Anda di halaman 1dari 23

ASKEP

ARDS PADA ANAK


(acute respiratory distress syndrome)
DOSEN PENGAMPU :

Fitria Masulili.M.Kep.Ns.Sp.Kep.An

DI SUSUN OLEH :

ANNISA FERENINTA

PO7120319082

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PRODI DIV KEPERAWATAN PALU

TAHUN AJARAN 2020/2021


Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya.

Dalam penyusunan Askep ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa Askep ini masih
jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
terciptanya proposal yang lebih baik lagi untuk masa mendatang.

Palu,10 oktober 2020


DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II : KONSEP KASUS


A. Pengertian
B. Etiologi
C. Manifestasi klinis
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan penunjang
F. Penatalaksanaan
G. Komplikasi
H. Pencegahan

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Perencanaan
D. Implementasi
E. Evaluasi

BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan
langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo, 2006). ARDS
mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas
yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
ARDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini
mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65%
untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus
lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia,
gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara
khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru
baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada
membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang
jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1. Apakah yang dimaksud dengan ARDS?
2. Apa penyebab dari ARDS?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk ARDS?
6. Bagaimana komplikasi dari ARDS?
7. Bagaimana penatalaksanaan ARDS?
8. Bagaimana pencegahan ARDS?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Menjelaskan tentang ARDS.
2. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
3. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
4. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
5. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
6. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.
8. Menjelaskan pencegahan ARDS?
9. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.
BAB II

KONSEP KASUS

A. PENGERTIAN

Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome ) pada anak merupakan penyebab
utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian neonatus
disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur,
insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada
bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu,
sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu. ARDS adalah suatu sindrom kegawatan pada
pernafasan yang terdiri atas gejala dispnea, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis,
merintih pada saat ekspirasi. Terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium.
Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada
membran paru yang rusak. Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan
pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli
sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya
akan mencegah terjadinya kolaps paru

Gagal napas akut alias acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah kondisi yang terjadi
ketika kantung udara paru-paru (alveolus) dipenuhi cairan sehingga Anda tidak mendapatkan
cukup oksigen. Kondisi ini dapat mengancam jiwa Anda. ARDS umumnya terjadi pada pasien
yang sakit kritis dan merupakan kondisi darurat medis. Napas pendek atau napas cepat disertai
sensasi seperti kehabisan udara adalah gejala utama ARDS. Kondisi ini berkembang dengan
cepat dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah cedera atau infeksi terjadi. Banyak orang
dengan gagal napas akut tidak bisa bertahan hidup. Risiko kematiannya meningkat seiring
bertambahnya usia dan keparahan penyakit. Sebagian kecil orang dengan penyakit ini dapat
pulih sepenuhnya. Namun, sebagian besar lainnya mengalami kerusakan paru-paru. 

ARDS merupakan suatu bentuk dari gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia,
penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dengan
infiltrate yang menyebar dikenal juga dengan nama noncardigenic pulmonary edema, shock
pulmonary dan lain-lain. Walaupun awalnya disebut dengan “Sindrom Gawat Napas Biasa”
(Adult) istilah “akut” sekarang lebih dianjurkan karena keadaan ini tidak terbatas pada orang
dewasa.

(Ditinjau oleh: dr Mikhael Yosia | Ditulis oleh: Rena Widyawinata)Terakhir diperbarui: 14 Agustus 2020


B. ETIOLOGI

Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada
alveoli yang mencegah kolaps paru. ARDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena
produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup
menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya
ARDS. Kelainan merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
ARDS disebabkan oleh kerusakan alveoli akibat merembesnya cairan dari pembuluh darah
kapiler di dalam paru-paru ke dalam alveoli. Alveoli adalah kantong udara di paru-paru yang
berfungsi menyalurkan oksigen ke darah dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam darah.
Pada kondisi normal, membran yang melindungi pembuluh darah kapiler menjaga cairan tetap di
dalam pembuluh darah. Namun, pada ARDS, cedera atau penyakit berat menyebabkan kerusakan
pada membran pelindung tersebut, sehingga cairan bocor ke alveoli.
Penumpukan cairan tersebut membuat paru-paru tidak bisa terisi udara, sehingga pasokan
oksigen ke aliran darah dan tubuh menjadi berkurang. Kekurangan pasokan oksigen ini akan
menyebabkan terhentinya fungsi organ, termasuk otak dan ginjal. Jika dibiarkan, kondisi ini akan
mengancam nyawa penderitanya.

Menurut American Lung Association, sebagian besar kondisi ARDS disebabkan oleh kerusakan
sel atau jaringan di paru-paru. Kondisi ini berawal dari kebocoran cairan dari pembuluh darah
kecil yang mengalir menuju kantung udara atau alveoli, tempat bertukarnya oksigen dan karbon
dioksida. Kebocoran ini menyebabkan kerusakan pada dinding paru dan kantung udara sehingga
paru-paru terendam dan pertukaran udara tidak berlangsung secara normal. Selanjutnya, kondisi
ini akan ikut merusak surfaktan, yaitu cairan yang bekerja untuk menjaga kantung udara tetap
terbuka. Akibatnya, kadar oksigen dalam pembuluh darah akan semakin menurun. Penyebab
awal kerusakan pembuluh darah di alveoli berasal dari gangguan langsung dari dalam paru-paru
atau penyebab tidak langsung yang kemudian berdampak pada paru-paru.

Etiologi Sindrom Distres Pernapasan Akut / Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dapat
berupa penyebab lokal maupun sistemik. Etiologi lokal misalnya pneumonia dan trauma paru.
Etiologi ekstraparu misalnya sepsis nonpulmonaris dan pankreatitis.

Etiologi Lokal
Etiologi lokal ARDS adalah:
 Pneumonia: viral, fungal, bakterial, parasitik
 Aspirasi
 Inhalasi gas toksik
 Trauma atau kontusio paru
 Bedah toraks
 Tenggelam
 Vaskulitis pulmonale
 Emboli lemak
 Ventilator induced lung injury (VILI)
 Pneumonia, aspirasi, dan trauma merupakan penyebab lokal tersering yang ditemukan.
Etiologi Ekstra Paru
Terdapat juga etiologi ekstra paru sebagai berikut:
 Sepsis nonpulmonaris
 Transfusi (Transfusion Related Acute Lung Injury/TRALI)
 Pankreatitis
 Reaksi obat
 Luka bakar
 Bypass  jantung
 Sepsis merupakan etiologi ekstra paru tersering.
Faktor Risiko
Faktor risiko ARDS antara lain adalah:
 Perokok
 Wanita
 Usia tua
 Ras hitam
 Konsumsi alkohol kronis
 Genetik: FAS dan ALI
Pada pasien pneumonia, adanya komorbiditas dengan gagal jantung kongestif. Sedangkan,
ARDS ditemukan lebih rendah pada pasien obesitas, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sebanyak
20% pasien ARDS juga tidak memiliki faktor risiko yang teridentifikasi.

( Potter & Perry Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2, 17 september 2012)
C. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah: Distres pernafasan akut(takipnea,dispnea
,pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral), batuk kering dan
demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian, auskultasi paru: ronkhi basah,
krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing, perubahan sensorium yang berkisar dari
kelam pikir dan agitasi sampai koma. Serta auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa
murmur atau gallop.

Gejala ARDS dapat berbeda-beda pada setiap penderitanya, tergantung penyebab, tingkat
keparahan, dan apakah ada penyakit lain yang diderita, seperti penyakit jantung atau penyakit
paru-paru.
Beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada penderita ARDS adalah:

 Napas pendek dan cepat


 Sesak napas
 Tekanan darah rendah (hipotensi)
 Tubuh terasa sangat lelah
 Keringat berlebih
 Bibir atau kuku berwarna kebiruan (sianosis)
 Nyeri dada
 Denyut jantung meningkat (takikardia)
 Batuk
 Demam
 Sakit kepala atau pusing
 Bingung

(Ditinjau oleh: dr. Merry Dame Cristy Pane,09 april 2020 )

