Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA PASIEN Tn. R. A DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS


SYNDROME (ARDS)
DI RUANG ICU BRSU TABANAN

Oleh Kelompok II :
1. Cempaka Mertanadi (17091110040)
2. Ni Putu Ari Wijayanti (18101110001)
3. Ni Putu Ayu Dina Febriani (18101110003)
4. Ni Kadek Ayu Pitari Dewi (18101110005)
5. Ni Putu Eka Cintya Dewi (18101110006)
6. Ni Made Marthhesa Dwi Cahyani (18101110007)
7. Ni Made Witari (18101110017)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ADVAITA MEDIKA TABANAN
TAHUN 2021
BAB I
(Pendahuluan)

A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom, kumpulan
observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu keadaan patologis.
Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum ada gold standard untuk
mendiagnosis. ARDS ditandai dengan edema paru non kardiogenik, inflamasi pada
paru, hipoksemia, dan penurunan komplians paru. ARDS adalah kelainan yang
progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis sebagai sesak napas
(dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah menjadi gagal napas.
ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967 oleh Asbaugh dkk yang
memaparkan 12 kasus dengan gejala gawat napas, gagal napas hipoksemik, dan
infiltrat patchy bilateral pada foto toraks pasien dengan rentang usia 11-48 tahun.
Awalnya klinisi menentukan diagnosis ARDS dengan cara:
a. Menentukan apakah kelainan yang dialami pasien akut atau kronis
b. Menentukan adanya faktor risiko atau kondisi medis lain (contoh: sepsis), dan
c. Menjumlahkan poin berdasarkan beratnya disfungsi paru berdasarkan derajat
hipoksemia, level PEEP (positive end-expiratory pressure) yang dibutuhkan,
komplians sistem paru, dan derajat abnormalitas radiologis (Lung Injury
Prediction Score).
ARDS terdiagnosis bila didapatkan poin lebih dari 2.5. Kasus kasus ini mengundang
perhatian serta penelitian lebih lanjut terhadap ARDS, namun tidak adanya kriteria
diagnostik yang spesifik dan kurangnya pemahaman terhadap patogenesis ARDS
menimbulkan kesulitan untuk meneruskan dan membandingkan antar penelitianPada
tahun 1994, peneliti di Amerika dan Eropa pada American-European Consensus
Conference (AECC) mengeluarkan sebuah kriteria diagnosis yang diterima dengan
luas untuk mendiagnosis untuk ARDS: onset akut, perbandingan tekanan parsial
oksigen dibanding fraksi oksigen kurang dari sama dengan 200 dan tidak tergantung
tekanan positif akhir ekspirasi/PEEP, infiltrat bilateral yang tampak dari foto toraks
AP/PA, dan tekanan baji arteri pulmonalis 18 mmHg atau kurang, atau tidak ada
tanda hipertensi atrium kiri. Definisi AECC dikritik karena tidak mempertimbangkan
level PEEP. Telah diketahui bahwapenambahan PEEP akan memperbaiki oksigenasi,
sebuah pengamatan yang tampak pada definisi ARDS pertama. PO2/FiO2 arteri akan
berubah dengan berubahnya level PEEP sehingga pasien yang memenuhi kriteria
ARDS dapat berubah menjadi tidak memenuhi kriteria bila PEEP dinaikkan. Selain
itu, AECC juga memperkenalkan definisi baru: acute lung injury (ALI) yang lebih
luas dari ARDS karena memasukkan kelainan dengan hipoksemia dengan derajat
lebih ringan (PaO2/ FiO2Pada 2012, disetujui definisi Berlin untuk memperbaiki
beberapa keterbatasan diagnosis ARDS. Derajat hipoksemia dibagi menjadi 3, yaitu
ringan, sedang, dan berat, berdasarkan rasio PO2/FiO2 arteri dan kebutuhan PEEP (5
cm H2O atau lebih) yang dapat diberikan melalui endotracheal tube atau non-invasive
ventilation.2 Akut didefinisikan sebagai gejala ARDS yang muncul dalam 1 minggu
sejak sebuah faktor risiko diketahui. Dua poin penting berikutnya adalah :
- Meskipun ARDS berbeda dengan edema paru kardiogenik, namun pada
ARDS dapat terjadi hipertensi atrium kiri selama perawatan,
- Meskipun penggunaan B-type natriuretic peptide sedang meningkat sebagai
alat diagnostik untuk gagal jantung kongestif akut, namun kemampuannya
untuk membedakan ARDS dengan edema paru non kardiogenik masih belum
jelas.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa ultrasonografi (USG) toraks dapat mendeteksi
alveolar-interstitial syndrome sehingga dapat membantu mendiagnosis ARDS. Hal ini
didasarkan pada patofisiologi ARDS yang merupakan edema paru. Ultrasound lung
comets (ULCs) adalah tanda penebalan septa interlobular yang diakibatkan oleh
edema hidrostatik, seperti yang terjadi pada edema paru, atau oleh fibrosis paru
seperti pada penyakit jaringan ikat.Studi The Large Observational Study to
Understand the Global Impact of Severe Acute Respiratory Failure (LUNG SAFE)
menyebutkan bahwa ARDS masih belum sepenuhnya dapat dikenali dan terdiagnosis
menggunakan definisi AmericanEuropean Consensus Conference (AECC) dan juga
definisi Berlin. Pengenalan akan ARDS meningkatseiring dengan meningkatnya
derajat keparahan penyakit, namun masih di bawah 80% pada ARDS berat. Faktor
independen yang mempengaruhi adalah usia muda, berat badan prediktet yang rendah,
adanya sepsis ektra paru atau pankreatitis.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari Acute Respiratory Syndrome (ARDS) ?
2. Apa saja etiologi dari ARDS ?
3. Bagaimana epidemiologi dari ARDS ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari ARDS ?
5. Ada berapa stadium pada penyakit ARDS ?
6. Faktor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi ARDS ?
7. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologis dari ARDS ?
8. Bagaimana diagnosis klinis dari ARDS ?
9. Komplikasi apa saja yang dapat menyebabkan ARDS ?
10. Bagaimana prognosis dari ARDS ?
11. Apa saja penatalaksanaan dari ARDS ?
12. Apa saja pemeriksaan diagnosis dari ARDS ?

