Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Saya bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorragik Fever (DHF) pada Anak”.

Tidak lupa Saya mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu Saya
dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada Karya Tulis
Ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa Saya harapkan
demi kesempurnaan karya Saya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa
pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.

Akhir kata, Saya mengucapkan terima kasih, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Pematangsiantar, April 2021


Penulis,

Jenny Ida Riani Sinaga, S.Kep, Ners

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................i

Daftar Isi........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi DHF.......................................................................................................3
B. Etiologi DHF.......................................................................................................3
C. Klasifikasi DHF..................................................................................................4
D. Patofisiologi DHF...............................................................................................5
E. Manifestasi Klinis...............................................................................................8
F. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................11
G. Penatalaksanaan DHF.........................................................................................14
H. Komplikasi DHF.................................................................................................24
I. Asuhan Keperawatan..........................................................................................25

BAB III PEMBAHASAN

A. Kasus...................................................................................................................32
B. Analisa Kasus......................................................................................................32

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................48
B. Saran....................................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di
Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan ditandai
dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan
manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai muntah darah, berak
darah, kesadaran menurun, dan syock (Soegijanto, 2006).
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorragik Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut. Merebaknya kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai
kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran akan
kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam
mengantisipasi dan merespon kasus ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi DHF ?
2. Apa etiologi DHF ?
3. Bagaimana klasifikasi DHF ?
4. Bagaimana manifestasi klinis DHF ?
5. Bagaimana patofisiologi DHF ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic DHF ?
7. Bagaimana penatalaksanaan DHF ?
8. Apa saja komplikasi dari DHF ?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui definisi DHF ?
2. Agar dapat mengetahui etiologi DHF ?
3. Agar dapat mengetahui bagaimana klasifikasi DHF ?
4. Agar dapat mengetahui bagaimana manifestasi klinis DHF ?
5. Agar dapat mengetahui bagaimana patofisiologi DHF ?
6. Agar dapat mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic DHF ?
7. Agar dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan DHF ?
8. Agar dapat mengetahui apa saja komplikasi dari DHF ?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi DHF
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya
berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian.
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di
jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah dengue
merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini
masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas
Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaan darah
(circulatory failure). Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
dan membedakan DBD dan DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.

B. Etiologi DHF
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya
virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti
(betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain
menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus tersebut yang paling
bertindak menjadi vector adalah berturut-turut nyamuk
Virus dengue, termasuk genus Falvivirus, keluarga falviridae. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody

3
terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo Aru, dkk 2009)

C. Klasifikasi DHF
WHO (1975) dalam suhartini eka (2011). Membagi derajat penyakit DBD dalam 4
derajat.

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet positif.
Derajat II Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain.
Derajat III Ditemukannya tanda kegagalan sirkuloasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin,
lembab, dan pasien menjadi gelisah.
Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

D. Patofisiologi DHF

4
Arbovirus (melalui nyamuk Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue
aedes aegypti) (viremia)

PGE2 Hipotalamus Membentuk & melepaskan Mengaktifkan system


zat C3a, C5a komplemen

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Na+ Permeabilitas membrane


dan H2O meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok hipovolemik


pembuluh darah

Renjatan hipovolemik dan


Trombositopeni Merangsang & hipotensi
mengaktivasi faktor
pembekuan
Kebocoran plasma

DIC

Resiko perdarahan Perdarahan

Resiko perfusi jaringan tidak


efektif

Asidosis Metabolik Hipoksia jaringan

Resiko syok (hipovolemik) Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler

Paru-paru Hepar Abdomen

Hepatomegali Ascites

Efusi pleura Mual, muntah


Penekanan intraabdomen

Ketidakefektifan pola nafas Ketidakseimbangan nutrisi


Nyeri kurang dari kebutuhan
tubuh

1. Hipertermi

5
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam.
2. Resiko Perdarahan
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi
maka terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat
dan dapat menyebabkan resiko syok hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh
darah, dan agregasi trombosit, dari agregasi trombosit akan terjadi trombositopeni
yang diperkirakan karena penurunan sintesis trombosit di sumsum tulang, selain itu
diperkirakan mekanisme imun juga berperan dalam trombositopeni tersebut yang
bisa mengakibatkan resiko perdarahan ataupun perdarahan.
3. Risiko Syok
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi
maka terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat
dan dapat menyebabkan resiko syok hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh
darah, dan agregasi trombosit dari agregasi trombosit akan terjadi trombositopeni
yang diperkirakan karena diperkirakan karena penurunan sintesis trombosit di
sumsum tulang, selain itu diperkirakan mekanisme imun juga berperan dalam

6
trombositopeni tersebut yang bisa mengakibatkan resiko perdarahan ataupun terjadi
perdarahan. Selain itu akan mengakibatkan resiko perfusi jaringan tidak efektif
sehingga menyebabkan hipoksia jaringan dan terjadi asidosis metabolic dan dapat
menyebabkan resiko syok (hipovolemik)
4. Kekurangan Volume Cairan
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi
maka terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat
dan dapat menyebabkan resiko syok hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh
darah, dan agregasi trombosit. Dari resiko syok hipovolemik dapat terjadi renjatan
hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran plasma ke
ekstravaskuler atau dapat terjadinya kekurangan volume cairan.
5. Ketidakefektifan Pola Nafas
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi
maka terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat
dan dapat menyebabkan resiko syok hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh
darah, dan agregasi trombosit. Dari resiko syok hipovolemik dapat terjadi renjatan
hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran plasma ke
ekstravaskuler yaitu paru-paru dan di paru-paru terjadi efusi pleura yaitu
penumpukan cairan pada rongga pleura sehingga menyebabkan ketidakefektifan pola
nafas.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

7
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi
maka terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat
dan dapat menyebabkan resiko syok hipovolemik. Dari resiko syok hipovolemik
dapat terjadi renjatan hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran
plasma ke ekstravaskuler yaitu abdomen dan menyebabkan ascites yaitu
pengumpulan cairan di dalam rongga perut, yang menimbulkan mual muntah
sehingga terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang.
7. Nyeri akut
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui
nyamuk aedes aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi
virus dengue (viremia) yang mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi PGE2 (prostaglandin
E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi
maka terjadi peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat
dan dapat menyebabkan resiko syok hipovolemik. Dari resiko syok hipovolemik
dapat terjadi renjatan hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran
plasma ke ekstravaskuler yaitu abdomen dan menyebabkan ascites yaitu
pengumpulan cairan di dalam rongga perut, yang menimbulkan mual muntah
sehingga terjadi penekanan intraabdomen dan menimbulkan nyeri.

E. Manifestasi Klinis DHF


Penyakit ini ditandai oleh demam mendadakk tanpa sebab yang jelas disertai
gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala–gejala tersebut menyerupai influenza
biasa.Pada hari ke 2 atau ke 3 demam muncul bentuk peradarhan yang beraneka ragam

8
dimulai dari yang paling ringan berupa peradrahan di bawah kulit (petekia / eksimosis ),
persarahan gusi, epistaksis sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat
perdarahan lambung, menelan dan juga hematuria massif.
Selain perdarahan juga terjadi syok yang dijumpai pada saat demam telah
menurun antara hari ke 3 dan ke 7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah ,
ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingan dan lemah.Denyut nadi terasa cepat ,
kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
Berdasarkan WHO pada tahun 1975, Diagnosis DBD (DHF) harus berdasarkan adanya
gejala klinik sebagai berikut :
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari ( tanpa sebab jelas )
2. Manifestasi perdarahan mengenai uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (ptekuia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤ 20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Manifestasi syok pada anak terdiri atas:

1. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangna dan hidung
sedangkan kuku menjdi biru. Hal ini disebabkan oeh sirkulasi yang insufieisna yang
menyebabkan oeninggian aktivitas simpatikus secara reflex.
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun
menjadi apatis, spoor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral
3. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun aplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut
sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis

9
Pada kira kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung beberapa ahari
keadaan umum pasien tiba-tiba memburu. Hal ini terjdi pada saat atau setelah demam
menurun, yaitu dianatara hari sakit ke 3-7. Pasien serngkali mengeluh nyeri di daerah
perut saat sebelum syok timbul. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya
mempunyai Prognosis buruk.

Pasien anak (%) Manifestasi klinis Pasien dewasa (%)


54,5-69,4 Uji tourniquet 77-100
56,4-66,8 Perdarahan spontan, yaitu: 35,2
69,4-79,1 Petekie 50-83
17,3-30,0 Epistakis 7-20
12,4-13,4 Perdarahan gusi 2-20
6,8-8,1 Perdarahan saluran cerna 7-16
2,5 Hematuria 0-1,5
- Metrorhagia 0-0,5
37,4-51,7 Hepatomegaly 17-50
- Splenomegaly 0-20
37,4-51,7 Nyeri perut 17-50
27,7-34,3 Syok 1-10
17,7-71,3 Muntah 17-85
5,3 Mual 33-90
- Konstipasi 0-37
- Nyeri otot 17-57
- Nyeri sendi 16-42
4,5-23,8 Diare 2-3
6,7-35,0 Batuk 5-17
1,6-7,8 Kejang 0-1
9,2-18,7 Kesadaran menurun 0-1
59,0-80,7 Trombosiopenia 20-80
67,8-80,2 Hemokosentrasi 47-77

Tatalaksana syok harus dilakukan secara tepat oleh karena bila tidak pasien dapat
masalah dalam syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi
tidak dapat diraba. Lama syok singkat; pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam
atau menyebuh. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi
asedosis netabolik, hipoksia, perdarahan, gastrointestinal hebat dengan progenesis buruk.
Sebaliknya, dengan pengobatan tepat masa penyembuhan cepat sekali terjadi bahkan
serungkali tidak kelihatan. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari dan selera makan
yang membaik merupakan petunjuk prognosis baik.( Soedarmo 2015)

10
1. Trombositopenia

Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah

150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.

2. Kenaikan Nilai Hematokrit

Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya


shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.

3. Gejala Klinik Lain

Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium,


muntah-muntah, diare dan kejang-kejang

F. Pemeriksaan diagnostic DHF


Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF. Uji
rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan
sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae
dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak
sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut Ptechiae

2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi
kebocoran/perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan
menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100
ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan
fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode
fotoelektrik.

11
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah
menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan
kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter
hijau
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari
20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan
mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan % dari volume darah.
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa
sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah
trombosit < 100.000 /μl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-
rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel
kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan
menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per μ/l darah.
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel
kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah lekosit per μ/l darah
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah
berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan

12
terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi
memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah
dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut
secara spontan.
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.
Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari
keluarnya darah sampai membeku.
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru ≥ 4
% dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat
limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG
positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat
penyakit I dan IgM positif.
Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis lekosit.
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif
menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada
infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan harganya
relatif lebih mahal.
Infeksi sekunder dengue menandakan sudah pernah terpapar virus dengue
sebelumnya, infeksi primer menandakan pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue
sebelumnya.
Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-
human IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa

G. Penatalaksanaan DHF
1. Medik
Pada dasarnya pengobatan pasien DBD bersifat simtomatis dan suportif
a. DBD tanpa renjatan

13
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabakan pasien
dehidrasi dan haus.pada pasien ini perlu diberi banyak minum,yaitu 1 ½ - 2 liter
dalam 24 jam.dapat diberikan the manis , sirop , susu dan bila mau lebih baik
oralit.Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orangtua yang menunggu
dilibatkan dalam kegiatan ini.Jika anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan
tidak diberikan pemasangan sonde karena resiko merangsang terjadinya
perdarahan.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres hangat.
Jika terjadi kejang – kenjang diberi luminal atau antikonvulais lainnya.Luminal
diberiakn dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM ; anak lebih dari
tahun 75 mg jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan
dosis 3 mg / kg BB.Anak Diatas 1 Tahun diberi 50 mg,d dan dibawah 1 tahun 30
mg,dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada
pasien DBD tanpa renjatan apabila :
1) Pasien tanpa terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
2) Hematokrit yang cenderung meningkat

Hematokrit mencerminkan derajat kebocoran plasma dan biasanya


mendahului munculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi); sedangkan turunya nilai tdan trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga
menderita DBD harus diperiksa Ht, Hb dan trombosit setiap hari mulai hari ke 3
sakit sampai demam telah turun 1–2 hari. Nilai Ht itulah yang menentukan apakah
pasien perlu dipasang infuse atau tidak.

b. DBD disertai rejatan (DSS)


Pasien yang mengalami rejatan (syok) harus segera di pasang infuse
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang
diberikan biasanya ringer laktat. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon
diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB . pada pasien
dengan renjatan berat pemberian infuse harus diguyur dengan cara membuka
klem infuse.tetapi karena biasanya vena vena telah kolaps sehingga kecepatan

14
kecepatan tetesan tidak mencapai yang di harapkan maka untuk mengatasinya
dimasukan cairan secara paksa ialah dengan spuit dimasukan cairan sebanyak
100-200 ml,baru kemudian diguyur.
Apabila renjatan telah teratasi,nadi sudah jelas teraba ,amplitude nadi
cukup besar,tekanan sistolik 80 mmHg/ lebih, kecepatan.tetesan dikurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam, mengingat kebocoran plasma biasanya berlangsung
sampai 24-48 jam,maka pemberian infuse di pertahankan sampai 1-2 hari lagi
walaupun tanda tanda vital telah nyata-nyata baik, karena hematokrit merupakan
indeks yang terpecaya dalam menentukan kebocoran plasma, maka pemeriksaan
Ht perlu dilakukan secara periodic, selanjutnya kecepatan tetesan diberikan sesuai
dengan keadaan gejala klinik dan nilai hematocrit
Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang
CVP ( centra; veneous pressure pengaturan tekanan vena sentral ) untuk
mengukur tekanan vena sentral melalui sefena megna arau vena jungularis,dan
biasanya pasien dirawat di ICU. Dalam masa penyembuhan ,cairan yang ada
dalam ruang ekstravaskular akan di resorbsi kembali ke dalam ruang vascular
,maka dalam hal pemberian cairan harus hati hati ,perlu di ketahui ,bahwa
menurunnya nilai hematokrit dan hemoglobin pada masa ini tidak diartikan
sebagai tanda terjadinya pendarahan gastrotestinal evaluasi klinik, nadi
(amplitude dan frekuensi ). Tekanan darah, pernapasan, suhu dan pengeluaran
urin di lakukan lebih sering.
Transfuse darah diberikan pada pasien dengan pendarahan gastrointestinal
yang hebat, kadang kadang pendarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila
nilai hemoglobin dan hemotokrit menurun sedangkan pendarahnnya sendiri tidak
kelihatan, dengan memerhatikan evaluasi klinik yang telah disebut,maka didalam
keadaan inipun dianjurkan pemberian darah.