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Sindrom Distres Pernapasan Akut / Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


merupakan proses yang sangat kompleks. ARDS terjadi akibat inflamasi sistemik dan lokal yang
menyebabkan kerusakan jaringan paru, sehingga terjadi gangguan pertukaran gas, penurunan
komplians paru, ventilation perfusion mismatch (V/Q mismatch), dan kenaikan tekanan arteri
pulmonal (seperti pada hipertensi pulmonal). Proses ARDS umumnya berlangsung dalam 3 fase,
yaitu:

 Fase Eksudatif / Inflamasi


Fase eksudatif awal ditandai dengan adanya kerusakan alveolus akibat reaksi inflamasi
intrapulmonal dan ekstrapulmonal. Reaksi inflamasi dapat mempengaruhi epitel bronkus,
makrofag alveolus, dan endotel pembuluh darah paru. Makrofag alveolus berperan dalam
menstimulasi neutrofil serta sirkulasi mediator inflamasi (limfosit, monosit, sitokin, sel
epitel, sel stem mesenkimal, spesies reaktif oksigen) pada bagian paru yang mengalami
kerusakan.
 Fase Proliferatif
Fase proliferatif mengikuti fase eksudatif. Fase ini merupakan proses penting pada
patofisiologi ARDS, karena pada fase ini terjadi perbaikan homeostasis jaringan yang
ditandai dengan ekspansi fibroblas, pembentukan matriks provisional, proliferasi sel
progenitor dan sel epitel alveolus tipe 2 baru. Sel-sel baru yang terbentuk akan
mengalami infiltrasi ke dalam alveolus dan membentuk membrane hialin pada membran
basal alveolus. Setelah integritas epitel kembali terbentuk, edema dalam alveolus akan
mengalami resorpsi. Matriks provisional juga akan memperbaiki struktur dan fungsi
alveolus. Pada beberapa pasien, resolusi ini tidak terjadi melainkan terjadi fase fibro-
proliferatif yang ditandai dengan pembentukan matriks ektraseluler dan penumpukan sel
inflamasi akut serta kronis yang dapat menyebabkan remodelling struktur paru yang
buruk.
 Fase Fibrotik
Fase fibrotik tidak terjadi pada seluruh pasien. Apabila terjadi, fase ini menyebabkan
peningkatan mortalitas dan kebutuhan akan ventilasi mekanik yang lebih panjang.  Pada
fase fibrotik, terjadi kerusakan membran basal secara ekstensif, reepitelisasi terlambat
atau tidak adekuat yang kemudian menyebabkan fibrosis interstisial dan intra-alveolar
serta metaplasia sel skuamous. Sel-sel yang berperan pada fase ini adalah akuaporin 5
(AQP5), regulator transmembran fibrosis kistik (CFTR), faktor stimulasi koloni
makrofag granulosit (GM-CSF), faktor regulasi interferon 4 (IRF4), faktor pertumbuhan
keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan insulin (IGF), faktor pertumbuhan hepatosit
(HGF), reseptor mannose (MR), faktor pertumbuhan turunan platelet (PDGF), dan faktor
perubahan pertumbuhan.
Pathway
Pelepasan dari
Trauma tipe ll
fibrinopeptida dan
pheocytes
Henti asam amino
simpatetik
hipotalamus

Penurunan
Trauma endothelium surfactan
Vasokontriksi paru dan epithelium
paru alveolar

Atelektasis
Perubahan volume darah
menuju sirkulasi paru Peningkatan
permeabilitas

Fungsi Broncho
Peningkatan tekanan residu spasme
hidrostatik kapiler kapasitas
pulmonal Edemaparu menurun

Kelebihan Penurunanpenge Pemenuhan


volume cairan mbangan paru paruberkura
ng

Cairan menumpuk di Hipoksemia


intestinium
Abnormalitas
ventilasi -
Mencairkan Peningkatankerj
perfusi
apernapasan
sistem surfaktan

Ketidakefektifan Gangguan
pola nafas pertukaran
Infiltrat Ronchi
alveolar gas

Ketidakefektifan
bersihan jalan Gambar 2.3 Patofisiologi Nanda NIC NOC
nafas
(oleh dr. Josephine darmawan,2017)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang utama yang dilakukan pada pasien-pasien ARDS adalah foto rontgen
toraks dan analisa gas darah. Pemeriksaan lain juga dapat dilakukan untuk mencari etiologi,
menilai prognosis, dan komplikasi, tetapi tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis ARDS.

 Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan utama yang dapat dengan mudah dilakukan. Foto toraks
dapat membantu menyingkirkan diagnosis penyakit paru lain, menyingkirkan penyebab
kardiologis, serta menegakkan diagnosis ARDS. Pada ARDS, umumnya ditemukan adanya
infiltrat difus bilateral atau unilateral yang dapat memburuk secara cepat dalam 3 hari. Infiltrat
yang ditemukan umumnya terletak interstisial dan/atau alveolar. Pada tahap awal, infiltrat dapat
ditemukan menyebar hingga ke perifer dan dapat memburuk menjadi infiltrat difus bilateral
dengan penampakan ground glass. [1,5,14,16]
CT scan dapat dilakukan hanya apabila foto toraks tidak dapat menyimpulkan penyebab distress
pernapasan. CT scan umumnya lebih sensitif untuk mendeteksi adanya emfisema interstisial,
pneumomediastinum, efusi pleura, dan limfadenopati mediastinal. [1,5]
 Analisa Gas Darah
Analisa gas darah (AGD) pada umumnya dapat menunjukkan hipoksemia dan alkalosis
respiratorik. Kadar PaO2 / FiO2 juga dapat dinilai melalui analisa gas darah. Pemeriksaan AGD
juga dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan akses yang tersedia dengan baik. [3,5]
 Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk ARDS. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan adalah:
 Darah rutin: dapat ditemukan leukositosis atau leukopenia, terutama bila terdapat sepsis.
Trombositopenia juga dapat ditemukan bila terdapat koagulasi intravaskular diseminata.
 Fungsi ginjal: fungsi ginjal umumnya menurun bila terdapat komplikasi pada ARDS
akibat adanya iskemia ataupun nekrosis tubular akut
 Fungsi hepar: dapat menurut bila terdapat kerusakan hepatosit atau kolestasis
 Kultur darah atau sputum: dapat menunjukkan adanya sepsis atau fokus infeksi. Kultur
darah juga dapat membantu menentukan pemberian antibiotik.
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah brain natriuretic peptide (BNP) dan
sitokin interleukin (IL)-1, IL-6, dan IL-8. BNP <100 pg/ml dapat menunjukkan adanya ARDS,
tetapi BNP tinggi tidak dapat menyingkirkan kemungkinan ARDS. IL-1, IL-6, dan IL-8
umumnya juga ditemukan meningkat pada ARDS.[1,3,5]
 Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal umumnya digunakan sebagai metode diagnostik utama, namun
ekokardiografi 2-dimensi juga dapat digunakan menyingkirkan kemungkinan penyebab
kardiologis. Bila ditemukan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, disfungsi diastolik
berat, disfungsi katup mitral atau aorta berat, shunting  foramen ovale maka distress pernapasan
umumnya disebabkan oleh edema paru kardiogenik atau kardiomiopati berat.[1,5]
 Bronkoskopi
Bronkoskopi umumnya dilakukan untuk bronchoalveolar lavage  (BAL). Pemeriksaan BAL akan
membantu menentukan penyakit paru, seperti pneumonia eosinofilik akut, pneumonitis,
sarcoidosis, atau pneumonia bronkiolitis obliterans/bronchiolitis obliterans-organizing
pneumonia (BOOP), atau lipoid pneumonia.
 Histologi
Biopsi paru dapat dilakukan apabila pemeriksaan secara klinis dan penunjang lain tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan lain penyebab hipoksemia. Pemeriksaan histologis dapat
menunjukkan fase ARDS yang sedang terjadi. Pada fase awal umumnya akan ditemukan
kerusakan alveolar difus, edema interstisial, perdarahan alveolar, formasi membrane hialin, dan
kongesti kapiler pulmonalis. Pada fase proliferatif umumnya ditemukan pertumbuhan sel
pneumosit tipe 2 pada dinding alveolar, fibroblas, miofibroblas, dan disposisi kolagen
interstisial. Pada fase fibrotik, ditemukan penebalan dinding alveolar oleh jaringan ikat. Infiltrat
dan edema sudah tidak ditemukan.