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Kritis di ruang ICU BRSU Tabanan
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Acute Respiratory Syndrome (ARDS).
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari ARDS.
3. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari ARDS.
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari ARDS.
5. Untuk mengetahui ada berapa stadium pada penyakit ARDS.
6. Untuk mengetahui faktor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi ARDS.
7. Untuk mengetahui bagaimana pathogenesis dan patofisiologis dari ARDS.
8. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis klinis dari ARDS.
9. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang dapat menyebabkan ARDS.
10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari ARDS.
11. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan dari ARDS.
12. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnosis dari ARDS .
BAB II
(Pembahasan)

A. Definisi Acute Respiratory Syndrome (ARDS)


Acute Respiratory Syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di Pediatric Intensive Care Unit ( PICU) dan mempunyai
angka kematian yang tinggi. Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi mekanis
pada pasien ARDS masih controversial. American European Concencus Conference
Committee (AECC) merekomendasikan pembatasan volume tidal dan positive end
expiratory pressure (PEEP) sebagai strategi penangan ARDS ( Tarigan, 2018).
Dalam buku Critical Care Nursing (Patricia Gonce Morton & Fontaine, 2018)
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom klinis yang
kompleks dari pada proses penyakit tunggal, dan membawa risiko kematian yang
tinggi. Peran kunci untuk perawat perawatan kritis adalah deteksi dini dan pencegahan
cedera paru-paru, sehingga penting untuk memiliki pengetahuan tentang factor risiko,
alat penilaian dan protokol, dan strategi pencegahan dalam kaitannya dengan
patofisiologi cedera paru-paru. ARDS adalah ujung ekstrim dari rangkaian cedera
paru-paru hipoksia yang berakibat kegagalan pernapasan.
B. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun,
karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada
salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat
pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang
terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi
kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan
terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk
berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di
ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan
meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan
alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh
edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis
kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan,
maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga
kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain
adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah
24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran
alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak,
maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan
pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya.
Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus.
Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan
semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus
lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat
ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal. 420-421)
Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :
1. Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut
hemorragik, sepsis gram negative ).
2. Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular
diseminata (DIC ).
3. Pneumonia virus yang berat.
4. Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada
berbagai organ dengan syok hemorragik, fraktur majemuk dimana
emboli lemak terjadi berkaitan dengan fraktur femur ).
5. Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam,
inhalasi asap, inhalasi gas iritan ).
6. Toksik O2 overdosis narkotika.
7. Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.
C. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan
tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar
sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan
injeksi obat 5 %.
D. TANDA DAN GEJALA
ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada
paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan
pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan
tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah
diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta
kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala
pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa
gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis
respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH).
Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip
dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal.
Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan
penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi
melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya
pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak
terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah
mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang
sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan
dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat
dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge
pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat
(>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang
menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber
trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis
carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama
pada pasien-pasien imunokompromais.
E. STADIUM

1. Eksudatif

Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema


interstitial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan
pada sel alveolar tipe 1.

2. Fibroproliferatif

Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik),
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.
F. FAKTOR RESIKO
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :

1. Aspirasi isi gaster


2. Infeksi paru difus
3. Kontusio paru
4. Tenggelam
5. Inhalasi toksik
Kerusakan injury tidak langsung :

1. Sepsis
2. Trauma nontoraks
3. Transfusi produk darah berlebihan
4. Pankreatitis
5. Pintas Kardiopulmoner
G. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak
langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3
fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : insiasi, amplifikasi, dan injury.
Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel
imun dan non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator
inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti
netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di dalam rongga target
tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang
secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase ini
disebut fase injury.
Kerusakan pada membrane alveolar- kapiler menyebabkan peningkatan
permeabilitas membrane, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang
alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan
terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat 3 fase kerusakan alveolus :
1. Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel
pneumosit tipe I dan denudasi/terlepasnya membrane basalis, pembengkakan
sel endotel dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membrane
hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neutrofil. Juga
ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru
2. Fase poliferatif paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai
poliferasi sel epitel pneumosit tipe II
3. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.
H. DIAGNOSIS KLINIS
Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang
menjadi factor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi,
febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah.
I. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan
individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru.
Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis
respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya
pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan
pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di
paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan
tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular
diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J. Cowin,
2001, hal. 422)
J. PROGNOSIS
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :

1. Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain


2. Penyakit dasar
3. Adanya keganasan
4. Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple
5. Usia
6. Riwayat penggunaan alkohol
7. Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO2 /
FiO2 dalam 3-7 hari pertama
Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3 bulan dan
mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam setelah ekstubasi.
50% pasien tetap memiliki abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan
kapasitas difusi. Juga tejadi penurunan kualitas hidup.
K. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen
arteri. Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang
diberikan, karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya
kapiler dan alveolus.
L. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak
pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah.
Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:
1. Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung
untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar
penimbungan cairan di paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat
jantung digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.
2. Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
3. Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek
merusak dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih
dipertanyakan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien :
Nama :
Alamat :
Umur :
Status :
Agama :
Suku bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Tempat/tanggal lahir :
Diagnose medis :
B. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan pasien saat masuk rumah sakit
dan pengkajian.
C. Riwayat penyakit (keluhan) sekarang
Kronologis penyakit dan pencaharian pengobatan dari muncul gejala penyakit
sampai sesaat sebelum pengkajian
D. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat dirawat di rumah sakit, riwayat operasi, alergi obat, penggunaan obat
psikotropika.
E. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram : apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit yang
sama.(minimal 3 generasi)
F. Pengkajian fisik

1) Status penampilan kesehatan : lemah dan lesu

2) Tingkat kesadaran kesehatan : komposmentis atau apatis

3) Tanda-tanda vital :
a) Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi, hipertensi.
b) Frekuensi pernapasan : takipnea ( di awal kemudian apnea), retraksi
substernal, krekels inspirasi, mengorok , pernapasan cuping hidung
eksternal, sianosi, pernapasan sulit.
c) Suhu Tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus.

4) Berat badan dan tinggi badan : Kecenderungan berat badan anak mengalami
penurunan.

5) Integumen
a) Warna : Pucat sampai sianosis.
b) Suhu : Pada hipertermi kulit teraba panas setelah hipertermi teratasi
kulit anak akan teraba dingin.
c) Turgor : Menurun pada dehidrasi

6) Kepala dan Mata


a) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
b) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata.
c) Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,
perubahan warna
7) Thorax dan Paru-paru
a) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain:
takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, pektus ekskavatum
(dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel chest.
b) Palpasi : Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vocal fremitus pada
daerah yang terkena.

c) Perkusi : Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani
(terisi udara) resonansi.
d) Auskultasi : Suara pernapasan yang meningkat intensitasnya :
- Suara mengi (wheezing)
- Suara pernapasan tambahan ronchi
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau
dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di interstitisial secara
bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh
lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2) ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan. Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium awal,
tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan
dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis
metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan
peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme anaerob.
3) Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume
paru menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada
area terjadinya vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.
4) Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:
- Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
- Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal
- Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
- Alveolar Hipoventilasi
- Penumpukan cairan di permukaan alveoli
- Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :
- Penggunaan diuretic
- Perubahan bagian cairan (kompartemental)
4. Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
- Krisis situasi
- Pengobatan
- Perubahan status kesehatan
- Ketakutan akan mati
- Faktor fisiologis (efek hipoksemia)
3. RENCANA TINDAKAN

Hari/Tgl No. Rencana Perawatan Ttd


Dx
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1 Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-otot


tindakan keperawatan dalam bernafas dan interkostal
selama … x 24 jam, pola nafasnya /abdominal/leher dapat
diharapkan jalan nafas meningkatkan usaha
menjadi efektif, dalam bernafas
dengan criteria hasil :
2. Observasi dari
- Px dapat 2. Pengembangan dada
penurunan
mempertahan - dapat menjadi batas
pengembangan dada
dari akumulasi cairan
kan jalan nafas dengan
dan peningkatan
dan adanya cairan dapat
bunyi napas yang
fremitus
meningkatkan fremitus
jernih dan ronchi (-)
3.Catat 3. Suara nafas terjadi
- Px bebas dari dispnea
karakteristik dari suara karena adanya aliran
- Px dapat nafas udara melewati batang
mengeluarkan secret tracheo branchial dan
tanpa kesulitan juga karena adanya
cairan, mukus atau
- Px dapat
sumbatan lain dari
memperlihatkan
saluran nafas
tingkah laku
mempertahanka jalan 4. Karakteristik batuk
4. Catat
nafas dapat merubah
karakteristik dari batuk ketergantungan pada
- RR = 20 x/menit ;
penyebab dan etiologi
HR = 75 – 100 x/menit
dari jalan nafas. Adanya
sputum dapat dalam
jumlah yang banyak,
tebal dan purulent
5. Pertahankan posisi
5. Pemeliharaan jalan
tubuh/posisi kepala dan
nafas bagian nafas
gunakan jalan nafas
dengan paten
tambahan bila perlu
6. Penimbunan sekret
6. Kaji kemampuan
mengganggu ventilasi
batuk, latihan nafas dan predisposisi
dalam, perubahan posisi perkembangan
dan lakukan suction atelektasis dan infeksi
bila ada indikasi paru
7. Peningkatan cairan
7. Peningkatan oral
per oral dapat
intake jika
mengencerkan sputum
memungkinkan

2 Setelah diberikan 1. Kaji status 1. Takipneu adalah


tindakan keperawatan pernafasan, catat mekanisme kompensasi
selama … x 24 jam, peningkatan respirasi untuk hipoksemia dan
diharapkan gangguan atau perubahan pola peningkatan usaha
pertukaran gas tidak nafas nafas
terjadi, dengan criteria 2. Suara nafas mungkin
2. Catat ada tidaknya
hasil : tidak sama atau tidak
suara nafas dan adanya
ada ditemukan. Crakles
- Pasien dapat bunyi nafas tambahan
terjadi karena
memperlihatkan seperti crakles, dan
peningkatan cairan di
ventilasi dan wheezing
permukaan jaringan
oksigenasi yang
yang disebabkan oleh
adekuat
peningkatan
- Bebas dari gejala
permeabilitas membran
distress pernafasan
alveoli – kapiler.
- RR = 20 x/menit ; Wheezing terjadi
HR = 75 – 100 x/menit karena
bronchokontriksi atau
adanya mukus pada
jalan nafas
3. Kaji adanya cyanosis 3. Selalu berarti bila
diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari
Hb) sebelum cyanosis
muncul. Tanda cyanosis
dapat dinilai pada
mulut, bibir yang
indikasi adanya
hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti
pada kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.

4. Hipoksemia dapat
4. Observasi adanya
menyebabkan
somnolen, confusion,
iritabilitas dari
apatis, dan
miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Menyimpan tenaga
5. Berikan istirahat
pasien, mengurangi
yang cukup dan
penggunaan oksigen
nyaman

3 Setelah diberikan 1. Monitor vital signs 1.Berkurangnya


tindakan keperawatan seperti tekanan darah, volume/keluarnya cairan
selama … x 24 jam, heart rate, denyut nadi dapat meningkatkan
diharapkan tidak (jumlah dan volume) heart rate, menurunkan
terjadinya resiko tekanan darah, dan
tinggi defisit volume volume denyut nadi
cairan, dengan criteria menurun.
hasil :

- Pasien dapat 2. Amati perubahan


2. Penurunan cardiac
menunjukkan keadaan kesadaran, turgor kulit,
output mempengaruhi
volume cairan normal kelembaban membran
perfusi/fungsi cerebral.
dengan tanda tekanan mukosa dan karakter
Defisit cairan dapat
darah, berat badan, sputum
diidentifikasi dengan
urine output pada
penurunan turgor kulit,
batas normal.
membran mukosa kering,
- TD = 110/65 mmHg sekret kental

RR = 20 x/menit ; HR
= 75 – 100 x/menit 3. Hitung intake, output 3.Memberikan informasi
dan balance cairan. tentang status cairan dan
Amati “insesible loss” keseimbangan cairan
negatif merupakan
indikasi terjadinya defisit
cairan.

4.Perubahan yang drastis


4. Timbang berat badan merupakan tanda
setiap hari penurunan total body
water

4 Setelah diberikan 1.Observasi 1.Hipoksemia dapat


tindakan keperawatan peningkatan pernafasan, menyebabkan kecemasan
selama … x 24 jam, agitasi, kegelisahan dan
diharapkan kestabilan emosi.
ansietas/ketakutan
2. Pertahankan
(spefisikkan) px dapat 2. Cemas berkurang oleh
lingkungan yang tenang
berkurang, dengan meningkatkan relaksasi
dengan meminimalkan
criteria hasil : dan pengawetan energi
stimulasi. Usahakan
yang digunakan.
-Pasien dapat perawatan dan prosedur
mengungkapkan tidak menggaggu waktu
perasaan cemasnya istirahat
3.Memberi kesempatan
secara verbal
3. Bantu dengan teknik untuk pasien untuk
-Ketakutannya,dan relaksasi, meditasi. mengendalikan
rasa cemasnya mulai
kecemasannya dan
berkurang
merasakan sendiri dari
pengontrolannya
4.Identifikasi persepsi
4. Menolong mengenali
pasien dari pengobatan
asal kecemasan /
yang dilakukan
ketakutan yang dialami
5. Dorong pasien untuk
5. Langkah awal dalam
mengekspresikan
mengendalikan perasaan-
kecemasannya
perasaan yang
teridentifikasi dan
terekspresi.
6. Membantu menerima
6. Menerima stress yang
situasi dan hal tersebut
sedang dialami tanpa
harus ditanggulanginya
denial, bahwa segalanya
7. Berikan informasi
akan menjadi lebih baik.
tentang keadaan yang
7. Menolong pasien
sedang dialaminya
untuk menerima apa
yang sedang terjadi dan
dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan apa
yang tidak diketahuinya.
Penentraman hati yang
palsu tidak menolong
sebab tidak ada perawat
maupun pasien tahu hasil
akhir dari permasalahan
itu
8.Identifikasi tehnik 8. Kemampuan yang
pasien yang digunakan dimiliki pasien akan
sebelumnya untuk meningkatkan sistem
menanggulangi rasa pengontrolan terhadap
cemas kecemasannya

4. IMPLEMENTASI

Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.


5. EVALUASI

Diagnosis 1
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Diagnosis 2
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Bebas dari gejala distress pernafasan

Diagnosis 3
- Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan
darah, berat badan, urine output pada batas normal.

Diagnosis 4
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
- Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai
berkurang
- Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk
memecahkan masalah yang dialaminya
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya:


Airlangga University Press.

Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract.
3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc.

Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta :
EGC.

Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta :


EGC.

Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta :


Mediaesculapius

Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :


EGC.

Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.


BAB II

PEMBAHASAN

Study Kasus

Asuhan keperawatan kritis pada pasien Tn. R.A dengan ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome) di ruang ICU.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
A. IDENTITAS
Nama : Tn.R.A
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Br.Dinas Wanasari Kec. Tabanan Kab. Tabanan
Suku/bangsa : Indonesia
Tanggal masuk RS : 13 September 2021
Tanggal pengkajian : 15 September 2021
No rekam medis : 152XXX
Diagnosa medis : Acure respiratory distress syndrome, syok sepsis,
Pneumonia

B. KELUHAN UTAMA
Tn.RA mengatakan sesak
C. RIWAYAT PENYAKIT (KELUHAN) SEKARANG
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Keluarga mengatakan sesak
nafas, baruk dan sering berkeringat di malam hari sudah dirasakan 3 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Hasil foto thorax Peumonia, TB paru aktif, tidak
tampak kardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th.5.
Saat di ICU, terlihat cemas, TD : 125/67 mmHg, MAP : 90 mmHg, HR : 104
x/menit, saturasi oksigen : 88%, suhu : 37 oC, RR : 20 x/menit on ventilator dengan
mode SIMV PC + PS, PS : 4; FiO2 : 90%, PEEP :8, I:E rasio 1:2, Tidal Volume
450.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit TB 2 tahun yang lalu pengobatan 9
bulan yang lalu dan sudah dikatakan tuntas oleh dokter, memiliki riwayat DM tipe
2 tidak terkontrol, dan riwayat penyakit jantung. Pasien perokok berat, dan pasien
memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol.
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga mengatakan memiliki keturunan penyakit Diabetes Melitus.
F. Primary Survey
a. Airway
Keadaan Jalan Nafas
Pernafasan : pernafasan cuping hidung (+), orthopneu
Upaya nafas :+
Benda asing di jalan nafas : secret +
Bunyi nafas : Wheezing +, Ronchi :+/+
Hembusan nafas :+
b. Breathing
Jenis pernafasan : snoring (-), gurgling (-), stridor (+)
Frekuensi pernafasan : respirasi 25 x/menit, SPO2 = 99%
Kelainan dinding thoraks : simetris, perlukaan(-), jejas (-), trauma (-)
Bunyi nafas : wheezing +, ronchi +/+
Hembusan nafas :+
c. Circulation
Tingkat Kesadaran : CM
Perdarahan (internal/eksternal) : tidak ada perdarahan
Nadi radial/carotis : teraba
Akral perifer : hangat
Kapilari refill : < 2 detik
Pulse : 104 x/menit
Blood preasure : 125/67 mmHg
d. Disability
1) Pemeriksaan Neurologis
Reflex Fisiologis :+
Reflex Patologis : -
2) Pemeriksaan Fisik (saat di ICU)
a. Keadaan Umum : Agitasi
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah
Sistolik : 125 mmHg
Diastolik : 67 mmHg
MAP : 90 mmHg
Heart Rate : 104 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
2. Suhu : 37 C
c. Nilai CPOT : pasien mengeluh nyeri sedang. Nilai =4

No Indikator Skala Skor Hasil

pengukuran Penilaian

1 Ekpresi wajah Rileks, netral 0 1

Tegang 1

Meringis 2

2 Gerakan tubuh Tidak bergerak 0 1

Perlindungan 1

Gelisah 2

3 Kesesuaian Dapat mentoleransi 0 1


dengan ventilasi
Bentuk, tapi dapat 1
mekanik
mentoleransi

Fighting ventilator 2

4 Ketegangan otot Rileks 0 1

Tegang dan kaku 1


Sangat tegang / kaku 2

Total skor 4

d. Pemeriksaan Sistem Tubuh


a) Sistem Perepsi sensori
Konjungtiva anemis, diameter pupil : 3mm/3mm.

