Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Saya bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “Thalasemia Pada Anak”.

Tidak lupa Saya mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu
Saya dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada Karya
Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa Saya
harapkan demi kesempurnaan karya Saya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.

Akhir kata, Saya mengucapkan banyak terima kasih, semoga bermanfaat bagi
kita semua.

Pematangsiantar, April 2021

Penulis,

Jenny Ida Riani Sinaga, S.Kep, Ners

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
1. Tujuan Umum....................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus...................................................................................... 2
BAB II KONSEP DASAR MEDIS............................................................. 3
A. Pengertian Talasemia Pada Anak.......................................................... 3
B. Etiologi Talasemia Pada Anak.............................................................. 3
C. Klasifikasi Talasemia Pada Anak......................................................... 5
D. Manifestasi Klinik Talasemia Pada Anak............................................. 6
E. Patofisiologi Talasemia Pada Anak...................................................... 7
F. Komplikasi Talasemia Pada Anak........................................................ 8
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 9
H. Penatalaksanaan Medis......................................................................... 10
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN......................................... 12
A. Pengkajian............................................................................................ 12
B. Diagnosis Keperawatan....................................................................... 15
C. Rencana Asuhan Keperawatan............................................................ 15
D. Pelaksanaan.......................................................................................... 22
E. Evaluasi................................................................................................ 23
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 24
A. Kesimpulan........................................................................................... 24
B.Saran...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalasemia dunia,
yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalasemia yang
tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di indonesia yang
mendapatkan bahwa frekuensi gen thalasemia beta berkisar 3-10%. Sekitar
100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya
setiap tahunnya. Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini
diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orang tua
kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu
protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya
ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir
dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya. Ada dua jenis thalasemia
yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalasemia ini diwariskan dengan cara yang
sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau
gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut
pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalasemia trait (sifat
thalasemia). Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak
mewarisi dua sifat gen (Samuel, 2010).
Anak yang memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan
thalasemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak
tidak memerlukan tranfusi darah. Jenis thalasemia yang lebih berat adalah
thalasemia major atau disebut juga dengan Cooley’s Anemia. Penderita
penyakit ini memerlukan tranfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-
anak yang menderita thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu
dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat. (Behrman, 2012)

1
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada anak thalasemia, karena anak yang terkena thalasemia
bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas,
sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami
gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dan fokus masalah di atas, maka dapat
dirumuskan suatu masalah yakni “Bagaimana langkah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan penderita thalasemia
secara optimal”?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak
pada anak yang menderita thalasemia.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia.
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita
thalasemia.
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia.
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia.
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien
thalasemia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb),
khususnya rantai globin, yang diturunkan. Penyakit genetik ini memiliki jenis
dan frekuensi terbanyak di dunia. Thalasemia mempengaruhi kemampuan
dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia.
Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut
oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Thalasemia
merupakan penyakit kongenetal herediter yang diturunkan secara autosomal
berdasarkan kelainan hemoglobin , dimana satu atau dua rantai Hb kurang
atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik.
Kelainan hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah di
dalam pembuluh darah (Kliegam,2012).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sistem hemoglobin akibat mutasi di dalam atau
dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan
rantai globin, yakni perubahan struktur rangkaian asam amino acid sequence
rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural, Perubahan
kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu disebut
Thalasemia.Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari satu orangtua dan gen normal dari
orangtua yang lain adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi
gen Thalasemia dari kedua orangtuanya akan menderita Thalasemia sedang
sampai berat (Nurarif, 2013).

B. Etiologi Talasemia Pada Anak


Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik

3
dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin
beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan.
Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia
maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah
(gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita
thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia
dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan
lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah
penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya / Faktor
genetik. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia
trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan
Thalasaemia trait/pembawa sifat Thalasaemia atau Thalasaemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah
yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan

4
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang
dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka
dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki
darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia
mayor (Samuel, 2010).

