Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di indonesia, penyakitensefalitismerupakanpenyakit yang paling seringdialamianakkecil.

Sebagaimana yang kitatahu Encephalitis adalahsuatuperadangandariotak.Ada banyaktipe-tipedari

encephalitis, kebanyakandarinyadisebabkanolehinfeksi-infeksi.Paling seringinfeksi-

infeksiinidisebabkanoleh virus-virus.Encephalitis dapatjugadisebabkanolehpenyakit-penyakit

yang menyebabkanperadangandariotak.

Gejala-gejaladari encephalitis termasukdemam yang tiba-tiba, sakitkepala, muntah,

kepekaanpenglihatanpadasinar, leherdanpunggung yang kaku, kebingungan, keadaanmengantuk,

kecanggungan, gayaberjalan yang tidakmantap, danmudahterangsang. Kehilangankesadaran

,kemampuanreaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahanotot, demensiaberat yang tiba-

tibadankehilanganmemoridapatjugaditemukanpadapasien-pasiendengan encephalitis.

B. Tujuan

1. Tujuanumum

Agar mahasiswa/i dapat menggambarkansecaranyatadalammemberikanasuhan

keperawatanpadaanakdengan ensefalitis.

2. Tujuankhusus

a. Melakukanpengkajiankeperawatanpadaanakdengan ensefalitis

b. Menentukanmasalahkeperawatanpadaanakdenganensefalitis

c. Merencanakanasuhankeperawatanpadaanakdengan ensefalitis

d. Melaksanakantindakankeperawatansesuaidenganperencanaanpadaanak dengan 

ensefalitis

1
BAB II

LANDASAN TEORI

A. KonsepDasarPenyakit

1. Defenisi

Encephalitis adalah adalahsuatuperadangandariotak.Ada banyaktipe-tipedari encephalitis,

kebanyakandarinyadisebabkanolehinfeksi-infeksi.Paling seringinfeksi-infeksiinidisebabkanoleh

virus-virus.Encephalitis dapatjugadisebabkanolehpenyakit-penyakit yang

menyebabkanperadangandariotak. 

Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme.

Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau

mikroorganisme lain yang non-purulen (+).

Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,

protozoa, jamur, ricketsia atau virus.

2.      Patofisiologi

Virus

masuktubuhpasienmelaluikulit,salurannafasdansalurancerna.setelahmasukkedalamtubuh,virusaka

nmenyebarkeseluruhtubuhdenganbeberapacara:

a. Setempat:virusalirannyaterbatasmenginfeksiselaputlendirpermukaanatau organ tertentu.

b. Penyebaranhematogenprimer:virusmasukkedalamdarah. Kemudianmenyebarke organ

danberkembangbiak di organ tersebut.

c. Penyebaranmelaluisaraf-saraf : virus berkembangbiak di

Permukaanselaputlendirdanmenyebarmelaluisistemsaraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hariditandaidengandemam, sakitkepala, pusing,

muntah, nyeritenggorokan, malaise, nyeriekstremintasdanpucat.Gejalalainberupagelisah, iritabel,

perubahanperilaku, gamgguankesadaran, kejang. Kadang-

kadangdisertaitandaNeurologistokalberupaAfasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia,

Paralisissyarafotak.

3.      Gejala klinis

2
Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas

sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa ensefalitis

yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. 

Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak,

seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil.

Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek

tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.

Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas

seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri

kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau

fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon

meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.

Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung

pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap

antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan

karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten. 

Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi

saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda

radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit

neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai

menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi,

kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.

Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:

a) Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat

b) Patogenesitas agen yang menyerang

c) Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita

4.      Komplikasi

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :

a. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau

cacar.

3
b. Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik,

penglihatan dan pendengaran

c. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara

menetap

d. Defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun

gangguan mental sering terjadi.

e. Komplikasi pada bayi biasanya berupa :

1. Hidrosefalus

2. Epilepsi

3. Retardasi mental karena kerusakan SSP berat

5.      Pemeriksaan diagnostik

a. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu.

Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein

kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

b. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila

terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat

dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal,

biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi

virus Herpes Simplex.

6.      Penatalaksanaan

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai

menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi

organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau

parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah

(Arif, 2000). Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :

a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.

Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu

diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung

umur) dan pemberian oksigen.

4
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia

serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena

dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-

12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb

diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi

setiap 6 jam untuk waktu lama.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

a. Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

c. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang

lebih 1-4 hari,

sakit kepala.

d. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita

penyakit Herpes,penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes

dll.  Bakteri

contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll.

f. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

1. Kebiasaan

5
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di   WC,

lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh).

2. Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

3. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi

4. Pola Eliminasi

Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat

melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.

5. Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak

dapatdievaluasi  karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

6.  Pola Aktivitas

a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi

buruk mengalami kelemahan.

b)  Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan

positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka

dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan

gizi buruk. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke  jantung ,ginjal, mudah

terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum,

gangguan pertumbuhan.

7. Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain  biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena

kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

C. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.

d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

6
e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM

Terbatas.

f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah.

g. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan

susunan

saraf pusat.

h. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

i. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

j. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

4. Perencanaan Keperawatan

a. Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen

Intervensi:

1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau

pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung. R/. menurunkan resiko px terkena

infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada

individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.

2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi. R/. Deteksi dini

tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .

3. Berikan antibiotika sesuai indikasi. R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan

sensitivitas individu.

b. Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi

sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak adanya/menurunkan

sakit kepala. Intervensi  :

1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai

indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal. R/. Perubahan tekanan CSS mungkin

merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan

medis dengan segera.

7
2. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan

normalnya, seperti GCS.R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat

kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan

lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral

3. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang

terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar. R/. Normalnya, autoregulasi mampu

mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan sebagai dampak adanya

fluktuasi pada tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin

mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan

peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD sistemik

yang bersamaan dengan tekanan darah diastolic(tekanan darah yang melebar)

4. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan. R/.

Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya

menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat

menurunkan TIK.

5. Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,

metilprednison(medrol). R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk

membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko

terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.

c. Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum

Tujuan : Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain.

Intervensi :

1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur

tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.R/.

Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.

Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma

saat terjadi vertigo.

3. Kolaborasi.

8
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.R/. Merupakan indikasi

untuk penanganan dan pencegahan kejang.

4. Abservasi tanda-tanda vitalR/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan

tindakan lanjutan.

5. Dx 4 : Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,

gelisah.Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan : menunjukkan

postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepatIntervensi :

1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi. R/.

Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan

meningkatkan istirahat/rileksasi.

2. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata. R/. Meningkat kan

vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya akan menurunkan

nyeri.

3. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting. R/.

Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.

4. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada

meningitis. R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.

5. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher

dan bahu.R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan

reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

6. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein. R/. Mungkin diperlukan untuk

menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik mungkin merupakan kotra

indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis

7. Dx 5 :  Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM

terbatas.Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal

yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop.

Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum. Mempertahankan

integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.Intervensi :

1. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)R/.

Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang

minimal(nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan(nilai 2);

9
memerlukan bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus(nilai 3);

tergantung secara total pada pemberi asuhan(nilai 4).

2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.

Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu

perubahan posisi tersebut.R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan

penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian

tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien harus diubah posisinya

secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka waktu yang

sangat terbatas.

3. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak. R/. Mempertahankan mobilisasi dan

fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.

4. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.R/.

Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu

meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko terjadinya trauma jaringan.

8. Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual muntah. Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan

Kriteria : BB dalam batas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan

defisiensi nutrisi Intervensi :

1. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’R/. Mengidentifikasi defisiensi serta

pemberian intervensi.

2. Kaji antropometri setiap hariR/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan

status nutrisi

3. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitaminR/. Diet TKTP mineral dan

vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi   klien

4. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan

pedas/terlalu asamR/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang

dapat ditoleransi klien

5. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukanR/. Stomatitis biasanya

ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan

masukan diet

10
6. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikanR/. Meningkatkan

masukan protein dan kalori

9. Dx 7 : Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d

kerusakan susunan saraf pusat.

10. Dx`8 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

11. Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap

infeksi turun.

11. Dx 10 : Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :Tidak terjadi kontraktur

Kriteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendidan dapat menggerakkan

anggota tubuh

a. IntervensiBerikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik,

terjadi kekacauan sendi.R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti

dan mau membantu program perawatan.Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari

secara bertahapR/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.

b. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jamR/ Dengan melakukan perubahan posisi

diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .

c. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jamR/ Dengan melakukan observasi dapat

melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera

d. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai IndikasiR/

Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang.

1. Pelaksanaan

Pelaksanaankeperawatanmerupakankegiatan yang dilakukansesuaidenganrencana yang

telahditetapkan.Selamapelaksanaankegiatandapatbersifatmandiridankolaboratif.Selamamelak

sanakankegiatanperludiawasidandimonitorkemajuankesehatanklien.

2. Evaluasi

Tahapevaluasidalam proses keperawatanmenyangkutpengumpulan data

subyektifdanobyektif yang

akanmenunjukkanapakahtujuanpelayanankeperawatansudahdicapaiataubelum.

11
Bilaperlulangkahevaluasiinimerupakanlangkahawaldariidentifikasidananalisamasalahselanju

tnya.

3. Penkes

Pengendalianvektorpenyakitsulitdilakukan.Penyemprotandenganinsektisidadilakukanapabila

terjadiepidemi, namundemikianpenyemprotanhanyabersifatmengurangipopulasivektor,

tidakmenghilangkansamasekali.Vaksininaktifmenggunakan formaldehyde

sebagaibahaninaktifanpernahdigunakanuntukmengimmunisasikudaterhadap virus EEE,

WEE, dan VEE.

Dalamjumlahterbatas, immunisasijugadapatdilakukanterhadapparapekerja

laboratorium. Pencegahanterhadap virus VEE pernahdilakukandenganmenggunakan

vaksinaktif (live-attenuated vaccine) yang dikenalsebagai TC-83. Vaksintersebut

digunakanuntukmengimmunisasitentaradandigunakanpadajutaankudasewaktuterjadi

wabah VEE padakumnwaktu 1969 — 1971. Vaksinaktifinicukupamandiberikanpada

kuda yang sedang bunting.

12
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Encephalitis adalah adalahsuatuperadangandariotak.Ada banyaktipe-tipedari encephalitis,

kebanyakandarinyadisebabkanolehinfeksi-infeksi.Paling seringinfeksi-infeksiinidisebabkanoleh

virus-virus.Encephalitis dapatjugadisebabkanolehpenyakit-penyakit yang

menyebabkanperadangandariotak. 

Gejala-gejaladari encephalitis termasukdemam yang tiba-tiba, sakitkepala, muntah,

kepekaanpenglihatanpadasinar, leherdanpunggung yang kaku, kebingungan, keadaanmengantuk,

kecanggungan, gayaberjalan yang tidakmantap, danmudahterangsang. Kehilangankesadaran

,kemampuanreaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahanotot, demensiaberat yang tiba-

tibadankehilanganmemoridapatjugaditemukanpadapasien-pasiendengan encephalitis.

B.     Saran

Encephalitis ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar

peduli terhadap penyakitnya dengan konsultasikan kepada dokter jika terjadi gejala-gejala yang

tiba-tiba sakit kepala, muntah, kepekaan penglihatan pada sinar.

Untukmenghindariresikoakibatpenyakitecephalitis, perluadanyamenjagalingkungan agar

tetapbersihdanbebasdari virus-virus terutama virus yang menyebabkan encephalitis.

13
DAFTAR PUSTAKA

Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005 Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan

Medikal

Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Fakultas Kedokteran UI : Media

Aesculapius

Ngastiah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai