Anda di halaman 1dari 13

Gejala dan Penanganan pada Talasemia

Tri Angela Anggrayani 102013404

Kelompok D2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

taa795@yahoo.com

Abstrak

Hemoglobin terdiri dari heme dan globin, pada heme banyak mengandung zat besi, sedangkan
pada globin merupakan rantai-rantai yang saling menyatu dan akan mengekspresikan hasil.
Jika salah satu rantai pada globin terjadi mutasi akan terjadi talasemia. Talasemia memiliki 2
macam bentuk ⍺ dan ß, pada keduanya memiliki kesamaan akan menyebabkan penderita
mengalami anemia dan kerusakan pada sel darah. Gejala klinik lainnya yang sering
didapatkan adalah ikterik pada konjungtiva, tatikardi, splenomegali, dan pertumbuhan tulang
dan seksual pada penderita tidak baik. Tidak ada pengobatan pasti untuk talasemia,
penanganan yang akan diberikan hanya untuk mempertahankan dan mengembalikan kualitas
hidup penderita. Banyak komplikasi yang akan terjadi pada penderita ini dan prognosis pada
penderita talasemia mayor akan sangat tidak baik. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
skrining dan konseling saat pernikahan.

Kata kunci: Jenis talasemia, Gejala klinik talasemia

Abstract

Hemoglobin is composed of heme and globin, heme contain of iron, while the globin have a
chains are fused together and will express the results. If one of the globin chains occur a
mutations, it will become a thalassemia. Thalassemia has two forms ⍺ and ß, the two of them
have in common, it will cause the patient became anemia and damage to the blood cells.
Other clinical symptoms that are common are jaundice of the conjunctiva, tachycardi,
splenomegaly, and bone growth and sexual abuse in patients is not good. There is no definite
treatment for thalassemia, the treatment will be given only to maintain and restore the quality
of life of the patients. Many complications that will occur in these patients and the prognosis
in patients with thalassemia major will be very bad. Prevention can be done is screening and
counseling at weddings couple.

Keywords : Type of thalassemia, clinical symptoms of thalassemia

1
Pendahuluan

Sistem hematologi terdiri dari semua sel-sel darah, sumsum tulang tempat sel-sel
tumbuh matang, dan jaringan limfoid tempat sel darah disimpan jika tidak bersirkulasi. Sistem
ini dirancang untuk membawa oksigen dan nutrisi, hormon, membuang produk sampah,
menghantarkan sel-sel untuk mencegah infeksi, menghentikan pendarahan, dan memfasilitasi
proses penyembuhan. Darah juga berfungsi untuk mengalirkan dan menghubungkan dari satu
jaringan ke jaringan yang lain. Tanpa adanya darah akan banyak proses di dalam tubuh tidak
akan berjalan, tidak lain halnya jika terjadi kekurangan darah, maka proses kerja dalam tubuh
tidak efektif. Anemia merupakan suatu penyakit dimana menurunkan Hb, Ht, dan eritrosit di
saat yang bersamaan, bisa dikarenakan banyak faktor penyebab.1

Anamnesis

Menanyakan riwayat penyakit disebut ‘Anamnesa’, anamnesa berarti ‘tahu lagi’. Jadi,
anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan
pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan
dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat riwayat
penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah
penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. Selain itu
tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman
mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Selain itu, proses ini juga
memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah
medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien. Sebagian besar informasi
yang diperoleh dari tindakan anamnesis bersifat subjektif. Informasi yang bersifat subjektif ini
perlu disinkronkan dengan manifestasi objektif, dan karena itu, dokter perlu melakukan
pemeriksaan fisik.2

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat obat-obatan, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi
lingkungan sosial.2
Keluhan utama yang didapat adalah seorang anak laki-laki 6 tahun pucat sejak 3 bulan
yang lalu. Keluhan tambahan yang didapat lelah, lesu, tidak ada perdarahan, dan tidak ada
demam.

2
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan secara sistematis organ atau sistem tubuh
pasien. Pemeriksaan fisik harus lengkap dan saksama. Hal ini berarti, mencari dari atas
sampai ke bawah, selalu waspada terhadap hal-hal khusus yang mungkin ada. Pada
pemeriksaan fisik diagnosis selalu dipikirkan. Pemeriksaan dilaksanakan sesuai skema dan
mencakup inspeksi (mengamati), palpasi (meraba), perkusi (mengetuk), dan auskultasi
(mendengarkan dengan stetoskop).2

Pada kasus, didapatkan hasil pemeriksaan pada inspeksi mata konjungtiva anemis,
sklera ikterik, pada palpasi bagian abdomen terdapat pembesaran organ, dengan garis
schuffner didapatkan limfa membesar hingga S3.

Pemeriksaan Penunjang

Sebagai pendukung keakuratan, diperlukan pemeriksaan penunjang berupa;


pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan hapus darah tepi, dan pemeriksaan bilirubin
(terutama bilirubin indirek), pemeriksaan cadangan besi, pemeriksaan rontgen, aspirasi
sumsum tulang.

Pada pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah jumlah eritrosit, jumlah
leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, retikulosit dan jumlah trombosit. Patokan nilai
normal dapat berbeda-beda tergantung alat yang dipakai di tiap-tiap laboratorium. Melalui
pemeriksaan darah lengkap, dapat diketahui Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC). MCV adalah nilai hematokrit dibandingkan dengan jumlah eritrosit. MCH adalah
kadar hemoglobin dibandingkan dengan jumlah eritrosit. Sedangkan MCHC adalah kadar
hemoglobin dibandingkan dengan nilai hematokrit. MCV dan MCH yang rendah merujuk
pada morfologi eritrosit mikrositik hipokrom yang biasa dijumpai pada anemia defisiensi besi.
MCV yang konsisten dengan anemia megaloblastik. Sedangkan MCV dan MCHC yang tinggi
mengindikasikan sferositosis.3,4

Apabila pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan secara otomatis, maka Red Cell
Distribution Width (RDW) juga dapat ditentukan. Peningkatan RDW menunjukkan
anisositosis yang merujuk pada anemia hemolitik. Selain itu, peningkatan retikulosit
menunjukkan terjadinya penurunan jumlah eritrosit, namun bukan ciri khas dari anemia
hemolitik.2

3
Selanjutnya adalah pemeriksaan hapus darah tepi. Yang perlu diperhatikan dari hapus
darah tepi adalah keadaan dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. Pada keadaan eritrosit, yang
perlu diperhatikan adalah ukuran, warna, dan bentuknya. Sedangkan pada keadaan limfosit
dan trombosit yang perlu diperhatikan adalah jumlahnya. Dari pemeriksaan darah tepi inilah
dapat ditemukan sel-sel yang merupakan ciri khas dari suatu anemia seperti sferosit, sel sabit,
sel target, dan semacamnya.2

Pemeriksaan bilirubin ada dua jenis; direk dan indirek. Bilirubin direk larut dalam air
dan dapat diperiksa melalui urin sedangkan bilirubin indirek tidak larut air dan hanya dapat
diperiksa melalui darah. Pada pemeriksaan serum, nilai normal bilirubin total adalah 0.2-1
mg%, bilirubin direk adalah 0 - 0.2 mg%, dan bilirubin indirek adalah 0.2-0.8 mg%. Pada
kondisi anemia hemolitik, bilirubin serum biasanya <3mg/dL. Nilai yang lebih tinggi merujuk
kegangguan fungsi hepar ataupun kolestasis.3,4

Pemeriksaan cadangan besi penting dilakukan untuk mengetahui cadangan besi pada
penderita dan dapat menyingkirkan diagnosis lain. Pemeriksaan foto rontgen tengkorak akan
didapatkan “hair on end”, untuk melihat adanya proliferasi dari tulang-tulang akibat
terjadinya hematopoesis ekstramedular. Dan aspirasi sumsum tulang juga dapat dilaksanakan
untuk mengetahui kinerja dari sumsum tulang masih berfungsi dengan baik atau tidak.

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja adalah suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan


penyakit yang ada pada pasien. Setiap diagnosis kerja haruslah diiringi dengan diagnosis
banding. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dapat diduga pasien mengalami thalasemia.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-


bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien. Kemungkinan lain pasien juga mengalami
anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik.

Anemia defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi tersering di dunia, terutama pada
balita, remaja wanita, dan wanita usia subur. Jumlah besi pada orang dewasa rata-rata 3-5g
dan pada anak rata-rata 55 mg/kgbb. Jumlahnya pada pria lebih besar dibandingkan pada
wanita. 70% besi dalam tubuh dalam bentuk Hb, 26% akan disimpan dan 3,9% berikatan

4
dengan mioglobin dan enzim lain, 0,1% besi plasma. Keseimbangan besi dalam tubuh
terutama ditentukan oleh absorbsi besi dibanding ekskresinya. Jumlah besi yang
diekskresikan perhari kira-kira 1-1,5 mg.5

Faktor yang mempengaruhi defisiensi besi: (1) Pemasukan besi yang kurang, intake
besi yang tidak adekuat, kurangnya bioavaibilitas besi pada makanan. Daging, ikan dan
produk peternakan merupakan sumber besi dalam bentuk heme. Pada orang vegetarian,
sumber besi sangat kurang. Absorbsi dari besi dalam bentuk ion feri dan fero dihambat oleh
teh, kopi, kulit padi, kuning telur, calsium fosfat, EDTA, antasid, kolestiramin, tanah liat dan
tepung kanji. Substansi ini tidak begitu berpengaruh pada besi dalam bentuk heme. Dan
ditingkatkan oleh asam askorbat. Bioavaibilitas besi dalam bentuk heme lebih tinggi daripada
nonheme. Absorbsi besi pada bayam meningkat bila di konsumsi bersama daging. (2)
Penurunan absorbsi besi, penyebab malabsorbsi besi antara lain diare kronik, sindroma
malabsorbsi, alergi susu, gastrektomi total atau parsial, dan defek genetik pada besi.
Achlorhydria yang lama dapat menyebabkan defisiensi besi, karena kondisi yang asam
diperlukan untuk melepaskan ion feri dari makanan sehingga dapat bergabung dengan
substansi lain seperti asam amino, gula dan amida agar mudah larut dan dapat diabsorbsi
dalam kondisi alkali di duodenum. (3) Kebutuhan besi yang meningkat, sebagian besar pada
bayi prematur, masa pertumbuhan pada bayi dan remaja. (4) Kehilangan darah yang lama,
pada perdarahan gastrointestinal, perdarahan feto-maternal merupakan penyebab utama
anemia pada bayi baru lahir. Dari 50% kehamilan, 8% terlihat nyata (0,5-40cc fetal blood
loss) dan 1% perdarahan hebat (>100cc fetal blood loss) (5) Punksi vena yang berulang,
hemodialisis.6

Gejala klinis pada anemia defisiensi besi antara lain gangguan fungsi/ struktur jaringan
epitel seperti kulit kering, rambut kering & rapuh, atrofi papil lidah, glositis, stomatitis
angularis, kuku mudah patah & mungkin berbentuk seperti sendok (koilonychia).6

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan LED ↑, Hb dan Ht ↓. Pada sediaan hapus


darah tepi eritrosit menjadi mikrositik hipokrom (MCV ↓, MCH & MCHC ↓), anisositosis,
poikilositosis, terdapat sel pensil. Hitung leukosit normal/ menurun, hitung trombosit normal/
meningkat, hitung retikulosit normal/ menurun, Fe serum ↓, TIBC ↑, feritin serum ↓, saturasi
transferin ↓. Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan sumsum yang hiperseluler,
eritropoiesis hiperaktif, dan terdapat banyak metarubrisit.5,6

5
Anemia pada penyakit kronik adalah gangguan pada pembentukan sel darah merah
menyertai penyakit kronik mungkin merupakan penyebab tersering anemia di antara pasien
rawat-inap. Keadaan ini disebabkan oleh penrurunan proliferasi eritroid dan gangguan
pemakaian besi sehingga menyerupai defisiensi besi. Pada kasus; (1) infeksi mikroba kronik,
misalnya osteomyelitis, endokarditis bakterialis, dan abses paru; (2) penyakit imun kronik,
misalnya arthritis reumatoid dan enteritis regional; (3) neoplasma, misalnya limfoma Hodgkin
dan karsinoma paru dan payudara.6

Gejala klinik yang didapat, penurunan besi serum dan penurunan kapasitas total
pengikat besi disertai cadangan besi yang melimpah di sel fagositik mononukleus,
eritropoietin rendah, hiposeluler, anemia ringan dan gejala dominannya sesuai dengan gejala
penyakit yang mendasarinya. Bentuk sel darah merah bisa normositik normokrom atau
mikrositik hipokrom.6

Etiologi

Talasemia ini terjadi karena beberapa sebab antara lain: (1) Kongenital; Sindrom
Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali
jari, kelainan ginjal, dan sebagainya. (2) Didapat; bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa
timbal dan emas. Obat-obatan: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika. Radiasi: sinar rontgen, radioaktif. Faktor
individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain. Infeksi: tuberculosis milier,
hepatitis, EBV. Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin, idiopatik.5,6

Berdasarkan penyebab dari terjadinya talasemia, talasemia dibagi menjadi 2 tipe.

talasemia tipe ⍺ dan talasemia tipe ß. Talasemia ⍺ disebabkan oleh delesi gen atau terhapus

karena kecelakaan genetik, yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada
talasemia ß karena adanya mutasi gen.5

Delesi gen ⍺-globin menyebabkan sebagian besar kelainan tersebut. Terdapat empat

gen ⍺-globin pada individu normal, dan empat bentuk talasemia ⍺ yang berbeda telah

diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, atau semua empat gen. Delesi gen globin

tunggal menghasilkan pengidap tenang fenortipe talasemia ⍺ (silent carrier). Biasanya tidak

ada abnormalitas hematologi yang nyata, kecuali mikrositosis ringan. Individu yang

6
kekurangan dua gen ⍺-globin memperlihatkan gambaran eritrosit anemia mikrositik ringan.

Delesi tiga dari empat gen ⍺-globin terkait dengan sindrom mirip talasemia intermedia,

penyakit HbH. Anemia mikrositik pada keadaan ini disertai dengan morfologi eritrosit yang
abnormal, dengan inklusi nyata intraseluler tampak dalam eritrosit setelah pengecatan
supravital. HbH sangat tidak stabil, mudah diidentifikasi dengan elektroforesis, tetapi jika
tidak diambil perhatian khusus untuk mencegah presipitasi selama pengerjaan sampel,

mungkin tidak dapat dideteksi. Bentuk talasemia ⍺ yang paling berat, disebabkan delesi semua

gen ⍺-globin, disertai dengan tidak ada sintesis rantai ⍺ sama sekali. Karena HbF, HbA, HbA2

semua mengandung rantai ⍺. Maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.7

Sedangkan pada Sindrom talasemia ß+ biasanya adanya deformitas skelet dan


hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan
sampai 6-8 g/dl tanpa transfusi. Bagaimanapun, mereka dapat berkembang menderita
hemosiderosis hebat, disebabkan karena absorbsi besi gastrointestinal yang sangat
meningkat.7

Kebanyakan bentuk talasemia ß heterozigot terkait dengan anemia ringan. Kadar Hb


khas sekitar 2-3 g/dL lebih rendah daripada normal menurut umur. Eritrositnya mikrositik
hipokrom dengan poikilositosis, ovalositosis, dan sering bitik-bintik basofil. Sel target
mungkin juga ada tetapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk talasemia. MCV
rendah, kira-kira 65fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). penurunan ringan pada ketahanan
hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi
serum normal atau meningkat.7

Epidemiologi

Distribusi utama talasemia ⍺ meliputi daerah-daerah perbatasan laut Mediterania,

sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub benua India, dan sebagian besar Asia. Dari 3-8%
orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0.5% dari kulit hitam Amerika membawa
gen untuk talasemia. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi
mempunyai satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana talasemia merupakan
prevalen yang sangat paralel dengan daerah dimana plasmodium falciparum dulu merupakan
endemik. Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen talasemia

7
agak menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong ketahanan hidup pada
daerah endemik.7

Talasemia mayor bermanifestasi dalam 6-9 bulan setelah lahir karena sintesis
hemoglobin bergeser dari HbF ke HbA. Talasemia minor lebih sering ditemukan daripada
talasemia mayor.5

Patofisiologi

Hemogloblin dewasa (HbA) adalah suatu tetramer yang terdiri dari dua rantai ⍺ dan

dua rantai ß yang dikode oleh sepasang gen ⍺-globin di kromosom 16 dan satu rantai ß-globin

di kromosom 11. Sindrom talasemia ß dikalsifikasikan dalam dua kategori, yaitu (1)
talasemia ß0, yang disebabkan oleh ketiadaan total rantai ß-globin dalam keadaan homozigot,
dan (2) talasemia ß+, yang ditandai oleh penurunan sintesis rantai ß-globin (tetapi masih dapat
dideteksi) dalam keadaan homozigot. Pemeriksaan sekuens gen talasemia ini telah banyak
dilakukan, dan didapatkan hasil bahwa terjadi mutasi pada gen-gennya.5

Mutasi yang terjadi diantaranya; (1) mutasi regio promotor, mutasi titik di sekuens
promotor mencegah RNA polimerase berikatan secara normal, mengurangi transkripsi sebesar
75% sampai 80%. Sebagian rantai ß-globin masih disintesis sehingga terjadi talasemia ß+. (2)
mutasi penghenti rantai (chain terminator mutations), terdapat dua tipe mutasi ayng
menyebabkan penghentian prematur translasi mRNA. Salah satunya menciptakan sebuah
kodon stop baru dalam suatu ekson; yang kedua berupa insersi atau delesi kecil yang
menggeser reading frames RNA dan memasukkan kodon-kodon stop di hilir yang
menyebabkan sintesis protein terhenti. Pada kedua kasus, sintesis ß-globin fungsional
dihambat oleh penghentian rantai secara prematur sehingga terjadi talasemia ß0. (3) Splicing
mutation (mutasi penggabungan), mutasi yang menyebabkan penyimpangan pengggabungan.
Sebagian mutasi ini mengubah taut penggabungan normal sehingga sama sekali tidak terjadi
penggabungan normal, dan akan terjadi talasemia ß0.5

Gangguan sintesis ß-globin menyebabkan anemia melalui dua mekanisme. Defisit


dalam sintesis HbA menghasilakn sel darah merah yang “kurang terhemoglobinisasi”,
hipokromik, dan mikrositik dengan kemampuan mengangkut oksigen yang kurang. Faktor
yang lebih penting adalah berkurangnya usia sel darah merah dan prekursornya akibat tidak

seimbangnya sintesis ⍺-globin dan ß-globin. Rantai ⍺-globin bebas mengendap di dalam

8
normoblas, dan membentuk badan inklusi tidak larut. Badan- badan inklusi ini menyebabkan
berbagai efek merugikan, tetapi kerusakan membran sel adalah kausa utama sebagian besar
patologi sel darah merah. Banyak normoblas yang sedang terbentuk disumsum tulang
kemudian mati akibat kelainan membran ini.5

Pada talasemia ß yang parah, anemia berat akibat eritropoiesis yang tidak efektif dan
hemolisis menimbulkan beberapa masalah lain. Sekresi eritropoietin pada keadaan anemia
berat tidak terkompensasi dapat menyebabkan hiperplasia eritroid masif disumsum tulang dan
tempat-tempat hematopoiesis ekstramedular. Massa sumsum tulang eritropoietik yang
bertambah kemudian menginvasi korteks tulang, mengganggu pertumbuhan tulang, dan
menimbulkan kelainan tulang.5

Gejala Klinik

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital.
Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi
pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku,
telapak tangan, dan membran mukosa mulut sertra konjungtiva merupakan indikator yang
lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak berwarna merah muda, hemoglobin
biasanya kurang dari 8 gram/dL.6

Takikardia dan bising jantung mencerminkan beban kerja dan curah jantung
meningkat. Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung yang
anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dispnoe, nafas
pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan, dan tinitus dapat mencerminkan
berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf pusat.6

Anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti
pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MHC dan MCHC). Keadaan
ini umumnya mencerminkan insufisiensi senitesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada
anemia defesiensi besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan
sintesis globin, seperti pada talasemia. Talasemia menyangkut ketidaksesuaian jumlah rantai

9
alfa dan beta yang disintesis, dengan demikian tidak dapat terbentuk molekul hemoglobin
tetramer normal.6

Hipersplenisme dapat juga menyebabkan hemolisis akibat peningkatan nyata SDM


yang terperangkap dan hancur. Karena limpa yang membesar mengisolasi semua jenis sel
darah, seorang pasien dengan hipersplenia akan meperlihatkan adanya pansitopenia dan
sumsum tulang yang normal atau hiperseluler.6

Pada talasemia ⍺ tipe hidrops fetalis, merupakan bentuk paling parah yang disebabkan

oleh delesi keempat gen ⍺-globin. Pada janin, rantai Ɣ-globin yang berlebihan kemudian

membentuk tetramer (Hb Bart) dengan afinitas yang sedemikian tinggi terhadap oksigen
sehingga hemoglobin ini hampir sama sekali tidak menyalurkan oksigen ke jaringan.
Kelangsungan hidup janin sangat kecil dan hipoksia jaringan sering menyebab kematian pada
janin pada trisemester ketiga kehamilan. Keadaan ini sering terjadi kematian janin intrauterus,
dengan trasfusi intrauterus bayi dalam kandungan dapat diselamatkan. Tetapi kualitas
hidupnya sangat jelek, dengan kulit yang sangat pucat, edema generalisata, dan
hepatosplenomegali masif.5

Talasemia ß dapat dibagi dalam beberapa tingkatan dibidang klinis sesuai dengan
gejala klinik yang didapat, yaitu: (1) pada talasemia mayor biasanya didapat gejala-gejala
klinik sebagai berikut: muka mongoloid, pertumbuhan badan yang kurang sempurna,
pembesaran hati dan atau limfa, perubahan-perubahan pada tulang, anemia hipokrom,
kelainan morfologi eritrosit disertai dengan kelainan resistensi osmotik eritrosit. (2) Pada
talasemia minor, intermedia dan minima sesuai dengan arti kata dapat diperoleh variasi dari
beratnya dan jenis gejala klinik. Pada trait umumnya tidak dijumpai klinis yang khas.
Adakalanya dijumpai kelainan morfologi eritrosit dan perubahan pada resistensi osmotik
eritrosit.8

Penatalaksanaan

Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10 g/dL.


Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata, memungkinkan
aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik
progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan tulang osteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kgBB PRC biasanya

10
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan
mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar (kurang dari satu
minggu dalam antikoagulan CPD). Walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam
akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang
direkonsistusi dari darah beku dan penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian
antipiretik sebelum transfusi.7

Hemosiderosis adalah akibat terapi tranfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari
karena setiuap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat
diekskresikan secara fisiologis. Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut
berperan dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan
dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelesi besi, deferoksamin, yang membentuk
kompleks besi yang dapat diekskresikan dalam urin. Kadar deferoksamin yang dipertahankan
tinggi adalah perlu untuk ekskresi besi yang memadai. Obat ini diberikan dalam subkutan
dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portable kecil, 5 atau 6 malam/ minggu.
Penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar ferritin serum kurang dari
1000 ug/ml, yang benar-benar dibawah nilai toksik. Obat pengkhelasi besi peroral yang
efektif, deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena
kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas.7

Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang disebabkan oleh eritropoesis


ekstramedular. Namun, splenektomi akhirnya diperlukan karena ukuran tersebut atau karena
hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah, dan oleh
karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda selama
mungkin. Indikiasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan tranfusi,
yang menunjukkan hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/ tahun
biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, influenza tipe B,
pneumokokus dan terapi profilaksis penisilin juga dianjurkan.7

Penanganan kuratifnya dengan cara transplantasi sumsum tulang penderita ini dan
telah terbukti keberhasilan yang meningkat. Meskipun pada penderita yang telah menerima
transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan
mortalitas dan biasanya hanya dapat digunakan untuk penderirta yang mempunyai saudara
kandung yang sehat yang histokompatibel.7

11
Komplikasi

Pada talasemia mayor komplikasi lebih sering didapatkan dari talasemia intermedia.
Komplikasi neoromuskular tidak jarang terjadi. Biasanya pasien terlambat berjalan. Sindrom
neuropati juga mungkin terjadi dengan kelemahan otot-otot proksimal, terutama ekstermitas
bawah akibat iskemia serebral dapat timbul episode kelainan neurologic fokal ringan,
gangguan pendengaran mungkin pula terjadi seperti pada kebanyakan anemia hemolitik.
Hepatitis pasca transfusi bisa dijumpai terutama bila darah transfusi atau komponennya tidak
diperiksa terlebih dahulu terhadap adanya keadaan patogen.9

Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatitis, diabetes melitus dan
penyakit jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis karena penigkatan
endapan melanin dikatalisasi oleh endapan besi yang meningkat. Pembesaran limpa
mengakibatkan hipersplenisme dan dapat menyebabkan trombositopenia dan perdarahan.9

Prognosis

Prognosis tergantung tipe talassemia yang menyerang penderita. Tanpa terapi


penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur 2-6 tahun, dan selama
hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat mencapai
dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan
dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa meskipun
kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat.6

Pencegahan & Edukasi

Tidak ada pengobatan definitif yang tersedia dengan luas untuk talasemia, penekanan
utama telah ditempatkan pada penapisan populasi yang berisiko agar dapat diberikan
konseling genetik. Ada beberapa cara yaitu hindari menikah dengan orang yang memiliki
riwayat talasemia dan skrining sebelum menikah dan ketika memiliki anak. Penapisan
pembawa sifat talasemia- lebih berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel
darah merah.6

Di Indonesia program pencegahan talasemia  mayor telah dikaji oleh Departemen


Kesehatan melalui program "Health Technology Assesment" (HTA), di mana beberapa butir

12
rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan dalam program prevensi talasemia, termasuk
teknik dan metoda uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan, psikososial, dan agama.6

Kesimpulan

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat,
akan didapatkan hasil yang mengarahkan pada satu hasil yang kuat kearah suatu penyakit
tertentu, pada kasus ini belum didapatkan hasil-hasilnya, tapi dapat dipastikan dari gejala
klinis, dan epidemiologi yang ada disimpulkan pasien menderita talasemia, yang masih belum
bisa diketahui jenisnya. Karena itu, akan disarankan pada pasien untuk melakukan
pemeriksaan elektroforesis Hb supaya dapat diketahui dengan jelas jenis talasemia yang
diderita pasien dan cara menanganinya dengan tepat.

Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3 revisi. Jakarta: EGC; 2009. h. 397
2. Mochtar I. Dokter juga manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009. h. 61–2
3. Harmening DM. Clinical hematology and fundamentals of hemostasis. Edisi 5.
Philadelphia:FA Davis Company;2009. Hal. 265-6
4. Goldman L, Schafer AI. Goldman’s cecil medicine. Edisi 24. USA:Elsevier;2012.
Hal. 274
5. Robbins, Cotran. Dasar patologi penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2010. h. 650-65
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Vol 1. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 256-61
7. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 2. Edisi ke-
15. Jakarta: EGC; 2012. h. 1708-12.
8. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Edisi 2.
Tangerang: Karisma Publishing; 2008.h.101-7
9. Mentzer WC. Buku ajar pediatrik Rudolf. Vol 2. Edisi ke- 20. Jakarta: EGC; 2006. h.
1331-34

13

Anda mungkin juga menyukai