Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pengertian Kanker Payudara
Payudara adalah salah satu daripada ciri-ciri seks sekunder yang
mempunyai arti penting bagi wanita, tidak saja sebagai salah satu identitas
bahwa ia seorang wanita, melainkan mempunyai nilai tersendiri baik dari segi
biologik, psikologik, psikoseksual maupun psikososial (Dadang Hawari, 2004:
77).
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena timbul
dan berkembang biaknya jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya
(dekstrutif), dapat menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika
dibiarkan. Pertumbuhan sel-sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi
besar dan disebut sebagai tumor. Tumor merupakan istilah yang dipakai untuk
semua bentuk pembengkakan atau benjolan dalam tubuh. Sel-sel kanker yang
tumbuh cepat dan menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah
bening. Penjalarannya ke jaringan lain disebut sebagai metastasis. Kanker
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Ada yang tumbuh secara cepat,
ada yang tumbuh tidak terlalu cepat, seperti kanker payudara.
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit
neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World
Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification
of Diseases (ICD) dengan nomor kode 174. Kanker ini mulai tumbuh di dalam
jaringan payudara, jaringan payudara terdiri dari kelenjar susu (kelenjar
pembuat air susu) saluran kelenjar (saluran air susu) dan jaringan penunjang
payudara.

1
Price (2005) mendefinisikan kanker payudara adalah kanker yang
sering terjadi pada kaum wanita (diluar kanker kulit). Kanker payudara
memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau
lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hiperplasi yang kemudian
berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Sedangkan
menurut Ramli (1995) kanker payudara adalah neoplasma ganas, suatu
pertumbuhan jaringan payudara yang abnormal yang tidak memandang jaringan
sekitarnya, tumbuh infiltratif dan destruktif dan dapat bermetastase. Tumor ini
tumbuh progresif dan relatif cepat membesar.
Kanker payudara merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian pada wanita, kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan pada
gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sehingga sel itu tumbuh dan
berkembang biak tanpa dapat dikendalikan.Sel-sel kanker payudara ini dapat
menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh.

2. Prevalensi Kanker Payudara

World Health Organitation (WHO) memperkirakan lebih dari 1,2 juta


orang terdiagnosis menderita kanker payudara pada tahun 2005. Di Amerika
Serikat kanker payudara menduduki prioritas utama, insidennya meningkat
sampai 54% dalam 40 tahun (Smeltzer & Bare, 2002). Di Kanada tahun 2005,
berdasarkan laporan Canadian Cancer Society penderita kanker payudara
diperkirakan mencapai 21.600 wanita dan 5.300 orang akan meninggal dunia.
Di Indonesia belum ada data statistik yang menggambarkan penderita
kanker payudara. Sebuah perhitungan statistik didasarkan pada data penderita
kanker payudara di Amerika, Kanada, dan Australia oleh Kusminarto (2005)
menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia tahun
2005 sebesar 876.665 orang. Problem kanker payudara menjadi lebih besar lagi
karena lebih dari 70% penderita datang ke dokter pada stadium yang sudah
lanjut, hal ini berbeda dengan di negara maju, di Jepang misalnya kanker
payudara stadium lanjut hanya ditemukan sebanyak 13% saja (Soetjipto, 2006).
Menurut prevalensi data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007 
kejadian kanker payudara sebanyak 8.227 kasus atau 16,5%. Sedangkan
berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker
payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di
Indonesia (16,85%). Kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah
kanker payudara dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan.
Berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang berasal dari rumah sakit dan puskesmas tahun 2006 di propinsi Jawa

2
Tengah, kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 22.857 kasus (7,13
per 1000 penduduk).
Menurut survey sentinel dari Bidang Pencegahan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
menemukan kanker payudara menempati urutan pertama, disusul kanker
genitalia interna perempuan, kanker serviks dan kanker kulit.

3. Distribusi Kanker Payudara


a. Distribusi Menurut Orang

Umur merupakan faktor penting yang ikut menentukan insiden atau


frekuensi kanker payudara. American Cancer Society melaporkan selama
tahun 2000-2004, insiden kanker payudara paling tinggi pada wanita yang
berumur 75-79 tahun yaitu 464,8 per 100.000 perempuan. Di Indonesia
sebanyak 30,35% kanker payudara ditemukan pada umur 40-49 tahun,
demikian juga di Jepang sebanyak 40,6% kanker payudara ditemukan pada
umur 40-49 tahun.
Semua perempuan memiliki risiko terkena kanker payudara,
penyakit ini juga bisa terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 1 : 100
antara laki-laki dan perempuan. American Cancer Society melaporkan pada
tahun 2005 di Amerika perempuan yang didiagnosis menderita kanker
payudara sebanyak 269.730 perempuan. American Cancer Society juga
memperkirakan pada tahun 2002 sebanyak 1500 laki-laki didiagnosa terkena
kanker payudara dan 400 akan meninggal karenanya.

b. Distribusi Menurut Tempat

Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan


insidens relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus
kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya, sebanyak 350.000 di
antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang
sedang berkembang.

Menurut Tjindarbumi yang dikutip oleh Wahyuni (2001), insiden


kanker payudara bervariasi pada setiap negara. Di Amerika insidennya 71,7
per 100.000 penduduk, di Australia insidennya 55,6 per 100.000 penduduk.
Sedangkan untuk negara Asia misalnya di Indonesia insidennya 22,2 per
100.000 penduduk dan di Jepang 16 per 100.000 penduduk.

3
Di Asia, insidens berdasarkan Age Standardized Ratio (ASR) masih
rendah di kebanyakkan negara walaupun angka mencakupi lebih dari 50 per
100.000 penduduk (world standardized rate) di Manila, Philippines dan
South Karachi, Pakistan (Bray, 2004). Menurut Park (2008) salah satu
perkara yang harus diberi perhatian adalah dimana penderita kanker
payudara di negara-negara Asia relatif lebih muda.

Diantara 35 kabupaten di Jawa Tengah, jumlah penderita kanker


payudara di Semarang menduduki peringkat tertinggi. Data Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah menunjukkan, selama 2 tahun (2002 dan 2003) jumlah
kasus kanker payudara di Semarang merupakan kanker terbanyak yang
diderita masyarakat dan mengalami peningkatan yang sangat besar. Jumlah
kasus kanker payudara di Semarang tahun 2002 sebanyak 721 kasus dan
tahun 2003 sebanyak 992 kasus.

c. Distribusi Menurut Waktu

Menurut Asosiasi Kanker Amerika, tahun 1974 di Amerika


dilaporkan 115.000 wanita terdiagnosa kanker payudara dan 37.300
meninggal karena penyakit ini. Tahun 1984 dilaporkan 155.900 oang
terdiagnosa kanker payudara terdiri dari 155.000 wanita dan 900 laki-laki,
dari jumlah tersebut diperkirakan 37.300 wanita dan 300 laki-laki akan
meningga. Tahun 1997 terdapat 181.600 kasus kanker payudara dan 44.190
orang pasien meninggal akibat penyakit ini. Tahun 2001 terdapat 192.200
kasus dan 39.600 wanita meninggal karena penyakit tersebut, tahun 2002
diperkirakan terdapat 203.500 kasus baru. Tahun 2003 kasus baru mencapai
211.300 orang dan 39.800 orang meninggal akibat kanker payudara.
American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di
Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal antara
1990-2000 (Moningkey, 2000).
Pada tahun 2001, PMR (Proportional Mortality Rate) kanker di
Brunai Darussalam 18,3%, Thailand 18,6% dan Jepang 31,9%. Cause
Spesific Death Rate kanker payudara ketiga negara tersebut masing-masing
3,3 per 100.000 penduduk, 2 per 100.000 penduduk dan 7,7 per 100.000
penduduk.
Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak
banyak berubah. Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua
sesudah kanker leher rahim di Indonesia. Selain jumlah kasus yang banyak,
lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut. 
Data  dari Direktorat  Jenderal  Pelayanan Medik  Departemen  Kesehatan