C. Klasifikasi Talasemia Pada Anak


Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hemoglobin yang
mengalami gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta. Sedangkan
berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, thalasemia
diklasifikasikan menjadi (Samuel, 2010) :
1. Thalasemia minor (Trait)
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang
sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-
anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah
dalam hidupnya.
2. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan
minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah
secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup
sampai dewasa.
3. Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila
kedua orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-
anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan
menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia
mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya

5
dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila
penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup
sampai 5-6 tahun (Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor
biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang
progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan
pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia (Hockenberry & Wilson, 2009).

D. Manifestasi Klinik Talasemia Pada Anak


Thalassemia memiliki gejala yang mirip terapi beratnya bervariasi,
sebagian besar mengalami gangguan anemia ringan (Samuel, 2010) :
1.Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeksi.
2.Thalasemia mayor, pada umumnya menampakkan manifestasi klinis pada
usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang, anemia, demam, yang tidak
dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
3. Gejala lain penderita Thalasemia ialah jantung mudah berdebar-debar,
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
berusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah
berdebar-debar, dan semakin lama jantung akan bekerja lebih keras
sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita
menjadi besar dikarenakan pengahancuran darah terjadi disana, dan selain
itu sumsum tulang belakang juga bekerja lebih keras berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh.
Jika ini terjadi pada muka tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk,
batang hidung akan hilang atau melesak kedalam (fasise cookey) ini
merupakan salah satu tanda khas penderita thalassemia. (Hockenberry &
Wilson, 2009)
4. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama pada kasus yang tidak atau
kurang mendapat tranfusi darah. Deformitas tulang, disamping

6
mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila, serta pertumbuhan
gigi biasanya buruk.
5. Pada anak lemah, pucat, perkembangan fisik tida sesuai umur, berat badan
kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat tranfusi darah
kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam
jaringan kulit.
6. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis, dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak
sel normoblas).
7. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol.
8. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, karena kerusakan parankim hati
oleh hemosiderosis.

E. Patofisiologi Talasemia Pada Anak


Penyakit thalasemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
padagen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis abnormal
menurun dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang
dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari), (Kliegman,2012).
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi
(Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan
zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang
tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.
Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang
rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever).
Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan
mengganggu fungsi organ tubuh. Penumpukan zat besi terjadi karena
penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah.
Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan

7
karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada
akhirnya bisa berujung pada kematian (Kliegman,2012).

F. Komplikasi Talasemia Pada Anak


Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang dapat mengakibatkan (Hockenberry & Wilson,
2009):

8
1. Splenomegali.
2. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur
spontan.
3. Komplikasi jantung, seperti aritmia, pericarditis, CHF (Gagal Jantung) dan
fibrosis serat otot jantung.
4. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
5. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
6. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan fragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Thalasemia terdapat dua, yaitu secara screening test dan
definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalasemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi
pada kebanyakkan Thalasemia kecuali Thalasemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada
diagnosisThalasemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.
Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium
klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui
probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi
mengikut order ini: Thalasemia < kontrol < spherositosis. Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate
8.53%. (Hockenberry & Wilson, 2009).

9
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi
hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang
memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan
(Hockenberry & Wilson, 2009)
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis tipe
hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal
hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb
F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb
F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa
juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik
dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual
Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2. (Wiwanitkit, 2007)
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku.

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain:
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya

10
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy: dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral
obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan
subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel
kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.

11
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses melakukan pemeriksaan atau penyelidikan
yang dilakukan oleh perawat untuk mempelajari keadaan pasien sebagai
langkah awal yang akan di jadikan dasar pengambilan keputusan tindakan
keperawatan. (Rohmah, 2018)
1. Data subyektif
a) Identitas pasien
(1) Nama
Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak kelirudengan
pasien-pasien lain.
(2) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejalatersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak
baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
(3) Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya.
(4) Suku/bangsa
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar Laut Tengah
(mediterania). Seperti Turki, Yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia
sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
(5) Alamat
Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.

