Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS ROI

TRANSFUSION-RELATED ACUTE LUNG INJURY (TRALI)

Oleh:

Mara Imam Taufiq Siregar


NIM 011618066315

Pembimbing:

Prananda Surya Airlangga, dr., M.Kes., SpAn., KIC

PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................. 2
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 5
2.1 Definisi TRALI.................................................................................................... 5
2.1.1 Harmonisasi definisi TRALI dengan definisi ARDS Berlin............................. 8
2.1.2 Faktor resiko TRALI......................................................................................... 10
2.1.2.1 Recipient-related risk factors......................................................................... 10
2.1.2.2 Transfusion-related risk factors..................................................................... 11
2.2 Epidemiologi........................................................................................................ 11
2.3 Patogenesis........................................................................................................... 12
2.3.1 Two-hit.............................................................................................................. 12
2.3.2 Threshold model................................................................................................ 13
2.4 Klinis dan diagnosis............................................................................................. 13
2.5 Pengobatan........................................................................................................... 15
2.6 Prognosis dan pencegahan................................................................................... 15
BAB 3. KESIMPULAN............................................................................................. 18
BAB 4. LAPORAN KASUS...................................................................................... 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah transfusion-related acute lung injury (TRALI) pertama kali dikenalkan oleh

Popovsky et al. pada tahun 1983 untuk merujuk pada edema paru nonkardiogenik yang

merupakan komplikasi terapi transfusi. Sindrom ini sebelumnya disebut sebagai reaksi

hipersensitivitas paru, edema paru alergi, edema paru nonkardiogenik, dan pulmonary

leukoagglutinin reaction.

Barnard pada tahun 1951 melaporkan kasus pertama edema paru yang menyertai

terapi transfusi. Pada tahun 1957, Brittingham pada eksperimennya pertama kali

menjelaskan patogenesis TRALI. Dia mentransfusikan leukoagglutinin kepada seorang

sukarelawan yang menyebabkan munculnya infiltrat paru bilateral. Kemudian

merangkum fitur klinis TRALI serta menyoroti mekanisme potensial yang dapat memicu

acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS).

Reaksi transfusi terjadi setelah transfusi produk darah (seperti whole blood, fresh

frozen plasma (FFP), trombosit, cryoprecipitate, granulocytes, intravenous immune

globulin, allogenic and autologous stem cells, and packed red blood cells (PRC). TRALI

adalah sindrom klinis di mana dijumpai edema paru nonkardiogenik akut yang

berhubungan dengan hipoksia yang terjadi selama atau setelah transfusi. TRALI

merupakan penyebab utama kematian akibat transfusi yang didokumentasikan oleh

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) (Cho et al., 2019).

Transfusion-related acute lung injury tidak hanya didiagnosis secara klinis tetapi

biasanya dikonfirmasi dengan temuan radiografi. Kriteria diagnostik untuk TRALI adalah

3
jika gejala berkembang selama atau dalam 6 jam setelah transfusi tanpa faktor risiko

acute lung injury seperti sepsis dari pneumonia, aspirasi, dan syok. Gejala fisik termasuk

demam, hipotensi, dan takikardia. Temuan klinis termasuk infiltrat bilateral eksudatif

pada foto thoraks, tidak ada bukti kelebihan pembuluh darah paru, dan hipoksemia SpO2

≤ 90% pada udara bebas dengan rasio tekanan parsial oksigen ke konsentrasi oksigen

inspirasi fraksional kurang dari 300 mmHg. Kemungkinan TRALI adalah bila ada faktor

risiko lain untuk cedera paru akut. Delayed TRALI adalah ketika transfusi selesai setelah

6 sampai 72 jam, dan ini dikaitkan dengan kematian yang lebih tinggi. Transfusi-related

circulatory overload (TACO) perlu dikesampingkan karena bisa jadi diagnosis banding

karena kesamaan gambaran edema paru, tetapi hal ini akibat kelebihan volume (Cho et

al., 2019).

Saat ini, Food and Drug Administration (FDA) USA menobatkan TRALI sebagai

penyebab utama kematian terkait transfusi. Pengetahuan tentang patogenesis TRALI

telah menghasilkan desain dalam upaya pencegahan TRALI oleh Bank Darah. Terobosan

besar dalam upaya menurunkan angka kejadian TRALI adalah dengan mengeksklusi

donor wanita, karena produk darah wanita mengandung volume plasma yang tinggi..

Patogenesis TRALI dikaitkan dengan infus antibodi donor ke penerima, akan tetapi

TRALI dengan antibodi yang negatif juga ada dilaporkan. Perubahan dalam praktik

transfusi, terutama penggunaan plasma khusus pria, telah menurunkan jumlah kasus dan

kematian yang dimediasi antibodi. Hal ini juga berakibat positif berupa penurunan kira-

kira 2/3 insiden TRALI. Neutrofil tampaknya menjadi sel efektor pada insidensi TRALI

berupa sitotoksisitas sel endotel yang mengakibatkan kebocoran kapiler dan ALI (Kim

dan Na. 2015; Cho et al., 2019).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi TRALI

Pada Canadian Consensus Conference (CCC) tahun 2004 mendefinisikan

TRALI, berdasarkan parameter klinis dan radiologis, sebagai acute lung injury (ALI) /

acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang baru berkembang dalam waktu 6 jam

setelah transfusi produk darah (tabel 2.1 dan gambar 2.1). Jendela waktu 6 jam dipilih

berdasarkan pendapat dari panel ahli. TRALI didefinisikan tanpa faktor risiko ALI

lainnya. Karena karakteristik TRALI sulit dibedakan dari ALI akibat penyebab lain,

maka harus disingkirkan kemungkinan adanya faktor resiko ALI lainnya. TRALI

termasuk kasus ALI yang berkembang dalam 6 jam setelah transfusi, akan tetapi

transfusi merupakan faktor risiko ALI selama 6-72 jam berikutnya. Jadi, delayed TRALI

termasuk TRALI yang onsetnya tertunda setelah transfusi (Kim dan Na. 2015; Vlaar et

al., 2019).

Tabel 2.1 Definisi TRALI berdasarkan konsensus 2004 (Vlaar et al., 2019).

Definisi CCC tahun 2004 memperkenalkan istilah pTRALI untuk pasien yang

memenuhi kriteria klinis TRALI dengan adanya faktor risiko ARDS. Penggunaan kata

5
"possible" dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tidak jelas apakah faktor risiko

ARDS atau transfusi yang menyebabkan ALI (Tabel 1). Studi klinis dan pra-klinis telah

menunjukkan bahwa inflamasi " first hit" hampir selalu ada sebelum onset TRALI, dan

beberapa studi klinis telah mengidentifikasi faktor risiko ARDS yang mungkin juga

faktor risiko TRALI. Pada CCC tahun 2019, analisis data diatas mengarahkan panel

untuk merekomendasikan penghapusan terminologi pTRALI dan menggunakan kriteria

klinis dan penilaian klinis untuk mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai penderita

TRALI atau ARDS. Selanjutnya CCC 2019 mengusulkan agar TRALI lebih lanjut

disubklasifikasi menjadi dua kategori: TRALI Tipe I (tanpa faktor risiko ARDS) dan

TRALI Tipe II (dengan faktor risiko ARDS atau dengan ARDS ringan yang ada (Tabel 2

dan 3) (Vlaar et al., 2019).

Gambar 2.1 Kriteria CCC yang direkomendasikan untuk diagnosis TRALI (Voelker dan
Spieth. 2019).
Keterangan: ARDS, acute respiratory distress syndrome; PaO2, partial pressure arterial oxygen; FiO2,
fraction of inspired oxygen; TRALI, transfusion-related acute lung injury

6
Tabel 2.2 Definisi TRALI berdasarkan CCC 2019 (Vlaar et al., 2019).

Tabel 2.3 Klasifikasi edema paru tidak memenuhi kriteria TRALI (Vlaar et al., 2019).