Refleksterhadap cahaya: +/+.


b) Sistem Pernapasan
Tampak penumpukan secret pada selang ETT dan mulut pasien
Auskultasi : Wheezing : +/+, Ronchi: +/+.

Rontgen : Pneumonia, TB paru aktif, Tidak


tampakkardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th 5.
c) Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada suara jantung tambahan, Hr 104x/menit, TD :
125/67; N124 x/menit MAP 90
d) Sistem Pencernaan :
Abdomen
i. Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak
tampak adanya trauma, tidak terlihat adanya bendungan
pembuluh darah vena pada abdomen.

ii. Palpasi : nyeri tekan tidak ada, benjolan atau massa tidak
ada,tanda ascites tidak ada
iii. Perkusi : suara abdomen tympani
iv. Auskultasi : terdengar bising usus 8x/menit
e) Sistem Perkemihan
Frekuensi berkemih lebih sedikit daripada sebelum di rumah sakit
f) Sistem Integumen
CRT<2 detik, turgor kulit elastis
g) Aspek Psikologis
Keluarga mengatakan pasien dalam kesehariannya bersikap santai
dan tidak pernah berperilaku aneh
h) Aspek Sosial
Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan keluarga dan
lingkungan sekitar baik dan sering bersosialisasi.
i) Aspek Spiritual
Keluarga mengatakan pasien rajin sembahyang

e. Data penujang
a) Data Laboratorium (Hematologi, Analisis gas darah arteri)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan
N Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
o
1 Gas Darah PH : 7,51 7,35 – 7,45 Alkalosis
Metabolik
Arteri
PCO2 : Terkompensasi
Sebagian
35-45
46,3
mmHg

HCO3: 22-26
37,0
mmol/L

PO2: 184, 80-100


mmHg

SpO2 :
≥95%
99%

BE: 13,1
-2 – +2
Hematologis Hb : 9,4 12-16 Anemia
2
g/dl
Hematokri 37-48 Anemia
t : 31 %
Leukosit : 5-10x103 Adanya gangguan
41,2 x
103/uL
Trombosit 150-400x103
: 248 x
103/uL Anemia
Eritrosit : 4,2-5,9x106
3,38 x
106/uL
GDS : 503 <200 DM
mg/dl mg/dL(sebelum
makan)
<140 mg/dL
(setelah makan)

b) Pemeriksaan Risiko Jatuh Dengan Morse Scale (sesuai usia)


Kriteria Skala Skoring
1. Riwayat jatuh: baru saja atau Tidak = 0 0
dalam 3 bulan Ya = 25
2. Diagnosis lain Tidak = 0 0
Ya = 15
3. Bantuan Berjalan Tidak ada, tira 0
baring, di kursi
roda, bantuan
perawat = 0

Tongkat ketiak
(crutch),
tongkat (cane),
alat bantu
berjalan
(walker)
= 15
Furnitur = 30
4. IV/ Heparin Lock Tidak = 0 20
Ya = 20
5. Cara berjalan/ pindah Normal, tirah 0
baring, tidak
bergerak = 0

Lemah = 10
Terganggu =
20
6. Status mental Mengetahui 15
kemampuan
diri = 0

Lupa
keterbatasan
= 15
TOTAL SKOR 35 (Resiko rendah
jatuh)

Hasil interpretasi MFS : Risiko Rendah Pasien Jatuh


i. Pemerksaan Foto Thorax, tgl
X-ray dada yang diperoleh Pneumonia, TB Paru aktif, Tidak tampak
kardiomogali, ujung ETT setinggi v.Th 5.
ii. APACHE II SCOR (1 X 24 jam)
Nilai APACHE II :
c) SOFA score
Skor :
f. Penatalaksanaan Medis
a) Ventilantor

Mode : SIMV PC + PS

Trigger :-

Tidal volume :450 mL

FiO2 : 90%

PS :4

PEEP : 8 torr (1,33 kPa)

RR : 20 x/menit

I:E Rasio : 1:2


a) Obat Obatan dan Cairan
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
NaCl 0,9% 500cc/24 jam IV Dehidrasi Bengkak,
isotonic nyeri sendi,
ekstraseluler kaku, kram
otot

Omeprazol 2x40 mg Oral Untuk Mual, muntah,


mengatasi diare, sakit
gangguan kepala, rasa
lambung kembung

Untuk Mual, sakit


Paracetamol 3x500mg Oral
analgesic perut bagian
dan atas, gatal-
antipiretik gatal, urine
berwarna gelap

Simvastatin 1x20 mg Oral Obat statin. Sakit kepala,


Menurunkan nyeri sendi,
kolesterol dan nyeri otot
lemak jahat ringan,
(LDL, konstipasi
trigliserida)

Ventolin 3x/hari Inhalasi Obat selective Tremor, sakit


beta-2- kepala,
adrenergic takikardia,
agonists. sakit kepala,
Mengobati hypokalemia,
masalah gangguan
saluran pembuluh
pernapasan. darah
Merileks
otot saluran
pernapasan,
mencegah
penyempita
n saluran
napas

Meropenem 3 x 1 gr IV Antibiotik Mual, muntah,


atau sakit perut,
antibakteri diare, sakit
kepala

Levofloxacin 1x70 mg Oral Antibiotik Ganggua


golongan pencernaan,
quinolone. mual muntah,
pusing, sakit
Obat untuk
kepala,
pneumonia gangguan tidur

Raivas 8mg/50 ml IV
Norepineph Iskemia,
eri ne bradikardia,
adalah suatu ansietas, sakit
Amin kepala,
simpatomim kesulitan
eti k, yang bernapas,
bekerja nekrosis
melalui efek ekstravasasi
pada
reseptor α
dan reseptor
β,Untuk
mengontrol
tekanan
darah

Hipoglikemia,
Mengurangi
Novorapid 5 unit Subkutan rekasi
tingkat gula anfilaksi,
darah
Diare, mudah
Untuk efek
Clopidogrel 1x75 mg Oral memar,
agregasi dan perdarahan
menghambat sulit berhenti,
pembentukan nyeri perut,
thrombus. gangguan
Menghamba pencernaan
t reseptor
P2Y12di
platelet
secara
irreversible

Obat Mengantuk,
Acetylcystein 3x200 mg. Oral golongan mual, muntah,
mukolitik sariawan, pilek,
untuk demam
mengencera
n dahak
yang
menghalang
i saluran
pernapasan

b) Nutrisi
1. Oral
2. Enteral
3. Parenteral
I. Data Fokus
Data Subjetif Data
Objektif
Saat masuk Rumah Sakit (UGD): Saat masuk Rumah Sakit (UGD)

Pasien mengatakan 1. Afebris (tanpa demam)


2. Saturasi oksigen 99%
1. Sesak nafas
3. Sangat cemas
2. Perokok berat 4. Diaporesis
3. Memiliki riwayat penyakit TBC 2
5. Gas darah arteri : pH 7,51, PCO2 :
tahun yang lalu, pengobatan 9 bulan
46,3 mmHg, HCO3: 37,0 mmol/L,
yang lalu dan sudah dikatakan tuntas
PO2: 184,mmHg
oleh dokter.
6. RPM +
4. Memiliki riwayat DM tipe 2 tidak
7. Hasil foto thorax : Pneumonia, TB paru
terkontrol
aktif,Tidak tampak kardiomegali, ujung
5. Memiliki riwayat penyakit
ETT setinggi v.Th 5.
jantung.
6. Memiliki riwayat mengkonsumsi
alkohol
Saat masuk ICU :
Saat masuk ICU :

1. TD: 125/67 mmHg


1. Pasien On ETT
2. MAP : 90 mmHg
2. Keluarga mengatakan merasa cemas
3. HR : 104x/menit
dengan kondisi pasien saat ini, keluarga
4. Suhu : 37 oC.
menginginkan pasien dapat cepat pulih dan
5. Agitasi
dipindahkan ke ruang rawat inap agar
6. N: 120x/mnt
keluarga pasien bisa dapat bertemu dan
7. Skor CPOT: 4.
mendampingi pasien
8. Oksigenasi memburuk (saO2 : 88%)
9. Tampak penumpukan secret pada
selangETT dan mulut pasien.
10. Wheezing : +/+, Ronchi: +/+.
11. Kepala tempat tidur ditinggikan
12. Pengaturan ventilator tertinggi mode
kontrol :kecepatan 20 napas per
menit, volume tidal 450 mL, tekanan
ekspirasi akhir positif 8 torr, dan
FiO2 90%

13. Rontgen : kekeruhan yang tersebar


di seluruh paru-paru dengan area
konsolidasi dilobus bawah

14. Pasien mendapatkan terapi : IVFD


NaCl 0,9% 500cc/24 jam,
Omeprazol 2x40 mg, Paracetamol
3x500mg, Simvastatin 1x20 mg,
Ventolin 3x/hari, Meropenem 3x1
gr, Levofloxacin : 1x70 mg, Raivas
8mg/50 ml, Novorapid 5 unit
subkutan, Clopidogrel 1x75 mg,
Acetylcystein 3x200mg.
II. Analisa Data (Saat Pasien Masuk ICU)

No Tanggal Data Etiologi Masalah


Keperawata
n
1 DS : Pasien on ETT Peningkatan Edema Bersihan
Pulmonal dd Jalan Nafas
DO :
Produksi Secret Tidak Efektif
1. Scan tomografi Pulmonal
thorax : kekeruhan yang
tersebar di seluruh paru-
paru dengan area
konsolidasi di lobus
bawah,
2. Tampak
penumpukan secret pada
selang ETT dan mulut
pasien.
3. Wheezing : +/+,
Ronchi: +/+.
4. Hasil foto
thorax : Pneumonia, TB
paru aktif
5. N: 104x/mnt,
TD: 125/67 mmHg
suhu:37 C
2 DS : Pasien on ETT Perubahan Gangguan
Membrane Alveolar Pertukaran
DO:
– Kapiler dd Gas
 Oksigenasi Terpasangnya
memburuk (SaO2 : Ventilator
88%)
 Hasil AGD : Gas
darah arteri
menunjukkan pH
7,51, PCO2 : 46,3
mmHg, HCO3: 37,0
mmol/L, PO2: 184,
mmHg
 Skor CPOT 4: nyeri
sedang
 GDS: 503 mg/dl
Score CPOT: 4
(nyeri sedang)
III. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan edema pulmonal
dan spasme jalan napas ditantadi dengan produksi secret pulmonal, wheezing,
gelisah.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler ditandai dengan terpasang ventilator.

IV. Intervensi Keperawatan

Tanggal Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional

Keperawatan

15 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan  Untuk

September nafas tidak tindakan keperawatan Nafas memvasil

2021 efektif secara intensif, itasi


a. Monitor pola
diharapkan jalan nafas drainase
nafas
pasien paten paru.
(frekuensi,
dipertahankan dengan  Untuk
kedalaman
kriteria hasil : mengurasi
dan usaha
penumpuk
1. Rasio PaO2 : nafas)
an secret
FiO2 adalah b. Lakukan
dan
200:300 atau pengisapan
membebas
lebih akan di lender kurang
kan jalan
pertahankan dari 15 detik
nafas
jika mungkin c. Anjurkan
 Untuk
2. Auskultasi paru asupan cairan
mengeluar
vesikuler 2000 ml/hari,
kan secret
jika tidak
kontraindikasi
d. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik jika
perlu.

Pemantauan

Setelah dilakukan Respirasi


tindakan keperawatan 1) Monitor
intensif, diharapkan saturasi
pertukaran gas dalam oksigen
darah dapat membaik 2) Atur interval

16 Gangguan dengan kriteria hasil : pemantauan

September pertukaran respirasi


A. Oksigenasi di  untuk
2021 gas sesuai kondisi
maksimalkan meningkat
(PaO2 55- pasien
kan
3) Jelaskan
80mmHg atau pertukaran
tujuan dan
SaO2 288% - gas paru
prosedur
95%)  agar pasien
pemantauan
dan
keluarga
paham
dengan
tindakan
perawatan
intersif
V.IMPLEMENTASI
Hari/ Waktu Implementasi Ttd
No. Tanggal
1. Rabu, 15 08.00- a. Memonitor pola nafas (frekuensi,
september 09.00 kedalaman dan usaha nafas)
2021 WITA b. Melakukan pengisapan lender kurang
dari 15 detik
c. Menganjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
d. Mengkolaborasikan pemberian
bronkodilator, eskspektoran, mukolitik
jika perlu.

2. Kamis, 16 10.30- 1) Memonitor saturasi oksigen


September 11.30 2) Mengatur interval pemantauan
2021 WITA respirasi sesuai kondisi pasien
3) Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
VI.EVALUASI

Hari, Tanggal, Diagnosa


No Evaluasi Paraf
Jam keperawatan

1 15 September 2021 Bersihan jalan nafas S : pasien on ETT


tidak efektif O : pasien menunjukkan
berkurangnya secret di
pulmonal

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

2 16 September 2021 Gangguan Pertukaran S : pasien on ETT


Gas O : hasil AGD sudah dalam
nilai normal, nilai GDS
400ml/dl

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi
BAB III

SIMPULAN

3.1 Simpulan

ARDS adalah sebuah sindrom yang disebabkan oleh sekelompok penyebab heterogen
dan bukan diagnosis yang spesifik. ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan
awalnya bermanifestasi klinis sebagai sesak napas (dyspneu and tachypneu) yang kemudian
dengan cepat berubah menjadi gagal napas. ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun
1967 oleh Asbaugh dkk kemudian AECC membuat definisi yang akhirnya disempurnakan
oleh kriteria Berlin. Tata laksana ARDS meliputi terapi oksigen, terapi suportif seperti
hemodinamik, farmakoterapi, dan nutrisi. Masih banyak studi yang dilakukan untuk
mendapatkan outcome yang baik untuk pasien ARDS.

3.2 Saran

Peran perawat kritis dalam menangani pasien dengan kondisi yang sedang kritis perlu
diperhatikan lebih jauh, karena perawatan intensif selain dilakukan dengan prosedur yang
benar namun kebutuhan bio-psiko-sosio-kultur pasien juga perlu untuk dilakukan, terutama
kepada para keluarga pasien yang setiap saat dapat mengalami kecemasan

Anda mungkin juga menyukai