12
2) Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
3) Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalasemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil
untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan
anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
4) Pola makan
Anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat
rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
5) Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur
atau istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang
tua yang menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalasemia, maka anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.
7) Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya
sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan

13
mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
2. Data Objektif
Data keadaan fisik anak thalasemia yang sering didapatkan
diantaranya adalah:
a) Keadaan Umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal.
b) Kepala dan Bentuk Muka
(1)Bentuk kepala: makrosefali.
(2)Bentuk muka: mongoloid dantulang dahi terlihat lebar.
(3)Hidung: hidung pesek tanpa pangkal hidung.
(4)Mata: jarak kedua mata lebar, dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan.
(5)Mulut: pucat kehitaman.
c) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
d) Abdomen
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati (hepatosplenomagali).
e) Genitalia
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas.Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
f) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

14
B. Diagnosis
Diagnosis yang mungkin muncul pada anak yang menderita talasemia
adalah :
1. Penurunan curah jantung b.d hemokromatis jantung d.d kegagalan
jantung.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplai O2ke paru berkurang d.d hipoksia.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d hemosiderosis d.d perubahan
sirkulasi perifer.
4. Nyeri akut b.d perubahan sirkulasi perifer d.d nekrosis jaringan.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
hemokromatis hepar d.d adanya sirosis hepar.
6. Kerusakan integritas kulit b.d hemosiderosis kulit d.d perubahan pigmen
kulit.
7. Gangguan pola tidur b.d respon nyeri d.d intensitas tidur berkurang.
8. Intoleran aktivitas b.d menurunnya metabolisme tubuh d.d kelemahan
fisik.
9. Risiko perdarahan b.d hemapoiesis ektrameduler d.d trombositopenia.
10. Risiko infeksi b.d leukopenia d.d penurunan daya tahan tubuh.
11. Risiko keterlambatan perkembangan b.d hyperplasia sumsum tulang
belakang d.d maturasi sexual dan pertumbuhan lambat.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep
Nursing Intervention Clasification (NIC) dan Nursing Outcome Clasification
(NOC) :
a. Penurunan curah jantung b.d hemokromatis jantung d.d kegagalan jantung.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Edukasi keluarga yang baik
Curah jantung pasien meningkat meningkatkan pengetahuan
dalam waktu 2x24 jam. tentang perawatan yang tepat.
Kriteria Hasil: 2. Pengelolaan kegiatan yang
1. TD : 95/65 mmHg. efektif supaya jantung tidak
2. Nadi :60-130 x/menit. terlalu keras dalam melakukan

15
3. Suhu : 36,5-37,5 C kerja jantung.
4. CRT < 3 Detik 3. Posisi yang tepat mempermudah
5. Dapat mentoleransi aktivitas. pernafasan anak.
6. Tidak ada penurunan kesadaran. 4. Ukuran dan respon seseorang
terhadap rangsangan lingkungan.
5. Latihan aktivitas ringan untuk
menghilangkan ketegangan otot.
6. Penilaian sirkulasi untuk
mengetahui adanya indikasi
oedem pada anak.
7. Pemantauan tekanan arteri
sebagai indikator aliran darah
tidak lancar akibat pompa
jantung yang tidak adekuat.
8. Kandungan obat digitalis daan
digoxin memperkuat
kontraktivitaas otot jantung,
sehingga anak bisa beradaptasi
dengan kondisi yang dialami.

b. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplai O2 ke paru berkurang d.d hipoksia.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Posisikan pasien untuk
Pola nafas pasien efektif dalam memaksimalkan ventilasi.
waktu 2x24 jam. 2. Lakukan fisioterapi jika
Kriteria Hasil: diperlukan.
1. Pertkaran gas lancar 3. Catat adanya suara nafas
2. Frekuensi pernafan normal tambahan.
3. Tidak ada suara tambahan 4. Observasi adanya tanda
4. Tidak terjadi demam hipoventilisasi.
5. Tidak adanya sianosis 5. Monitor adanya kecemasan

16
pasien.
6. Monitor vital sign.
7. Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang teknik
relaksasi.

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d hemosiderosis d.d perubahan


sirkulasi perifer. komplikasi transfusi.

d. Nyeri akut b.d perubahan sirkulasi perifer d.d nekrosis jaringan.

17
Tujuan (NOC) NIC
Tujuan: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Nyeri akut pada pasien teratasi komprehensif termasuk tingkat
dalam waktu 2x24 jam. nyeri (dengan “face scale”),
Kriteria Hasil: lokasi, karakteristik, durasi,
1. Tidak ada demam frekuensi, dan faktor presipitasi
2. Tidak ada drainage purulen atau 2. Observasi reaksi nonverbal dari
eritema ketidaknyamanan pasien
3. Ada peningkatan penyembuhan (misalnya menangis, meringis,
luka memegangi bagian tubuh yang
nyeri, dll)
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Jelaskan pada pasien tentang
nyeri yang dialaminya, seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri mungkin akan dirasakan,
metode sederhana untuk
mengalihkan rasa nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang
pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol nyeri
pada masa lampau.
6. Atur lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
7. Kurangi faktor pencetus nyeri
pada pasien.

18
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hemokromatis
hepar d.d adanya sirosis hepar.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Kaji status nutrisi anak.
Nutrisi pasien tercukupi dalam 2. Ketahui makanankesukaan
waktu 3x24 jam. pasien.
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan makansedikit tapi
1. Porsi makan habis, frekuensi 3x sering.
sehari 4. Timbang berat badandalam
2. Kulit lembap, kekuatan otot interval yangtepat.
mampu melawan gravitasi dan 5. Sajikan makananselagi hangat
tahanan penuh, rambut tidak dandalam bentuk yangmenarik.
rontok 6. Kolaborasi denganahli gizi
3. Keluarga mampu menjelaskan untukmenentukan diet yangtepat.
kembali perawatan nutrisi

f. Kerusakan integritas kulit b.d hemosiderosis kulit d.d perubahan pigmen


kulit.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Kaji integritas kulit anak.
Integritas kulit pasien teratasi dalam 2. Catat perubahan pada turgor,
waktu 3x24 jam. gangguan warna, aritema dan
Kriteria Hasil: ekskoriasi.
1. Warna kulit merah muda 3. Ubah posisi secara periodik.
2. Keluarga mampu menjelaskan 4. Pertahankan kulit kering dan
kembali perawatan integritas bersih, batasi penggunaan sabun.
kulit
3. Kulit utuh

19
g. Gangguan pola tidur b.d respon nyeri d.d intensitas tidur berkurang.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Berikan edukasi perawatan
Pola tidur anak adekuat selama gangguan pola tidur.
perawatan di ruang intensif. 2. Tetapkan jadwal tidur rutin.
Kriteria Hasil: 3. Modifikasi lingkungan.
1. Frekuensi tidur anak teratur 4. Lakukan prosedur untuk
2. Anak tidak lemas, merasa segar meningkatkan kenyamanan
setelah bangun tidur misal: posisi
3. Keluarga mampu meningkatkan 5. Atur suhu lingkungan yang
kualitas tidur anak. sesuai
6. Catat tindakan kemampuan
untuk mengurangi kegelisahan
7. Observasi intensitas tidur
8. Monitor faktor yang
mempengaruhi pola tidur pada
anak
9. Monitor aktivitas anak.
10. Laksanakan hasil kolaborasi
dengan dokter

h. Intoleran aktivitas b.d menurunnya metabolisme tubuh d.d kelemahan


fisik.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Tentukan penyebabkeletihan
Aktivitas anak terpenuhi dalam (misalnya karenaperawatan,
waktu 3x24 jam. nyeri, danpengobatan)
Kriteria Hasil: 2. Pantau respon O2
1. Dapat merubah posisi sendiri pasienterhadap
sesuai keinginan. aktivitasperawatan diri.
2. Saat beraktivitas tidak sesak 3. Bantu pasien
3. Keluarga mampu membantu dan untukmengidentifikasi

20
meningkatkan aktivitas pasien pilihanwaktu.
4. Bantu dengan aktivitasfisik
teratur (misalberubah posisi
sesuaikebutuhan).
5. Batasi rangsanglingkungan
(kebisingan).
6. Berikan istirahat adekuat.
7. Pantau asupan nutrisiuntuk
memastikankeadekuatan
sumberenergi.

