Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asbestosis adalah inflamasi kronis pada paru-paru yang mempengaruhi parenkim jaringan
dari paru-paru. Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes
adalah campuran berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Ini terjadi setelah
jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di pertambangan, dan karena itu dianggap sebagai
pekerjaan penyakit paru-paru. Asbestosis lebih sering diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau
yang sering berhubungan dengan asbes. Mereka tidak menyadari bahwa jika setiap hari mereka
menghirup serat asbes dapat sangat membahayakan, karena asbes terdiri dari serat silikat mineral
dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam paru-paru,
menyebabkan parut. Asbestosis terjadi pada 4 dari setiap 10.000 orang.
Ada Sedikit peningkatan kematian akibat kanker atau Asbestosis dalam waktu kurang dari
15-19 tahun dari awal kerja. Secara umum, walaupun, periode latensi klinis adalah 2-4 dekade
atau lebih dan ada perbedaan penting di antara beberapa asbes-terkait penyakit. Kanker paru-paru
mencapai puncaknya pada sekitar 30-35 tahun dari onset dan Asbestosis di 40-45 tahun. Setiap
cenderung menurun dalam insiden sesudahnya. Pleura dan peritoneal mesothelioma insiden
tertinggi mencapai lebih dari kanker paru-paru, tapi insiden tidak menurun. Dalam penelitian efek
dari paparan asbes, tampaknya menguntungkan untuk mengamati setidaknya 35-40 tahun atau
lebih dari onset paparan dan untuk menganalisis pengalaman dalam durasi-dari-onset kategori.
Jika hal ini tidak mungkin, hanya sangat terbatas efek awal akan diidentifikasi dan impor penuh
pemaparan mungkin tidak dihargai.
Pada kesempatan ini penyusun menjelaskan mengenai penyakit asbestosis dengan segala
penyebabnya serta penyembuhanya.Penyakit asbestosis muncul secara bertahap sehingga
dperlukan pengetahuan tentang peyakit asbestosis lebih dalam, dan penyakit pernapasan saat ini
bukan suatu fenomena yang asing, sehingga pengetahuan tentang asbestosis sangat penting bagi
kita mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh udara
yang mengandung debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam
paru-paru pada saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung pada
ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu yang
masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula
resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Debu
dikelompokan menjadi tiga yaitu debu organik seperti debu
kapas, debu daun-daunan, tembakau dll, debu mineral yaitu
debu yang merupakan senyawa komplek seperti SiO2, SiO3,
dan arangbatu, dan debu metal yaitu debu yang mengandung unsur logam. Ukuran debu
sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Debu dengan
ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5 mikron akan tertahan
oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan sampai di permukaan alveoli, 0,5-1
mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lender sehingga menyebabkan fibrosis paru,
sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.
Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes
adalah campuran berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Jika terhisap,
serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, mempengaruhi parenkim jaringan dari
paru-paru, menjadi jaringan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan
pleura. Ini terjadi setelah jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di pertambangan.
Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Asbes
adalah mineral yang dapat dijalin seperti wol dan merupakan produk alam mineral yang
diketahui tahan terhadap panas dan korosi, tidak meneruskan arus listrik, tahan terhadap asam
kuat, serta merupakan serat yang kuat dan fleksibel, mudah dijalin bersama-sama dan
digunakan secara luas di dalam bangunan dan pabrik-pabrik industri.
Terdapat beberapa jenis kristal debu asbestos :
1. Chrysotile
2. Crocidolite
3. Anthrophylite kelompok Amphibole
4. Tremolite
5. Actinolite
Yang paling banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile, karena seratnya
panjang dan paling kuat. Pada kelompok amphibole serat lebih pendek namun lebih stabil
secara kimiawi dan lebih tahan terhadap asam. Bersifat fibrogenik terhadap paru lebih kuat
dibanding silika, karsinogenik.

2
Di dalam paru banyak terdapat “asbestos bodies” yaitu serat asbestos yang dilapisi
bahan protein. Sering serat asbestos harus dipisahkan dengan tangan, sehingga terjadi papel
kecil-kecil pada jari-jari tangan seperti duri, disebut duri asbestos. Terjadi juga fibrosis
interstisialis, penebalan dan perlekatan pleura, fibrosis peritoneal. Paru menjadi kaku karena
terdapat klasifikasi pada pleura dan dapat pula dijumpai keganasan Ca bronkogenik dan
mesothelioma.
2.2 Etiologi
Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau lebih dan
diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk
dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat
asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat
kuat untuk diuraikan.
Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:
1. Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan, penenunan,
pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-produk yang mengandung asbes.
2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di
dalam pakaian pekerja
3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan asbes
dibandingkan non-perokok. Harapan hidup perokok lebih pendek dibandingkan non-
perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10 tahun dapat mengurangi
risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu setengah sampai satu sepertiga dari
rekan-rekan mereka yang terus merokok.
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah terbentuknya
jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama
adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan juga
ditandai dengan batuk kering. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat
dan mengalami kegagalan pernafasan. Berlangsung sebagai penyakit paru- paru dan
kerusakan meningkat, sesak nafas terjadi walaupun pada pasien istirahat.
Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk-batuk dan
sesak napas. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan
pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru.
Keluhan dan gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun.
Terutama sesak nafas bila melakukan aktifitas. Batuk non produktif, lebih sering dan lebih
hebat dibanding silikosis. Bila terjadi batuk darah biasanya sudah ada neoplasma paru. Nyeri
dada retrosternal, berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai kelainan selain adanya
benda asbestos didalam dahak pekerja (2 bulan). Pada fase lanjut didapatkan sianosis dan jari
tabuh. Jari tabuh umumnya dihubungkan dengan penyakit yang lanjut. Bila ada pada pekerja

3
dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan maka lebih banyak dihubungkan dengan
kanker paru.
Gerak pernafasan menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat. Sianosis akan
bertambah hebat apabila melakukan kegiatan fisik, bisa juga didapatkan suara mengi. Dapat
terdengar ronkhi (pada akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru, terjadi pada > 60%
penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada dosis paparan dan dapat terjadi pada
x-foto toraks normal. Pada asbestosis risiko terjadinya tuberculosis paru tidak didapatkan,
tetapi disini didapatkan risiko kanker paru lebih besar. Risiko terjadinya mesothelioma atau
penebalan pleura sangat besar. Kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan
yang menyerupai tabuh genderang) juga dapat terjadi.
2.4 Patofisiologi
Asbestosis disebabkan oleh inhalasi jangka panjang dari serat asbes. Terdapat
peningkatan risiko kanker paru-paru dan mesothelioma terkait dengan asbestosis. Biasanya
mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang ada di udara saat kita bernafas akan
disaring oleh rambut-rambut hidung, sehingga menimbulkan reflek batuk. Sedangkan partikel
asbes (amphiboles) panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang masuk ke hidung,
tidak dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes dapat masuk ke
saluran pernapasan paru kesalah satu alveoli dari 300 juta gas yang ada dan melakukan
pertukaran gas.
Setiap alveolus memiliki banyak sel-sel pembersih yang disebut macrophages menelan
partikel apapun yang dibuat ke bawah alveoli. Alveoli yang sangat tipis dan elastis yang
memungkinkan pertukaran gas yang penting untuk kesehatan. Oksigen mengalir dari alveoli
ke dalam darah untuk memelihara tubuh, dan karbon dioksida mengalir dari darah ke alveoli
dan ke bronchi untuk dibuang. Serat asbes dapat dengan mudah mengelupas dan cukup kecil
untuk terhirup masuk ke dalam paru-paru. Apabila mereka terhirup ke dalam paru-paru, dan
serat tersebut mencapai alveoli (kantung udara) dalam paru-paru, di mana oksigen
dipindahkan ke dalam darah, benda asing (asbes serat) menyebabkan aktivasi dari paru-paru.
Sel pertahanan paru-paru mencoba merusak serat asbes, tetapi mekanisme pertahanan
tubuh tidak dapat menghancurkan asbes, bahkan untuk macrophages. Macrophage berusaha
untuk menelan sebuah serat asbes, ia sering gagal karena serat yang terlalu panjang . Dalam
proses macrophage tersebut mengeluarkan zat untuk menghancurkan benda asing, tetapi juga
dapat membahayakan alveoli. Hal ini menyebabkan terjadi perlukaan di alveoli dan
membentuk jaringan parut disebut sebagai proses fibros. Kemudian serat asbes yang tidak
dapat tersaring tetap berada di dalam dan menyebabkan radang paru-paru dan jaringan parut.
Jaringan parut menyebabkan dinding alveolar menebal dapat mengurangi elastisitas
dan kemampuan mereka untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Sehingga, terjadi
penurunan kapasitas paru-paru, pertukaran oksigen berkurang, dan akan terasa semakin
kekurangan nafas. Lebih dari 50% orang yang terkena dengan mengembangkan Asbestosis
plak di pleura parietal, di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru. Pasien datang

4
dengan inspirasi kering crackles, clubbing jari-jari, dan pola fibrotic menyebar di bagian
bawah lobus paru-paru (tempat Asbestosis adalah paling lazim).
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.5.1 Radiologis
Penderita dapat mengalami sesak nafas tanpa adanya kelainan radiologis.
Didapatkan infiltrat halus tersebar difus, lokasi kelainan pada umumnya didaerah lateral
dan basal. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular. Pada
fase lanjut infiltrat makin banyak dan luas. Bila penyakit bertambah berat batas infiltrat
makin tidak jelas dan jantung membesar. Bila ada penyulit maka akan didapatkan
gambaran tumor paru, pelebaran pleura, ektasis dengan gambaran sarang lebah, cairan
dalam rongga pleura. Pemeriksaan CT-scan meningkatkan diagnostik dengan
mendeteksi perubahan pada pleura dan parenkim yang tidak dapat dideteksi dengan
pemeriksaan radiologis biasa.
2.5.2 Tes fungsi paru dengan
1. Oximetry
Evaluasi oksigenasi penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi akan
menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat mendorong
kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan pada saat istirahat dan selama
latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).
2. Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kavasitas vital dan kapasitas
paru total,volume residu biasanya normal atau sedikit menurun serta penurunan
kapasitas difusi.Dalam mendeteksi kelainan ini secara dini maka kita harus mengamati
adanya penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi
2.5.3 Bilas Bronkoalveolar
Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis). Cairan bilas bronkoalveolar
normal mengandung 90% macrophage,10% limfosit dan sesekali neutrofil.
2.5.4 Pemeriksaan darah
Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi penurunan oksigen dalam
darah yang berhubungan dengan perubahan pernapasan yang terkait dengan penyakit
yang berhubungan dengan asbes. Nilai normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah
PCO2 :35-45mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH : 7,35 – 7,45. Pada klien dengan
asbestosis analisis gas darah arteri menunjukkan tekanan parsial oksigen arteri
menurun dan tekanan parsial karbon dioksida arteri rendah karena hiperventilasi.
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Pengobatan
Tidak ada obat yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut
ditunjukkan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat
bernapas dengan mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih

5
lanjut. Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau
Acetominophen (Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral
atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah
membuang lendir atau dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase. Bila
asbestosis sudah memasuki stadium mesotelioma maka belum ada terapi yang berhasil
meningkatkan kesembuhan
2.6.2 Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes
dilingkungan kerja. Penggunaan kontrol debu dapat mengurangi penderita asbestosis,
tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun yang lalu,
ventilasi udara yang cukup di ruang kerja, penggunaan masker bagi pekerja yang
beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan, Untuk mengurangi resiko terjadinya
kanker paru-paru dianjurkan pekerja pabrik untuk berhenti merokok. Perawatan medis
untuk infeksi saluran pernapasan, dengan sering menggunakan antibiotik ketika
diperlukan. Mereka juga harus berpartisipasi dalam terapi pernapasan seperti bronkial
drainase atau penggunaan humidifier kabut ultrasonik yang membantu dalam
pembersihan lendir dari paru-paru. Pasien harus menghindari situasi yang mungkin
mengekspos mereka untuk infeksi saluran pernapasan seperti banyak orang
2.7 Komplikasi
Komplikasi lanjutan pada asbestosis antara lain:
1. Efusi pleura
2. Mesothelioma, meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura
yang disebut mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut mesotelioma
peritoneal. Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat
disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar krokidolit, satu dari 4
jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga menyebabkan mesotelioma. Krisotil
mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang tercemar oleh tremolit yang
dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan
selama 30-40 tahun.
3. Cor pulmonale
4. Fibrosis Pulmoner idiopatik
5. Pneumoconeosis
6. Kanker bronkus
2.8 Prognosis
Asbestosis adalah laten dan dapat membutuhkan waktu puluhan tahun untuk dapat
berkembang menjadi gejala. Lama paparan asbes membuat seseorang dapat meningkatkan
resiko perkembangan asbestosis, namun tidak jelas persis berapa banyak eksposur merupakan
risiko yang signifikan. Asbestosis itu sendiri tidak ganas dan tidak langsung berakibat fatal.

6
Namun komplikasinya dapat mengakibatkan kematian. Seperti penurunan yang signifikan
dalam kapasitas paru-paru total dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. 20 % pasien
asbestosis meninggal dunia karena penyakitnya dan 50 % akibat keganasan yang berkaitan
(kanker paru atau mesotelioma). Kematian ini disebabkan sebagai akibat dari komplikasi
Asbestosis.
WOC (Web of Caution)

Serat asbes masuk ke


saluran pernapasan

Masuk ke alveoli

Sel pertahanan
mencoba merusak serat
asbes melalui makrofag

Terjadi radang dan


membentuk jaringan parut

Asbestosis

B1 breath B2 blood B5 bowel B6 Bone

Dinding Sesak Reaksi Perasaan Paru-paru tidak dapat


alveolar napas sistemis asbes tidak nyaman berkembang
menebal
Kadar O2 di Nafsu makan
metabolisme↑ Energi yang
elastisitas↓ menurun
jaringan menurun digunakan untuk
difusi gas↓ respirasi meningkat
MK: hipertermi Intake nutrisi
Hipoksia menurun
Gangguan pertukaran
Kelemahan fisik
O2 dan CO2
MK: Perubahan
nutrisi kurang dari MK: Intoleransi
MK: Gangguan
kebutuhan tubuh aktivitas
pertukaran gas

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
PengkajianMeliputi:
1. Identitas pasien
Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
Asbestosis lebih sering diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau yang sering
berhubungan dengan asbes yang sebagian besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering
menyerang pria dibanding wanita.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sesak saat bernafas, batuk, keluhan nyeri dada, peningkatan frekuensi
peningkatan, lemas, nyeri kepala.
3. Keluhan utama
Pada klien dengan asbestosis akan mengeluh sesak, batuk, demam
4. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) dengan gejala luka tenggorok, bersin demam ringan.
5. Riwayat penyakit keluarga
umumnya klien dengan asbestosis tidak memiliki penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit ini
6. Riwayat Psikososial
Perawat perlu memperoleh persepsi yang jelas mengenai perasaan, status emosi,
dan perilaku klien. klien sering merasa cemas akibat nyeri yang kronis dan mengisolasi
diri karena penyaklit yang diderita.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. B1 (Breath) : sesak napas, Nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di alveoli,
RR menurun, adanya penggunaan otot bantu pernafasan inspirasi, hipoksia
b. B2 (Blood) : cyanosis, hypoxia, denyut jantung meningkat, TD meningkat, tachycardi
c. B3 (Brain) : dizziness, cemas, penurunan kesadaran
d. B4 (Bladder) : -
e. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
f. B6 (Bone): malaise
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya didapatkan leukosit 15.000-40.000/mm³, biakan
sputum, darah, bila perlu cairan efusi pleura
2. Pemeriksaan radiologis, sebaiknya gunakan foto thoraks posterior-anterior dan lateral. Pada
lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular.
Hasil diagnosa asbestosis dibangun atas 3 tahap :

8
1. Riwayat ekspose.
2. Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi
paru-paru dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar,
cairan atau fibrosis pada biopsi jaringan paru-paru).
3. Tidak adanya penyebab lain yang menyebabkan fibrosis interstitial.
3.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS: Klien mengeluh sesak Adanya jaringan parut di Gangguan Pertukaran gas
DO: RR menurun, pola nafas alveoli
tidak teratur, pucat,
ketidaknormalan frekuensi,
irama dan kedalaman nafas,
hipoksia, tachycardia,
tekanan O2 dan CO2
menurun. Pada lapangan
paru bawah bilateral terdapat
bercak-bercak nodular
DS : Demam Peningkatan laju Hipertermi
DO : Suhu tubuh lebih dari metabolisme sekunder dari
37 ° C reaksi sistemis asbes
DS : Klien merasa lemah, Kelemahan fisik dan Intoleransi Aktivitas
tidak nyaman peningkatan metabolisme
DO: denyut jantung umum sekunder dari
meningkat, TD meningkat. kerusakan pertukaran gas
DS : Klien merasa lemas Intake makanan kurang dari Perubahan nutrisi kurang dari
DO: kurus, BB menurun, kebutuhan kebutuhan tubuh
albumin << 3,2 , Hb <<
11g/dl , rambut terlihat
memerah pada anak-anak,
lapisan subkutan tipis.

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis asbes
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari
kerusakan pertukaran gas
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan

3.4 Intervensi dan Rasional


1. Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
9
Tujuan : Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil : status neurologis dalam rentang yang diharapkan; dispnea saat istirahat
dan aktivitas tidak ada; gelisah, sianosis, dan keletihan tidak ada; PaO2, PaCO2, dan pH
arteri, dan saqturasi O2 dalam batas normal

10
Intervensi Rasional
Observasi
 Monitor bunyi paru; frekuensi  Berguna dalam evaluasi derajat
napas, kedalaman, dan usaha dan distress pernafasan atau kronisnya
produksi sputum sesuai dengan proses penyakit.
indikator dari penggunaan alat
penunjang yang efektif.
 Auskultasi bunyi napas, catat area  Bunyi napas mungkin redup
penurunan aliran udara atau bunyi karena penurunan aliran udara
tambahan atau konsolidasi
 Awasi tingkat kesadaran atau  Gelisah dan ansietas adalah
status mental. Selidiki adanya manifestasi umum pada hipoksia.
perubahan. GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan
disfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
Mandiri  Menurunkan kecemasan klien
 Jelaskan prosedur pengobatan terhadap prosedur tindakan yang
kepada klien dilakukan.
 Takikardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat
 Awasi tanda vital dan irama menunjukkan efek hipoksemia
jantung sistemik pada fungsi jantung
 Dapat memperbaiki atau
Kolaborasi mencegah memburuknya
 Konsultasikan dengan dokter hipoksia.
tentang kebutuhan akan
pemeriksaan gas darah arteri
(GDA) dan penggunaan alat bantu  Terjadinya atau kegagalan nafas
yang dianjurkan. yang akan datang memerlukan
 Siapkan klien untuk ventilasi atau upaya tindakan penyelamatan
oksigenasi mekanis bila perlu. hidup

Health edukasi  Memberikan informasi kepada


 Jelaskan penggunaan alat bantu pasien tentang tata cara
pernafasan. menggunakan alat bantu.
 Dengan adanya tekhnik bernapas
 Ajarkan kepada pasien tekhnik dan relaksasi dapat mengurangi
bernapas dan relaksasi hipoksia 11
Hipertermi b.d peningkatan laju met2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
sekunder dari reaksi sistemis asbes
Tujuan : pasien mempertahankan suhu tubuh
Kriteria Hasil: suhu tubuh normal (36-37°C).
Intervensi Rasional
Observasi:
 Pantau tanda vital tiap tiga jam atau  Perubahan frekuensi jantung atau
lebih sering tekanan darah menunjukkan bahwa
pasien mengalami nyeri, khususnya
bila alasan lain untuk perubahan
tanda vital telah terlihat

Mandiri
 Berikan kebutuhan cairan ekstra  Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan cairan
tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang
banyak
 Anjurkan klien untuk memakai
pakaian yang minimal  Pakaian yang tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh
 Berikan kompres dingin
 Konduksi suhu membantu
Kolaborasi menurunkan suhu tubuh
 Berikan antipiretik
 Antipiretik untuk menurunkan suhu
Health Edukasi tubuh
 Ajarkan pentingnya
mempertahankan asupan cairan yang  Agar pasien dapat mempertahankan
adekuat asupan cairan tubuhnya

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari
kerusakan pertukaran gas
Tujuan : pasien menunjukkan penghematan energi untuk aktivitas
Kriteria Hasil: menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,
tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Intervensi Rasional
Observasi
 Monitor respon emosi, sosial, dan  Menetapkan kemampuan atau
12
spiritual terhadap aktivitas kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
 Pantau asupan nutrisi  Asupan nutrisi yang cukup dapat
menjaga keadekuatan energi.
 Pantau/dokumentasikan pola istirahat  Dengan istirahat yang cukup dan
pasien dan lamanya waktu tidur teratur dapat membantu untuk
menyiapkan energi yang cukup bagi
Mandiri klien
 Hindari menjalankan aktivitas
perawatan selama periode istirahat  Aktivitas di periode istirahat dapat
menyebabkan pasien kekurangan
 Bantu dengan aktivitas fisik teratur tenaga sehingg pasien lemas.
 Dengan aktivitas yang teratur
menyebabkan tubuh terbiasa
sehingga klien bisa lebih kuat
 Batasi rangsangan lingkungan melakukan aktivitas
 Dengan membatasi rangsangan
dapat mengurangi tingkat distress
Kolaborasi klien yang membutuhkan tenaga
 Kolaborasikan dengan ahli terapi
okupasi, fisik dan atau rekreasi  merencanakan dan memantau
 Rujuk pada pelayanan kesehatan program aktivitas
rumah  mendapatkan pelayanan tentang
bantuan perawatan di rumah sesuai
dengan kebutuhan
 Rujuk pada ahli gizi untuk  meningkatkan asupan makanan
merencanakan makanan yang tinggi energi
Health Edukasi
 Ajarkan tentang pengaturan aktivitas  mencegah kelelahan
dan teknik manajemen waktu.
 Jelaskan pentingnya istirahat dalam  tirah baring dipertahankan selama
rencana pengobatan dan perlunya fase akut untuk menurunkan
keseimbangan aktivitas dan istirahat kebutuhan metabolik, menghemat
energi untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas ditentukan
dengan respon individual pasien
terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan

13
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan
Tujuan : status gizi baik
Kriteria Hasil :
 Antropometri : BB tidak turun (stabil), Tinggi badan, lingkar lengan
 Biokimia : Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dL, Hb Normal anak 11-13 g/dL
 Klinis : Tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan
merah.
 Diet : Klien menghabiskan porsi makan dan nafsu makan bertambah
Intervensi Rasional
Observasi
 Pastikan pola diet biasa pasien, yang  Untuk mendukung peningkatan
disukai atau tidak disukai. nafsu makan pasien
 Pantau masukan dan pengeluaran  Mengetahui keseimbangan intake
dan berat badan secara pariodik. dan pengeluaran asuapan makanan
 Monitor turgor kulit pasien  Sebagai data penunjang adanya
perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan
 Pantau nilai laboratorium, seperti  Untuk dapat mengetahui tingkat
Hb, albumin, dan kadar glukosa kekurangan kandungan Hb, albumin,
darah dan glukosa dalam darah
Mandiri  Menjaga pola makan pasien
 Buat perencanaan makan dengan sehingga pasien makan secara teratur
pasien untuk dimasukkan ke dalam
jadwal makan.  Pasien merasa nyaman dengan
 Dukung anggota keluarga untuk makanan yang dibawa dari rumah
membawa makanan kesukaan pasien dan dapat meningkatkan nafsu
dari rumah. makan pasien.
 Tawarkan makanan porsi besar  Dengan pemberian porsi yang besar
disiang hari ketika nafsu makan dapat menjaga keadekuatan nutrisi
tinggi yang masuk.

Kolaborasi  Tinggi karbohidrat, protein, dan


 Patikan diet memenuhi kebutuhan kalori diperlukan atau dibutuhkan
pernafasan sesuai indikasi. selama perawatan.

Health Edukasi  Klien terbiasa makan dengan


 Ajarkan metode untuk perencanaan terencana dan teratur.
makan  Menjaga keadekuatan asupan nutrisi
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang yang dibutuhkan.

14
makanan yang bergizi dan tidak
mahal

15

Anda mungkin juga menyukai