Oleh Kelompok II :
1. Cempaka Mertanadi (17091110040)
2. Ni Putu Ari Wijayanti (18101110001)
3. Ni Putu Ayu Dina Febriani (18101110003)
4. Ni Kadek Ayu Pitari Dewi (18101110005)
5. Ni Putu Eka Cintya Dewi (18101110006)
6. Ni Made Marthhesa Dwi Cahyani (18101110007)
7. Ni Made Witari (18101110017)
A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom, kumpulan
observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu keadaan patologis.
Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum ada gold standard untuk
mendiagnosis. ARDS ditandai dengan edema paru non kardiogenik, inflamasi pada
paru, hipoksemia, dan penurunan komplians paru. ARDS adalah kelainan yang
progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis sebagai sesak napas
(dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah menjadi gagal napas.
ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967 oleh Asbaugh dkk yang
memaparkan 12 kasus dengan gejala gawat napas, gagal napas hipoksemik, dan
infiltrat patchy bilateral pada foto toraks pasien dengan rentang usia 11-48 tahun.
Awalnya klinisi menentukan diagnosis ARDS dengan cara:
a. Menentukan apakah kelainan yang dialami pasien akut atau kronis
b. Menentukan adanya faktor risiko atau kondisi medis lain (contoh: sepsis), dan
c. Menjumlahkan poin berdasarkan beratnya disfungsi paru berdasarkan derajat
hipoksemia, level PEEP (positive end-expiratory pressure) yang dibutuhkan,
komplians sistem paru, dan derajat abnormalitas radiologis (Lung Injury
Prediction Score).
ARDS terdiagnosis bila didapatkan poin lebih dari 2.5. Kasus kasus ini mengundang
perhatian serta penelitian lebih lanjut terhadap ARDS, namun tidak adanya kriteria
diagnostik yang spesifik dan kurangnya pemahaman terhadap patogenesis ARDS
menimbulkan kesulitan untuk meneruskan dan membandingkan antar penelitianPada
tahun 1994, peneliti di Amerika dan Eropa pada American-European Consensus
Conference (AECC) mengeluarkan sebuah kriteria diagnosis yang diterima dengan
luas untuk mendiagnosis untuk ARDS: onset akut, perbandingan tekanan parsial
oksigen dibanding fraksi oksigen kurang dari sama dengan 200 dan tidak tergantung
tekanan positif akhir ekspirasi/PEEP, infiltrat bilateral yang tampak dari foto toraks
AP/PA, dan tekanan baji arteri pulmonalis 18 mmHg atau kurang, atau tidak ada
tanda hipertensi atrium kiri. Definisi AECC dikritik karena tidak mempertimbangkan
level PEEP. Telah diketahui bahwapenambahan PEEP akan memperbaiki oksigenasi,
sebuah pengamatan yang tampak pada definisi ARDS pertama. PO2/FiO2 arteri akan
berubah dengan berubahnya level PEEP sehingga pasien yang memenuhi kriteria
ARDS dapat berubah menjadi tidak memenuhi kriteria bila PEEP dinaikkan. Selain
itu, AECC juga memperkenalkan definisi baru: acute lung injury (ALI) yang lebih
luas dari ARDS karena memasukkan kelainan dengan hipoksemia dengan derajat
lebih ringan (PaO2/ FiO2Pada 2012, disetujui definisi Berlin untuk memperbaiki
beberapa keterbatasan diagnosis ARDS. Derajat hipoksemia dibagi menjadi 3, yaitu
ringan, sedang, dan berat, berdasarkan rasio PO2/FiO2 arteri dan kebutuhan PEEP (5
cm H2O atau lebih) yang dapat diberikan melalui endotracheal tube atau non-invasive
ventilation.2 Akut didefinisikan sebagai gejala ARDS yang muncul dalam 1 minggu
sejak sebuah faktor risiko diketahui. Dua poin penting berikutnya adalah :
- Meskipun ARDS berbeda dengan edema paru kardiogenik, namun pada
ARDS dapat terjadi hipertensi atrium kiri selama perawatan,
- Meskipun penggunaan B-type natriuretic peptide sedang meningkat sebagai
alat diagnostik untuk gagal jantung kongestif akut, namun kemampuannya
untuk membedakan ARDS dengan edema paru non kardiogenik masih belum
jelas.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa ultrasonografi (USG) toraks dapat mendeteksi
alveolar-interstitial syndrome sehingga dapat membantu mendiagnosis ARDS. Hal ini
didasarkan pada patofisiologi ARDS yang merupakan edema paru. Ultrasound lung
comets (ULCs) adalah tanda penebalan septa interlobular yang diakibatkan oleh
edema hidrostatik, seperti yang terjadi pada edema paru, atau oleh fibrosis paru
seperti pada penyakit jaringan ikat.Studi The Large Observational Study to
Understand the Global Impact of Severe Acute Respiratory Failure (LUNG SAFE)
menyebutkan bahwa ARDS masih belum sepenuhnya dapat dikenali dan terdiagnosis
menggunakan definisi AmericanEuropean Consensus Conference (AECC) dan juga
definisi Berlin. Pengenalan akan ARDS meningkatseiring dengan meningkatnya
derajat keparahan penyakit, namun masih di bawah 80% pada ARDS berat. Faktor
independen yang mempengaruhi adalah usia muda, berat badan prediktet yang rendah,
adanya sepsis ektra paru atau pankreatitis.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari Acute Respiratory Syndrome (ARDS) ?
2. Apa saja etiologi dari ARDS ?
3. Bagaimana epidemiologi dari ARDS ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari ARDS ?
5. Ada berapa stadium pada penyakit ARDS ?
6. Faktor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi ARDS ?
7. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologis dari ARDS ?
8. Bagaimana diagnosis klinis dari ARDS ?
9. Komplikasi apa saja yang dapat menyebabkan ARDS ?
10. Bagaimana prognosis dari ARDS ?
11. Apa saja penatalaksanaan dari ARDS ?
12. Apa saja pemeriksaan diagnosis dari ARDS ?
C. Tujuan
Tujuan Umum :
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Kritis di ruang ICU BRSU Tabanan
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Acute Respiratory Syndrome (ARDS).
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari ARDS.
3. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari ARDS.
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari ARDS.
5. Untuk mengetahui ada berapa stadium pada penyakit ARDS.
6. Untuk mengetahui faktor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi ARDS.
7. Untuk mengetahui bagaimana pathogenesis dan patofisiologis dari ARDS.
8. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis klinis dari ARDS.
9. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang dapat menyebabkan ARDS.
10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari ARDS.
11. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan dari ARDS.
12. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnosis dari ARDS .
BAB II
(Pembahasan)
1. Eksudatif
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik),
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.
F. FAKTOR RESIKO
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
1. Sepsis
2. Trauma nontoraks
3. Transfusi produk darah berlebihan
4. Pankreatitis
5. Pintas Kardiopulmoner
G. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak
langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3
fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : insiasi, amplifikasi, dan injury.
Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel
imun dan non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator
inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti
netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di dalam rongga target
tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang
secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase ini
disebut fase injury.
Kerusakan pada membrane alveolar- kapiler menyebabkan peningkatan
permeabilitas membrane, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang
alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan
terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat 3 fase kerusakan alveolus :
1. Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel
pneumosit tipe I dan denudasi/terlepasnya membrane basalis, pembengkakan
sel endotel dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membrane
hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neutrofil. Juga
ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru
2. Fase poliferatif paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai
poliferasi sel epitel pneumosit tipe II
3. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.
H. DIAGNOSIS KLINIS
Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang
menjadi factor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi,
febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah.
I. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan
individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru.
Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis
respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya
pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan
pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di
paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan
tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular
diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J. Cowin,
2001, hal. 422)
J. PROGNOSIS
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
3) Tanda-tanda vital :
a) Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi, hipertensi.
b) Frekuensi pernapasan : takipnea ( di awal kemudian apnea), retraksi
substernal, krekels inspirasi, mengorok , pernapasan cuping hidung
eksternal, sianosi, pernapasan sulit.
c) Suhu Tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus.
4) Berat badan dan tinggi badan : Kecenderungan berat badan anak mengalami
penurunan.
5) Integumen
a) Warna : Pucat sampai sianosis.
b) Suhu : Pada hipertermi kulit teraba panas setelah hipertermi teratasi
kulit anak akan teraba dingin.
c) Turgor : Menurun pada dehidrasi
c) Perkusi : Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani
(terisi udara) resonansi.
d) Auskultasi : Suara pernapasan yang meningkat intensitasnya :
- Suara mengi (wheezing)
- Suara pernapasan tambahan ronchi
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau
dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di interstitisial secara
bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh
lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2) ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan. Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium awal,
tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan
dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis
metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan
peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme anaerob.
3) Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume
paru menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada
area terjadinya vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.
4) Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:
- Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
- Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal
- Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
- Alveolar Hipoventilasi
- Penumpukan cairan di permukaan alveoli
- Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :
- Penggunaan diuretic
- Perubahan bagian cairan (kompartemental)
4. Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
- Krisis situasi
- Pengobatan
- Perubahan status kesehatan
- Ketakutan akan mati
- Faktor fisiologis (efek hipoksemia)
3. RENCANA TINDAKAN
4. Hipoksemia dapat
4. Observasi adanya
menyebabkan
somnolen, confusion,
iritabilitas dari
apatis, dan
miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Menyimpan tenaga
5. Berikan istirahat
pasien, mengurangi
yang cukup dan
penggunaan oksigen
nyaman
RR = 20 x/menit ; HR
= 75 – 100 x/menit 3. Hitung intake, output 3.Memberikan informasi
dan balance cairan. tentang status cairan dan
Amati “insesible loss” keseimbangan cairan
negatif merupakan
indikasi terjadinya defisit
cairan.
4. IMPLEMENTASI
Diagnosis 1
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Diagnosis 2
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Diagnosis 3
- Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan
darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Diagnosis 4
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
- Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai
berkurang
- Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk
memecahkan masalah yang dialaminya
DAFTAR PUSTAKA
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract.
3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta :
EGC.
PEMBAHASAN
Study Kasus
Asuhan keperawatan kritis pada pasien Tn. R.A dengan ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome) di ruang ICU.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
A. IDENTITAS
Nama : Tn.R.A
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Br.Dinas Wanasari Kec. Tabanan Kab. Tabanan
Suku/bangsa : Indonesia
Tanggal masuk RS : 13 September 2021
Tanggal pengkajian : 15 September 2021
No rekam medis : 152XXX
Diagnosa medis : Acure respiratory distress syndrome, syok sepsis,
Pneumonia
B. KELUHAN UTAMA
Tn.RA mengatakan sesak
C. RIWAYAT PENYAKIT (KELUHAN) SEKARANG
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Keluarga mengatakan sesak
nafas, baruk dan sering berkeringat di malam hari sudah dirasakan 3 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Hasil foto thorax Peumonia, TB paru aktif, tidak
tampak kardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th.5.
Saat di ICU, terlihat cemas, TD : 125/67 mmHg, MAP : 90 mmHg, HR : 104
x/menit, saturasi oksigen : 88%, suhu : 37 oC, RR : 20 x/menit on ventilator dengan
mode SIMV PC + PS, PS : 4; FiO2 : 90%, PEEP :8, I:E rasio 1:2, Tidal Volume
450.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit TB 2 tahun yang lalu pengobatan 9
bulan yang lalu dan sudah dikatakan tuntas oleh dokter, memiliki riwayat DM tipe
2 tidak terkontrol, dan riwayat penyakit jantung. Pasien perokok berat, dan pasien
memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol.
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga mengatakan memiliki keturunan penyakit Diabetes Melitus.
F. Primary Survey
a. Airway
Keadaan Jalan Nafas
Pernafasan : pernafasan cuping hidung (+), orthopneu
Upaya nafas :+
Benda asing di jalan nafas : secret +
Bunyi nafas : Wheezing +, Ronchi :+/+
Hembusan nafas :+
b. Breathing
Jenis pernafasan : snoring (-), gurgling (-), stridor (+)
Frekuensi pernafasan : respirasi 25 x/menit, SPO2 = 99%
Kelainan dinding thoraks : simetris, perlukaan(-), jejas (-), trauma (-)
Bunyi nafas : wheezing +, ronchi +/+
Hembusan nafas :+
c. Circulation
Tingkat Kesadaran : CM
Perdarahan (internal/eksternal) : tidak ada perdarahan
Nadi radial/carotis : teraba
Akral perifer : hangat
Kapilari refill : < 2 detik
Pulse : 104 x/menit
Blood preasure : 125/67 mmHg
d. Disability
1) Pemeriksaan Neurologis
Reflex Fisiologis :+
Reflex Patologis : -
2) Pemeriksaan Fisik (saat di ICU)
a. Keadaan Umum : Agitasi
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah
Sistolik : 125 mmHg
Diastolik : 67 mmHg
MAP : 90 mmHg
Heart Rate : 104 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
2. Suhu : 37 C
c. Nilai CPOT : pasien mengeluh nyeri sedang. Nilai =4
pengukuran Penilaian
Tegang 1
Meringis 2
Perlindungan 1
Gelisah 2
Fighting ventilator 2
Total skor 4
ii. Palpasi : nyeri tekan tidak ada, benjolan atau massa tidak
ada,tanda ascites tidak ada
iii. Perkusi : suara abdomen tympani
iv. Auskultasi : terdengar bising usus 8x/menit
e) Sistem Perkemihan
Frekuensi berkemih lebih sedikit daripada sebelum di rumah sakit
f) Sistem Integumen
CRT<2 detik, turgor kulit elastis
g) Aspek Psikologis
Keluarga mengatakan pasien dalam kesehariannya bersikap santai
dan tidak pernah berperilaku aneh
h) Aspek Sosial
Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan keluarga dan
lingkungan sekitar baik dan sering bersosialisasi.
i) Aspek Spiritual
Keluarga mengatakan pasien rajin sembahyang
e. Data penujang
a) Data Laboratorium (Hematologi, Analisis gas darah arteri)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan
N Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
o
1 Gas Darah PH : 7,51 7,35 – 7,45 Alkalosis
Metabolik
Arteri
PCO2 : Terkompensasi
Sebagian
35-45
46,3
mmHg
HCO3: 22-26
37,0
mmol/L
SpO2 :
≥95%
99%
BE: 13,1
-2 – +2
Hematologis Hb : 9,4 12-16 Anemia
2
g/dl
Hematokri 37-48 Anemia
t : 31 %
Leukosit : 5-10x103 Adanya gangguan
41,2 x
103/uL
Trombosit 150-400x103
: 248 x
103/uL Anemia
Eritrosit : 4,2-5,9x106
3,38 x
106/uL
GDS : 503 <200 DM
mg/dl mg/dL(sebelum
makan)
<140 mg/dL
(setelah makan)
Tongkat ketiak
(crutch),
tongkat (cane),
alat bantu
berjalan
(walker)
= 15
Furnitur = 30
4. IV/ Heparin Lock Tidak = 0 20
Ya = 20
5. Cara berjalan/ pindah Normal, tirah 0
baring, tidak
bergerak = 0
Lemah = 10
Terganggu =
20
6. Status mental Mengetahui 15
kemampuan
diri = 0
Lupa
keterbatasan
= 15
TOTAL SKOR 35 (Resiko rendah
jatuh)
Mode : SIMV PC + PS
Trigger :-
FiO2 : 90%
PS :4
RR : 20 x/menit
Raivas 8mg/50 ml IV
Norepineph Iskemia,
eri ne bradikardia,
adalah suatu ansietas, sakit
Amin kepala,
simpatomim kesulitan
eti k, yang bernapas,
bekerja nekrosis
melalui efek ekstravasasi
pada
reseptor α
dan reseptor
β,Untuk
mengontrol
tekanan
darah
Hipoglikemia,
Mengurangi
Novorapid 5 unit Subkutan rekasi
tingkat gula anfilaksi,
darah
Diare, mudah
Untuk efek
Clopidogrel 1x75 mg Oral memar,
agregasi dan perdarahan
menghambat sulit berhenti,
pembentukan nyeri perut,
thrombus. gangguan
Menghamba pencernaan
t reseptor
P2Y12di
platelet
secara
irreversible
Obat Mengantuk,
Acetylcystein 3x200 mg. Oral golongan mual, muntah,
mukolitik sariawan, pilek,
untuk demam
mengencera
n dahak
yang
menghalang
i saluran
pernapasan
b) Nutrisi
1. Oral
2. Enteral
3. Parenteral
I. Data Fokus
Data Subjetif Data
Objektif
Saat masuk Rumah Sakit (UGD): Saat masuk Rumah Sakit (UGD)
Keperawatan
Pemantauan
P : lanjutkan intervensi
P : lanjutkan intervensi
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
ARDS adalah sebuah sindrom yang disebabkan oleh sekelompok penyebab heterogen
dan bukan diagnosis yang spesifik. ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan
awalnya bermanifestasi klinis sebagai sesak napas (dyspneu and tachypneu) yang kemudian
dengan cepat berubah menjadi gagal napas. ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun
1967 oleh Asbaugh dkk kemudian AECC membuat definisi yang akhirnya disempurnakan
oleh kriteria Berlin. Tata laksana ARDS meliputi terapi oksigen, terapi suportif seperti
hemodinamik, farmakoterapi, dan nutrisi. Masih banyak studi yang dilakukan untuk
mendapatkan outcome yang baik untuk pasien ARDS.
3.2 Saran
Peran perawat kritis dalam menangani pasien dengan kondisi yang sedang kritis perlu
diperhatikan lebih jauh, karena perawatan intensif selain dilakukan dengan prosedur yang
benar namun kebutuhan bio-psiko-sosio-kultur pasien juga perlu untuk dilakukan, terutama
kepada para keluarga pasien yang setiap saat dapat mengalami kecemasan