i. Risiko perdarahan b.d hemapoiesis ektrameduler d.d trombositopenia.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Monitor dan pantau tanda-tanda
Risiko perdarahan pasien tidak dan gejala perdarahan yang
terjadi persisten (misalnya memeriksa
Kriteria Hasil: semua sekresi atau darah
1. Tidak terjadi koagulasi darah okultisme)
2. Peningkatan Hb dan hematokrit 2. Catat tingkat hemoglobin /
3. Tidak ada distensi abdomen hematokrit sebelum dan
4. TTV normal sesudah kehilangan darah,
5. Tidak ada kecemasan seperti yang ditunjukkan
3. Pantau koagulasi

j. Risiko infeksi b.d leukopenia d.d penurunan daya tahan tubuh.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Ajarkan pada keluargatanda
Anak tidak mengalami komplikasi dangejala terjadinya infeksidan
infeksi selama perawatan di RS kapan harusmelaporkan
Kriteria Hasil: kepadapetugas.
1. Tanda-tanda vital normal: 2. Pertahankan teknikisolasi.
Nadi :60-120 x/menit, 3. Berikan terapi antibiotikbila

21
Suhu : 36,5-37,5 C diperlukan.
2. Ada peningkatan penyembuhan 4. Informasikan kepadakeluarga
luka kapan jadwalimunisasi.
3. Tidak ada demam 5. Jelaskan keuntungan danefek
4. Tidak ada drainage purulen atau dari imunisasi.
eritema

k. Risiko keterlambatan perkembangan b.d hyperplasia sumsum tulang


belakang d.d maturasi seksual dan pertumbuhan lambat.

Tujuan (NOC) NIC


Tujuan: 1. Berikan edukasi stimulasi
Perkembangan anak tetap sesuai perkembangan sesuai anak.
usianya dalam waktu 7x24 jam 2. Monitoring tinggi badan anak.
Kriteria Hasil: 3. Monitor dan evaluasi lingkar
1. Anak bertanya sesuatu kepala dan berat badan anak
2. Mampu berinteraksi dengan 4. Monitor interaksi anak dengan
orang lain selain dengan oranag lain selainkeluarga.
keluarga 5. Monitoring IMT (Index Masa
3. Menerima bentuk dan kondisi Tubuh) anak
tubuh 6. Tingkatkan pengetahuan
4. Keluarga mampu menerapkan keluarga tentang stimulsi
cara memberikan stimulasi perkembangan pada anak
perkembangan pada anak

D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data, berkelanjutan, mengobsrvasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan dan menilai data baru. Pengimplementasian tindakan
yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan meliputi

22
bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,
kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melekukan tindakan keperawatan untuk
mengatasi kesehatan klien, memberikan pendidikan pada klien dan keluarga
mengenai konsep ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lengkunganyang digunakan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan
tidakan keperawatan berdasarkan respon klien (Rohmah, 2018).

E. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses
keperawatan. Hal-hal yang dievaluasikan adalah keakuratan, kelengkapan,
kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta
ketepatan intervensi keperawatan (Nursalam,2007)
Ada dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif, evaluasi yang
merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera
pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan dimana evaluasi ini
dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yan terjadi pada saat
itu. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan pada tujuan keperawatan (Nursalam,2007).

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/
mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai
globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi
thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis
dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel
darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal (120 hari).
Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi
Jantung, Komplikasi pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali),
Komplikasi pada Hati dan Komplikasi pada Kelenjar Hormon.

B. Saran
Dengan demikian diharapkan tenaga keperawatan dapat mengetahui dan
memahami lebih jauh tentang penyakit thalasemia, serta dapat memberikan
pelayanan asuhan keperawatan sesuai dengan ketentuan yang ada.

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
Hockenberry, MJ., & Wilson, D. 2009. Wong’s esentials of pediatric nursing.
Phidelphia: Mosby Elseiver.
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.SamikWahab. Jakarta : EGC.
Kliegam, Sylvia A dan Wilson, Hoffbrand. 2012.Patofisiologi: Konsep Klinis
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda., & Hardhi, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta: MediaCtion
Publishing.
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Medika.
Rohmah, Nikmatur & Walid, Saiful. 2018. Dokumentasi Proses Keperawatan.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.
Samuel, Pola Karta S. 2010. Thalasemia. Medan: MorphostLab E-BookPress
Suriadi. 2001. Keperawatan Medikal Bedal Thalasemia. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai