker payudara pada

wanita muda cenderung lebih agresif secara biologis, dengan triple negative reseptor

yang lebih besar, insidensi histopatologi high grade yang lebih tinggi, dan laju

proliferasi yang tinggi (Piccart et al., 2006).

1.2 Perumusan Masalah

Dari rujukan di atas peneliti ingin mengetahui bagaimanakah perilaku biologis pada

triple negative breast cancer terhadap respon kemoterapi

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku biologis pada

kanker payudara triple negative terhadap respon kemoterapi

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Memperoleh data perilaku biologis pada kanker payudara triple negative

terhadap respon kemoterapi.

2. Mengetahui perilaku biologis pada kanker payudara triple negative breast

terhadap respon kemoterapi

2
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai informasi mengenai perilaku biologis pada kanker payudara triple negative

terhadap respon kemoterapi

1.4.2 Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan, Institusi, Akademisi, Peneliti Lain,

Pasien dan Masyarakat awam

Manfaat penelitian ini bagi tenaga kesehatan adalah sebagai informasi

mengenai perilaku biologis pada kanker payudara triple negative terhadap respon

kemoterapi.

Bagi Institusi akademisi penelitian ini menambah informasi mengenai

perilaku biologis pada kanker payudara triple negative terhadap respon kemoterapi.

Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang perilaku biologis pada kanker payudara triple negative

terhadap respon kemoterapi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Definisi

Menurut The American Cancer Society (2012), kanker payudara adalah tumor ganas

yang dimulai pada sel di payudara. Tumor ganas adalah sekelompok sel-sel kanker

yang dapat berkembang ke jaringan di sekitarnya atau menyebar (metastasis) menuju

area yang jauh di badan. Penyakit ini kebanyakan menyerang wanita, namun laki-

laki juga memiliki kemungkinan menderita penyakit ini.

Payudara wanita dewasa terletak di antara tulang rusuk kedua dan keenam

dan antara tepi sternal dan linea midaxillaris. Payudara terdiri dari kulit, jaringan

subkutan, dan jaringan payudara, dengan jaringan payudara termasuk elemen epitel

dan stroma. Elemen epitel membentuk 10% sampai 15% dari massa payudara,

dan sisanya adalah stroma (DeVita et al., 2008).

Setiap payudara terdiri terdiri dari 15 sampai 20 lobus dari kelenjar yang

didukung oleh jaringan ikat fibrosa. Ruang antara lobus diisi dengan jaringan

adiposa, dan jumlah jaringan adiposa berpengaruh dalam perubahan ukuran

payudara. Pasokan darah di payudara berasal dari interna payudara dan arteri

torakalis lateral (DeVita et al., 2008). Kanker payudara dapat tumbuh dalam kelenjar

susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (Pane,

2002).

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit

yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi (DeVita et al.,

4
2008). Kedua tahap tersebut diperjelas melalui gambar 2.1. Beberapa agen bertindak

sebagai inisiator, agen ini disebut karsinogen yang bisa berupa bahan kimia, virus,

radiasi atau sinar matahari. Selanjutnya agen menyebabkan perubahan permanen

pada sel-sel namun tidak secara langsung menyebabkan kanker. Tidak semua sel

memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kontak dengan inisiator

ini menyebabkan mutasi gen. Agen lain bertindak sebagai promotor,

mengakibatkan perubahan sementara dan hanya menyebabkan kanker jika kontak

terjadi terus-menerus pada sel yang telah diinisiasi oleh agen lain. Dari pandangan

klinik, kanker muncul akibat paparan jangka lama oleh suatu agen (DeVita et al.,

2008; Tobias & Hochhauser, 2010)

Gambar 2.1. Inisiator dan promotor pada karsinogenesis. Tahap A, kerusakan

kromosom disebabkan oleh inisiator. Kerusakan ini bisa diperbaiki (tahap B)

atau, akibat pengaruh promotor dapat menyebabkan pertumbuhan neoplastik

(tahap C) (Tobias & Hochhauser, 2010)

5
2.1.2 Tipe Kanker

National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Guidelines tahun 2012

membagi tipe kanker payudara menjadi 2 tipe utama yaitu:

1. Kanker payudara non invasif

a. Kanker tipe lobular in situ

Merupakan diagnosis mikroskopik, bukan abnormalitas yang mencolok. Oleh karena

itu, tipe kanker ini selalu tidak teraba dan hampir tidak mungkin dilakukan diagnosis

dengan pemeriksaan klinik secara langsung (Dipiro et al., 2009).

b. Kanker tipe duktal in situ

Tipe ini lebih sering ditemukan dibanding kanker tipe lobular in situ dengan rasio

sekitar 6 hingga 3:1. Terdapat lima perbedaan pola histologi dari kanker ini yaitu:

comedo, cribriform, micropapillary, papillary, dan solid (Dipiro et al., 2009).

Pada awalnya kanker muncul sebagai proliferasi atipikal dari ductal epithelium

yang akhirnya mengisi dan menyumbat pembuluh dengan sel neoplastik. Kanker

tipe duktal in situ terlokalisasi tak dapat dirasakan dengan rabaan namun lebih sering

nampak pada pemeriksaan mamografi sebagai daerah dengan mikrokalsifikasi.

Tidak semua kanker tipe duktal in situ akan berkembang secara pasti, tetapi

kemungkinan perkembangan kanker invasif diperkirakan sekitar 30-50% (Cassidy et

al., 2002).

2. Kanker payudara invasif

a. Kanker tipe duktal

Tipe ini terdapat pada 75% kanker payudara. Sel-sel ganas berasosiasi dengan

stroma fibrosa sehingga berubah menjadi cairan kental (kanker scirrhous). Tumor

menyerang melalui jaringan payudara ke dalam limfatik dan vaskular, untuk

6
mendapatkan akses menuju noda regional (aksila dan, terkadang, internal mammae)

dan sirkulasi sistemik. Tingkatan histologis tumor dinilai dari tiga fitur

(pembentukan tubulus, pleomorfisme nuklir, dan frekuensi mitosis) dan prediksi

perilaku tumor (Cassidy et al.,2002). Tipe ini sering kali mengalami metastasis ke

tulang, liver, paru-paru atau otak (Dipiro et al., 2009).

b. Kanker tipe lobular

Kanker tipe lobular terjadi sekitar 5-10 % pada tumor payudara. Presentasi yang

khas dari tipe ini adalah adanya penebalan di payudara, berbeda dengan adanya

gumpalan yang menonjol pada kanker tipe duktal. Tipe ini lebih umum mengalami

metastasis ke permukaan meningeal dan serosal serta bagian lainnya yang

lebih jarang (Dipiro et al., 2009)

2.1.3 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko dari kanker payudara yaitu:

1. Usia

Risiko perkembangan kanker payudara meningkat dengan bertambahnya umur.

Menurut The American Cancer Society (2012), sekitar 1 dari 8 kanker payudara

noninvasif ditemukan pada wanita yang lebih muda dari 45 tahun, sementara sekitar

2 dari 3 kanker payudara invasif ditemukan pada wanita dengan umur 55 tahun atau

lebih tua. Dibandingkan dengan kanker paru-paru, kejadian kanker payudara lebih

tinggi pada usia yang lebih muda (McPherson et al., 2000).

7
2. Jenis Kelamin

Wanita termasuk dalam faktor risiko terjadinya kanker payudara. Laki-laki

dapat terkena kanker payudara namun penyakit ini 100 kali lebih sering terjadi

pada wanita dibanding laki-laki (The American Cancer Society, 2012).

3. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga pada kanker payudara diketahui berhubungan secara kuat dengan

risiko terjadinya kanker payudara pada wanita. Perkiraan empiris dari risiko

tersebut berhungan dengan pola tertentu pada riwayat keluarga, yaitu (Dipiro et

al., 2009):

a. Memiliki garis keturunan pertama dengan pasien kanker payudara

meningkatkan risiko 2 hingga 3 kali.

b. Risiko lebih tinggi berhubungan dengan kanker payudara yang muncul

pada usia lebih muda dari 45 tahun pada satu atau lebih garis keturunan

pertama.

c. Memiliki lebih dari satu garis keturunan pertama yang menderita kanker

payudara secara tidak konsisten berhubungan dengan kenaikan risiko.

d. Memiliki garis keturunan kedua yang menderita kanker payudara

meningkatkan risiko sekitar 50%.

e. Keluarga dari sisi maternal maupun paternal memiliki risiko yang hampir

sama.

4. Gaya Hidup

Diet dan berat badan merupakan beberapa faktor gaya hidup yang berhubungan

dengan risiko kanker payudara. Terdapat korelasi antara kejadian kanker payudara

dengan dietary fat intake, namun korelasi ini tidak kuat. Obesitas berhubungan

8
dengan kenaikan dua kali lipat risiko kanker payudara pada wanita postmenopause

sementara pada wanita premenopause berhubungan dengan penurunan kejadian

kanker payudara (McPherson et al., 2000).

5. Hormonal

Menarch pada usia di bawah 12 tahun risiko 1,7- 3,4 kali dan menopause usia di

atas 55 tahun risiko 1,5 kali. Penggunaan oral kontrasepsi lebih dari 8-10 tahun juga

meningkatkan risiko terhadap kanker payudara (Suyatno et al., 2009).

6. Riwayat Kanker

The American Cancer Society pada tahun 2012 menjelaskan bahwa wanita dengan

kanker pada salah satu sisi payudara memiliki peningkatan risiko 3 hingga 4

kali untuk kembali menderita kanker pada sisi lain dari payudaranya.

2.1.4 Diagnosis

a. Pemeriksaan Klinik

Pemeriksaan awal merupakan pemeriksaan pada pasien dalam posisi duduk

dengan mengamati simetri, inversi puting, perubahan kulit dan kontur

payudara (Barber et al., 2008). Pemeriksaan klinik ini direkomendasikan

pada wanita dengan risiko menengah kanker payudara dan dimulai sejak

awal umur 20an tahun. Pemeriksaan ini hendaknya menjadi pemeriksaan

kesehatan periodik minimal setiap 3 tahun sekali. Wanita dengan umur di

atas 40 tahun hendaknya melakukan pemeriksaan ini setiap tahun dan lebih

ideal bila dilakukan sebelum mamografi rutin tiap tahun (Cassiato et al.,

2009).

9
b. Teknik Imaging

Mamografi

Mamografi merupakan teknik yang paling sensitif dan spesifik untuk

mendeteksi kanker payudara. Payudara dikompresi untuk meratakan

jaringan payudara dan untuk mengurangi gerakan dan tumpang tindih

bayangan. Ketebalan yang seragam dari jaringan meningkatkan kualitas

gambar dan kontras. Radiasi rendah energi dipaparkan pada payudara

sehingga menghasilkan gambar dengan kontras tinggi. Sekitar 7% wanita

menyatakan pemeriksaan sangat menyakitkan, dan sebagian besar merasa

tidak nyaman (Cassidy et al.,2002).

Mamografi memungkinkan deteksi massa lesi, daerah distorsi parenkim, dan

mikrokalsifikasi. Payudara relatif lebih padat pada wanita yang lebih muda

maka mamografi biasanya tidak dilakukan pada mereka yang berusia di

bawah 35 tahun (Barber et al., 2008).

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan melalui USG dilakukan menggunakan gelombang suara

frekuensi tinggi yang dilewatkan pada payudara, refleksi terdeteksi dan

diubah menjadi gambar. USG payudara aman, tanpa rasa sakit, dan cocok

untuk digunakan di segala usia. Pada pasien kanker, teknik ini berguna

untuk memandu biopsi inti dan menilai ukuran, multifokalitas, dan adanya

metastasis kelenjar getah bening (Barber et al., 2008).

10
c. Biopsi

Jika pasien memiliki gambaran mamogram mencurigakan, dokter akan

menjalankan biopsi. Ada dua cara unutk mendapatkan biopsi yang dilakukan

hanya dengan sedikit operasi (David, 2010):

 Biopsi aspirasi jarum halus (fine neddle aspiration biopsy)

Jarum berongga sangat kecil dimasukkan ke dalam payudara. Sampel sel

diambil dan diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini tidak

meninggalkan bekas luka.

 Biopsi jarum inti (core needle biopsy)

Jarum dengan ukuran lebih besar dimasukkan untuk mengambil beberapa

sampel jaringan yang lebih besar dari area yang terlihat mencurigakan.

Untuk melakukan metode ini, ahli bedah harus membuat sayatan kecil.

Hal tersebut akan meninggalkan bekas luka kecil yang nyaris tak terlihat

setelah beberapa minggu.

2.1.5 Stadium

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat

mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah

sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau

jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat jauh. Stadium hanya dikenal

pada tumor ganas atau kanker dan tidak pada tumor jinak. Banyak sekali

cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat

ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang

11
direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer) atau

AJCC (American Joint Committee On Cancer). Pada sistem TNM ini dinilai

tiga faktor utama, yaitu :

1. T = tumor (Seberapa besar ukuran tumornya dan dimana lokasinya)

2. N = node ( Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor

telah menyebar kekelenjar getah bening disekitarnya)

3. M = Metastasis (Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain)

Ketiga faktor T, N, M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga

sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker

payudara, penilaian TNM berdasarkan AJCC edisi 8 sebagai berikut :

1) T (Tumor size), ukuran tumor

- T0 tidak ditemukan tumor primer

- T1 ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang

- T2 ukuran tumor diameter antara 2-5 cm

- T3 ukuran tumor diameter > 5 cm

- T4 ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit

atau dinding dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau

bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar

tumor

2) N (Node), kelenjar getah bening regional (KGB) :

- N0 tidak terdapat metastasis pada KGB regional di ketiak/aksila

- N1 ada metastasis ke KGB aksila yang masih dapat digerakkan

- N2 ada metastasis ke KGB aksila yang sulit digerakkan atau hanya pada

mammari interna

12
- N3 ada metastasis ke KGB di atas/ di bawah tulang selangka

(supraclavicular/infracavicular) atau pada KGB di mammari interna

dan aksila

3) M (Metastatic), penyebaran jauh :

- Mx metastasis jauh belum dapat dinilai

- M0 tidak terdapat metastasis jauh

- M1 terdapat metastasis jauh

Berdasarkan TNM, kanker payudara dapat dikelompokkan menjadi beberapa

stadium, yaitu: stadium 0, IA dan IB, IIA dan IIB, IIIA IIIB dan IIIC, dan IV.

- Stadium 0 adalah Tis No M0

- Stadium IA adalah T1a N0 M0

- Stadium 1B adalah T0 N1mi M0, dan T1a N1mi M0

- Stadium IIA adalah T0 N1b M0, dan T1 N1b M0

- Stadium IIB adalah T2 N1 M0, dan T3 N0 M0

- Stadium IIIA adalah T0 N2 M0, T1a N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, dan T3

N2 M0

- Stadium IIIB adalah T4 N0 M0, T4 N1 M0, dan T4 N2 M0

- Stadium IIIC adalah T apapun N3 M0

- Stadium IV adalah T apapun N apapun M1

Selain menggunakan metode TNM untuk menilai ekspansi tumor, para dokter

juga menggunakan metode grading dalam menilai suatu keganasan. Cara yang paling

umum digunakan untuk menilai kanker payudara adalah cara Nottingham atau

13
Elston-Ellis (modifikasi dari sistem grading Scarff-Bloom-Richardson). Cara

tersebut dalam menilai grading adalah dengan menggunakan kategori dibawah ini

- Tubule formation: seberapa banyak duktus payudara yang normal yang

terdapat di jaringan tumor

- Nuclear grade: evaluasi mengenai ukuran dan bentuk inti sel pada sel-sel

tumor

- Mitotic rate: seberapa banyak jumlah sel yang terlihat sedang membelah diri,

terkait dengan kecepatan sel-sel tumor dalam bertumbuh dan membelah diri.

Setiap kategori memiliki nilai 1 sampai dengan 3. Skor 1 berarti sel-sel dan

jaringan tumor terlihat sama dengan sel-sel dan jaringan yang normal, dan skor 3

berarti sel-sel dan jaringan tumor terlihat sangat tidak normal. Kemudian total skor

ketiga kategori tersebut dijumlahkan dan akan menghasilkan skor 3 sampai dengan 9.

Hasil tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 grade:

- Skor total: 3-5: G1 (Low grade atau well differentiated)

- Skor total: 6-7: G2 (Intermediate grade atau moderately differentiated)

- Skor total: 8-9: G3 (High grade atau poorly differentiated)

2.1.6 Terapi

a. Terapi Loko-Regional

Pembedahan

Hampir semua wanita yang menderita kanker payudara mendapatkan terapi

dengan pembedahan. Dua tipe pembedahan yang paling umum adalah breast

conserving surgery dan mastektomi (NCCN, 2012).

14
Kuadrantektomi diperkenalkan pada awal 1970-an merupakan breast conserving

surgery dengan menghilangkan kanker primer yang memiliki margin 2,0 cm dari

jaringan payudara normal. Lumpektomi adalah operasi untuk menghilangkan

massa tumor dengan jaringan normal yang terbatas (1 cm). Percobaan acak

dengan membandingkan breast conserving surgery diikuti radioterapi dengan

mastektomi menunjukkan tingkat kontrol lokal dan kelangsungan hidup. Breast

conserving surgery tidak selalu cocok untuk wanita dengan penyakit multifokal

dan tumor besar pada payudara yang kecil. Beberapa pasien memilih

mastektomi karena kemungkinan dapat menghindari radioterapi (Cassidy et al.,

2002)

Terapi radiasi

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar berenergi tinggi (atau

partikel) untuk menghancurkan sel kanker yang tertinggal di belakang payudara,

dinding dada, atau limfa nodi setelah pembedahan (NCCN, 2012). Iradiasi

payudara telah terbukti mengurangi risiko kekambuhan lokal setelah operasi

payudara dari sekitar 30% sampai < 10% pada 10 tahun (Cassidy et al., 2002).

b. Terapi Sistemik

Kemoterapi

Kemoterapi adalah terapi dengan obat yang dapat membunuh sel kanker yang

dapat diberikan secara intravena atau peroral. Obat tersebut mengikuti aliran

darah untuk mencapai sel kanker pada semua bagian tubuh. Kemoterapi

direkomendasikan berdasarkan ukuran tumor, stadium tumor, serta ada atau

tidaknya keterkaitan limfa nodi (The American Cancer Society, 2012).

15
Efek samping umum dari kemoterapi diantaranya kelesuan, mual dan

muntah, rambut rontok, mucositis, supresi sumsum tulang, dan tromboemboli.

Antrasiklin jika diberikan dalam dosis besar kumulatif dapat menyebabkan

kerusakan jantung dan taxanes berhubungan dengan kemungkinan tinggi sepsis

neutropaenic dan neurotoksisitas (Barber et al., 2008).

Pasien kanker payudara yang bebas penyakit setelah pengobatan lokal dan

regional pengobatan tetap memiliki kemungkinan kambuh dan metastase

penyakit. Risiko metastasis rendah dalam kasus-kasus dengan kanker berukuran

kecil dan noda negatif, risiko semakin meningkat dengan ukuran kanker primer

dan jumlah noda metastasis aksila (Cassidy et al., 2002).

Kemoterapi umumnya digunakan dalam pengaturan ajuvan setelah pengobatan

lokal kanker payudara pada pasien dengan prognosis kanker moderat dan buruk.

Terapi endokrin (yang mengurangi pembelahan sel-sel kanker) umumnya

tidak digunakan bersamaan dengan kemoterapi. Kemoterapi juga dapat

digunakan dalam pengaturan neo adjuvant untuk pengobatan awal pada kanker

payudara dengan ukuran besar atau stadium lanjut, dalam upaya untuk

mengurangi ukuran kanker agar memungkinkan dilakukan operasi (Barber et al.,

2008)

Terapi hormonal

Enam puluh persen dari kanker payudara memiliki estrogen reseptor positif.

Tamoxifen dapat meningkatkan kelangsungan hidup dengan bebas penyakit

secara keseluruhan pada semua wanita, terutama pasca-menopause. Manfaat

dari terapi ini berkurang jika ER (estrogen-receptor) diketahui negatif (Cassidy

et al., 2002).

16
Tamoxifen adalah modulator reseptor estrogen selektif yang memiliki aksi

antagonis dalam kanker payudara dengan reseptor estrogen. Tamoxifen

mengurangi risiko kematian akibat kanker payudara sekitar 25% dan efektif

dalam semua kelompok usia terlepas dari status menopause-nya. Dosis 20 mg

perhari biasanya diberikan selama 5 tahun. Tamoxifen mengurangi risiko kanker

payudara kontralateral antara 40 dan 50%, tetapi kurang efektif terhadap tumor

dengan human epidermal growth factor receptor (HER)2-positif. Efek samping

dari tamoxifen termasuk tromboemboli vena, hot flushes, gangguan pencernaan,

vagina kering, perubahan libido, gangguan menstruasi, dan kanker endometrium

(Barber et al., 2008).

Terapi antibodi monoklonal

HER2 diekspresikan secara berlebihan pada sekitar 20% dari kanker payudara.

HER2 telah lama dikenal sebagai penanda prognosis yang buruk pada kanker

payudara. Pada pasien dengan kanker HER2- positif, pemberian trastuzumab

sendiri atau dalam kombinasi dengan agen kemoterapi sitotoksik dapat

meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan penyakit metastasis dan

mengurangi kekambuhan bila diberikan dalam pengaturan ajuvan (Barber et al.,

2008).

Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang menghambat efek dari faktor

pertumbuhan protein HER2, protein yang mengirim sinyal pertumbuhan ke sel

kanker payudara. Pertuzumab merupakan antibodi monoklonal yang bisa

dikombinasikan dengan trastuzumab dan kemoterapi lainnya. Antibodi

monoklonal ini digunakan untuk mengobati pasien dengan kanker payudara

HER2 positif yang telah bermetastasis (Anonim, 2012)

17
2.2 Kanker Payudara pada Usia Sangat Muda

Kanker payudara pada wanita remaja dan dewasa muda didefinisikan sebagai

keganasan payudara pada rentang umur < 35 tahun dengan jumlah insiden 18,8 per

100.000 wanita menduduki 14% dari seluruh kasus kanker dan menempati 7% dari

seluruh diagnosis kanker payudara pada seluruh umur (Gabriel, 2010).

Secara global terdapat peningkatan insiden kanker payudara pada remaja dan

wanita muda yang diakibatkan karena peningkatan populasi dunia itu sendiri,

peningkatan kesadaran baik pasien maupun klinisi dalam mendiagnosis penyakit dan

peningkatan pelaporan kasus (Partidge, 2009). Serta kontribusi faktor – faktor risiko

lainnya seperti halnya faktor internal yang meliputi paritas di usia sangat muda,

riwayat keluarga dengan kanker payudara ataupun malignansi lainnya, mutasi

breast cancer susceptibility gene 1 (BRCA 1) atau breast cancer susceptibility gene

2 (BRCA 2), mutasi p 53, maupun faktor lingkungan seperti halnya terapi radiasi

karena penyakit Hodgkin, paparan hormon eksternal, penggunaan terapi pengganti

hormon termasuk gaya hidup di dalamnya (merokok, konsumsi alkohol, jarang

berolahraga) (Gnerlich, 2009). Puncak insiden kanker payudara pada wanita muda

terdapat pada rentang umur 15 – 39 tahun dan terdapat peningkatan risiko relatif

terkena kanker payudara seiring berjalannya usia pada seorang wanita (Keegan,

2012).

Penyakit kanker payudara pada wanita muda memiliki perbedaan yang

signifikan dalam faktor risiko, derajat klinis, prognosis serta profil biologis tumor

18
yang lebih agresif seperti halnya jenis histopatologi, subtipe, rekurensi serta

berbagai isu psikososial bila dibandingkan dengan wanita berusia 50 tahun ke atas.

Bentuk histopatologis yang cenderung invasif direpresentasikan dengan stadium

lanjut, ukuran tumor yang besar (> 2 cm), adanya keterlibatan nodus limfe dan

adanya perluasan komponen sel kanker intraduktus (Partridge, 2009).

Berdasarkan beberapa studi terdahulu, kanker di usia yang sangat muda

sesungguhnya adalah prediktor independen dari angka harapan hidup yang rendah

serta prognosis yang buruk dan diasosiasikan dengan keterlambatan diagnosis serta

kurangnya skrining sehingga sebagian besar pasien datang dengan stadium lanjut

dan high grade. Kanker pada wanita usia kurang dari 35 tahun juga cenderung

mengalami rekurensi lokal 9 kali lebih banyak setelah operasi konservatif dan

radioterapi dibandingkan dengan pasien kanker pada usia yang lebih tua (Keegan,

2013).

Pada pemeriksaan imunohistokimia wanita usia sangat muda dengan kanker

payudara, lebih banyak terdapat hasil dengan klasifikasi estrogen-receptor negatif,

progesterone-receptor negatif, HER2 negatif, dan ekspresi Ki-67 yang lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita usia tua (>50 tahun). Gambaran histopatologi yang

didefinisikan sebagai morfologi jaringan kanker secara mikroskopis dari patologi

anatomi, merupakan parameter penting dan baku emas (gold standard) bersama

dengan pemeriksaan fisik payudara dan pemeriksaan ultrasonografi dalam diagnosis

kanker payudara. Pada kasus kanker payudara usia sangat muda, gambaran

histopatologi menunjukkan hasil dengan grading yang lebih tinggi disertai invasi

pembuluh limfe. Tipe kanker yang dominan ditemukan adalah kanker tipe duktal

invasif tipe tidak spesifik dengan batas tumor yang tidak tegas, terdapat invasi ke

19
pembuluh darah, pembuluh limfe dan sangat sedikit kasus ditemukan kanker tipe

duktal in situ. Gambaran lain yang memungkinkan seperti halnya kanker tipe lobular

invasif, tumor filoides malignan dan jenis kanker lainnya. Sebagian besar kasus

kanker payudara pada usia sangat muda adalah dengan stadium – stadium lanjut

(stadium III dan stadium IV). Stadium merupakan tingkatan kanker payudara yang

dialami oleh pasien berdasarkan kriteria ukuran tumor, keterlibatan nodul dan

ekstensi metastase (TNM) oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC)

dengan kategori stadium awal (I, IIA, IIB, IIIA) dan stadium lanjut (IIIB, IIIC dan

IV). Pasien kanker payudara pada populasi ini juga cenderung dengan grade tinggi

yang menandakan tingginya tingkat anaplasia pada sel – sel kanker (Keegan, 2012).

Selain hal tersebut di atas, terdapat isu – isu serius lain pada kelompok usia

ini seperti halnya kehamilan, menopause dini, fertilitas dan kontrasepsi, seksualitas

dan body image hingga isu psikososial yang erat kaitannya dengan profil kanker

yang agresif serta dampak terapi (Gabriel, 2010).

2 Triple Negative Breast Cancer (TNBC)


TNBC menunjukkan ekspresi negatif terhadap ER, PR, HER2, terhitung
sebanyak 10-17% dari seluruh invasive breast cancer.Subtipe ini memiliki sifat klinis
lebih agresif, sering bermetastasis dan prognosisnya paling buruk dibanding subtipe
lainnya. Wanita dengan TNBC umumnya usia muda (<50 tahun) dengan karateristik
histopatologi grade III, indeks proliferasi yang tinggi, sedikitnya formasi tubulus dan
angka metastasi yang tinggi.Subtipe ini juga berhubungan dengan tingkat rekurensi
yang tinggi yaitu selama 3 tahun setelah pengobatan dan angka kematian selama 5
tahun. Metastasisnya sering ke organ viseral seperti paru dan otak. Penanda
histopatologis dari TNBC sering kali menunjukkan gambaran pushing margin,
nekrosis dan derajat infiltrat limfosit. Pushing margin terbentuk ketika infiltrasi sel
kanker dengan prostusi tongue-like menuju ke stroma membentuk struktur bulat,
nekrosis bisa dijumpai, infiltrasi limfosit ringan hingga berat.Selain itu dapat
menunjukkan pertumbuhan trabekular yaitu kelompokkan sel tumor seperti susunan

20
balok, atau pertumbuhan syncytial yaitu sel-sel tumor membentuk sarang-sarang
tanpa membran sitoplasma membentuk satu syncytial yang besar. Infiltrasi limfosit
paling sering ditemukan pada kanker TNBC atau HER2 positif, dan kanker payudara
proliferatif lainnya terkait dengan peningkatan pCR, kelangsungan hidup bebas
penyakit yang lebih lama, dan peningkatan hasil kelangsungan hidup secara
keseluruhan. Penderita tumor ini sulit untuk diterapi dan sering tumpang tindih
dengan subtipe basal-like, dimana TNBC juga memiliki karateristik basal pada profil
molekulernya. Baik TNBC dan basal-like cenderung memiliki grade histologis yang
tinggi dengan pilihan terapi yang terbatas dan sering tumpang tindih antara
karateristik biologis dan klinis.Sebanyak 86% TNBC sesuai dengan subtipe seperti
basal-like.Kemoterapi sitotosik adalah satu-satunya pilihan terapi pada
TNBC.Tingkat pCR setelah kemoterapi anthracycline/taxane adalah 25-35%, dan
pasien yang mencapai pCR memiliki hasil yang lebih baik dari pasien dengan TNBC.
Perbedaan antara subtipe basal dan non-basal seperti TNBC penting untuk pilihan
kemoterapi, karena carboplatin itu sama efektifnya dengan docetaxel pada subtipe
basal, namun kurang pada subtipe intrinsik lainnya.
Karakteristik molecular TNBC yang terbaru memperlihatkan adanya
heterogenitas yang tinggi, yang terdiri dari lima kelas mayor: (i) subtype “basal-like”
yang mencakup sekitar 25% sampai 80% kasus TNBC, yang ditandai dengan jalur
biologis yang melibatkan siklus sel dan respon kerusakan DNA (contoh,:
ATR/BRCA, dll); (ii) subtype “mesenchymal” yang ditandai dengan gen yang terlibat
dalam EMT (epithelial-mesenchymal transition) dan pada regulasi biologis kanker
stem cell; (iii) subtype “immunomodulatory” yang terdapat dalam gen ontology pada
proses sel imun yang mencakup sinyal sel imun (sel B, T dan NK) dan sinyal
sitokin; (iv) subtype “luminal AR” yang terdapat dalam jalur hormonal oleh
overekspresi AR; dan (v) subtype “HER2 enriched” yang mencakup sekitar 6%
sampai 8% kasus TNBC, yang ditandai dengan imuno positivitas untuk reseptor
HER2 tetapi tanpa amplifikasi gen. (Botti et al, 2017)

2.3 Grade Histologi Kanker Payudara


Pengetahuan tentang diferensiasi tumor merupakan salah satu kunci untuk
mengetahui perilaku biologis sel tumor. Diferensiasi sel tumor dapat ditunjukkan dan

21
diperiksa dengan berbagai cara, termasuk indeks proliferasi, grade hitologi, status
reseptor hormonal, ekspresi onkogen, dan profil ekspresi gen. Cara paling awal untuk
mengevaluasi diferensiasi tumor adalah melalui pemeriksaan grade histologinya.
Sebuah analisis data oleh SEER menunjukkan bahwa grade histologi merupakan
faktor prognostik yang penting, dan tidak bergantung pada ukuran dan jumlah
penyebaran kelenjar getah bening.
Grade histologi tumor berdasarkan pada derajat diferensiasi jaringan tumor.
Pada kanker payudara, grade histologi merupakan evaluasi semi kuantitatif terhadap
karakteristik morfologi yang relatif mudah untuk digunakan dan murah. Pemeriksaan
ini hanya membutuhkan pewarnaan Hematoksilin eosin terhadap jaringan tumor
untuk dinilai oleh ahli patologi anatomi sesuai protokol yang sudah terstandarisasi.

Gambar2.3. Histologi kanker payudara berdasarkan grade


Berbagai cara telah dilakukan untuk menilai grade histologi tersebut, namun
cara yang palingreliabel dan umum digunakan adalah sistem grading histologi yang
diciptakan oleh Scarff, Bloom, dan Richardson yang sudah dimodifikasi oleh Elston-
Ellis dan dipatenkan oleh Nottingham Group. Penelitian tentang sistem yang
dikeluarkan oleh Nottingham Group (NGS) ini telah banyak di teliti menganai
relevansinya terhadap prognosis kanker payudara sejak tahun 1991. Disimpulkan
bahwa NGS memberikan hasil yang setara dengan indeks prognostik lainnya,
disamping keunggulan NGS dalam hal kemudahan penggunaanya, biaya yang tidak
mahal, dan aplikabel untuk digunakan secara rutin dalam melihat karakteristik
biologis dan prilaku tumor secara klinis. (Rakha, et al,. 2010)
Terdapat konsensus internasional yang mengatakan bahwa sistem grading
Nottingham (NGS) harus dipertimbangkan sebagai “baku emas” dalam pemeriksaan
grade histologi. Sistem ini juga sudah direkomendasikan oleh organisasi kesehatan
dunia seperti World Health Organization (WHO), American Joint Committee on

22
Cancer (AJCC), European Union (EU), dan Royal College of Pathologist (UK-
RCPath).( Rakha, et al,. 2010)
Seluruh kanker payudara seharusnya diperiksa grade histologinya. Hal-hal
yang dievaluasi mencakup tiga fitur morfologi, yaitu derajat pembentukan tubular
atau kelenjar, pleomorfisme nukleus, dan jumlah mitosis. Pembentukan tubular atau
kelenjar diperiksa [ada seluruh bagian tumor, begitu juga dengan pleomorfisme
nukleus. Penilaian jumlah mitosis dilakukan pada daerah dengan aktifitas mitosis
yang paling aktif pada daerah karsinoma. Pemeriksaan dilakukan dengan
meggunakan nilai 1 sampai 3 untuk setiap poin yang diperiksa. Jumlah nilai 3-5
menunjukkan grade 1, nilai 6-7 merupakan grade 2, dan nilai 8-9 merupakan grade 3.
(AJCC, 2018)