(oleh dr. Josephine darmawan,2017)

F. PENATALAKSANAAN

Terapi yang di berikan ialah pengobatan pertukaran oksigen dan karbondiogsida


paru yang tidak adekuat ; asidosis metabolic dan insufisiensi sirkulasi. Perawatan
suportif awal bayi baru lahir terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia,
hipotensi, dan hipotermia akan mengurangi keparahan RSD. Terapi memerlukan
pemantauan yang cermat dan sering terhadap frekuensi jantung dan pernapasan ;
PO2, PCO2, pH, Bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematocrit, tekanan
darah, dan suhu.

a. Pemberian oksigen
Oksigen hangat yang di lembabkan harus diberikan pada kadar yang cukup
pada mulanya untuk mempertahankan tekanan arteri, antara 5-70 mmHg
dengan tanda tanda vital yang stabil, untuk mencegah resiko toksisitas
oksigen.
Untuk bayi yang apneu memerlukan bantuan ventilasi mekanis yang
bertujuan memperbaiki oksigenesis dan mengeliminasi CO2 tanpa
menyebabkan trauma paru atau toksisitas oksigen. Nilai gas darah yang
dapat di terima yang menyeimbangkan resiko hipoksia dan asidosis dengan
resiko ventilasi mekanis adalah PaO2 ; 5-70 mmHg ; PCO2 ; 35-50 mmHg;
dan pH ; 7,25-7,45

b. Pertahankan nutrisi adekuat


c. Pertahankan suhu lingkungan netral

G. KOMPLIKASI
Bila tidak segera ditangani, ARDS dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti:

 Penggumpalan darah di kaki karena berbaring lama di rumah sakit.


 Pneumothorax atau peningkatan tekanan udara di paru akibat penggunaan ventilator
dengan tekanan tinggi.
 Infeksi dari kontaminasi alat bantu napas.
 Fibrosis paru atau pembentukan jaringan ikat di paru yang semakin menyulitkan pasien
bernapas.
 Penurunan kemampuan berpikir dan kognitif akibat rendahnya kadar oksigen dalam
jangka panjang.
 Kelemahan otot akibat tirah baring lama.

Penderita ARDS dapat mengalami komplikasi, baik akibat ARDS itu sendiri maupun akibat efek
samping dari pengobatannya. Beberapa komplikasi tersebut adalah:

 DVT (deep vein thrombosis) atau penggumpalan darah pada pembuluh darah vena dalam
di tungkai akibat berbaring terus menerus
 Pneumothorax atau penumpukan udara pada selaput pleura, umumnya terjadi akibat
tekanan udara dari penggunaan ventilator
 Infeksi paru-paru akibat masuknya kuman ke paru-paru melalui alat bantu napas
 Fibrosis paru atau pembentukan jaringan parut di paru-paru yang membuat paru-paru
makin sulit memasok oksigen ke darah
Selain komplikasi di atas, penderita ARDS yang berhasil sembuh bisa mengalami gangguan
kesehatan jangka panjang, seperti:

 Gangguan pernapasan, seperti napas pendek, sehingga pasien membutuhkan bantuan


oksigen dalam jangka panjang
 Gangguan daya pikir dan daya ingat akibat kerusakan otak
 Lemah dan atrofi otot akibat terlalu lama tidak digunakan untuk bergerak (pada pasien
yang harus berbaring lama)
 Depresi

(Ditinjau oleh: dr. Merry Dame Cristy Pane,09 april 2020 )

H. PENCEGAHAN
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) dapat dicegah dengan menghindari berbagai
faktor risikonya. Pada infeksi paru, ARDS dapat dihindari dengan pemberian obat-obat untuk
meredakan infeksi yang mendasari.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya ARDS, yaitu:

 Menghentikan kebiasaan merokok dan menjauhi paparan asap rokok


 Menghentikan konsumsi minuman beralkohol
 Menjalani imunisasi flu setiap tahun dan imunisasi PCV setiap 5 tahun untuk mengurangi
risiko terjadinya infeksi paru-paru