2. Keperawatan
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sangat beresiko maka setiap pasien
yang tersangka menderita DBD perlu di rawat di rumah sakit.

15
Masalah pasien yang perlu di perhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah,
resiko terjadi pendarahan pendarahan,gangguan suhu tubuh akibat infeksi virus
dengue gangguan rasa aman dan nyaman ,kurangnya pengetahuan orangtua mengenai
penyakit.
1. Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan
ekstravaskular ,yang pada puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada
tubuh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental. Keadaan ini
dapat dilihat dari Ht yang meninggi kadang kadang meningkat lambat dari 20 %.
Akibat meningginya Ht ini aliran darah ke saluran tubuh menjadi lambat
sedangkan penurunan cara kardiovaskular menyebabkan renjatan.
Perlu diingat bahwa renjatan biasanya terjadi pada hari ke 3-7 sakit dan
sering didahului adanya sakit perut yang hebat atau adanya anuria,oleh karena
itu,jika merawat pasien yang diduga menderita DBD pada hari hari tersebut harus
waspada terhadap kemungkinan terjadinya renjatan atau pendarahan.
Pegawasan tanda tanda vital ( nadi,tekanan darah,suhu,dan pernapasan)
perlu dilakukan secara kontiniu,bila perlu setiap jam dan harus ada catatan yang
diisi setiap melakukan observasi pasien,pemeriksaan Ht,Hb dan trombosit sesuai
permintaan dokter biasanya setiap 4 jam dan harus dicatat hasinya secara rapi
karena pasien DBD memberikan pemantauan yang terus menerus sampai
akhir.perhatikan apakah pasien ada kancing / tidak,bila dijumpai kelainan
kelainan tersebut segera hubungi dokter.
a. Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien influenza
biasa dengan gejala demam ,lesu,sakit kepala dan lain lain sebagainya,tetapi
terdapat juga gejala pendarahan atau hasil uji turniket positif (cara uji turniket
ialah di pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai air
raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan distolik ,biarkan selama 5
menit .bila setelah manset dibuka terdapat lebih dari 20 petekis pada daerah
lengan bawah dengan diameter 2,8 cm dinyatakan positif.

16
Pasien perlu istirahat mutlak,observasi tanda vital setiap 3 jam (terutama
tekanan darah dan nadi) periksa Hb , Ht dan trombosit secara periodic (4 jam
sekali) berikan minum 1 ½ - 2 liter dalam 24 jam. Air minum boleh the
manis,sirup,susu dan lebih baik oralit jika anak mau .cara memberikan minum
sedikit demi sedikit bila perlu setiap 5 menit 1 sendok makan atau setiap ¼
jam 1/5 gelas .jika ada keluarga yang menunggu mintalah mereka membantu
terangkan mengapa anak harus banyak minum dan apa bahayanya jika
kebutuhan cairan yang telah ditentukan tidak terpenuhi .selain itu pasien
diberi makan cair makan cair/lunak menurut selera anak.buah-buahan lebih
baik diberikan berupa sari buah saja.
Obat obatan harus diberikan tepat waktunya disamping kompres dingin
jika pasien demam.urin perlu ditampung selama 24 jam dan diukur tetapi
tidak usah menunggu 24 jam ,jika urin dianggap kurang beritahukan
dokter,catatlah hasil pemeriksaan Ht Hb dan trombosit secara teratur dan
adakan penilaian apakah terjadi kenaikan yang melebihi normal /tidak.
Jika tekanan darah pada suatu waktu menurun ,ulangi ukur lagi 5 menit
kemudian dan jika ternyata menunjang turun dan mencurigakan segera
hubungi dokter.bila perlu siapkan alat alat untuk infuse,bila pasien tidak mau
minum sebnayak yang telah di tentukan walaupun sudah dibujuk tidak di
benarkan memasang sonde karena dapat menimbulkan pendarahan ,pasien
biasanya dipasang infuse ,bila tidak terjadi sesuatu setelah di rawat 2-3 hari,
dan pasien dalam keadaan membaik dengan ditandai adanya nafsu makan
yang baik ,pasien di pulangkan.
b. Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II ketika datang dirawat
sudah dalam keadaan lemah, malas minum (gejala klinik derajat I di tambah
adanya pendarahan spontan dam tidak jarang setelah minum perawatan baru
beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan ,oleh karna itu lebih baik
jika pasien segera di pasang infuse sebab jika sudah terjadi renjatan vena vena
sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk memasang infuse,tidak jarang
terpaksa menusuk beberapa kali di beberapa tempat tidak dapat berhasil

17
bahkan meninggalakan bekas hematom yang besar.bila keadaan pasien lemah
infuse lebih baik dipasnag pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan
walaupun klem di buka tetesan cairan tetap tidak lancar.
Apabila pasien dearajat II ini setelah dirawat selama 2 hari keadaan
membaik yang di tandai dengan tekanan darah yang normal,nadi ,suhu, dan
pernafasan juga baik,infuse 1 di buka yang lainnya di pertahankan sampain24
jam lagi sambil terus di observasi,jika keadaan umumnya tetap baik tanda
vital serta Ht Hb sudah normal dan stabil infuse di buka,biasanya pasien
sudah mau makan dan di perbolehkan pulang dengan pesan untuk datang
control setelah 1 minggu kemudian.

c. Perawatan DBD derajat III (DSS)


Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan
perawatan yang intensif.
Masalah utama adalah akibat kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini
mecapai puncaknya dengan ditemuinyatubuh pasien sembab aliran darah
sangat hebat karena mnjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat.Juga terjadi gangguan pada system
pernapsan berupa asidosis metabolic dan agak dyspnea karena adanya cairan
di dalam rongga pleura. Pertolongan yang utama adalah mengganti plasma
yang keluar dengan memberikan cairan dan elektrolit (biasanya diberikan
Ringer Laktat) dan cara memeberikan diguyur ialah dengan kecepatan tetesan
20 ml/kg88/jam. Karena darah kehilangan plasma maka alirannya menjadi
sangat lambat (darah menjadi kental) untuk melancarkan aliran darah tersebut
klem infus dibuka tetapi biasanya tetap tidak berjalan lancar dan tetesan
masih juga lambat.Untuk membantu kelancaran tetesan infus tersebut
dimsukkan cairan secara paksa dengan menggunakan spuit 20-30 cc sebanyak
100-200 ml melalui selang infus. Dengan cara ini dapat membantu kelancaran
darah dan tetesan akan mencjadi lebih cepat selanjutnya diatur sesuai
kebutuhan pada saat itu.

18
Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan
di dalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dyspnea untuk
meringankan pasien dibaringkan semi Fowler dan diberikan O2.Pengawasan
tanda vital dulakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah dan nadi juga
pernapasan dan catat dalam catatan perawatan/catatan khusus.Bila terlihat
keadaan pasien makin memburuk atau tetesan tetap tidak dapat lancar supaya
menghubungi dokter.
Untuk memantau keadaan ginjal pasien perlu dipasang kateter urin dan
ditampung kedalam kantongan yang steril karena diperlukan evaluasi setiap
jam atau lebih sering dengan melihat keadaan pasien (renjatan sering
didahului adanya anuria).
Pemeriksaan Ht Hb dan trombosit tetap dilakukan secara periodic dan
semua tindakan secara serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus
serta dinilai / dibandingkan.
Jika renjatan dapat diatasi nadi sudah jelas teraba dan amplitudonya nadi
cukup besar tekanan darah sistolik telah 80 mmHg / lebih kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB per jam. Karena dalam masa penyembuhan
ini cairan yang ada di ruang ekstravaskular diserap kembali ke dalam ruang
vascular maka pemberian cairan harus diperhatikan karena jika kelebihan
dapat menyebabkan sesak napas dan memperberat kerja jantung.Penilaian
tanda vital dan infus masih diteruskan sampai 24-48 jam setelah syok teratasi
pemeriksaan Ht Hb dan trombosit masih perlu dilakukan.Bila hasil telah
stabil serta tanda vital telah normal dan stabil infus dihentikan.Selama
observasi ini pasien diberi makan dan minum biasa.Bila pasien telah mau
makan (napsu makannya sudah kembali) merupakan pertanda keadaan bahaya
telah lewat. Pasien dipulangkan dengan pesan control kembali 1 minggu.
2. Risiko terjadi perdarahan
Adanya trombositopenia menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
factor koagulasi merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat terutama
pada traktus gastrointestinal.Begitu besar risiko pendarahan sehingga setiap
tuuskan jarum meninggalkan hematom. Sedangkan manifestasi perdarahan

19
lainnya seperti petekis ekimosis purpura dan uji turniket positif merupakan salah
satu penegak diagnose demam berdarah dengue.
Perdarahan gastrointestinal biasanya didahului oleh adanya sakit perut
yang hebat (Febie 1966) atau daerah retrostenal (Lin dkk. 1966) kemudian diikuti
nadi lembut kecil sampai tak teraba pucat dan tubuh teraba dingin terutama
sampai 20 mmHg / kurang.Perdarahan dapat terjadi sebelum syok atau tidak
disertai syok tetapi jika perdarahan tersebut hebat sukar diatasi.Yang harus
diperhatikan dalam perawatan pasien DBD ini selain gejala syok juga gejala
perdarahan.Bila pasien mengeluh perutnya sakit sekali dan pucat segera hubungi
dokter periksa Ht dan Hb serta trombosit ukur tekanan darah/nadi.Kewaspadaan
ditujukan setiap pasien buang air besar apakah bercampur darah apakah semua
darah perlu diukur.Karena dengan melihat seberapa banyak yang keluar.
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu
diukur.Akrena dengan melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
Makan dan minum pasien dihentikan.Bila pasien sebelumnya tidak
dipasang infus segera dipasang dan lebih baik lebih dari satu infus. Formulir
permintaan darah disediakan (sebaiknya contoh darah sudah diambil pada saat
pasien DBD ketika masuk dirawat). Kewaspadaan lain jika dijumpai adanya Ht
dan Hb yang menurun secara mendadak karena hal itu juga merupakan pertanda
adanya perdarahan gastrointestinal.
Perawatan selanjutnya sperti pasien yang menderita syok.Bila terjadi
perdarahan (melena/hematemesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta
waktu terjadi perdarahan.Pada pasien dengan perdarahan tidak dibenarkan
melakukan pengisapan jika terpaksa supaya dilakukan dengan hati-hati agar tidak
menambah perdarahan.
Pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang
nasogastric tube (NGT) untuk membantu pengeluaran darah dari lambung.NGT
perlu dibilas dengan NaCl karena sering terdapat bekuan darah dalam tube tetapi
harus hati-hati (memasukannya cairan harus hati-hati / perlahan-lahan).Tube
dicabut jika sudah tidak keluar darah lagi. Pasien yang mengalami

20
melena‚ walaupun perdarahannya sendiri telah berhenti masih akan terlihat pada
hari-hari berikutnya adanya darah hitam bila pasien buang air besar. Jika
kesadaran pasien telah baik‚ sudah boleh mulai diberi makanan cair walaupun
feses mengandung darah hitam (asalkan bukan darah segar) ‚ kemudian lunak
biasa. Ht‚ Hb dan trombosit serta tanda vital tetap dipantau dan bila keadaan tetap
baik (stabil) pasien dipulangkan dengan pesan seperti pada pasien DBD lainnya.

3. Gangguan suhu tubuh


Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari ke 2
sampai ke 7 sakit dan tidak jarang terjadi hiperpireksia yang daoay menyebabkan
pasien kejang.Peningkatan suhu tubuh tersebut akibat infeksi virus dengue maka
pengobatannya dengan pemberian antipiretik dan antikonvulsan. Usaha untuk
membantu penurunan suhu atau mencegah agar suhu tidak lebih meningkat dapat
diusahakan dengan pemberian kompres dingin yang perlu diperhatikan‚ bila
terjadi penurunan suhu yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga
tubuh teraba dingin dan lembab nadi lembut harus waspada karena dapat
merupakan gejala renjatan. Control tekanan darah dan nadi harus lebih sering dan
dicatat secara baik dan memeberitahukan dokter.

4. Gangguan rasa aman dan nyaman


Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan seperti pasien lainnya ialah
karena penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat (penangannya lihat pada
tulisan gangguan aman / nyaman).Hanya pada pasien DHF menderita lebih karena
pemeriksaan darah Ht‚ trombosit‚ Hb secara periodic (setiap 4jam) dan mudahnya
terjadi meambah penderitaan pasien.
Untuk mengurangi penderitaan tersebut usahakan bekerja secara
tenang‚ yakinkan dahulu vena telah didapat baru ditusukkan jarumnya (memang
sukar jika sudah kolaps).Jika terjadi hematom segera oleskan trombophub gel atau
kompres dengan alcohol (katakana kepada orangtuanya bahwa kejadian itu karena
memang sifat penyakitnya mudah terjadi hematom‚ bukan karena kecerobohan
bekerjanya‚ karena orangtua sering terlihat tidak senang).

21
Bila pasien dating sudah kolaps sebaiknya dipasang saja venaseksi agar
tidak terjadi coba-coba mencari vena dan meninggalkan bekas hematom dibeberapa
tempat. Jika sedang musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set
venaseksi yang telah steril (beberapa set venaseksi).

5. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit


Demam berdarah dengue sekrang telah menyebar ke seluruh
Indonesia.Daerah yang pernah dilanda dan sudah meminta korban jiwa masih
sering muncul lagi adanya penyakit tersebut.Sebabnya karna tempat yang
merupakan sarang nyamuk Aedes aegypti masih selalu terdapat.Oleh karena itu
penyuluhan kepada orangtua (agar ikut menyebarkan ke keluarga sekitarnya)
ialah bagaimana agar mereka dapat membantu memberantas sarang nyamuk
tersebut di samping menejelaskan tentang penyakit dan bahayanya. Penjelasan
tesebut:
1) Mengenai penyakit DBD yang biasanya dimulai dengan demam mendadak
dan anak menjadi lemah‚ mengeluh pusing atau muntah agar segera dibawa
berobat ke pelayanan kesehatan / dokter tidak usah menunggu terlihatnya
bintik-bintik merah pada kulit (mengenai bintik merah sebagai salah satu
gejala DBD sudah banyak yang mengetahui; karena itu sering para orangtua
jika anaknya terlihat ada merah-merah pada kulitnya ketakutan menderita
DBD. Padahal merah pada kulit tersebut dapat juga sebagai akibat anak telah
beberapa hari tidak dimandikan). Penjelasan lain yang penting ialah jika anak
yang sakit demam sebelum dibawa berobat supaya diberi banyak minum.
Untuk mencegah timbulnya muntah cara memberikan minum harus sedikit
demi sedikit.
Petunjuk sebelum pasien dibawa kerumah sakit
Pada saat sedang berjangkit DBD‚ jika terdapat seorang pasien yang
demam dan timbul bercak-bercak merah‚ berikan banyak minum (minum
sirop‚ teh manis atau apa saja). (menurut pengalaman yang pernah dimuat di
salah satu majalah (majalah Jawa Jayabaya) ‚ dengan memberikan minum
rebusan air kunyit asem bercak-bercak merah dan demamnya akan

22
menghilang. Cara membuat air kunyit asem: segenggam potongsn-potongan
kecil kunyit direbus sampai mendidih dibubuhi asem secukupnya dna gula
jawa semanisnya. Makin banyak bercak-bercaknya beriukut lebih banyak
kunyitnya, setelah direbus disaring).
2) Jika anak sudah jelas menderita DBD dan dirawat di rumah sakit orangtua
diminta membantu pelaksanaan pengobatannya. Misalnya pada pasien yang
masih ringan, belum perlu dipasang infuse dn anak harus sering diberikan
minum, orangtua diminta membantu memberikannya. Jika anak menolak
orangtua harus dapat membujuk, mungkin perlu menawarkan jenis minuman
apa yang anak inginkan (tidak selalu air putih atau teh saja). Bila ternyata
hanya sedikit anak mau minum agar memberitahukan perawat / dokter
mungkin anak perlu dipaasang infuse. Pada pasien DBD yang telah pada
stadium II/III perlu dikemukakan kepada orangtua bahwa anak terpaksa
diambil, pemeriksaan darah berulang kali dan dipasang infuse lebih satu
tempat (jelaskan mengapa harus lebih satu tempat) dan bila terjadi hematon
bukan karena kurang trampilnya si petugas tetapi sifat penyakit ini mudah
berdarah. Mintalah orangtua ikut mengawasi jalannya tetesan, dan
memberitahukan pada perawat jika tetesan tidak lancar.
3) Penyuluhan bagaimana cara memberantas nyamuk. Jelaskan habitat nyamuk
Aedes Aegypti dan bagaimana cara pemberantasan yang efektif, yaitu di
dalam rumah selalu terang, tidak menggantungkan pakaian bekas dipakai
terutama dikamar tidur karena nyamuk akan senang hinggap pada pakaian
yang telah bau manusia tersebut. Jika masih akann dipakai supaya dilipat saja.
Bak kamar mandi atau pot yang ada di dalam rumah agar sering dibersihkan
diganti airnya setiap 2 hari sekali dan lain sebagainya. Sekitar rumah agar
tidak ada tempat yang dapat terisi air misalnya air hujan, seperti pecahan
botol, tempurung kelapa, kaleng dan sebagainya. Juga agar dedaunan tidak
terlalu rimbun di sekitar rumah.

H. Komplikasi DHF

23
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan
menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan
saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma,
efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan
integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien
akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.
Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

24
I. Asuhan Keperawatan DHF
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF tersering menyerang anak dengan usia kurang dari 15
tahun ) jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi anak lemah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil , saat demam
kesadran kompos mentis. Panas menurun terjadi antara hari ke 3 dan ke 7,
sementara anak semakin lemah. Kadang–kadang disertai keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare / konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi ( grade III , IV ) menelan atau
hematemesis.

4) Riwayat penyakit yang pernah di derita


Penyakit apa saja yang pernah diderita.Pada dengue Haemorrhagic fever,anak
bisa mengalami serangan ulang dengue haemorrhagic fever dengan tipe virus
yang lain.
5) Riwayat imunisasi
Bila anak mempunyai kekebalan yang baik , kemungkinan timbul komplikasi
dapat dihindarkan.
6) Riwayat gizi
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status
gizi baik , maupun buruk dapat berisiko apabila terdapat faktor
predisposisinya.Pada anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual , muntah , dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini berlanjut dan

25
tidak disertai dengan oemenuhan nutrisi yang adekuat anak dapat mengalami
penurunan berat badan , sehingga status gizinya menjadi kurang.
7) Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya , lingkungan yang kurang
kebersihannya (air yang menggenang) dan gantungan baju di kamar.
8) Pola kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme , yaitu frekuensi , jenis , pantangan , nafsu makan
berkurang / menurun.
b) Eliminasi alvi (buang air besar ) kadang – kadang anak mengalami diare /
konstipasi.DHF pada grade III – IV bisa terjadi melena
c) Eliminasi urine ( buang air kecil ) perlu dikaji apakah sering kencing ,
sedikit / banyak , sakit / tidak.Pada DHF grade IV sering terjadi hematuri.
d) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur Karen sakit /
nyeri otot dan persendian,sehingga kuantitas dan kualitas tidur , serta
istirahat kurang.
e) Kebersihan.Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama tempat sarangnya nyamuk aedes aegypti.
f) Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk menjaga
kesehatan.
9) Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi , palpasi , auskultsai dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki.Berdasarkan tingkatan (grade) DHF ,
keadaan fisik anak sebagai berikut.
a) Grade I : kesadaran kompos mentis ; keadaan umum lemah ; tanda – tanda
vital nadi lemah.
b) Grade II : kesadaran kompos mentis ; keadaan umum lemah ; adanya
perdarahan spontan petekia ; perdarahan gusi dan telinga ; nadi lemah ,
kecil , tidak teratur.
c) Grade III : kesadaran apatis ; somnolen ; keadaan umum lemah , nadi
lemah , kecil , tidak teratur ; tensi menurun.

26
d) Grade IV : kesadaran koma ; nadi tidak teraba ; tensi tidak terukur ;
pernapasan tidak teratur ; ekstrimitas dingin ; berkeringat ; dan kulit
namapk biru.
10) Sistem integument
a) Kulit adanya petekia, turgor kulit menurun , keringat dingin , lembab.
b) Kuku cyanosis / tidak.
c) Kepala dan leher.
Kepala terasa nyeri , muka tampak kemerahan pada muka karena demam
(flushy ), mata anemis , hidup kadang mengalami perdarahan / epistksis
(grade II , III , IV ).pada mulut didapatkan mukosa mulut kering ,
perdarahan gusi , kotor , dan nyeri telan.Tenggorokan mengalami
hyperemia faring , terjadi perdarahan teling (grade II , III , IV ).
d) Dada.
Bentuk simestris , kadang – kadang sesak , pada foto thoraks terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
Rales + , ronchi + biasanya pada grade III , IV .
e) Pada abdomen terdapat nyeri tekan , pembesaran hati (hepatomegali ), dan
asites.
f) Ekstremitas , yaitu akral dingin , nyeri otot dan sendi serta tulang.
11) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai sebagai beriku.
a) Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
b) Trambositopenia (≥ 100.000 / ml )
c) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis ).
d) Ig.D. dengue positif.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia ,
hipokloremia, hiponatermia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g) Asidosis metabolic ; pCO2 < 35 – 40 mmHg , HCO3 rendah
h) SGOT / SGPT mungkin meningkat