Grade Histologi Berdasarkan Modifikasi NGS

Grade Histologi khusus Karsinoma Duktal In Situ

Dalam sebuah studi, Henson dkk yang menilai tingkat kelangsungan hidup
22.616 kasus kanker payudara, dengan grade histologi 1, penyakit stadium II
memiliki angka kelangsungan hidup yang sama dengan pasien grade histologi 3,
penyakit stadium I. Pasien dengan tumor grade histologi 1 dengan ukuran kurang dari
2 cm memiliki prognosis yang sangat baik, dengan 99% pasien akan bertahan hidup
selama 5 tahun, walaupun pasien tersebut dengan metastasis kelenjar getah bening
yang positif. (Henson, et al,. 1991) Hasil ini didukung oleh studi terbaru dari Grup
Nottingham, penelitian terhadap 2.219 pasien kanker payudara yang dapat dioperasi

23
menunjukkan bahwa grade histologi merupakan penentu penting hasil terapi kanker
payudara disampimg pengaruh dari adanya metastasis kelenjar getah bening. Hasil
ini memberikan bukti bahwa grade histologi bila digunakan bersamaan dengan
adanya metastasis kelenjar getah bening, dapat meningkatkan prediksi terhadap hasil
tatalaksana pada pasien kanker payudara. (Rakha, et al,. 2007) Pengamatan jangka
panjang pada kanker payudara yang terdeteksi saat proses skrining pada dua provinsi
di Swedia, menunjukkan bahwa grade histologi tumor, status kelenjar getah bening,
dan ukuran tumor pada saat diagnosis awal memiliki pengaruh jangka panjang pada
kelangsungan hidup pasien.(Warwijk J, et al,. 2004) Ada bukti kuat dan logis yang
menunjukkan bahwa grade histologi dapat secara akurat memprediksi perilaku
tumor, khususnya pada tumor yang kecil, lebih akurat dibanding faktor prognosis
lainya yang bergantung pada waktu.
Studi juga menunjukkan bahwa grade histologi merupakan faktor
prognostik independen dalam subkelompok spesifik kanker payudara, termasuk
kanker payudara ER positif pasien yang belum atau yang telah menerima terapi
endokrin neoadjuvan , dan pasien dengan metastasis kelenjar getah bening negatif
atau positif. Baru-baru ini, Desmedt dkk menunjukkan bahwa pada pasien dengan
ER-positif/HER2-negatif (n = 628), hanya grade histologis yang menunjukkan
hubungan dengan masa bebas kambuh. (Desmedt C, et al,. 2008) Penelitian oleh
Nottingham group menunjukkan bahwa grade histologi merupakan prediktor
independen masa bebas kambuh pada pasien dengan ER-positif/HER2-negatif(n =
1.077) HR = 2,13, 95% CI 1,79 hingga 2,53;P <0,0001). (Rakha EA, et al,. 2008)
Hubungan yang sama antara grade histologi dan angka kelangsungan hidup
ditemukan pada (a) subkelompok dengan metastasis kelenjar getah bening-negatif (n
= 797), yang hanya menerima terapi hormon adjuvan 95% CI 1,46 hingga 2,34; P
<0,0001, memiliki angka resiko kambuh dalam 10 tahun sebesar 7% untuk grade
histologi 1, 14% untuk grade histologi 2, dan 31% untuk grade histologi 3, dan pada
(b) tumor ER-positif dengan metastasis kelenjar getah bening dengan jumlah yang
kecil volume (pN1; 1-3 kelenjar getah bening positif)(n = 316) (95% CI ;P <0,0001,
dengan angka resiko kambuh dalam 10 tahun sebesar 5% untuk grade histologi 1,
24% untuk grade histologi 2, dan 43% untuk grade histologi 3.(Rakha EA, et al,.
2008) Oleh karena itu, nilai histologis dapat memberikan informasi penting tehadap

24
prognostik suatu subkelompok kanker payudara dan bermanfaat terhadap
pertimbangan kemoterapi. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang konsisten
terhadap perilaku biologis dan grade histologi kanker payudara, mempengaruhi
angka ketahanan hidup. Seperti limfoma dengan grade histologi yang tinggi, kanker
payudara grade histologi yang tinggi cenderung kambuh dan mengalami metastasis
lebih cepat, biasanya dalam 8 tahun pertama. Tumor dengan grade histologi rendah
cenderung menunjukkan hasil yang lebih baik, dan sedikit yang mengalami
kekambuhan ataupun metastasis. Tumor dengan grade histologi 2 menunjukkan hasil
yang bervariasi selama tahun-tahun awal pengobatan. Namun, dalam pengobatan
jangka panjang, grade ini menunjukkan rekurensi dan prognosis yang kurang baik.
Observasi ini menambah wawasan yang lebih lanjut tentang strategi manajemen yang
tepat pasien dengan kanker payudara. Tumor dengan grade histologi yang tinggi,
dengan risiko kambuh dan kematian yang lebih cepat, perlu dipertimbangkan untuk
segera menggunakan kemoterapi adjuvan, sedangkan pasien dengan grade histologi
yang rendah, yang hampir selalu memiliki reseptor hormonal yang positif, dapat
ditindaklanjuti dengan pemilihan terapi sistemik yang toksisitasnya lebih rendah,
yaitu terapi hormonal.( Rakha EA, et al,. 2008)

25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

c.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan deskriptif untuk melihat

perilaku biologis pada triple negative breast cancer terhadap respon kemoterapi

c.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah FK

USU RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilaksanakan setelah proposal

disetujui komite etik.

c.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien kanker payudara dengan triple

negative di RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 1 Januari 2018 – 31

Desember 2019.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh wanita pasien kanker payudara dengan triple

negative di RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 1 Januari 2018 – 31

Desember 2019 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

26
Kriteria Inklusi:

- Kanker payudara pada wanita

- Telah ada pemeriksaan histopatologi

Kriteria Eksklusi:

- Sumber data tidak lengkap

c.4 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari rekam medik dari RSUP H. Adam Malik Medan selama 2

tahun (1 Jannuari 2018 – 31 desember 2019).

Lama pengambilan data dari rekam medik adalah 2 sampai dengan 8

minggu. Data yang diambil dari penelitian ini adalah: usia, tempat tinggal, riwayat

keluarga, histopatologi (jenis kanker, grading kanker), imunohistokimia (subtipe),

c.5 Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan dengan tabel distribusi

frekuensi menggunakan bantuan Program SPSS.

c.6 Definisi operasional

 Wanita penderita kanker payudara.

 Kanker payudara didefinisikan sebagai pasien dengan hasil histopatologi

jaringan yang jelas menyatakan karsinoma.

27
 Grading tumor menggunakan kategori “low grade atau well differentiated”,

“intermediate grade atau moderately differentiated”, dan “high grade atau

poorly differentiated”.

 Usia yaitu usia pasien di rekam medik saat terdiagnosis kanker payudara.

 Pemeriksaan Imunohistokimia yang diambil sebagai sampel penelitian adalah

ER, PR, HER2, dan Ki-67

28
c.7 Alur Penelitian

Izin penelitian dan kaji etik

Pengumpulan sampel data dari rekam medik

Pengolahan data dengan Microsoft Excel

Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi

Gambar 3.1. Alur Penelitian

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Breast Cancer Treatment, http://cancer.gov, diakses pada

tanggal 7 Maret 2013.

Barber, M. D., Thomas, J., Dixon, M., 2008, An Atlas of Investigation and

Management Breast Cancer, 35-96, Atlas Medical Publishing,

Oxford.

Cassiato, D., Territo, M. C., 2009, Manual Clinical of Oncology, 6-8,

Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Cassidy, J., Bisset, D., Obe, R. A., 2002, Oxford Handbook of Oncology,

302-320, Oxford University Press, Oxford.

David, I. W., 2010, Patogenesis Ca Mammae, 22-34, Referat, Fakultas

Kedokteran Sebelas Maret, Surakarta.

DeVita, Vincent T., Lawrence, Theodore S., Rosenberg, Steven A., 2008,

Devita, Hellman & Rosenberg's Cancer: Principles & Practice

of Oncology, 8th Ed., 1596-1640, Lippincott Williams &

Wilkins, Baltimore.

Dipiro J., Wells B., Schwinghammer T., Dipiro C., 2009,

Pharmacotherapy: A Patophysiological Approach, 8th Ed.,

2332-2351, McGraw Hill Company, New York.

Gabriel, C.A., Domchek, S.M., 2010. Breast Cancer in Young Women.

Breast Cancer Research. 12: 2126.

Gnerlich, J.L., Deshpande, A.D., Donna, B.J., Allison, S., White, N., Julie,

30
A.M., 2009. Elevated Breast Cancer Mortality in Women

Younger than Age 40 Year Compare with Older Women is

Attributed to Poorer Survival in Early-Stage Disease. American

College of Surgeon. 208: 341-347.

Keegan, T.H., DeRouen, M.C., Press, D.J., Kurian, A.W., Clarke, C.A.,

2012. Occurrence of Breast Cancer Subtypes in Adolescent and

Young Adult Women. Breast Cancer Research. 14: R55.

Keegan, T.H., DeRouen, M.C., Press, D.J., Kurian, A.W., Clarke, C.A.,

2013. Impact of Breast Cancer Subtypes on 3-Year Survival

Among Adolescent and Young Adult Women. Breast Cancer

Research. 15: R95.

McPherson, K., Steel, C. M., Dixon, J. M., 2000, ABC of Breast Diseases:

Breast Cancer- epidemiology, risk factors, and genetics, BMJ,

321(7261):624-8.

NCCN, 2012, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN

Guidelines): Breast Cancer, National Comprehensive Cancer

Network, Inc., United States of America.

Pane, M., 2002, Aspek Klinis dan Epidemiologis Penyakit Kanker

Payudara,

Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika, 28 (8): 17-22.

Partridge, A.H., Aron, G., Gelber, R.D., 2009. Breast Cancer in Young

Women. Disease of the Breast Fourth Edition. 92: 1073-1080.

Piccart, M., Wood, W.C., Hung, C.M, Solin, L.J., Cardoso, F., 2006.

31
Breast Cancer Management and Molecular Medicine: Towards

Tailored Approaches. 119-213. Springer. New York.

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, 2015. Data Kasus

Keganasan Payudara 2010-2014. [Unpublished].

Sobri, F.B., Azhar, Y., Wibisana, I.G.N.G., Rachman, A., 2017.

Manajemen Terkini Kanker Payudara. Edisi ke-1. Media

Aesculapius. Jakarta.

Suyatno, Pasaribu, E.T., 2014. Bedah Onkologi: Diagnosis dan Terapi.

Edisi ke-2. Sagung Seto. Jakarta.

The American Cancer Society, 2012, Breast Cancer, http://acs.org diakses

pada tanggal 25 September 2012.

Tobias, J., and Hochhauser, D., 2010, Cancer and its Management, 6th

Ed., 223- 249, Wiley-Blacwell, London.

32

Anda mungkin juga menyukai