(Ditinjau oleh: dr Mikhael Yosia | Ditulis oleh: Rena WidyawinataTerakhir diperbarui: 14 Agustus 2020)


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Identitas pasien dan penanggung jawab

2.      Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kesehatan keluarga
Adanya penurunan kesadaran mengakibatkan terjadinya gangguan secara umumuntuk
aktifitas sehari hari yang meliputi pemenuhan nutrisi, cairan dan elektrolit, aktifitas dan
istirahat, serta perawatan diri.
3. Identitas factor resiko
Riwayat maternital
 Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
 Kondisi seperti pendarahan placenta
 Stress fetal atau intrapartus
Status infan saat lahir
 Premature, umur kehamilan
 Apgar score, apakah terjadi aspeksia
 Bayi premature yang lahir melalui operasi caesar

4.      Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan stadium akan di uraikan melalui
penjelasan  berikut.
 Fase eksudatif (exudative phase)
Kelemahan , menurunya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, takipnea, dan alkalosis
respiratori. Hasil inspeksi dada didpatkan penggunaan otot bantu pernapasan dan adanya
peningkatan tekanan darah arteri.
 Fase fibroprolifelatif (fibroproliverative phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload ventrikel kiri. Suara nafas
crackles/rales, agitasi yang berhubungan dengan hipoksia, hiperventilasi, hiperkardia,
peningkatan kerja napas, asidosis laktat (berhubungan dengan metabolisme aerob),
perubahan dalam perfusi (denyut jantung meningkat, penurunan tekanan darah,
perubahan temperature dan warna kulit, penurunan capillery refill). Disfungsi pada organ
seperti :
·         Otak, terjadi perubahan kesadaran, agitasi dan halusinasi;
·         Jantung, terjadi penurunan curah jantung, (cardiac output) yang mengakibatkan
angina, CHF (gagal jantung kongestif), disritmia, dan miokard infark.
·         Ginjal, terjadi penurunan produksi urin atau laju filtrasi glomerulus (LFG)
·         Kulit, terdapat bintik bintik dan ditemukan adanya tanda iskemik.
·         Hati, didapati adanya peningkatan SGOT, biliriubim, alkalin fosfat, dan penurunan
albumin
5.      Pemeriksaan Penunjang
  Foto rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru. Pada
stadium lanjut terlihat penyebaran interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar,
menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada
jantung.
 ABGs :hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi
terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea
(PaCO2 >50) menunjukkan terjadi pernapasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45) dapat
timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveola. Asidosis
metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan nilai laktat darah,
akibat metabolism anaerob.
 Tes fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan volume paru menurun,
teruatama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area terjadinya
fasokonstriksi dan mikroemboli timbul.
  Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif, yang berhubungan dengan:
         Menurunnya fungsi silia pada jalan atas (hipoperkusi)
         Peningkatan jumlah/kekentalan sekresi pulmonal
         Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisisal).
Data yang mungkin timbul :
         Klien mengeluh dispnea
         Perubahan dalam kedalaman/jumlah pernapasan, penggunaan otot asesori
pernapasan
         Batuk (efektif/inefektif) dengan ayau tanpa produksi sputum
2.      Kerusakan pertukaran gas, yang berhubungan dengan :
         Akumulasi protein dan cairan pada ruang interstisial atau alveolar;
         Hipoventilasi alveolar;
         Penurunan produksi surfektan yang menyebabkan kolaps alveolar.
Ditandai dengan :
         Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan ;
         Perubahan nilai ABGs ;
         Ventilasi atau perfusimismath dengan peningkatan despres
3.      Resiko tinggi kurang volume cair, yang berhubungan dengan :
         Penggunaan diuretik
         Perubahan bagian cairan
4.      Ansietas atau ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan :
         Krisis situasi
         Perbahan status kesehatan, ketakutan aan mati
         Fektor biologis (efek hipoksimia)
Ditandai dengan :
         Peningkatan ketenggangan dan tidak berdaya
         Ketakutan, kelemahan.
C. PERENCANAAN
A. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan Tujuan : Manajemen Jalan Nafas ( 3140 )
dengan sindrom hipoventilasi (00032) Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana
24 jam, masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi. mestinya.
2. Posisikan pasien untukmemaksimalkan ventilasi.
Kriteria Hasil : 3. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
Status Pernapasan ( 0415 ) 4. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya.
Kode Indikator SA ST 5. Buang secret dengan memotivasi pasien untukmelakukan
041501 Frekuensi pernapasan 2 5 batuk atau menyedot lender.
041502 Irama pernapasan 2 5
041504 Suara auskultasi nafas 3 5 6. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
041513 Sianosis 2 5 atau tidak ada dan adanya suara tambahan.
041515 Dyspnue dengan aktivitas 2 5
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk melakukan nebulizer.
ringan
041519 Gangguan kesadaran 3 5
041520 Akumulasi sputum 2 5
041522 Suara nafas tambahan 2 5
041531 Batuk 3 5

Keterangan :
1 : Deviasi Berat dari Kisaran Normal
2 : Deviasi yang Cukup Berat dari Kisaran Normal
3 : Deviasi Sedang dari Kisaran Normal
4 : Deviasi Ringan dari Kisaran Normal
5 : Tidak Ada Deviasi dari Kisaran Normal
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan 1. Memposisikan pasien S : Klien mengatakan sesaknya berkurang
dengan sindrom hipoventilasi (00032) Untukmemaksimalkan ventilasi. O : TTV dalam batas normal, sesak berkurang
2. Menginstruksikan bagaimana agar bisa A : Masalah teratasi
melakukan batuk efektif. Status Pernapasan ( 0415 )
3. Melakukan fisioterapi dada sebagaimana Kode Indikator SA ST
mestinya. 041501 Frekuensi pernapasan 2 5
041502 Irama pernapasan 2 5
4. Membuang secret dengan memotivasi pasien 041504 Suara auskultasi nafas 3 5
untukmelakukan batuk atau menyedot lender. 041513 Sianosis 2 5
041515 Dyspnue dengan 2 5
5. Mengauskultasi suara nafas, catat area yang
aktivitas ringan
ventilasinya menurun atau tidak ada dan 041519 Gangguan kesadaran 3 5
adanya suara tambahan. 041520 Akumulasi sputum 2 5
041522 Suara nafas tambahan 2 5
6. Memberikan nebulizer. 041531 Batuk 3 5

P : Edukasi klien dan keluarga untuk banyak


istirahat dan mengurangi aktivitas berat, teratur
minum obat
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan/atau membrane kapiler
paru.ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh
secara luas.
Adult Respirator Distress Syndrome (ARDS ) merupakan keadaaan gagal napasmendadak yang timbul
pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan


Edisi 2 Salemba Medika.

syndromeDitinjau oleh: dr. Fadhli Rizal Makarim dr. Josephine Darmawan

https://hellosehat.com/pernapasan/pernapasan-lainnya/ards/#grefDitinjau oleh: dr Mikhael


Yosia | Ditulis oleh: Rena Widyawinata
Terakhir diperbarui: 14 Agustus 2020

https://www.halodoc.com/kesehatan/acute-respiratory-distress-syndromeDitinjau oleh: Redaksi
HalodocdiagnosisOleh :dr. Josephine Darmawan

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS. http://keperawatan-


gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html. Tanggal 16
September 2009 pukul 12.30 WIB
Anynomous, 2006. Sindrom Gawat Pernafasan Akut. http://medicastore/penyakit_kategori/index/1.html.
Tanggal 17 September 2009 pukul 13.30 WIB
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Farid, 2006. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Sejuta Etiologi. http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=108. Tanggal 9 September 2009 pukul 18.00
WIB
Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.
Ikawati, Zulies. 2009. Respiratory Distress Syndrom: gangguan gagal nafas.
http://www.emea.europa.eu/pdfs/human/ewp/050497en.pdf. Tanggal 13 September 2009
pukul 16.00 WIB
Setyaningsih, Indah. 2008. Akut Respiratory Distres Sindrom.
http://indahnursing.blogspot.com/2008/12/akut-respiratori-distres-sindrom.html. Tanggal 12
September 2009 pukul 16.34 WIB
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Salemba. Jakarta.
Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2. Bandung: PT. Alumni

Anda mungkin juga menyukai