27
b. Masalah / diagnosis
Masalah yang dapat ditemukan pada anak dengan DHF anatara lain :
1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia )
2) Nyeri
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi , kurang dari kebutuhan.
4) Potensial terjadi perdarahan intra abdominal
5) Gangguam keseimbangan cairan dan elektrolit
6) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit , diet , dan perawatan pasien
DHF
7) Gangguan aktivitas sehari – hari
8) Potensial terjadi reaksi transfuse

c. Perencanaan / intervensi
Bila terdapat tanda – tanda DHF , segera dirujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan segera. Sedangkan untuk mengatasi permasalahannya,
perencanaan yang diperlukan adalah sebagai berikut.
1) Peningkatan suhu tubuh
a) Kaji saat timbulnya demam
b) Observasi tanda – tanda vital , seperti suhu , nadi , tensi , pernapasan
setiap tiga jam atau lebih sering.
c) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu
tubuh.
d) Berikan penjelasan kepada pasien / keluarga tentang hal – hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi demam dan menganjurkan pasien / keluarga
untuk kooperatif.
e) Jelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal
tersebut tidak dilakukan.
f) Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2, 5 liter tiap 24 jam dan jelaskan
manfaatnya bagi pasien.
g) Berikan kompres dingin ( pada daerah ) aksilla dan lipat paha.
h) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dari pakakian yang tebal

28
i) Catat asupan dan keluaran cairan
j) Berikan terpai cairan intravena dan obat – obatan sesuai dengan program
dokter

2) Gangguan rasa nyaman nyeri


a) Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan menggunakan skala nyeri
( 0 – 10 ), biarkan pasien memutuskan tingkat nyeri yang dialami , tipe
nyeri yang dialami , dan respons pasien terhadap nyeri.
b) Beri posisi yang nyaman , usahakan situasi yang tenang
c) Beri suasana gembira pada pasien , alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
(libatkan keluarga ), misalnya , baca buku , mendengar music , nonton TV.
d) Beri kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman –
temannya atau orang terdekat.
e) Beri obat – obat analgetik (kolaborasi dokter )

3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi ( kurang dari kebutuhan )


a) Kaji keluhan mual , sakit menelan , dan muntah yang dialami oleh pasien
b) Beri makanan yang mudah ditelan , seperti bubur , tim , dan dihidangkan
masih hangat.
c) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
d) Jelaskan manfaat makanan / nutrisi bagi pasien terutama saat sakit
e) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.

4) Potensial terjadi peradrahan lebih lanjut sehubungan dengan trombositopenia


a) Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda klinis
b) Monitor jumlah trombosit setiap hari
c) Berikan penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada pasien
d) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat.

29
5) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a) Monitor keadaan umum pasien
b) Observasi tanda – tanda vital tiap 2 – 3 jam
c) Perhatikan keluhan pasien , seperti mata berkunang – kunan , pusing ,
lemah , ekstrimitas dingin dan sesak napas.
d) Bila terjadi tanda – tanda syok hipovolemik , baringkan pasien terlentang
tanpa bantal.
e) Pasang infuse , beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan
(kolaborasi dengan dokter ).

6) Kurangnya pengetahuan kelyarga tentang proses penyakit , diet dan perawatan


a) Beri kesempatan pada pasien / keluarga untuk menanyakan hal – hal yang
ingin diketahui sehubungan dengan penyakitnya
b) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan serta manfaatnya bagi
pasien dan keluarga.
c) Jelaskan tentang proses penyakit , diet , perawatan , dan obat – obatan
pada pasien dengan bahasa serta kata – kata yang mudah dimengerti.

7) Gangguan aktivitas sehari – hari


a) Bantu pasien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari – hari sesuai
dengan tingkat keterbatasan pasien , seperti mandi , makan , eliminasi.
b) Beri penjelasan tentang hal – hal yang dapat membantu dan meningkatkan
kekuatan fisil pasien.
c) Siapkan bel didekat pasien.

8) Potensial terjadinya reaksi transfuse


a) Pesan darah / komponen darah sesuai dengan instruksi medis
b) Cek ulang formulir permintaan darah sebelum dikirim.
c) Sebelum pemberian transfuse , yakinkan bahwa daerah tusukan infuse
tidak tampak tanda – tanda phlebitis dan aliran infuse lancer.
d) Gunakan blood set untuk pemberian transfuse

30
e) Berikan cairan normal saline (NaCl) sebelum pemberian transfuse
f) Jangan tunda pemberian transfuse lebih dari 30 menit setelah darah
diterima dari bank darah
g) Cek ulang / yakinkan bahwa darah yang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien (perhatikan jenis darah , golongan darah , jumlah darah ,
dan masa kadaluwarsa ). Perhatikan dan cocokan kode yang tertulis pada
kantung darah dengan label darah yang ada.
h) Minta perawat lain untuk bersama – sama mengecek ulang , jangan
melakukan mengecek seorang diri.
i) Anjurkan pasien / keluarga untuk segera melapor jika ada tanda – tanda
atau reaksi transfusi.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. KASUS

31
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dirawat hari pertama di RS dengan diagnose
medis DHF, perawat melakukan pengkajian dan ditemukan data sebagai berikut: pasien
mengeluh kuranglebih 3 hari yang lalu anak demam 39o C mendadak, timbul bintik-bintik
merah dikulit pada lengan, kaki dan sebagian badan, gusi berdarah, tidak mimisan, muka
tampak kemerahan, sakit kepala, nyeri otot dan abdomen, mual dan muntah 2 kali dan
mukosa mulut kering, TD 100/60 mmHg, trombosit 75.000 mm3. HB 14 gr/dl, HT 45%
sebelumnya oleh keluarganya sudah dibawa berobat kepuskesmas

B. ANALISA KASUS
Data fokus

Data Objektif Data subjektif


1. Ibu pasien mengatakan anak 1. Muka tampak kemerahan
demam 39o C mendadak 2. Mukosa mulut terlihat kering
2. Keluarga mengatakan sudah dibawa 3. Mual dan muntah 2 kali
berobat kepuskesmas 4. Terlihat timbul bintik-bintik merah
3. Pasien mengatakan sakit kepala di kulit pada lengan kaki, dan
4. Pasien mengatakan nyeri otot dan sebagian badan
abdomen 5. Gusi pasien tampak berdarah
6. TD: 100/60
7. trombosit 75.000 mm3
8. HB 14 gr/dl
9. HT 45%

Analisa Data

Data Masalah Etiologi


Data Subjektif: Kekurangan volume cairan Kehilangan cairan aktif
1. Ibu pasien mengatakan
anak demam 39o C

32
mendadak
Data Objektif:
2. Mukosa mulut terlihat
kering
3. TD: 100/60
Data subjektif: Hipertermi Penyakit
1. Ibu pasien mengatakan
anak demam 39o C
mendadak
2. Pasien mengatakan
sakit kepala
Data Objektif:-
Data Subjektif: - Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang asupan makanan
Data Objektif: kurang dari kebutuhan
1. Mual dan muntah 2 kali tubuh

Data Subjektif: - Resiko perdarahan Trombositopenia


Data Objektif:
1. Muka tampak
kemerahan
2. Terlihat timbul bintik-
bintik merah di kulit
pada lengan kaki, dan
sebagian badan
3. Gusi pasien tampak
berdarah
4. TD: 100/60
5. trombosit 75.000 mm3
6. HB 14 gr/dl
7. HT 45%
Data Subjektif: Nyeri akut Agen cedera biologis:
1. Pasien mengatakan infeksi

33
nyeri otot dan abdomen
Data Objektif:
1. Pasien terlihat mual
dan muntah 2 kali

Rumusan Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai Ibu
pasien mengatakan anak demam 39o C mendadak, Mukosa mulut terlihat kering, TD:
100/60
2. Hipertemia berhubungan dengan penyakit ditandai dengan Ibu pasien mengatakan
anak demam 39o C mendadak, sakit kepala, TD: 100/60
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis: infeksi ditandai dengan nyeri
abdomen dan otot, mual dan muntah 2 kali.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupana makan ditandai dengan Mual dan muntah 2 kali
5. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia ditandai dengan Muka
tampak kemerahan, Terlihat timbul bintik-bintik merah di kulit pada lengan kaki, dan
sebagian badan, Gusi pasien tampak berdarah, TD: 100/60, trombosit 75.000 mm 3,
HB 14 gr/dl, HT 45%

34
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Klien : An. A No.Register :

No Diagnose Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi (NIC) Rasional


(NOC)
1 Kekurangan volume 1. Keseimbangan volume 1. Manajemen cairan
cairan berhubungan cairan yang di buktikan a. Kolaborasi dalam pemberian a. Meningkatkan
dengan kehilangan cairan a. Keseimbangan terapi iv RL 500 cc 12 tpm kebutuhan cairan
aktif dibuktikan dengan intake output dalam b. Tingkatkan asupan peroral, b. Memenuhi kebutuhan
Data Subjektif: 24jam normal makan dan minum sebanyak cairan yang kurang
1. Ibu pasien 2. Hidrasi 1000 cc c. Memantau status
mengatakan anak a. Membran mukosa c. Monitor status hidrasi intake hidrasi pasien
demam 39o C lembab output d. Memantau input dan
mendadak b. Intake cairan tidak d. Jaga intake/ asupan yang akurat output pasien
Data Objektif: terganggu dan catat ouput (pasien) e. Menghitung balance
1. Mukosa mulut e. Menghitung balance cairan cairan pasien
terlihat kering
2. TD: 100/60
2 Hipertemia berhubungan 1. Keparahan infeksi 1. Perawatan demam b. Agar pasien merasa
dengan penyakit ditandai a. Tidak adanya a. Anjurkan pasien untuk lebih nyaman dan
dengan Demam menggunakan pakaian yang tipis menghindari
Data Subjektif: b. Tidak adanya sakit dan menggunakan selimut peningkatan suhu
1. Ibu pasien kepala b. Berikan Kompres hangat pada c. Mengurangi suhu

35
mengatakan anak 2. Tanda-tanda Vital daerah lipatan : leher, ketiak, tubuh dengan cara
demam 39o C a. Suhu tubuh normal lipatan paha kompres
mendadak b. Tekanan darah c. Observasi tanda-tanda vital d. Memantau
1. Pasien mengatakan normal misalnya : 3x/24 jam perkembangan tanda-
sakit kepala c. Nadi normal tanda vital
d. Pernapasan normal 2. Pengaturan suhu
Data objektif: a. Kolaborasi: pemberian therapy a. Mengurangi suhu
1. TD: 100/60 paracetamol 3x1/2 sendok teh tubuh dengan cara
kolaborasi pemberian
paracetamol
3 Nyeri akut berhubungan 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
dengan agen cedera a. Tidak ada nyeri yang a. Lakukan pengkajian nyeri a. Agar mengetahui
biologis: infeksi di tandai dilaporkan b. Anjurkan pasien untuk Provokatif
dengan b. Tidak ada ketegangan melakukan teknik napas dalam (penyebab), Qualitas,
Data Subjektif: otot saat adanya nyeri Region (letak), Skala,
1. Pasien mengatakan c. Kolaborasi pemberian therapy: dan Timing (waktu)
nyeri otot dan asam mefenamat 2x ½ tablet pada nyeri
abdomen b. Membantu
Data Objektif: mengurangi rasa nyeri
1. Pasien terlihat mual dengan
dan muntah 2 kali nonfarmakologi
c. Membantu
mengurangi nyeri dan

36
mual yang dirasakan
oleh pasien
4 Ketidakseimbangan 1. Status nutrisi: asupan 1. manajemen nutrisi
nutrisi: kurang dari makanan dan cairan a. tentukan status gizi pasien serta a. Meningkatkan status
kebutuhan tubuh a. asupan makanan kemampuan pasien untuk gizi pasien
berhubungan dengan secara oral memenuhi kebutuhan gizinya
kurang asupan makan adekuat b. kolaborasi therapy pemberian b. Membantu
ditandai dengan 2. Tingkat ketidaknyaman Ondansentron 1x1 4mg mengurangi mual dan
Data Subjektif: a. Tidak adanya mual c. atur diet yang diperlukan, muntah yang
b. Tidak adanya muntah kolaborasi: pemberian diit TKTP dirasakan oleh pasien
Data Objektif:
c. Pemberian asupan
1. Mual dan muntah 2
gizi yang adekuat
kali
Resiko perdarahan 1. Koagulasi darah 1. Pencegahan perdarahan
berhubungan dengan a. Tidak adanya gusi a. Monitor dengan ketat risiko a. Memberikan obat
trombositopenia ditandai berdarah terjadinya perdarahn yang tepat untuk
dengan 2. Keparahan kehilangan b. Kolaborasi pemberian therapy: mengatasi masalah
Data Subjektif: darah phytomenadione 1 ml iv pasien
Data Objektif: a. Adanya c. Monitor hasil darah, Trombosit, b. Mengetahui terjadi
1. Muka tampak peningkatan Hb, Ht perubahan pada nlai
kemerahan trombosit d. Gunakan sikat gigi yang berbulu trombosit pada pasien
2. Terlihat timbul lembut untuk perawatan rongga c. Agar pasien terhindar
bintik-bintik merah mulut dari injury

37
di kulit pada lengan d. Untuk menghindari
kaki, dan sebagian injury pada area gusi
badan dan menyebabkan
3. Gusi pasien tampak perdarahan
berdarah
4. TD: 100/60
5. trombosit 75.000
mm3
6. HB 14 gr/dl
7. HT 45%

CATATAN KEPERAWATAN

Nama Klien : An. A No.Register :

38
No Hari/jam No. Dx Catatan perkembangan TTD
1 Kamis, 16 feb 1 1. Manajemen cairan Zr. Merlianis
2017 a. Melakukan Kolaborasi dalam pemberian terapi iv RL 500 cc 20 tpm
08.00 Respon Subjektif: mukosa pasien lembab
Respon Objektif: pasien terpasang IV D5 % 10 cc : RL 500cc. 20tpm.
b. meningkatkan asupan peroral, makan dan minum sebanyak 1000 cc
Respon Subjektif: pasien mengatakan sudah menghabiskan minum
sebanyak 8 gelas
Respon Objektif: pasien terlihat telah menghabiskan minum sebanyak
500cc /8 gelas.
c. Memonitor status hidrasi intake output
Respon Subjektif: pasien mengatakan sudah BAK sebanyak 7 kali
Respon Objektif: pasien sudah BAK sebanyak 500 ml
d. menjaga intake/ asupan yang akurat dan catat ouput (pasien)
Respon Subjektif: -
Respon Objektif: pasien terlihat sudah menghabiskan minum sebanyak
500cc, BAK sebanyak 500ml.

e. Menghitung balance cairan/24 jam


Respon subjektif: -
Respon objektif:
Kebtutuhan cairan anak :

39
=100 ml + 50 ml (bb - 10 kg)
=100 ml + 50 ml (20 kg – 10 kg)
=100 ml + 50 ml (10)
=1500 ml
Balance cairan
IWL Anak = (30 - usia (tahun) ) x BB
= (30 – 6) 20
= (24) 20
= 480
IWL kenaikan suhu = IWL + 200 (39o C – 36, 8o C)
= 480 + 200 (2,2)
= 480 + 440
= 920
Input cairan : Minum = 800 ml
Makan = 200 ml
Infus = 500 ml +
1500 ml
Output cairan: Urine = 500 ml
Muntah = 200 ml
IWL = 920 ml +
1620 ml
Intake – output = 1500 – 1620