4
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara
menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun
1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8.
Di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang jumlah penderita kanker
payudara pada tahun 2007 sebanyak 634 orang, tahun 2008 sebanyak 493
orang dan pada tahun 2009 sampai bulan September sebesar 310 orang (Data
diperoleh dari bagian Catatan Medik RSDK tahun 2009 ). Di Ruang Bedah
Wanita dan Anak pada tahun 2007 sebanyak 327, Tahun 2008 sebanyak 133
dan Tahun 2009 sampai bulan September sebesar 160. (Data diperoleh dari
bagian Tata Usaha ruang Bedah Wanita dan Anak).

4. Angka Kematian Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan jenis kanker yang sering ditemui


dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% daripada semua jenis kanker yang
diderita oleh kaum wanita dan sebanyak 519.000 wanita dilaporkan mengalami
kematian akibatnya pada tahun 2004 (WHO, Global Burden of Disease, 2004).

Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 44,000 pasien meninggal karena


penyakit ini, sedangkan di Eropa lebih dari 165,000. Setelah menjalani
perawatan, sekitar 50% pasien mengalami kanker payudara stadium akhir dan
hanya bertahan hidup 18 – 30 bulan.

Pada tahun 2007, kanker payudara diperkirakan menyebabkan 40.910


kematian di Amerika Serikat (7% dari kematian kanker; hampir 2% dari seluruh
kematian). Angka ini termasuk 450-500 kematian tahunan antara orang dari
2.000 kasus kanker.
Sementara itu, Australian Institute of Health and Welfare melaporkan,
satu dari sebelas wanita di Australia menderita kanker payudara sebelum usia
75 tahun. Pada tahun 2001 di Australia 11.791 wanita menderita kanker
payudara dan 2.594 orang meninggal dunia karena penyakit tersebut
(Kusminarto, 2005).
Insidensi berdasarkan Age Standardized Ratio (ASR) tahun 2000
kanker payudara sebesar 20,6 (20,6/100.000 penduduk) dan mortality (ASR)
tahun 2000 akibat kanker payudara di Indonesia sebesar 10,1 (10,1/100.000
penduduk) dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebesar 10.753.
Tahun 2005 diperkirakan mortality (ASR) sebesar 10,9/100.000 penduduk
dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebanyak 12.352 orang.

B. Tujuan Penulisan

5
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor determinan penyakit kanker payudara.
2. Untuk mengetahui pencegahan kanker payudara dan pengobatannya.
3. Untuk mengetahui kebijakan atau program pemerintah dalam menangani
masalah kanker payudara.

BAB II

METODE PENULISAN

Berdasarkan jurnal penelitian tentang Reproductive Risk Factors for Breast


Cancer: A Case Control Study yang dilakukan di Indira Gandhi, Rumah Sakit
Perguruan Tinggi Kedokteran, Nagpur pada tahun 2009 menunjukkan bahwa
perubahan pola menstruasi dan reproduksi di kalangan wanita yang usia menarche
dini dan terlambat saat melahirkan anak pertama serta beberapa faktor lingkungan di
Central India mungkin telah memberi kontribusi pada meningkatnya risiko kanker
payudara, terutama di kalangan wanita yang lebih muda.

Dari hasil penelitian case control dalam jurnal Breast Cancer and Selected
Lifestyle Variables yang dilaksanakan di Al-Sadar Teaching Hospital dan Pusat
Onkologi, Universitas Basrah pada tanggal 1 Januari sampai 30 Oktober 2006 dapat
diketahui bahwa faktor-faktor yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan
resiko terjadinya kanker payudara, yaitu tingkat pendidikan, menarche awal, usia
yang lebih tua pada kelahiran anak pertama, pantang pemberian ASI, kurangnya
konsumsi buah-buahan dan sayuran, serta mengkonsumsi lemak hewan.

Hasil penelitian tentang Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap


Kejadian Kanker Payudara Wanita oleh Rini Indrati, Henry Setyawan S, dan Djoko
Handojo yang dilakukan dari bulan September 2004 sampai dengan Februari 2005 di
Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang dengan menggunakan case control study ,
menyatakan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian kanker
payudara adalah Riwayat tumor jinak, lama berolahraga < 4 jam/minggu, frekuensi
tinggi konsumsi lemak, riwayat kanker payudara pada keluarga, lama menyusui < 5
bulan, lama menggunakan kontrasepsi oral > 10 tahun dan umur janin pada saat
aborsi > 10 minggu. Probabilitas individu untuk terkena kanker payudara dengan
memiliki faktor-faktor risiko tersebut di atas adalah ebesar 52,67%.

6
Dari jurnal penelitian tentang Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi
terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo oleh Harianto, Rina Mutiara, dan Hery Surachmat yang dilakukan
dengan metode survai yang bersifat observasional berdimensi retrospektif dan dengan
desain kasus-kontrol secara hospital based , dapat diketahui bahwa Pengguna pil
kontrasepsi kombinasi memiliki risiko 1,864 kali lebih tinggi untuk terkena kanker
payudara dibandingkan dengan bukan pengguna pil kontrasepsi kombinasi. Namun
demikian risiko tersebut tidak signifikan sebagai faktor risiko utama terjadinya
kanker payudara. Pil kontrasepsi kombinasi hanya sebagai peningkat risiko yang
ringan terhadap kejadian kanker payudara di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo.

Hasil penelitian Analisis Faktor Risiko pada Pasien Kanker Payudara di


Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang oleh Azamris dengan metoda yang dipakai
adalah studi kasus kontrol; satu kasus dipasangkan dengan dua orang kontrol
berdasarkan faktor usia dan sosial ekonomi, menyimpulkan bahwa faktor - faktor
risiko pada pasien kanker payudara yang berobat di Bagian Bedah FKUA / RSUP Dr.
M. Jamil Padang adalah tidak pernah hamil, lama menyusukan anak sangat singkat,
menopause, kegemukan, asupan lemak yang tinggi, tinggal di daerah perkotaan,
riwayat keluarga menderita kanker payudara dan adanya riwayat trauma tumpul
payudara.

Berdasarkan jurnal penelitian yang berjudul Hubungan Kontrasepsi Pil


dengan Tumor/Kanker Payudara di Indonesia dengan desain penelitian adalah kasus-
kontrol dan data diambil dari data individu Riset Kesehatan Dasar 2007, tidak
ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pil kontrasepsi pil dengan
tumor/kanker payudara. Tetapi ditemukan hubungan antara umur, pendidikan dan
jumlah anak dengan tumor/kanker payudara.

Setelah dilakukan penelitian tentang Perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT)


Pasien Ca Mamae Duktus Infiltratif Sebelum dan Sesudah Mendapat Terapi
Neoadjuvant, yaitu sebuah Studi Observasional di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang oleh Ardiansyah Kemas zulkarnain, diperoleh hasil bahwa tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna antara IMT sebelum dan sesudah mendapatkan
terapi neoadjuvant yang dapat diartikan bahwa terapi neoadjuvant pada penderita ca
mamae duktus infiltratif tidak mempengaruhi IMT seseorang, sehingga dapat
diartikan status gizi seorang penderita ca mamae duktus infiltratif yang telah
dilakukan terapi neoadjuvant akan sama seperti saat sebelum diberikan terapi
neoadjuvant .

7
Jurnal penelitian tentang Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap
dengan Perilaku Para Wanita Dewasa Awal dalam Melakukan Pemeriksaan Payudara
sendiri di Kelurahan Kalangan Kecamatan Pedan Klaten oleh Dwi Sri Handayani
menggunakan desain penelitian korelasional dengan Crosssectional yaitu hubungan
pengetahuan dengan perilaku dan sikap dengan perilaku. Sampel penelitian 90
responden. Analisis yang digunakan adalah analisis Univariat dan Bivariat dengan uji
Chi square dengan taraf signifikasi 0,05 (5%). Hasil penelitian yaitu tingkat
pengetahuan responden tentang pemeriksaan payudara sendiri cukup yaitu 83,3%,
sikap responden tidak mendukung yaitu 98,9%, sedangkan perilaku responden adalah
perilaku salah yaitu 97,8%. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
perilaku responden, p-value =0,022 dan terdapat hubungan antara sikap dengan
perilaku responden, p-value=0,033. Pemeriksaan payudara sendiri berhubungan
dengan tingkat pengetahuan dan sikap responden.
Penelitian yang dilakukan oleh Ashar Bugis dengan tujuan untuk mengetahui
Hubungan Faktor Risiko Menyusui dengan Kejadian Kanker Payudara pada Pasien
yang Dirawat Inap di RS Dr. Kariadi Semarang, menggunakan desain penelitian
cross sectional yang dilaksanakan bulan Maret - Juni 2007, didapatkan hasil bahwa
72 pasien. Menyusui merupakan faktor risiko terjadinya kanker payudara di RS
Dr.Kariadi Semarang (RP = 2,09 ;CI 95%=1,634 - 2,675).

Penelitian tentang Penanganan Stres dan Kesejahteraan Psikologis Pasien


Kanker Payudara yang Menjalani Radioterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta oleh
Karyono, Kartika Sari Dewi, Lela TA ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
strategi penanganan stres dengan kesejahteraan psikologis pada pasien kanker
payudara, dan sumbangan efektif variabel stress coping terhadap kesejahteraan
psikologis. Penelitian korelasional ini dilakukan dengan variabel prediktor strategi
penanganan stres dan kesejahteraan psikologis dan subyek penelitian terdiri dari 30
pasien kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang menjalani
radioterapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara strategi
penanganan stres dengan kesejahteraan psikologis (r=0,778, p=0,00), dengan nilai
R2=0,606 yang berarti 60,6% kesejahteraan psikologis ditentukan oleh strategi
penanganan stres. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa strategi penanganan stres
sangat menentukan kesejahteraan psikologis pasien kanker payudara yang menjalani
radioterapi.

Jurnal penelitian tentang Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku


Remaja Putri terhadap Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) di SMA N 5 Kota

8
Jambi oleh Sri Yun Utami menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 146 responden (72,6%), sebagian besar
responden memiliki sikap negatif yaitu sebanyak 102 responden (50,7%). Untuk itu
disarankan agar berbagai pihak dapat ikut berperan serta dalam meningkatkan
pengetahuan remaja putri khususnya tentang pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI), sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kanker payudara adalah penyakit penyebab kematian wanita kedua di dunia.


Citra mamografi merupakan citra yang dapat digunakan sebagai alat bantu
mendeteksi keberadaan penyakit tersebut. Keberadaan penyakit tersebut ditunjukkan
dalam karakteristik objek tumor payudara yang tampak pada citra mamografi. Oleh
karena itulah maka pada jurnal Ekstraksi Fitur Bentuk Tumor Payudara oleh Aviarini
Indrati dan Sarifuddin Madenda ini akan dikemukakan algoritma untuk
mengekstraksi fitur bentuk tumor payudara yang tampak pada citra mamografi.
Algoritma disusun tahap demi tahap diawali dengan memisahkan atau melokalisasi
area yang dicurigai terdapat tumor payudara sehingga diperoleh Region of Interest
(ROI), kemudian dilanjutkan dengan mendeteksi tepi objek (edge detection) tumor
payudara dan penipisan tepi objek (contour delimitation) tumor payudara.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, algoritma yang dikembangkan tahap
demi tahap ini mampu melokalisasi area yang dicurigai sehingga dapat mendeteksi
bentuk tumor payudara dan juga batas tepi tumor payudara sehingga secara visual
tumor dikenali karakteristik bentuk tumor payudara. Algoritma ini masih dapat
dikembangkan dengan automatisasi pencocokan bentuk tumor payudara.

9
BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor Determinan Penyakit Kanker Payudara


1. Etiologi Kanker Payudara
Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel
payudara.Organ-organ dan kelenjar dalam tubuh (termasuk payudara) terdiri
dari jaringan yang berisi sel-sel. Umumnya pertumbuhan sel normal mengalami
pemisahan dan mati ketika sel menua sehingga dapat digantikan sel-sel baru.
Tetapi ketika sel-sel lama tidak mati dan sel-sel baru terus tumbuh, jumlah sel-
sel yang berlebihan bisa berkembang tidak terkendali sehingga membentuk
tumor (Anonim, 2008). Menurut Smettzer & Bare (2002) tidak ada satupun
penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaliknya serangkaian faktor genetik,
hormonal, dan kemungkinan kejadian penunjang dapat menyebabkan kanker
ini. Bukti yang terus bermunculan menunjukkan bahwa perubahan genetik
berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan perubahan
genetik masih belum diketahui.
Menurut Underwood (1999) mekanisme etiologi kanker payudara
adalah :

a. Hormon
Hubungan antara resiko kanker payudara dengan menarche,
menopause dan umur kehamilan yang pertama kali menunjukkan bahwa
hormon diduga mempunyai peranan terhadap timbulnya kanker payudara.
Tapi lebih berperan sebagai promoter dibandingkan sebagai inisiator.
Aktifitas estrogen tampak penting, dengan pemberian estrogen dan
kekurangan progesterone merupakan faktor yang bermakna. Menarche awal
dan mundurnya menopause akan menyebabkan banyaknya jumlah siklus
haid dan penutupan estrogen yang berulang-ulang mempunyai efek
rangsangan terhadap epitel mammae. Pengaruh yang menguntungkan dari
kehamilan aterm yang pertama kali mungkin diakibatkan kadar progesterone
yang meningkat atau prolaktin yang melindungi epitel mammae terhadap
pengaruh esterogen yang kurun waktu lama. Resiko yang berhubungan
dengan obesitas berhubungan dengan kemampuan sel lemak mensintesis
esterogen atau perubahan kadar hormone sex yang mengikat protein.

10
b. Kontrasepsi oral
Pil dengan esterogen dosis tinggi berhubungan dengan
meningkatnya resiko kanker endometrium dan mungkin juga dengan kanker
payudara.

c. Reseptor hormon
Hormon mempunyai efek pada sel hanya setelah terjadinya
interaksi dengan reseptor spesifik pada sel sasaran, steroid sex, esterogen
berinteraksi dengan reseptor inti. Selanjutnya interaksi dengan DNA
menimbulkan pembentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
diferensiasi dan poliferasi prolaktin dan polipeptida lainnya berinteraksi
dengan permukaan sel, hanya terbentuk bila terdapat reseptor estrogen yang
terdapat pada 35% kasus tumor.

Berdasarkan hasil penelitian secara case control tentang Faktor-Faktor


Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Kanker Payudara Wanita yang
dilakukan di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang oleh Rini Indrati, Henry
Setyawan S, dan Djoko Handojo pada bulan September 2004 sampai dengan
Februari 2005 kepada wanita yang baru didiagnosa kanker payudara primer
yang menjadi kasus dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa :
1. Umur
kanker payudara terbanyak ditemukan pada golongan umur 40 – 49
tahun (36,5%), kemudian pada golongan umur 50 – 59 tahun (30,8%). Umur
sangat penting sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kanker payudara.
Kejadian kanker payudara akan meningkat cepat pada usia reproduktif,
kemudian setelah itu meningkat dengan kecepatan yang lebih rendah.
Sebagian besar kasus ditemukan pada stadium III (46,2%). Tingginya
proporsi pada stadium III disebabkan karena keterlambatan penderita dalam
mencari pengobatan.
2. Tumor jinak pada payudara
Pada penilitian ini menunjukkan bahwa riwayat tumor jinak pada
payudara secara signifikan dapat meningkatkan resiko kanker payudara.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa wanita yang menderita atau
pernah menderita kelainan proliferatif memiliki peningkatan risiko untuk
mengalami kanker payudara. Wanita yang telah melakukan biopsi kelainan
payudara proliferatif akan meningkatkan risiko terkena kanker payudara

11
dalam rentang 1,5 – 2,0 kali untuk hyperplasia, 4 – 5 kali untuk hyperplasia
atypicall. Peningkatan risiko untuk terkena kanker payudara pada wanita
dengan riwayat tumor jinak berhubungan dengan adanya proses proliferasi
yang berlebihan. Proses proliferasi jaringan payudara yang berlebihan tanpa
adanya pengendalian kematian sel yang terprogram oleh proses apoptosis
mengakibatkan timbulnya keganasan karena tidak adanya kemampuan untuk
mendeteksi kerusakan pada DNA.
3. Aktifitas fisik
Dengan aktifitas fisik atau berolahraga yang cukup akan dapat
dicapai keseimbangan antara kalori yang masuk dan kalori yang keluar.
Aktifitas fisik / berolahraga yang cukup akan mengurangi risiko kanker
payudara tetapi tidak ada mekanisme secara biologik yang jelas sehingga.
Olahraga dihubungkan dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua
kadar hormon yang berpengaruh terhadap kanker payudara dan akan dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Aktifitas fisik atau berolahraga yang
cukup akan berpengaruh terhadap penurunan sirkulasi hormonal sehingga
menurunkan proses proliferasi dan dapat mencegah kejadian kanker
payudara. Wanita yang melakukan olahraga pada waktu yang lama akan
menurunkan risiko kanker payudara sebesar 37%. Studi prospektif pada
wanita umur 30 - 55 tahun yang diikuti selama 16 tahun dilaporkan mereka
yang berolahraga sedang dan keras ≥ 7 jam/minggu memiliki risiko yang
lebih rendah terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang
berolahraga hanya 1 jam/minggu. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
lama berolahraga < 4 jam/minggu signifikan meningkatkan risiko kanker
payudara.
4. Pola Konsumsi Makanan Berlemak
Beberapa Case control study menunjukkan bahwa pola diet
makanan berlemak dengan frekuensi yang tinggi akan dapat meningkatkan
risiko terkena kanker payudara serta penelitian beberapa penelitian yang
lainnya. Pada diet lemak yang tinggi akan meningkatkan produksi estrogen
karena meningkatnya pembentukan jaringan adipose. Peningkatan
konsentrasi estrogen dalam darah akan meningkatkan risiko terkena kanker
payudara karena efek proliferasi dari estrogen pada duktus ephitelium
payudara. Pada percobaan binatang didapatkan bukti adanya suatu proses
berkembangbiaknya sel yang lebih cepat akibat diet lemak tinggi dari tahap
promosi ke tahap progresi. Hubungan pengaruh frekuensi mengkonsumsi
makanan berlemak ini didukung oleh studi perpindahan penduduk (migrasi)
dari wilayah dengan diet lemak rendah ke wilayah dengan diet lemak

12
tingggi. Wanita Jepang atau Eropa Timur yang bermigrasi ke Amerika atau
ke Australia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kanker
payudara, sama peluangnya dengan wanita penduduk setempat pada generasi
yang sama. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa frekuensi
tinggi mengkonsumsi makanan berlemak signifikan meningkatkan risiko
kanker payudara.

5. Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga


Kanker payudara merupakan penyakit kanker familial (Sindroma Li
Fraumeni / LFS). Tujuh puluh lima persen dari sindroma tersebut disebabkan
adanya mutasi pada gen p53. Gen p53 merupakan gen penekan tumor
(suppressor gene). mutasi pada gen p53 menyebabkan fungsi sebagai gen
penekan tumor mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara
terus menerus tanpa adanya batas kendali. Seseorang akan memiliki risiko
terkena kanker payudara lebih besar bila pada anggota keluarganya ada yang
menderita kanker payudara atau kanker ovarium. Riwayat kanker payudara
pada keluarga pada penelitian ini juga secara signifikan meningkatkan risiko
kanker payudara.

Umur Janin pada Saat Aborsi


Peningkatan risiko terkena kanker payudara dengan umur janin
pada saat aborsi signifikan berdasarkan uji X2 linier for trends. Selama masa
kehamilan plasenta akan memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Produksi hormon estrogen dan progesteron oleh plasenta akan semakin
meningkat sampai akhir masa kehamilan. Walaupun sekresi hormon
estrogen oleh plasenta berbeda dari sekresi ovarium (hampir semua hormon
estrogen yang dihasilkan plasenta selama masa kehamilan adalah estriol,
suatu estrogen yang relatif lemah), tetapi aktivitas estrogenik total akan
meningkat kira-kira 100 kali selama kehamilan. Tingginya kadar hormon
estrogen berpengaruh pada proses proliferasi jaringan termasuk jaringan
payudara. Pengaruh umur janin pada saat aborsi terhadap kanker payudara
selaras dengan beberapa penelitian lainya.
6. Riwayat Kanker Payudara dan Kanker Ovarium
Riwayat kanker payudara pada responden meningkatkan risiko
dengan perkiraan OR = 5,2 (p = 0,048) dan riwayat kanker ovarium
sebelumnya dengan perkiraan OR = 12,16 (p = 0,028) berdasar uji Fisher’s
Exact Test. Wanita dengan riwayat kanker payudara sebelumnya
kemungkinan besar akan mendapatkan kanker payudara pada sisi yang lain,
hal ini terjadi karena payudara merupakan organ berpasangan yang dilihat

13
dari suatu sistem dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama. Wanita yang
memiliki riwayat pernah menderita kanker ovarium kemungkinan akan
terkena kanker payudara. Wanita dengan kanker payudara menunjukkan
hiperplasi korteks ovarium. Terdapat hubungan positif antara kanker
payudara dan kanker ovarium, keduanya dianggap terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan hormon estrogen. Peningkatan risiko terkena kanker
payudara pada wanita yang pernah menderita kanker ovarium diduga
berhubungan dengan pengaruh peningkatan hormon estrogen, dan wanita
yang menderita atau pernah menderita kelainan proliferatif memiliki
peningkatan risiko untuk mengalami kanker payudara.

7. Pola konsumsi Makanan Berserat


Frekuensi tinggi seseorang untuk mengkonsumsi makanan sumber
serat merupakan faktor protektif terhadap kejadian kanker payudara. Tidak
signifikannya pengaruh frekuensi konsumsi makanan sumber serat
dikarenakan proporsi yang hampir sama antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol. Diet makanan berserat berhubungan dengan rendahnya
kadar sebagian besar aktivitas hormon seksual dalam plasma, tingginya
kadar sex hormone-binding globulin (SHBG), serta akan berpengaruh
terhadap mekanisme kerja punurunan hormon estradiol dan testosteron.
Penurunan hormon tersebut kemungkinan berhubungan dengan risiko kanker
yang dipengaruhi oleh hormon termasuk kanker payudara. Penurunan
hormon estradiol akan berakibat pada menurunnya kecepatan proses
proliferasi yang dapat mencegah terjadinya kanker payudara. Mekanisme
pencegahan dengan diet makanan berserat kemungkinnan terjadi akibat dari
waktu transit dari makanan yang dicernakan cukup lama diusus sehingga
akan mencegah proses inisiasi atau mutasi materi genetik didalam inti sel.
Pada sayuran juga didapatkan mekanisme yang multifaktor dimana
didalamnya dijumpai bahan atau substansi anti karsinogen seperti
karotenoid, selenium dan tocopherol yang dapat mengurangi pengaruh
bahan-bahan dari luar dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan
berkembangnya sel-sel abnormal.

8. Riwayat Paparan Pestisida


Paparan estrogen dari lingkungan yang berupa organochlorines
dalam pestisida dan industri kimia mungkin berperan pada kejadian kanker
payudara. Beberapa studi melaporkan terdapat peningkatan kadar 1,1-
dichloro 2,2-bis (p-chlorophenyl) ethylene (DDE) dan polychlorinated

14
biphenyls (PCBs) dalam darah pada penderita kanker payudara. Adanya
kandungan estrogen pada pestisida diduga akan menyebabkan peningkatan
proses proliferasi sel. Pada penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa
pestisida sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kanker
payudara (OR = 1,74 ; 95% 95% CI : 0,39 – 7,68).

9. Riwayat Berada di Medan Elektromagnetik


Medan elektromagnetik diduga meningkatkan risiko kejadian
kanker payudara tetapi tidak memberikan hasil yang konsisten. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya kenaikan insidens kanker payudara pada
wanita yang tinggal dan bekerja di lingkungan medan elektromagnetik.
Tingginya insidens kanker payudara diduga ada hubungannya dengan
berkurangnya kadar melatonin yang dihasilkan oleh glandula pinealis. Pada
penderita kanker payudara kadar melatonin dalam darah lebih rendah
(20pg/ml) dibanding pada wanita yang tidak menderita kanker payudara (70
pg/ml) 40. Rendahnya kadar melatonin diduga ada hubungannya dengan
proses karsinogenesis, tetapi tidak jelas bagaimana mekanismenya. Pada
penelitian ini riwayat berada di medan elektromagnetik tidak berpengaruh
terhadap peningkatan risiko kanker payudara
10. Umur Menstruasi Pertama
Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya
paparan hormon estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh
terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara. Penelitian
ini juga menunjukkan bahwa umur menstruasi pertama < 12 tahun secara
signifikan meningkatkan risiko kanker payudara.

11. Perokok pasif


Untuk melihat pengaruh merokok terhadap kejadian kanker
payudara dilihat dari riwayat wanita sebagai perokok pasif. Wanita perokok
akan memiliki tingkat metabolisme hormon estrogen yang lebih tinggi
dibanding wanita yang tidak merokok. Hormon estrogen ini berpengaruh
terhadap proses proliferasi jaringan payudara. Proliferasi yang tanpa batas
akan mengakibatkan terjadinya kanker payudara. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa perokok pasif memiliki faktor risiko lebih besar terkena
kanker payudara dibanding wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian ini
tidak selaras dengan penelitian Bennicke, et al dan Wakai.

15
12. Kanker Ovarium pada Keluarga
Seseorang akan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar
bila anggota keluarganya ada yang menderita kanker payudara atau kanker
ovarium. Terdapat juga hubungan positif antara kanker payudara dan kanker
ovarium, keduanya dianggap terjadi akibat adanya ketidakseimbangan
hormon estrogen. Diperkirakan 15% sampai dengan 20% kanker payudara
dihubungkan dengan adanya riwayat kanker pada keluarga. Keluarga yang
memiliki gen BRCA1 yang diturunkan memiliki risiko terkena kanker
payudara lebih besar. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa riwayat
kanker ovarium pada keluarga secara signifikan meningkatkan risiko kanker
payudara.

13. Riwayat Kegemukan


Berat badan responden didasarkan atas persepsi dan perkiraan dari
responden, bukan berdasarkan hasil pengukuran. Hasil penelitian ini selaras
dengan penelitian Budiningsih (1995) bahwa obesitas tidak berpengaruh
terhadap kanker payudara, tetapi tidak sesuai dengan penelitian Enger (1989)
dan Colditz (1994) bahwa ada peningkatan risiko terkena kanker payudara
pada wanita dengan Body Mass Index yang besar. Risiko pada kegemukan
akan meningkat karena meningkatnya sintesis estrogen pada timbunan lemak
yang berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara.

B. Penanggulangan atau Pencegahan Kanker Payudara


1. Pola Hidup
a. Konsumsi
Kejadian kanker payudara dapat dicegah dengan cara membiasakan
diri mengkonsumsi makanan seimbang (Healthy Diet), yaitu:
1) mengurangi makan padat kalori, seperti cake, biskuit, soft drink, makanan
cepat saji, karena cepat menaikan berat badan
2) mengkonsumsi produk nabati,seperti kacang-kacangan
3) mengkonsumsi daging merah 3-4 X/minggu
4) mengkonsumsi minimal sayur dan buah sebanyak 5 porsi/hari (Go Green)
5) konsumsi sumber lemak hewani dikurangi
6) mengkonsumsi bahan makanan sumbe kalsium dan vitamin D dalam
jumlah cukup
7) dianjurkan untuk menggunakan bumbu bawang putih dan kunyit

16
8) dianjurkan mencukupi zat gizi dari natural food, tubuh tidak memerlukan
suplement bila makanan seimbang dan dikonsumsi sesuai kebutuhan.

Penelitian dilakukan pada kelompok 3600 wanita kanker


dibandingkan 3413 wanita sehat (Edefonti). Subjek penelitian dibagi dalam 4
kelompok, yaitu:
1) Kelompok I : Pola makan tinggi protein hewani dan lemak jenuh
2) Kelompok II : Pola makan tinggi vitamin dan serat (buah dan sayur)
3) Kelompok III : Pola makan tinggi lemak tidak jenuh dan vitamin E
4) Kelompok IV : Pola makan tinggi karbohidrat, protein nabati dan garam

Hasil penelitian menyebutkan bahwa kelompok wanita yang


menganut pola makan tinggi lemak tidak jenuh dan vitamin E memiliki
resiko paling rendah terhadap kejadian kanker payudara. Sementara
kelompok wanita yang mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat memiliki
resiko lebih besar terkena kanker payudara dan kanker rahim. Penelitian ini
menyarankan untuk mengurangi konsumsi daging merah dan lemak jenuh,
memperbanyak konsumsi sayur, buah, serealia dan lemak tak jenuh.

b. Pangan yang Terkait

Semakin banyak buah dan sayuran yang dimakan, semakin


berkurang resiko untuk semua kanker, termasuk kanker payudara. Makanan
dari tumbuh-tumbuhan mengandung anti-oksidan yang tinggi, diantaranya
vitamin A, C, E dan mineral selenium, yang dapat mencegah kerusakan sel
yang bisa menjadi penyebab terjadinya kanker. National Cancer Institute
(NCI) merekomendasikan untuk mengkonsumsi buah dan sayuran paling
tidak 5 (lima) kali dalam sehari. Tapi harus dihindari buah dan sayuran yang
mengandung banyak lemak, seperti kentang goreng atau pai dengan krim
pisang.

Sayur-sayuran yang kaya vitamin A, seperti wortel, labu siam, ubi


jalar, dan sayur-sayuran berdaun hijau tua seperti bayam, kangkung dan sawi
hijau, mungkin dapat membantu. Vitamin A mencegah pembentukan mutasi
penyebab kanker. Sedangkan buah-buahan dan sayuran yang kaya akan
vitamin C menurunkan risiko kanker payudara.

Selain berfungsi sebagai anti-oksidan, buah dan sayuran juga


mengandung banyak serat. Makanan berserat akan mengikat estrogen dalam
saluran pencernaan, sehingga kadarnya dalam darah akan berkurang.

17
Makanan-makanan yang berasal dari kedelai banyak mengandung
estrogen tumbuhan (fito-estrogen). Seperti halnya tamoksifen, senyawa ini
mirip dengan estrogen tubuh, tapi lebih lemah. Fito-estrogen terikat pada
reseptor sel yang sama dengan estrogen tubuh, mengikatnya keluar dari sel
payudara sehingga mengurangi efek pemicu kanker payudara. Selain
menghalangi estrogen tubuh untuk mencapai sel reseptor, makanan
berkedelai juga mempercepat pengeluaran estrogen dari tubuh. Selain dalam
kedelai, fito-estrogen juga terdapat dalam jenis kacang-kacangan lainnya.

c. Perilaku

1) Menjaga berat badan. American Cancer Society pernah melakukan studi


yang melibatkan 62 ribu wanita. Para peneliti menemukan bahwa
semakin banyak kenaikan berat badan sejak wanita berumur 18 tahun,
semakin besar risiko mengidap kanker payudara di masa menopause.
Mereka yang bertambah berat badan sampai 30 kilogram meningkatkan
risikonya dua kali lipat. Kelebihan berat badan tampaknya meningkatkan
estrogen, yang mendukung pembentukan kanker. World Cancer

Research Found tahun 2007 menganjurkan IMT 21-23 kg/m2.


2) Tidak merokok. Merokok juga akan meningkatkan resiko kanker
payudara. Semakin muda wanita merokok, semakin besar peluangnya
terkena kanker payudara sebelum menopause. California Environmental
Protection Agency juga melaporkan bahwa merokok pasif, terutama di
kalangan wanita muda, adalah salah satu penyebab kanker payudara.
3) Menghindari alkohol. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
semakin banyak mengkonsumsi alkohol, maka resiko kanker payudara
semakin bertambah karena alkohol meningkatkan kadar estrogen dalam
darah.

d. Exercise / Olahraga
Dalam paragraph sebelumnya sangat dianjurkan untuk
memperhatikan kontrol berat badan untuk mencegah kanker payudara.
Sebagai implementasi untuk mengontrol berat badan adalah dengan cara
melakukan aktivitas yang sehat seperti melakukan olahraga yang teratur.
Sangat dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan yang teratur selama 30-
45 menit setiap harinya. Penelitian AICR memaparkan bahwa rata-rata
wanita yang melakukan aktivitas fisik yang teratur dengan intensitas yang
tinggi dapat mengurangi kemungkinan serangan penyakit mematikan kanker
payudara dengan peresentase antara 14-20%.

18
Dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur juga dapat membantu
peningkatan imun tubuh sedangkan seperti yang kita ketahui dengan baik
imun tubuh yang baik dapat membantu tubuh dengan sendirinya mencegah
tubuh dari serangan penyakit termasuk penyakit kanker payudara. Dengan
melakukan aktivitas fisik secara teratur maka dapat membantu tubuh untuk
mengurangi pemproduksian hormon yang berhubungan dengan hormon
insulin dan juga mengurangi pemproduksian hormon reproduktif.

2. Pengobatannya
Biasanya pengobatan dimulai setelah dilakukan penilaian secara
menyeluruh terhadap kondisi penderita, yaitu sekitar 1 minggu atau lebih
setelah biopsi.
Pola pengobatan kanker payudara tergantung pada stadium tumor.
Keberhasilan pengobatan kanker payudara bergantung pada stadiumnya.
Semakin dini ditemukan semakin mudah disembuhkan. Pengobatan kanker
payudara meliputi :
a. Operasi
Tindakan pengobatan dapat diakukan dengan Operasi yang
dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh payudara. Cara
pengobatan ini bertujuan untuk membuang sel-sel kanker yang ada di dalam
payudara. Jenis-jenis operasi yang dilakukan untuk mengobati kanker
payudara adalah sebagai berikut:

1) Lumpektomi
Lumpektomi merupakan operasi pengangkatan sebagian dari
payudara dimana pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung
sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan
pemberian radioterapi. Biasanya lumpektomi direkomendasikan pada
pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya dipinggir
payudara.
2) Mastektomi
Mastektomi merupakan operasi yang dilakukan untuk
mengangkat seluruh payudara beserta kankernya, kadang-kadang beserta
otot dinding dada.
a) Mastektomi simplek : seluruh jaringan payudara diangkat tetapi otot
dibawah payudara dibiarkan utuh dan disisakan kulit yang cukup untuk
menutup luka bekas operasi. Rekonstruksi payudara lebih mudah
dilakukan jika otot dada dan jaringan lain dibawah payudara dibiarkan

19
utuh. Prosedur ini biasanya digunakan untuk mengobati kanker invasif
yang telah menyebar luar ke dalam saluran air susu, karena jika
dilakukan pembedahan breast-conserving, kanker sering kambuh.
b) Mastektomi simplek ditambah diseksi kelenjar getah bening atau
modifikasi mastektomi radikal : seluruh jaringan payudara diangkat
dengan menyisakan otot dan kulit, disertai pengangkatan kelenjar
getah bening ketiak.
c) Mastektomi radikal : seluruh payudara, otot dada dan jaringan lainnya
diangkat.

3) Operasi Pengangkatan Kelenjar Getah Bening


Operasi ini biasanya dilakukan jika sudah ada penyebaran kanker
dari payudara ke kelenjar getah bening di ketiak.

b. Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan dengan melakukan penyinaran
kedaerah yang terserang kanker, dengan tujuan untuk merusak sel-sel
kanker. Pemilihan jenis radioterapi yang digunakan didasarkan pada lokasi
kanker, hasil diagnosis, dan stadium kanker. Radioterapi dapat dilakukan
sesudah operasi ataupun sebelum operasi.

c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam
bentuk pil cair, kapsul atau infus yang bertujuan membunuh sel kanker tidak
hanya pada payudara tapi juga seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah
pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh
obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi. Efek samping ini dapat
dikontrol dengan pemberian obat. Kemoterapi biasanya diberikan 1-2
minggu sesudah operasi. Namun untuk tumor yang terlalu besar, sebaiknya
dilakukan kemoterapi praoperasi.
Kemoterapi dapat diberikan dengan berbagai macam cara sebagai
berikut :
1) Kemoterapi sebagai terapi primer
Sebagai terapi utama yang dilaksanakan tanpa radiasi dan pembedahan
terutama pada kasus kanker jenis koriokarsinoma, leukemia dan limfoma.
2) Kemoterapi adjuvant
Pengobatan tambahan pada pasien yang telah mendapatkan terapi lokal
atau paska pembedahan atau radiasi.

20
3) Kemoterapi neoadjuvant
Pengobatan tambahan pada pasien yang akan mendapat terapi lokal atau
mendahului pembedahan dan radiasi.
4) Kemoterapi kombinasi
Kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan radiasi pada kasus
karsinoma lanjut.
d. Terapi Hormonal
Terapi hormonal adalah bila penyakit telah sistemik berupa
metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum
kemotherapinya karena efek lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi
tidak semua kanker peka terhadap terapi hormonal. Terapi hormonal
merupakan terapi utama pada stadium IV.

e. Terapi Imunologi
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein
pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti
ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang
HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat menjadi pilihan terapi.
Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan
terapi dengan trastuzumab.

C. Kebijakan atau Program Pemerintah


1. Sedang Berlangsung
Departemen Kesehatan sebenarnya sudah membuat perencanaan upaya
penanggulangan kanker terpadu, termasuk di dalamnya kanker payudara.
Secara umum, pemerintah pusat bertugas menyiapkan infrastrukturnya, mulai
dari aspek legal, penyediaan modul dan media promosi, prosedur pelaksanaan
dan pengawasannya, hingga ke penyediaan peralatan dan perlengkapannya.
Dalam penanganan kanker payudara, ketersediaan alat dan sumber
daya manusia adalah kuncinya. Deteksi dini yang berperan amat penting,
misalnya, perlu ditindaklanjuti dengan perangkat tambahan untuk
mengakuratkan pemeriksaan.
Selanjutnya, pemerintah provinsi bertanggung jawab mengatur dan
mengawasi pelaksanaannya. Mulai dari menilai sarana dan prasarana,
mencukupi kebutuhan sumber daya manusia dan keahliannya, sampai ke

21
pemantauan dan pengolahan datanya. Sementara pemerintah kabupaten/kota
lebih berperan sebagai pelaksana di lapangan.
Dalam Program Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna yang
disusun sebagai pedoman penanggulangan kanker, kebiasaan hidup sehat dan
deteksi dini memang menjadi acuan utama.
Selain itu, sebagai bentuk komitmen program pengendalian kanker
nasional, Kemkes dan semua stakeholder terkait telah menyusun rencana kerja
5 tahun  (2010-2014) berisi kebijakan nasional, strategi, rencana kerja 5 tahun
dari seluruh stakeholder terkait. Rencana kerja ini menjadi rekomendasi bagi
seluruh pemerintah daerah dalam pengembangan program pengendalian kanker,
serta mengembangkan kemitraan internasional.
Tujuan pengendalian kanker di Indonesia yaitu untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian akibat kanker dan meningkatkan kualitas hidup
penderita. Hal ini dilaksanakan secara komprehensif, diantaranya melalui
pencegahan primer (promosi, gaya hidup sehat, vaksinasi), pencegahan
sekunder (deteksi dini dan pengobatan segera), dan pencegahan tertier
(pengobatan, pelayanan paliatif). Kegiatan penting lainnya adalah, surveilans,
penelitian, dan support dan  rehabilitasi.
Upaya pencegahan dilakukan melalui penyusunan pedoman,
kampanye dan promosi (komunikasi, informasi, edukasi/KIE) tentang
pengendalian faktor risiko, peningkatan komitmen pemerintah dan pemerintah
daerah, vaksinasi Hepatitis B (pencegahan kanker hati).
Diagnosis dan pengobatan dilakukan dengan penyediaan sarana dan
prasarana diagnosis dan pengobatan, penyediaan pelayanan kanker,  RS, dan
sistem rujukan.
Sedangkan Pelayanan paliatif dilakukan dengan membentuk unit
pelayanan paliatif di RS dan memberikan pelayanan kepada pasien kanker.

2. Sudah Berlangsung
Sejak tahun 2007 hingga 2010, Indonesia telah mengembangkan upaya
pengendalian kanker leher rahim dan payudara melalui deteksi dini di 14
provinsi. Deteksi dini kanker leher rahim menggunakan metode Single Visit
Approach yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan
krioterapi untuk IVA positif, sedangkan deteksi dini kanker payudara
menggunakan metode Clinical Breast Examination (CBE). Provinsi Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Bali telah melaksanakan program ini
dengan baik.

22
Hasil deteksi dini/skrining 2007-2010 sebanyak 291.473 perempuan
usia (30-50) tahun telah diskrining, dengan jumlah IVA positif yang ditemukan
4,3%; suspek kanker leher rahim 0,27%, dan tumor payudara 0,47%.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel payudara.
Menurut Underwood (1999) mekanisme etiologi kanker payudara adalah
Hormon, Kontrasepsi oral, dan Reseptor hormon. Faktor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara berdasarkan hasil penelitian
secara case control oleh Rini Indrati, Henry Setyawan S, dan Djoko Handojo
di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang pada bulan September 2004 sampai
dengan Februari 2005, yaitu Tumor Jinak pada Payudara, Aktifitas Fisik, Pola
Konsumsi Makanan Berlemak, Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga,
Lama Menyusui, Lama Menggunakan Kontrasepsi Oral, Umur Janin pada
Saat Aborsi, Riwayat Kanker Payudara dan Kanker Ovarium, Umur
Menstruasi Pertama, Perokok Pasif, dan Kanker Ovarium pada Keluarga.
2. Mencegah kanker payudara dapat dilakukan dengan pola hidup yang baik
seperti membiasakan diri mengkonsumsi makanan seimbang (Healthy Diet),
banyak makan buah dan sayur yang mengandung vitamin A, C, E dan mineral
selenium, menjaga berat badan, tidak merokok, menghindari alkohol, serta
melakukan aktivitas yang sehat seperti melakukan olahraga yang teratur.
Sedangkan pengobatan kanker payudara meliputi Operasi, Radioterapi,
Kemoterapi, Terapi Hormonal, dan Terapi Imunologi.
3. Dalam Program Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna yang disusun
sebagai pedoman penanggulangan kanker, kebiasaan hidup sehat dan deteksi
dini memang menjadi acuan utama. Tujuan pengendalian kanker di Indonesia
yaitu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker dan
meningkatkan kualitas hidup penderita. Hal ini dilaksanakan secara
komprehensif, diantaranya melalui pencegahan primer (promosi, gaya hidup
sehat, vaksinasi), pencegahan sekunder (deteksi dini dan pengobatan segera),
dan pencegahan tertier (pengobatan, pelayanan paliatif). Kegiatan penting
lainnya adalah, surveilans, penelitian, dan support dan  rehabilitasi.

B. Saran

23
1. Setiap wanita berisiko mengalami kanker payudara. Karena itu, kenali dan
pahami payudara Anda. Semakin dini Anda tahu adanya kelainan, semakin
besar harapan kesembuhannya.Terdapat tiga cara utama untuk melakukan
deteksi dini terhadap kanker payudara, yaitu SADARI (Periksa Payudara
Sendiri) atau breast selfexamination, sebaiknya mulai biasa dilakukan pada
sekitar usia 20 tahun, minimal sekali sebulan. SADARI dilakukan 3 hari setelah
haid berhenti atau 7 hingga 10 hari dari haid Anda. Kedua, lakukan
pemeriksaan oleh tenaga kesehatan atau (clinical breast examination). Dan
ketiga, lakukan Mamografi, yaitu pemeriksaan penunjang dengan X-ray pada
payudara. Tujuannya untuk memastikan ada-tidaknya perubahan pertanda
kanker payudara yang tidak terlihat saat pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini
cukup efektif untuk wanita berusia di atas 40 tahun.
2. Peran pemerintah dalam penanggulangan kanker payudara besar sekali, tentu
diperlukan alokasi dana untuk upaya upaya tersebut diatas, yang perlu disertai
dengan ketersedian tenaga terlatih dan dokter spesialis serta akses pengobatan
sebagai tindak lanjut, setelah diagnosis ditegakkan. Oleh karena itu,pemerintah
diharapkan dapat mengembangkan perencanaan penanggulangan kanker dengan
benar. 

24
DAFTAR PUSTAKA

Agnes Aristiarini. 2010. PR Panjang Tangani Kanker Payudara.


http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/15/08372336/PR.Panjang.Tanga
ni.Kanker.Paudara. Diakses tanggal 21 April 2011.
Aida Adil Abdul-Samad, dkk. 2009. Jurnal: Breast Cancer and Selected Lifestyle
Variables.http://www.bahrainmedicalbulletin.com/december_2009/Breastca
ncer.pdf. Diakses tanggal 12 April 2011.
Anna Maria Sirait, dkk. 2009. Jurnal: Hubungan Kontrasepsi Pil dengan
Tumor/Kanker Payudara di Indonesia. http://www.google.co.id/url. Diakses
tanggal 12 April 2011.
Ardiansyah Kemas Zulkarnain. 2010. Jurnal: Perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pasien Ca Mamae Duktus Infiltratif Sebelum dan Sesudah Mendapat Terapi
Neoadjuvant. http://eprints.undip.ac.id/23134/1/Ardiansyah_K.pdf. Diakses
tanggal 13 April 2011.
Ashar Bugis. 2007. Jurnal: Hubungan Faktor Risiko Menyusui dengan Kejadian
Kanker Payudara pada Pasien yang di Rawat Inap di RS.Dr. Kariadi
Semarang. http://eprints.undip.ac.id/22321/1/Ashar_Bugis.pdf. Diakses
tanggal 12 April 2011.
Astarika Dewani Putri. 2008. Skripsi: Perilaku Koping pada Penyandang Kanker
Payudara. http://etd.eprints.ums.ac.id/835/1/F100040130.pdf. Diakses
tanggal 19 April 2011.
Aviarini Indrati, Sarifuddin Madenda. 2009. Jurnal: Ekstraksi Fitur Bentuk Tumor
Payudara.http://publications.gunadarma.ac.id/index.php/local/article/viewFil
e/17/15. Diakses tanggal 12 April 2011.
Azamris. 2006. Jurnal: Analisis Faktor Risiko pada Pasien Kanker Payudara di
Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang .
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/17_152_Analisafaktorresikopasienkan
ker.pdf/17_152_Analisafaktorresikopasienkanker.html. Diakses tanggal 12
April 2011.
Dwi Sri Handayani. 2008. Jurnal: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap
dengan Perilaku Para Wanita Dewasa Awal dalam Melakukan Pemeriksaan
Payudara Sendiri di Kelurahan Kalangan Kecamatan Pedan Klaten.
http://eprints.undip.ac.id/16006/1/ARTIKEL_dwi_sri.pdf. Diakses tanggal
13 April 2011.
Harianto, dkk. 2005. Jurnal: Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi terhadap
Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di Perjan RS Dr. Cipto

25
Mangunkusumo.http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2005/v02n02/harianto0202.
pdf. Diakses tanggal 12 April 2011.
Karyono, dkk. 2008. Jurnal: Penanganan Stres dan Kesejahteraan Psikologis Pasien
Kanker Payudara yang Menjalani Radioterapi di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7.penangananstres.pdf.
Diakses tanggal 12 April 2011.

Masdalina Pane. 2002. Aspek Klinis dan Epidemiologis Penyakit Kanker Payudara.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/082002/pus-3.htm. Diakses tanggal 19
April 2011.

Meshram II, dkk. 2009. Jurnal: Reproductive Risk Factors for Breast Cancer: A Case
Control Study. http://openmed.nic.in/3518/01/2009-3-5.pdf. Diakses tanggal
13 April 2011.
M. Budi. 2009. Kanker Payudara. http://mbudiu.blogspot.com/2009/03/kanker-
payudara.html. Diakses tanggal 19 April 2011.
News Medical. 2011. Epidemiologi Kanker Payudara. http://www.news-
medical.net/health/Breast-Cancer-Epidemiology-%28Indonesian%29.aspx.
Diakses tanggal 20 April 2011.
Nadia Felicia. 2009. Langkah-Langkah Pencegahan Kanker Payudara
http://female.kompas.com/read/2009/11/19/11445482/Langkahlangkah.Penc
egahan.Kanker.Payudara. Diakses tanggal 21 April 2011.

Rilis Sehat. 2011. 14 Provinsi Kembangkan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan
Kanker Payudara. http://sehatnegeriku.com/14-provinsi-kembangkan-
deteksi-diini-kanker-leher-rahim-dan-kanker-payudara/. Diakses tanggal 19
April 2011.
Rini Indrati, dkk. 2005. Jurnal: Faktor - Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kejadian Kanker Payudara Wanita.
http://eprints.undip.ac.id/5248/1/Rini_Indarti.pdf. Diakses tanggal 12 April
2011.
Salisa Haryanti. 2006. Skripsi: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Penderita Kanker Payudara Wanita.
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01df/82f1e1ed.d
ir/doc.pdf. Diakses tanggal 20 April 2011.

26

Anda mungkin juga menyukai