Untuk kasus yang diklasifikasikan sebagai TRALI Tipe II, kasus tersebut harus

memenuhi tiga syarat: 1) memenuhi kriteria klinis yang sama dengan TRALI Tipe I (lihat

Tabel 2, TRALI Tipe I, Bagian a); 2) timbulnya edema paru pasca-transfusi terjadi

7
dengan adanya faktor risiko ARDS atau ARDS ringan; dan 3) telah ada status paru yang

stabil (misalnya, berdasarkan rasio PaO2 / FiO2 [P/F ratio]) dalam 12 jam sebelum

transfusi. Kasus yang memenuhi dua kriteria pertama tetapi tidak memenuhi kriteria

ketiga harus diklasifikasikan sebagai ARDS kecuali kasus tidak memiliki dokumentasi

bahwa P/F ratio kurang dari 300. Dalam keadaan terakhir ini, kasus harus

diklasifikasikan sebagai dispnea terkait transfusi atau transfusion associated dyspnea

(TAD ) (Vlaar et al., 2019).

2.1.1 Harmonisasi definisi TRALI dengan definisi ARDS Berlin

Para ahli kedokteran paru pada tahun 2012 memperbaharui definisi untuk diagnosis

ALI atau ARDS yang dikeluarkan oleh American European Consensus Criteria (AECC)

ke-18 tahun 1994 di Berlin. Dalam definisi yang diperbarui ini (yaitu, definisi Berlin),

istilah ALI dihilangkan dan diganti dengan ARDS ringan. Namun demikian, karena

terminologi TRALI tertanam dalam terapi transfusi dan sistem hemovigilans di seluruh

dunia, CCC tahun 2019 mengusulkan untuk mempertahankan istilah TRALI dan tidak

mengubahnya menjadi transfusion-related ARDS (TR-ARDS). Definisi baru CCC tahun

2019 selaras dengan sebagian besar kriteria Berlin. Pertama, terdapat sedikit perubahan

daftar faktor risiko ARDS tahun 2004 menjadi lebih paralel dengan definisi Berlin

dengan beberapa penyimpangan kecil (Tabel 2.4), berdasarkan premis bahwa daftar

Berlin telah diperiksa dan disetujui oleh banyak ahli ARDS, tetapi tidak

mempertimbangkan sepenuhnya pengaturan transfusi. Secara khusus, sesuai dengan CCC

2004, CCC 2019 setuju bahwa transfusi multipel atau masif tidak mengeksklusi TRALI

Tipe I. namun, jika pasien dengan transfusi multipel memiliki faktor risiko ARDS, kasus

tersebut akan dievaluasi lebih lanjut dan kemudian diklasifikasikan sebagai TRALI Tipe

8
II, ARDS, atau TAD. Kedua, sejalan dengan definisi Berlin, CCC 2019 merevisi kriteria

diagnostik untuk edema paru bilateral dan left atrial hypertension (LAH) dengan

memasukkan penggunaan modalitas pencitraan diagnostik tambahan seperti CT scan

dada atau USG paru (Tabel 2.2) (Vlaar et al., 2019).

Mengingat penurunan penggunaan kateter arteri pulmonalis, kriteria pulmonary

artery wedge pressure telah dihapus dari kriteria LAH. Juga, karena edema paru

hidrostatik dalam bentuk gagal jantung atau kelebihan cairan dapat terjadi bersamaan

dengan ARDS, definisi TRALI yang baru mengakui bahwa meskipun mungkin terdapat

LAH, kasus masih dapat diklasifikasikan sebagai TRALI. Ini membutuhkan penentuan

apakah penyebab utama gangguan respirasi adalah edema paru inflamasi (misalnya,

TRALI atau ARDS), atau edema paru hidrostatik (misalnya, CHF atau TACO). Jika

memang terjadi, maka kriteria objektif seperti ekokardiografi dan/atau pengukuran

invasif seperti pulmonary artery wedge pressure harus digunakan. Namun, penilaian

klinis mungkin juga diperlukan. Dalam beberapa kasus, biomarker (brain natriuretic

peptide [BNP] atau NT-proBNP) pada permulaan gejala paru mungkin berguna: ketika

rendah (BNP <300 pg / mL atau NT-proBNP < 2000 pg / mL). karena vasokonstriksi

akibat hipoksia, NT-proBNP hanya mungkin berguna pada populasi kasus dengan gejala

paru ringan. CCC 2019 menetapkan bahwa kriteria Berlin dalam hal penggunaan positive

end-expiratory pressure (PEEP) pada diagnosis ARDS dengan support ventilator

(misalnya, PEEP 5 cmH2O), tidak berlaku untuk mendiagnosis TRALI. PEEP pada

Kriteria Berlin terutama digunakan untuk menghilangkan atelektasis pada kasus ARDS

dengan P/F ratio yang berkurang. Penerapan PEEP sebagian besar dilakukan dalam

setting perawatan intensif (Vlaar et al., 2019).