40
= – 120
2 1. Perawatan demam Zr. Merlianis
a. menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan
menggunakan selimut
Respon subjektif : ibu pasien mengatakan sudah mengganti pakaian
anaknya dengan baju berbahan tipis dan menggunakan selimut
Respon Objektif : pasien terlihat sudah menggunakan baju tipis dan
selimut
b. memberikan Kompres hangat pada daerah lipatan : leher, ketiak, lipatan
paha
Respon Subjektif: pasien mengatakan badannya tidak panas lagi
Respon Objektif: suhu tubuh pasien 37o C
c. mengobservasi tanda-tanda vital misalnya : 3x/24 jam
Respon Subjektif: -
Respon Objektif:
TD: 100/80 mmHg
Suhu: 37oC
Nadi: 78 x/menit
RR: 20 x/menit
2. Pengaturan suhu
a. Melakukan Kolaborasi: pemberian therapy paracetamol 3x1/2 sendok the
Respon Subjektif: -
Respon Objektif: Pemberian Paracetamol 250 mg 2x1

41
3 1. Manajemen nyeri Zr. Merlianis
a. melakukan pengkajian nyeri
Respon Subjektif: -
Respon Objektif:
P: adanya penekanan intraabdomen
Q: Tertekan
R: Intra abdomen
S: 5
T: dirasakan secara bertahap
b. menganjurkan pasien untuk melakukan teknik napas dalam saat adanya
nyeri
Respon Subjektif: pasien mengatakan setelah melakukan teknik nafas
dalam, nyeri telah berkurang
Respon Objektif:
Pasien terlihat melakukan tindakan teknik nafas dalam untuk mengurangi
nyeri
c. melakukan kolaborasi pemberian therapy: asam mefenamat 2x ½ tablet
Respon Subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, dan tidak ada
mual dan muntah yang dirasa.
Respon Objektif: pasien terlihat tidak ada nyeri yang dilaporkan, dan
tidak ada mual dan muntah.
4 1. manajemen nutrisi Zr. Merlianis
a. Menentukan status gizi pasien serta kemampuan pasien untuk memenuhi

42
kebutuhan gizinya
Respon Subjektif: pasien mengatakan tidak dapat makan karena adanya
mual dan muntah
Respon Objektif: pasien terlihat tidak dapat makan karena adnaya mual
dan muntah
b. Melakukan kolaborasi therapy pemberian Ondansentron 1x1 4mg
Respon Subjektif: pasien mengatakan tidak adanya mual dan muntah yang
dirasakan
Respon Objektif: pasien terlihat tidak adanya muntah dan mual yang
dilapoerkan
c. mengatur diet yang diperlukan, kolaborasi : pemberian diit TKTP
Respon Subjektif: pasien menghabiskan makan satu porsi
Respon Objektif: pasien diberikan makan dengan diit TKTP
5 1. Pencegahan perdarahan Zr. Merlianis
a. Melakukan monitor dengan ketat risiko terjadinya perdarahn
Respon Subjektif: -
Respon Objektif: adanya perdarahan pada gusi
c. Melakukan Kolaborasi pemberian therapy: phytomenadione 1 ml iv
Respon Subjektif: -
Respon Objektif: pasien telah diberikan phytomenadione 1 ml melalui
intravena
d. Melakukan monitor hasil darah, Trombosit
Respon Subjektif: -

43
Respon Objektif: hasil trombosit 230.000 gr/dl, Hemoglobin: 11 gr/dl, ht:
38%
e. menggunakan sikat gigi yang berbulu lembut untuk perawatan rongga
mulut
Respon Subjektif: pasien mengatakan telah menggunakan sikat gigi
yang berbulu lembut
Respon Objektif: pasien terlihat telah mengguanakan sikat gigi yang
berbulu lembut

EVALUASI

No Hari/jam No. Dx Respon TTD


.
1 Selasa/ 21 feb 1 S: Zr. Merlianis
2017 1. pasien mengatakan telah minum sebanyak 900 ml
O:
1. mukosa bibir pasien terlihat lembab

44
2. kebutuhan cairan pasien 900 ml

A: masalah keperawatan hipertermi berhubungan dengan penyakit sudah teratasi


sebagian
P: tindakan dihentikan
2 S: Zr. Merlianis
1. Pasien mengatakan tidak merasakan panas pada tubuhnya
2. Pasien mengatakan sakit kepala sudah hilang
O:
1. TD: 100/80 mmHg
Suhu: 37oC
Nadi: 78 x/menit
RR: 20 x/menit
A: masalah hipertermi berhubungan dengan penyakit sudah teratasi
P: tindakan dihentikan
3 S: Zr. Merlianis
1. Pasien mengatakan tidak ada nyeri pada bagian perut dan otot
O:
1. Pasien terlihat tidak mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan otot
A: masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis sudah teratasi
P: tindakan dihentikan
4 S: Zr. Merlianis
1. Pasien mengatakan makan sudah habis satu porsi makanan

45
2. Pasien mengatakan tidak adanya mual
3. Pasien mengatakan tidak adanya muntah
O:
1. Pasien terlihat menghabiskan satu porsi makan
2. Asupan peroral pasien terpenuhi
3. Pasien terlihat mual dan muntah tidak ada
4.
A: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makan sudah teratasi
P: tindakan dihentikan
5 S: Zr. Merlianis
1. Pasien mengatakan tidak ada perdarahan yang terjadi pada gusi
2. Pasien mengatakan telah menggunakan sikat gigi berbulu lembut
O:
1. Tidak adanya perdarahan yang terjadi
2. Muka pasien tidak terlihat merah lagi
3. Tidak adanya bintik merah pada kulit
4. Hasil lab:
trombosit: 230.000 mm3
Ht: 38%
hb: 11,8 gr/dl
A: masalah keperawatan Resiko perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia sudah teratasi

46
P: tindakan dihentikan.

47
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotype virus dengue ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi p erdarahan hepatomegaly, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya tenjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian. Penyebab dhf yaitu virus dengue. Gejala
utama dhf yaitu demam tinggi 2-7 hari, dan muncul bintik merah pada badan. Penyakit
dhf terdapat 4 derajat yang masing-masing memiliki ciri khas. Menurut kelompok, pada
kasus ini An. B termasuk dhf derajat III, karena An. B terdapat perdarahan spontan, nadi
cepat. Diagnose yang muncul pada kasus yaitu masalah hipertermi, kekurangan volume
cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan pola nafas, dan resiko
perdarahan.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengintervensikan tindakan keperawatan pada kasus DHF
secara optimal sehingga pasien dapat mendapatkan asuhan keperawatan yang baik, dan
dapat mengurangi lama perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Rusepno dan Altas, Husein. (2007). Buku kuliah: ilmu kesehatan anak. Jakarta :

Infomedika Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC.

Rekawati Susilaningrum, Nursalam, Sri Utami. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan anak:

untuk perawat dan bidan Ed.2. Jakarta : Salemba Medika.

Seogijanto, Seogeng. (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan Ed.1. Jakarta :

Salemba Medika.

Sudarmo, S Sumarmo. (2015). Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan penerbit

ikatan dokter anak indonesia

Suhartini, Eka. (2011). KTI: Asuhan keperawatan pada klien a.n N dengan demam berdarah

dengue diruang anggrek RSUD Koja Jakarta Utara. Jakarta: Akper Jayakarta

Anda mungkin juga menyukai