9
Tabel 2.4 Faktor resiko ARDS berdasarkan definisi Berlin (Vlaar et al., 2019).

2.1.2 Faktor resiko TRALI

Faktor resiko spesifik untuk TRALI dapat dibagi secara konseptual menjadi faktor

risiko terkait penerima (recipient-related risk factors) dan faktor risiko terkait transfusi

(transfusion-related risk factors) (Menis et al., 2014; Kim dan Na, 2015).

2.1.2.1 Recipient-related risk factors

Banyak komorbiditas yang dianggap sebagai faktor risiko TRALI, termasuk usia

lanjut, sakit kritis, penyakit hati stadium akhir, coronary artery bypass graft, keganasan

hematologi, transfusi masif, ventilasi mekanis, sepsis, dan alkoholik berat. Sakit kritis

merupakan salah satu resiko tertinggi terjadinya TRALI. Sebuah studi metaanalisis

berdasarkan database 11 juta pasien lanjut usia di Amerika Serikat mengungkapkan

10
bahwa tingkat kejadian TRALI tinggi pada pasien lanjut usia yang menerima transfusi,

termasuk trombosit atau plasma. Insiden TRALI meningkat seiring dengan peningkatan

jumlah unit yang ditransfusikan. Sebuah tinjauan juga mengidentifikasi bahwa wanita tua

Kaukasia berusia 65-79 tahun dengan riwayat fibrosis paru pasca inflamasi 6 bulan dan

penggunaan tembakau memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan TRALI

(Menis et al., 2014; Kim dan Na, 2015).

2.1.2.2 Transfusion-related risk factors

Imunoglobulin dan preparat stem cell juga berhubungan dengan TRALI. Sebuah

studi case-control mengunakan 89 pasien dengan TRALI dan 164 kontrol. Studi tersebut

mengungkapkan bahwa rasio odds (OR) TRALI yang lebih tinggi dikaitkan dengan

plasma dari donor perempuan [OR 4.5; CI 95% (1.85-11.2)] dan transfusi masif [OR 4.5;

CI 95% (2.4–8.4)]. Produk darah dengan volume plasma yang tinggi (konsentrat

trombosit, whole blood, dan FFP) juga terkait dengan kejadian TRALI yang lebih tinggi.

Anti-human

neutrophil antigen antibody juga terkait dengan kejadian TRALI [18]. Sebaliknya, anti-

human leukocyte antigen (HLA) class II atau anti-HLA class I antibodies tidak terkait

dengan TRALI. Usia produk darah juga meningkatkan risiko TRALI. Penyimpanan sel

darah merah (RBC) menghasilkan sejumlah perubahan morfologi dan biokimia yang

dikenal sebagai RBC storage lesions (Menis et al., 2014; Kim dan Na, 2015).

2.2 Epidemiologi

Transfusion-related acute lung injury terjadi hingga 15% dari pasien yang mendapat

transfusikan. Laporan lain memperkirakan kejadian TRALI sekitar 0,1% dari pasien

dengan transfusi. Banyak kejadian TRALI tidak diketahui atau terdiagnosa, hal ini

11
terutama diperkirakan akibat kemampuan pengenalan/diagnosis TRALI yang buruk.

Beberapa penelitian telah melaporkan kisaran kejadian 1 dari 7.900 transfusi fresh frozen

plasma (FFP) hingga 1 dari 432 unit whole blood. Selain itu, kejadian TRALI tergantung

pada populasi pasien, dan insiden TRALI yang lebih tinggi diamati terjadi pada pasien

yang sakit kritis. Perkiraan historis untuk kematian terkait TRALI berkisar antara 5

sampai 8% (Menis et al., 2014; Kim dan Na, 2015).

2.3 Patogenesis

2.3.1 Two-hit mode

Hipotesis two-hit telah diusulkan untuk mengembangkan TRALI. First-hit

melibatkan sekuestrasi neutrofil dan priming di endotel paru, yang mendahului transfusi.

Sel endotel dianggap bertanggung jawab atas sekuestrasi neutrofil. Second-hit disebabkan

oleh aktivasi endotelium dan neutrofil oleh mediator dalam darah yang ditransfusikan,

yang mengakibatkan kebocoran kapiler dan edema paru. Second-hit berbeda pada

antibody-mediated TRALI dan non-antibody-mediated TRALI. Non-antibody-mediated

TRALI disebabkan oleh akumulasi mediator proinflamasi selama penyimpanan produk

darah dan mungkin oleh penuaan sel darah merah dan trombosit, sedangkan antibody-

mediated TRALI (immune TRALI) disebabkan oleh transfusi pasif HLA atau human

neutrophil antigen (HNA) dan antibodi yang sesuai dari donor yang diarahkan terhadap

antigen penerima. Donor anti-leukocyte antibodies berinteraksi dengan neutrofil,

monosit, dan / atau endotel paru penerima. Lipid bioaktif dan faktor lain dalam darah

yang ditransfusikan bertindak sebagai pengubah respons biologis pada pasien dengan

Non-antibody-mediated TRALI. Proporsi mediasi antibodi vs non-antibodi kasus TRALI

12
masih belum jelas. Tinjauan sistemik menunjukkan bahwa 86% kasus TRALI dikaitkan

dengan antibodi leukosit (Kim dan Na, 2015; Voelker dan Spieth. 2019).

2.3.2 Threshold model

Hipotesis two-hit menjelaskan terjadinya TRALI pada pasien berisiko tinggi. Namun,

hipotesis ini tidak sesuai dengan TRALI yang berkembang pada penerima yang sehat,

threshold model telah diusulkan untuk menjelaskan kasus-kasus ini. Model ini secara

umum setuju bahwa dibutuhkan two-hit untuk berkembang menjadi TRALI. Namun,

threshold model menjelaskan bahwa TRALI dapat terjadi ketika klik kedua begitu kuat

sehingga peristiwa priming awal tidak diperlukan. Dengan kata lain, jumlah antibodi

yang besar (second-hit) dapat menyebabkan TRALI pada penerima yang tidak memiliki

predisposisi sebelumnya, seperti pada individu yang sehat (Kim dan Na, 2015; Voelker

dan Spieth. 2019).

2.4 Tampilan klinis dan diagnosis

TRALI timbul sebagai kesulitan bernafas mendadak selama atau segera setelah

transfusi. Hipoksemia dan inflasi paru terdeteksi melalui rontgen dada pada hampir

semua pasien dengan TRALI, dan setengah dari pasien menunjukkan sputum berbusa

berwarna merah muda. Takipnea, takikardia, dan peningkatan tekanan saluran napas

sering diamati. Demam, hipotensi, dan sianosis terjadi pada kurang dari sepertiga pasien

TRALI (Kim dan Na, 2015; Voelker dan Spieth. 2019).

Menkonfirmasi terjadinya hipoksemia, melakukan rontgen dada, dan mengevaluasi

tanda-tanda vital diperlukan untuk mendiagnosis TRALI. Tidak ada tes laboratorium

yang spesifik untuk mendiagnosis TRALI. Perubahan terbesar adalah penurunan

sementara jumlah neutrofil perifer (mungkin karena sekuestrasi neutrofil di pembuluh

13
darah paru). Leukopenia terjadi pada 35% transfusi pasien yang lebih aman dengan

produk darah yang mengandung antibodi (Kim dan Na, 2015; Voelker dan Spieth. 2019).

TRALI harus dibedakan dari edema paru karena penyebab lain. Reaksi transfusi

hemolitik dan septik serupa dengan TRALI. Anafilaksis dapat menyebabkan insufisiensi

pernapasan yang mirip dengan TRALI, tetapi tanda dan gejala jalan napas lebih sering

terjadi pada pasien anafilaksis. ALI / ARDS harus dibedakan dari TRALI pada pasien

dengan faktor risiko ALI / ARDS sebelum transfusi (Kim dan Na, 2015; Voelker dan

Spieth. 2019).

Transfusion-associated circulatory overload (TACO) adalah penyebab lain dari

insufisiensi pernapasan terkait transfusi (tabel 2.5). Gangguan fungsi miokard dan terapi

cairan yang cepat dan agresif merupakan faktor risiko yang disarankan untuk TACO.

TRALI lebih mungkin dikaitkan dengan tanda dan gejala radang, termasuk demam,

hipotensi, dan inflasi paru eksudatif. Sebaliknya, TACO lebih mungkin dikaitkan dengan

temuan disfungsi jantung dan / atau kelebihan beban volume (Kim dan Na, 2015; Voelker

dan Spieth. 2019).

Tabel 2.5 TRALI vs TACO (Kim dan Na, 2015).

14
2.5 Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus pada TRALI. Kortikosteroid telah digunakan untuk

ALI / ARDS, tetapi hasilnya tidak konsisten. Penggunaan rutin kortikosteroid pada

pasien dengan TRALI tidak dianjurkan, meskipun terdapat laporan beberapa kasus yang

berhasil. Transfusi harus dilakukan segera dihentikan jika dicurigai TRALI. Bank darah

harus diberitahu tentang kejadian tersebut untuk memulai evaluasi reaksi transfusi untuk

melindungi korban tak terduga lebih lanjut. Manajemen TRALI sangat mendukung.

Pemberian suplementasi oksigen adalah pendekatan manajemen sentral untuk

hipoksemia. Bukti terbatas tersedia untuk mengelola pasien dengan TRALI menggunakan

ventilasi mekanis, dan logis untuk menerapkan volume tidal yang lebih rendah pada

pasien dengan ARDS dari penyebab lain. Terdapat laporan kasus penggunaan extra

corporeal membrane oxygenation (ECMO) pada pasien dengan TRALI berat (Kim dan

Na, 2015; Voelker dan Spieth. 2019).

2.6 Prognosis dan pencegahan

Kematian akibat TRALI sekitar 5–10%. Kematian pada 90 hari pada kasus TRALI

mencapai 47% pada populasi dengan sakit kritis. Fungsi paru jangka panjang pada

penderita TRALI tampaknya serupa dengan pasien yang tidak pernah mengalami TRALI,

dan tidak ada komplikasi lanjut yang jelas (contohnya fbrosis atau kerusakan struktural

lain pada parenkim paru yang terjadi sebagai akibat dari TRALI). Kondisi klinis pasien

dengan TRALI ditunjukkan oleh resolusi cepat (~ 2 hari) dari hipoksemia (Kim dan Na,

2015; Voelker dan Spieth. 2019).

Kasus-kasus yang diduga TRALI harus segera dilaporkan ke bank darah. Bank darah

harus menyelidiki semua donor terkait untuk mengetahui adanya antibodi anti-HLA dan

15
anti-HNA. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi donor dengan antibodi tersebut dan

mencegah mereka menjadi donor kembali di masa mendatang (Kim dan Na, 2015;

Voelker dan Spieth. 2019).

Selain itu, beberapa strategi manajemen donor darah secara umum digunakan untuk

mengurangi kejadian TRALI. Pertama, kepatuhan terhadap pedoman saat ini untuk

menggunakan komponen darah, terutama untuk plasma, adalah wajib untuk mengurangi

risiko pajanan bagi pasien. Strategi transfusi restriktif telah dikaitkan dengan insiden

TRALI yang lebih rendah dibandingkan dengan strategi transfusi liberal (Kim dan Na,

2015; Voelker dan Spieth. 2019). Clifford et al. (2015) melaporkan bahwa pasien yang

ditransfusikan komponen darah dengan volume yang lebih besar selama perioperatif

memiliki resiko terjadinya TRALI yang lebih besar. Pedoman transfusi yang optimal

harus menyediakan produk darah yang cukup untuk memaksimalkan hasil klinis sambil

menghindari efek samping, seperti TRALI. Namun, tidak ada pedoman baku emas

transfusi untuk semua pasien. Dokter harus mempertimbangkan banyak faktor saat

memutuskan untuk mentransfusi pasien anemia, daripada mendasarkan keputusan hanya

pada tingkat laboratorium yang ditentukan.

Carson et al. (2014) menunjukkan bahwa pendekatan transfusi darah yang liberal

dengan ambang batas konsentrasi hemoglobin 90-100 g / L tidak mempengaruhi

mortalitas pada kelompok pasien usia lanjut risiko tinggi dengan penyakit kardiovaskular

atau faktor risiko yang mendasari, dibandingkan dengan strategi transfusi restriktif

dengan ambang batas konsentrasi hemoglobin 70-80 g / L. Oleh karena itu, keputusan

terakhir untuk melakukan transfusi harus memasukkan kondisi klinis pasien,

komorbiditas, dan keinginan individu pasien. Kedua, donor dengan sedikit kemungkinan

16
alloimmunized to leukocytes harus menerima komponen volume plasma yang tinggi

(misalnya, FFP, plasma, cryo-reduced plasma, apheresis platelets, atau whole blood).

Ketiga, gunakan plasma yang dirawat dengan deterjen pelarut yang dikumpulkan sebagai

alternatif untuk FFP. Keempat, uji antibodi anti-HLA pada donor hamil sebelum

apheresis trombosit atau plasma. Secara khusus, beberapa strategi manajemen termasuk

penangguhan donor wanita multipara digunakan untuk mengurangi kejadian TRALI.

17
BAB 3
KESIMPULAN

TRALI, berdasarkan parameter klinis dan radiologis, sebagai acute lung injury (ALI)

/ acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang baru berkembang dalam waktu 6 jam

setelah transfusi produk darah. Jendela waktu 6 jam dipilih berdasarkan pendapat dari

panel ahli. TRALI didefinisikan tanpa faktor risiko ALI lainnya. Karena karakteristik

TRALI sulit dibedakan dari ALI akibat penyebab lain, maka harus disingkirkan

kemungkinan adanya faktor resiko ALI lainnya. TRALI termasuk kasus ALI yang

berkembang dalam 6 jam setelah transfusi, akan tetapi transfusi merupakan faktor risiko

ALI selama 6-72 jam berikutnya. Jadi, delayed TRALI termasuk TRALI yang onsetnya

tertunda setelah transfusi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Barnard, R.D. 1951. Indiscriminate transfusion: a critique of case reports illustrating


hypersensitivity reactions. N Y State J Med. 51:2399-2402

Brittingham TE. 1957. Immunologic studies on leukocytes. Vox Sang. 2:242–248

Carson, J.L., Sieber F., Cook D.R, Hoover D.R, Noveck H, Chaitman B.R. 2014. Liberal
versus restrictive blood transfusion strategy: 3-year survival and cause of death
results from the FOCUS randomised controlled trial. Lancet [Epub ahead of
print].

Cho, M.S, P. Modi dan S. Sharma. 2019. Transfusion-related Acute Lung Injury
(TRALI). National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library
of Medicine. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507846/. 20 Agustus 2020
(14.00).

Clifford, L., Q. Jia, A, Subramanian, H, Yadav, G.A. Wilson, S.P. Murphy. 2015.
Characterizing the epidemiology of postoperative transfusionrelated acute lung
injury. Anesthesiology. 122: 12-20.

Kim, J dan S. Na. 2015. Transfusion-related acute lung injury; clinical perspectives.
Korean J Anesthesiol. 68(2): 101–105.

Menis, M, S.A. Anderson, R.A. Forshee, S. McKean, C. Johnson dan R.Warnock. 2014.
Transfusion related acute lung injury and potential risk factors among the
inpatient US elderly as recorded in Medicare claims data, during 2007 through
2011. Transfusion. 54: 2182-93.

Popovsky, Abel dan Moore, S.B. 1983. Transfusion-related acute lung injury associated
with passive transfer of antileukocyte antibodies. Am Rev Respir Dis. 128:185–
189

Vlaar, A.P.J, P. Toy, M. Fung, M.R. Looney, N.P. Juffermans, J. Bux, P. Bolton-Maggs,
A.L. Peters, C.C. Silliman, D.J. Kor dan S, Kleinman. 2019. A consensus
redefinition of transfusion-related acute lung injury. Transfusion. 59:2465–2476.

Voelker, M.T dan P. Spieth. 2019. Blood transfusion associated lung injury. Journal of
Thoracic Disease. 11(8):3609-3615.

19

Anda mungkin juga menyukai